Sesungguhnya
pelaku maksiat dapat digugurkan dosa
dan siksanya
di akhirat dengan beberapa sebab, yaitu:
1.
Taubat
Allah
ta’ala berfirman:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ
خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
* إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali
orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk
surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun” [QS. Maryam : 59-60].
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي
الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا * إِلا
الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ
لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ
أَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali
orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada
(agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka
mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan
memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar” [QS. An-Nisaa’ : 145-146].
Para ulama sepakat bahwa taubat dapat menghapus segala
dosa hingga dosa syirik akbar seorang hamba, selama nyawanya belum sampai di
kerongkongannya.[1]
Yaitu seandainya pelakunya benar-benar bertaubat dengan taubat nasuha yang
bersumber dari hati, disertai dengan penyesalan terhadap kemaksiatan yang telah
dilakukan, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya kembali dengan melakukan
amalan-amalan shalih.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: التَّائِبُ مِنَ
الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
Dari ‘Abdullah bin Mas’uud, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Orang yang bertaubat
dari dosa seperti orang yang tidak mempunyai dosa” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Maajah no. 4250; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih At-Targhiib
no. 3145].
2.
Istighfar
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ
يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka,
sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab
mereka, sedang mereka meminta ampun” [QS. Al-Anfaal : 33].
Istighfar sebenarnya masuk dalam cakupan taubat, yaitu memohon
ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan dan menyesalinya. Namun taubat
lebih mencakup dan lebih unggul dibandingkan istighfar, karena ia
mengandung tekad kuat untuk tidak mengulangi dosa/maksiat yang telah dilakukan
di masa yang akan datang.
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata:
لا كَبِيرَةَ مَعَ
اسْتِغْفَارٍ، وَلا صَغِيرَةَ مَعَ إِصْرَارٍ
“Tidak
ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar, dan tidak ada dosa kecil
jika dilakukan terus-menerus” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan
8/245, Ibnul-Mundzir dalam Tafsiir-nya no. 1670, Ibnu Abi Haatim dalam Tafsiir-nya
no. 5217, dan yang lainnya; shahih].
3.
Melakukan amal shaalih
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ
يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” [QS. Huud : 114].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الصَّلاةُ
الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا
لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
Dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Shalat fardlu yang lima, shalat
Jum’at hingga shalat Jum’at berikutnya, dan puasa Ramadlaan hingga puasa
Ramadlaan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa yang ada di antaranya, apabila
orang tersebut meninggalkan dosa-dosa besar” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
233].
4.
Tertimpa musibah yang bersifat keduniaan
عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ يُوعَكُ، فَمَسِسْتُهُ بِيَدِي، فَقُلْتُ: إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا
شَدِيدًا، قَالَ: أَجَلْ، كَمَا يُوعَكُ رَجُلَانِ مِنْكُمْ، قَالَ: لَكَ أَجْرَانِ،
قَالَ: نَعَمْ، مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا
حَطَّ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
Dari Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Aku masuk menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika
beliau sakit. Lalu aku raba beliau, lalu aku berkata : "Sesungguhnya
demammu bertambah keras". Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjawab : “Benar, sebagaimana demamnya dua orang di antara kalian". Aku
berkata : “Semoga engkau mendapatkan dua pahala". Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : "Tidaklah seorang muslim ditimpa
cobaan berupa sakit dan sebagainya, kecuali Allah akan gugurkan dosa-dosanya
sebagaimana sebatang pohon yang menggugurkan daunnya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 5667].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَادَ رَجُلًا مِنْ وَعَكٍ كَانَ بِهِ،
فَقَالَ: أَبْشِرْ، فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: هِيَ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي
الْمُذْنِبِ لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنَ النَّارِ
Dari
Abu Hurairah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
menjenguk seorang laki-laki yang sedang sakit demam. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Bergembiralah, karena Allah telah berfirman : ‘Sesungguhnya ia
(demam) adalah nerakaku yang Aku berikan kepada hamba-Ku yang berdosa, sehingga
ia akan menjadi pengganti bagiannya dari nerakaku (yang seharusnya ia dapatkan
kelak di akhirat)” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2088; sanandnya
hasan. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy
2/414].
