Dalam
banyak riwayat ditemukan ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ‘laisa
minaa’ yang dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia ‘bukan termasuk
golongan kami’. Diantaranya adalah:
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ،
فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa
yang membawa senjata untuk menyerang kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6874].
وَمَنِ ادَّعَى مَا لَيْسَ لَهُ
فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa
yang mengaku sesuatu yang bukan haknya, maka ia bukan termasuk golongan kami”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 61].
مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ ثُمَّ
تَرَكَهُ فَلَيْسَ مِنَّا أَوْ قَدْ عَصَى
“Barangsiapa
yang mengetahui ilmu memanah lalu ia malah meninggalkannya, maka ia bukan
termasuk golongan kami atau sungguh ia telah durhaka”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 1919].
مَنْ غَشَّ، فَلَيْسَ مِنِّي
“Barangsiapa yang menipu,
maka ia bukan termasuk golongan kami” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 102].
وَمَنْ خَرَجَ عَلَى أُمَّتِي
يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلَا يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا، وَلَا يَفِي لِذِي
عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ
“Barangsiapa
memerangi umatku membunuh orang baik dan orang jahatnya, tidak berhati-hati
dari orang mukminnya, dan tidak menepati perjanjian kepada yang membuat
perjanjian dengan mereka; maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk
golongannya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1848].
Dan lain-lain.
Sebagian golongan ekstrim salah
dalam memahami kalimat tersebut. Mereka memahami kalimat ‘bukan termasuk
golongan kami’ untuk mengkafirkan para pelaku dosa besar sebagaimana
dikatakan oleh Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
وكذلك تفسير الخوارج
والمعتزلة بأنه يخرج من الإيمان بالكلية ويستحق الخلود فى النار
“Dan
begitu juga penafsiran Khawaarij dan Mu’tazilah (atas kalimat ‘bukan
termasuk golongan kami’) yaitu keluar dari keimanan secara keseluruhan dan
berhak atas kekekalan di neraka” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 7/525].
Saat
membahas hadits ‘Bukanlah termasuk golongan kami orang yang menampar-nampar
(mencakar) wajah, merobek-robek baju, dan meratap dengan ratapan jahiliyyah’;
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan pemahaman yang benar dalam
permasalahan ini dengan perkataannya:
قَوْله : ( لَيْسَ مِنَّا )
أَيْ مِنْ أَهْل سُنِّتَتَا
وَطَرِيقَتنَا ، وَلَيْسَ الْمُرَاد بِهِ إِخْرَاجه عَنْ الدِّين ، وَلَكِنْ
فَائِدَة إِيرَاده بِهَذَا اللَّفْظ الْمُبَالَغَة فِي الرَّدْع عَنْ الْوُقُوع
فِي مِثْل ذَلِكَ كَمَا يَقُول الرَّجُل لِوَلَدِهِ عِنْد مُعَاتَبَته : لَسْت
مِنْك وَلَسْت مِنِّي ، أَيْ مَا أَنْتَ عَلَى طَرِيقَتِي .
“Sabda beliau : ‘bukan
termasuk golongan kami’, maksudnya adalah orang yang mengikuti sunnah kami
dan jalan kami. Dan bukanlah yang dimaksud dengan kalimat ini adalah keluarnya
dari agama (murtad). Akan tetapi faedah penyebutan lafadh tersebut adalah
mubalaghah (berlebihan) dalam larangan terhadap kejadian seperti yang dimaksudkan
hadits, sebagaimana seseorang berkata kepada anaknya ketika menegurnya : ‘Aku
bukan bagian darimu dan engkaupun bukan bagian dariku’. Maksudnya, engkau tidak
berada di atas jalanku” [Fathul-Baariy, 3/163].
Begitu juga dengan Ibnul-Jauziy
rahimahullah saat menjelaskan hadits ‘Barangsiapa yang
mengetahui ilmu memanah lalu ia malah meninggalkannya, maka ia bukan termasuk
golongan kami’; ia berkata:
قوله ليس منا أي ليس على
سيرتنا وهذا لأن الرمي من آلة الجهاد فإذا تركه من علمه نسيه
“Sabda
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘bukan termasuk golongan kami’, maksudnya adalah tidak berada di atas sirah/jalan
kami. Hal ini disebabkan panahan termasuk peralatan untuk berjihad. Apabila ia
meninggalkan ilmu memanah tersebut, maka ia akan lupa” [Kasyful-Musykil,
hal. 1111].
An-Nawawiy rahimahullah berkata
saat menjelaskan hadits ‘Barangsiapa yang membawa senjata untuk
menyerang kami, maka ia bukan termasuk golongan kami’ :
وَمَعْنَاهُ عِنْد أَهْل
الْعِلْم أَنَّهُ لَيْسَ مِمَّنْ اِهْتَدَى بِهَدْيِنَا وَاقْتَدَى بِعِلْمِنَا
وَعَمَلِنَا وَحُسْنِ طَرِيقَتِنَا ، كَمَا يَقُول الرَّجُل لِوَلَدِهِ إِذَا لَمْ
يَرْضَ فِعْلَهُ : لَسْت مِنِّي ، وَهَكَذَا الْقَوْل فِي كُلّ الْأَحَادِيث
الْوَارِدَة بِنَحْوِ هَذَا الْقَوْل
“Maknanya
menurut para ulama, bahwasannya pelaku bukan termasuk orang yang memperoleh
petunjuk dengan petunjuk kami, mencontoh ilmu dan amal kami serta baiknya jalan
kami. Hal itu sebagaimana
perkataan seseorang kepada anaknya ketika tidak meridlai apa yang diperbuat
anaknya tersebut: ‘Engkau bukan bagian dariku’. Begitulah penjelasan dalam semua
hadits yang berkaitan semisal dengan penjelasan ini” [Syarh Shahiih Muslim
lin-Nawawiy, 1/109].
Yang menguatkannya adalah sabda
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ
بِالْقُرْآنِ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak membaguskan
suaranya ketika membaca Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7527].
Sudah menjadi kesepakatan (ijmaa’) para ulama bahwa membaguskan suara ketika membaca Al-Qur’an hukumnya tidak wajib, sehingga
meninggalkannya pun tidak dihukumi dengan kekafiran.
Wallaahu a’lam, semoga ada manfaatnya.
[Abul-Jauzaa’ – Perumahan Ciomas
Permai, 24102014 – 22:10].
Comments
Posting Komentar