Al-Baihaqiy
rahimahullah berkata:
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ
بْنُ بِشْرَانَ، أَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّفَّارُ، نا عَبَّاسُ بْنُ
مُحَمَّدٍ الدُّورِيُّ، نا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ، نا سَلامُ بْنُ
أَبِي الصَّهْبَاءِ، نا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ لَمْ تَكُونُوا تُذْنِبُونَ،
خَشِيتُ عَلَيْكُمْ مَا هُوَ أَكْبَرُ مِنْ ذَلِكَ، الْعُجْبَ الْعُجْبَ
Telah
menceritakan kepada kami Abul-Husain bin Bisyraan : Telah mengkhabarkan kepada
kami Ismaa’iil bin Muhammad Ash-Shaffaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas
bin Muhammad Ad-Duuriy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdil-Wahhaab
: Telah menceritakan kepada kami Sallaam bin Abish-Shahbaa’ : Telah
menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaaniy, dari Anas bin Maalik, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seandainya
kalian tidak berbuat dosa, maka aku khawatir kalian akan ditimpa dengan perkara
yang lebih besar darinya (yaitu) ‘ujub! ‘ujub!” [Al-Jaami’ li-Syu’abil-Iimaan
no. 6868].
Diriwayatkan
juga oleh Al-‘Uqailiy dalam Adl-Dlu’afaa’ 2/530, Al-Kharaaithiy dalam Masaawiul-Akhlaaq
no. 594, Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab 2/320-321 no. 1447, dan
Ibnul-Jauziy dalam Shifatush-Shafwah no. 708; semuanya dari jalan ‘Abdullah
bin ‘Abdil-Wahhaab, dari Sallaam bin Abish-Shahbaa’, dari Tsaabit, dari
Anas secara marfuu’.
‘Abdullah
bin ‘Abdil-Wahhaab Al-Hajabiy, Abu Muhammad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-10,
dan wafat tahun 227 H/228 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 523 no. 3472].
‘Abdul-Wahhaab
mempunyai mutaba’ah dari Muhammad bin ‘Abdil-Malik bin Abi Syawaarib
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 4/317.
Muhammad
bin ‘Abdil-Malik bin Abi Syawaarib Muhammad bin ‘Abdillah bin Abi ‘Utsmaan
Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abu ‘Abdillah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10 dan wafat tahun 244 H
di Bashrah. Dipakai oleh Muslim, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib
hal. 873 no. 6138 dan Tahriirut-Taqriib 3/283-284 no. 6098].
Al-Bazzaar
juga meriwayatkannya dalam Al-Bahr no. 6936 dari jalan Muhammad bin ‘Abdil-Maalik,
dari Salaam Abul-Mundzir – bukan Salaam bin Abish-Shahbaa’ - . Setelah
itu Al-Bazzaar memberikan komentar:
وَهَذَا الْحَدِيثُ لَا نَعْلَمُ
رَوَاهُ عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ إِلَّا سَلَّامٌ أَبُو الْمُنْذِرِ وَهُوَ رَجُلٌ
مَشْهُورٌ، رَوَى عَنْهُ عَفَّانُ وَالْمُتَقَدِّمُونَ
“Dan
hadits ini tidak kami ketahui diriwayatkan dari Tsaabit dari Anas kecuali oleh
Sallaam Abul-Mundzir, dan ia seorang yang masyhur. Telah meriwayatkan darinya ‘Affaan
dan mutaqaddimiin”.
Ibnu ‘Adiy rahimahullah tidak
membedakan antara Sallaam bin Abish-Shuhbaa’ dengan Sallaam Abul-Mundzir dengan
menyebutkan Sallaam bin Abish-Shuhbaa’, orang Bashrah, yang berkunyah Abul-Mundzir
[Al-Kaamil, 4/316 no. 768].
Akan tetapi jumhur ulama
membedakannya [Silsilah Ash-Shahiihah, 2/261]. Al-‘Uqailiy menyebutkan kunyah
Sallaam bin Abish-Shahbaa’ adalah Abu Bisyr, bukan Abul-Mundzir.
‘Affaan bin Muslim tidak
mengambil hadits dari Sallaam bin Abish-Shuhbaa’, akan tetapi ia mengambil
hadits dari Sallaam Abul-Mudzir. Para ulama mutaqaddimiin yang
menyebutkan biografi Sallaam bin Abish-Shuhbaa’ juga tidak ada yang menyebutkan
‘Affaan mengambil hadits darinya. Seandainya dua orang itu sama, niscaya mereka
akan menyebutkannya, karena hadits ‘Affaan dari Sallaam Abul-Mundzir dibawakan
oleh An-Nasaa’iy dalam Sunan-nya, Ahmad, dan yang lainnya.