5.
Syafa’at dari orang-orang yang diberikan izin oleh
Allah ta’ala memberikan syafa’at.
Allah ta’ala berfirman:
يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ
الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا
“Pada
hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah
telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya” [QS. Thaha : 109].
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
مرفوعا : ......... فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ
النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا
قَطُّ قَدْ عَادُوا حُمَمًا فَيُلْقِيهِمْ فِي نَهَرٍ فِي أَفْوَاهِ الْجَنَّةِ يُقَالُ
لَهُ نَهَرُ الْحَيَاةِ فَيَخْرُجُونَ كَمَا تَخْرُجُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ
أَلَا تَرَوْنَهَا تَكُونُ إِلَى الْحَجَرِ أَوْ إِلَى الشَّجَرِ مَا يَكُونُ إِلَى
الشَّمْسِ أُصَيْفِرُ وَأُخَيْضِرُ وَمَا يَكُونُ مِنْهَا إِلَى الظِّلِّ يَكُونُ أَبْيَضَ
فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّكَ كُنْتَ تَرْعَى بِالْبَادِيَةِ قَالَ فَيَخْرُجُونَ
كَاللُّؤْلُؤِ فِي رِقَابِهِمْ الْخَوَاتِمُ يَعْرِفُهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ هَؤُلَاءِ
عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمْ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ
وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ ثُمَّ يَقُولُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ فَمَا رَأَيْتُمُوهُ فَهُوَ
لَكُمْ فَيَقُولُونَ رَبَّنَا أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ الْعَالَمِينَ
فَيَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُونَ يَا رَبَّنَا أَيُّ شَيْءٍ
أَفْضَلُ مِنْ هَذَا فَيَقُولُ رِضَايَ فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا
Telah
menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'iid, ia berkata : Telah menceritakan
kepadaku Hafsh bin Maisarah, dari Zaid bin Aslam, dari 'Athaa' bin Yasaar, dari
Abu Sa'iid Al-Khudriy secara marfu’ : “……Allah lalu berfirman : ‘Para
Malaikat, Nabi, dan orang-orang yang beriman telah memberi syafa’at, dan
tinggallah Dzat Yang Maha Pengasih…..” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 302].
Syafa’at dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " .......
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ "
Dari
Abu Hurairah, ia bekata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “…..Orang yang paling berbahagia memperoleh syafa’atku pada
hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaha illallaa ikhlas dari lubuk
hatinya atau jiwanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 99].
Syafa’at syuhadaa’ (orang yang mati syahid di
jalan Allah):
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءَ
يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
يُشَفَّعُ الشَّهِيدُ فِي سَبْعِينَ مِنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ
Dari
Abud-Dardaa’, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Orang yang mati syahiid memberikan syafa’at kepada 70 orang
dari keluarganya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2522; dishahihkan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/103].
Syafa’at orang yang menshalati jenazah kaum muslimin.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَا
مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ، فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا
لَا يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا شَفَّعَهُمُ اللَّهُ فِيهِ
Dari
‘Abdullah bin ‘Abbaas, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda : “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lalu jenazahnya
dishalati oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu
pun kecuali mereka akan memberikan syafa’at baginya” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 948].