Pembedaan inilah yang
benar, wallaahu a’lam.
Oleh karena itu, penyebutan
Sallaam Abul-Mundzir dalam sanad Al-Bazzaar adalah keliru, karena kebanyakan
jalan menyebutkan Sallaam bin Abish-Shahbaa’. Selain itu, Ibnu ‘Adiy yang membawakan sanad dari
jalan Muhammad
bin ‘Abdil-Malik bin Abi Syawaarib menyebutkannya dengan Sallaam bin Abish-Shahbaa’. Kemungkinan kekeliruan ini berasal dari Al-Bazzaar
sendiri. Disamping ketsiqahan dan kehafidhannya, ia dikritik oleh sebagian ahli
hadits karena tafarrud dan gharaaib di sebagaian haditsnya.
Tentang Sallaam bin Abish-Shahbaa’, berikut perkataan para
ulama tentangnya:
Al-Bukhaariy berkata : “Sallaam
bin Abish-Shahbaa’ Al-‘Adawiy, mendengar hadits dari Tsaabit, munkarul-hadiits”
[Adl-Dlu’afaa’, 2/530]. Al-‘Uqailiy memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’
dan berkata : “Tidak ada mutaba’ah-nya dari Tsaabit [idem]. Ibnu
Ma’iin mendla’ifkannya, sedangkan Ahmad berkata : “Hasanul-hadits” [Miizaanul-I’tidaal,
2/180 no. 3350]. Ibnu Hibbaan berkata : “Termasuk orang yang jelek
kekeliruannya dan banyak wahm-nya. Tidak boleh berhujjah dengannya
apabila menyendiri….. Banyak kelirunya (yukhthi’)” [Al-Majruuhiin,
1/431 no. 423]. Abu Haatim Ar-Raaziy : “Syaikh” [Al-Jarh wat-Ta’diil,
4/257 no. 1115]. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku harap tidak mengapa dengannya” [Al-Kaamil,
4/317]. Ad-Daaraquthniy saat membawakan mutaba’ah dari Sallaam bin
Abish-Shahbaa’, Shaalih Al-Mariy, dan Jisr bin Farqad, dari Tsaabit, dari Anas,
dari Abu Thalhah; ia berkata : “Semuanya mengalami wahm dalam periwayatan
hadits Tsaabit” [Al-‘Ilal, 6/10].
Kesimpulannya, ia seorang yang
lemah.
Dengan demikian, hadits ini pun
lemah karena faktor Sallaam bin Abish-Shahbaa’.
Ada syaahid dari Abu Sa’iid
yang diriwayatkan oleh Abul-Hasan Al-Qazwiiniy dalam Al-Amaaliy (1/12) –
sebagaimana dibawakan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Ash-Shahiihah
(2/260) : dari Katsiir bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
ayahku, dari Al-Jurairiy, dari Abu Nadlrah, dari Abu Sa’iid secara marfuu’.
Yahyaa (ayah Katsiir bin
Yahyaa), namanya Yahyaa bin Katsiir Abun-Nadlr Al-Bashriy, adalah orang yang
lemah atau bahkan sangat lemah. Beberapa ulama memberikan jarh yang
keras terhadapnya. Abu Haatim Ar-Raaziy berkata : “Dzaahibul-hadiits jiddan”.
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah”. Al-Uqailiy berkata : “Munkarul-hadiits”.
As-Saajiy berkata : “Dla’iiful-hadiits jiddan. Ia meriwayatkan dari para
perawi tsiqaat hadits-hadits baathil”. Ad-Daaraquthniy : “Matruukul-hadiits”
[Tahdziibut-Tahdziib 11/267 dan Mausuu’ah Aqwaal Ad-Daaraquthniy
hal. 712 no. 3868].
Syaahid dari Abu Sa’iid ini tidak cukup kuat untuk menguatkan
hadits Anas radliyallaahu ‘anhumaa.
Al-‘Uqailiy mengisyaratkan
kedla’ifannya dalam Adl-Dlu’afaa’. Adz-Dzahabiy mendla’ifkan hadits ini
dengan perkataannya: “Betapa bagus hadits ini seandainya shahih” [Miizaanul-I’tidaal,
2/180].
Kesimpulan akhir : Status
hadits lemah.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Mengambil faedah dari
pembahasan yang dibawakan oleh ‘Abdullah Al-Khaliifiy hafidhahullah
dalam Forum
Ahlul-Hadits As-Salafiyyah.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas
permai – 02011436 – 14:30].
Comments
Posting Komentar