Syafa’at dari anak-anak yang telah meninggal dunia
semasa kecil.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَمُوتُ
لَهُمَا ثَلَاثَةُ أَوْلَادٍ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ، إِلَّا أَدْخَلَهُمَا اللَّهُ
وَإِيَّاهُمْ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ الْجَنَّةَ، وَقَالَ: يُقَالُ لَهُمْ: ادْخُلُوا
الْجَنَّةَ، قَالَ: فَيَقُولُونَ: حَتَّى يَجِيءَ أَبَوَانَا ، قَالَ: ثَلَاثَ مَرَّاتٍ،
فَيَقُولُونَ: مِثْلَ ذَلِكَ، فَيُقَالُ لَهُمْ: ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَبَوَاكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah dua orang
muslim (suami istri) yang tiga orang anak mereka yang meninggal dunia sebelum
mencapai usia dewasa, kecuali Allah akan memasukkan keduanya dan anak-anak
mereka ke surga dengan keutamaan rahmat-Nya". Beliau bersabda : "Dikatakan
kepada anak-anak tersebut : 'Masuklah kalian ke surga'. Mereka berkata : '(Kami
tidak akan masuk) hingga bapak-bapak kami juga masuk!’. Lalu dikatakan kepada
mereka : 'Masuklah kalian dan bapak-bapak kalian ke surga” [Diriwayatkan
oleh Ahmad, 2/510; shahih. Dishahihkan sanadnya oleh Al-Arna’uth dan ‘Aadil
Mursyid dalam takhrij-nya atas Musnad Al-Imaam Ahmad, 16/364].
dan yang lainnya.[2]
6.
Pemaafan Allah ta’ala tanpa melalui syafa’at.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” [QS. An-Nisaa’ : 48].
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " .......فَيَقُولُ: اذْهَبُوا أَوْ
انْطَلِقُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلَةٍ مِنْ
إِيمَانٍ فَأَخْرِجُوهُ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنَا الْآنَ أُخْرِجُ
بِعِلْمِي وَرَحْمَتِي، قَالَ: فَيُخْرِجُ أَضْعَافَ مَا أَخْرَجُوا وَأَضْعَافَهُ،
فَيُكْتَبُ فِي رِقَابِهِمْ عُتَقَاءُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ،
فَيُسَمَّوْنَ فِيهَا الْجَهَنَّمِيِّينَ "
Dari Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “……..Allah berfirman : ‘Pergilah (ke neraka).
Barangsiapa yang engkau dapati dalam hatinya iman seberat biji sawi,
keluarkanlah’. Kemudian Allah berfirman : ‘Dan Aku sekarang akan mengeluarkan
(orang-orang beriman yang masih ada di dalam neraka) dengan ilmu-Ku dan
rahmat-Ku”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lalu Allah
mengeluarkan dalam jumlah berlipat dari yang telah dikeluarkan, dan
melipatkannya lagi jumlahnya. Lalu ditulis di leher orang-orang tersebut :
‘orang-orang yang dibebaskan oleh Allah ‘azza wa jalla (dari neraka)’. Kemudian
mereka masuk ke dalam surga, yang mereka itu dinamai : Al-Jahannamiyyiin”
[Diriwayatkan oleh Ahmad 3/325; sanadnya shahih].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
أن الاستثناء عائد على العصاة
من أهل التوحيد ممن يخرجهم الله من النار بشفاعة الشافعين من الملائكة والنبيين والمؤمنين
حتى يشفعون في أصحاب الكبائر ثم تأتي رحمة أرحم الراحمين فتخرج من النار من لم يعمل
خيرا قط وقال يوما من الدهر لا إله إلا الله كما وردت بذلك الأخبار الصحيحة المستفيضة
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بمضمون ذلك من حديث أنس وجابر وأبي سعيد وأبي هريرة
وغيرهم من الصحابة ولا يبقى بعد ذلك في النار إلا من وجب عليه الخلود فيها
“Bahwasannya
pengecualian itu kembali pada orang yang bermaksiat dari orang-orang yang
mentauhidkan Allah, yaitu dari kalangan orang-orang yang dikeluarkan Allah
ta’ala dari neraka dengan syafa’at orang-orang yang dapat memberikan syafa’at
dari kalangan malaikat, nabi, dan orang-orang mukmin, hingga mereka memberi
syafa’at kepada para pelaku dosa besar. Lalu datanglah rahmat dari Allah Yang Maha Penyayang,
hingga dikeluarkanlah dari neraka orang-orang yang tidak pernah beramal
kebaikan sedikit pun, dimana mereka pernah mengucapkan pada satu waktu (dalam
kehidupannya) : Laa ilaha illallaah (Tidak ada tuhan yang berhak untuk
diibadahi kecuali Allah), sebagaimana hal tersebut terdapat dalam hadits-hadits
shahih yang berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari
hadits Anas, Jaabir, Abu Sa’iid, Abu Hurairah, dan yang lainnya dari kalangan
shahabat radliyallaahu ‘anhum. Tidaklah tersisa setelah itu di neraka
kecuali orang yang telah ditetapkan bagi mereka untuk kekal di dalamnya…..” [Tafsiir
Ibni Katsiir, 7/473].
7.
Doa orang-orang mukmin, baik yang didoakan masih hidup
ataupun telah meninggal.
Allah ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ
بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang" [QS. Al-Hasyr : 10].
رَبِّ اغْفِرْ لِي
وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا تَبَارًا
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu
bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan" [QS.
Nuuh : 28].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ، إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ،
أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari
Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda : “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah
amalannya kecuali tiga hal : shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak
shaalih yang mendoakannya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1631, Ahmad 2/372,
At-Tirmidziy no. 1376, Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 38, dan
yang lainnya[3]].
8.
Amal shalih yang dilakukan orang lain.
Amal shalih yang dilakukan orang lain yang dapat
bermanfaat bagi seseorang tidak berlaku secara mutlak, namun harus berlandaskan
dalil. Misalnya, tidak boleh seseorang mewakili shalat wajib orang lain, namun
ia boleh mewakili haji orang lain dengan syarat ia sendiri sudah menunaikan
haji.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا، يَقُولُ: لَبَّيْكَ
عَنْ شُبْرُمَةَ، قَالَ: " مَنْ شُبْرُمَةُ؟ " قَالَ: أَخٌ لِي، أَوْ
قَرِيبٌ لِي، قَالَ: " حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ "، قَالَ: لَا، قَالَ:
" حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ "
Dari
Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam mendengar (ketika berhaji) seorang laki-laki mengucapkan talbiyyah
haji : ‘Labbaika (kupenuhi panggilan-Mu ya Allah) atas nama hajinya
Syubrumah’. Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bertanya : “Siapa Syubrumah?”. Ia menjawab :
“Saudara saya (atau kerabat saya)”. Nabi bertanya : ”Apakah engkau telah
berhaji untuk dirimu sendiri?”. Ia menjawab : “Belum”. Maka beliau bersabda
: ”Berhajilah untuk dirmu sendiri, kemudian (kelak) kamu berhaji untuk
Syubrumah” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1811, Ibnu Majah no. 2903 dan
Ibnu Hibban 962; dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi
Dawud 1/509 dan Shahih Sunan Ibni Majah 3/10 no. 2364].
Shadaqah:
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ
رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ،
أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟، قَالَ: " نَعَمْ "
Dari
’Aisyah, bahwasannya ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi shallallaahu
’alaihi wa sallam dan berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah
meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Aku kira, jika ia sempat berbicara niscaya ia akan
bershadaqah. Adakah baginya pahala jika saya bershadaqah untuknya ?”. Maka
beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab : ”Ya” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhariy no. 1322 dan Muslim no. 1004].
Kewajiban puasa yang belum ditunaikan semasa hidup:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَاتَ
وَعَلَيْهِ صِيَامٌ، صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : ”Barangsiapa
yang meninggal dunia dan ia masih memiliki kewajiban puasa, maka hendaklah
walinya berpuasa untuknya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1952, Muslim
no. 1147, Abu Dawud no. 2400, dan yang lainnya].
Pelunasan hutang:
Hadits Abu Qatadah radliyallaahu ‘anhu dimana
ia pernah menanggung (melunasi) hutang sebesar dua dinar dari si mayit yang
kemudian dengan itu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الآنَ حِينَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ
جِلْدُهُ
“Sekarang, menjadi dinginlah kulitnya” [Diriwayatkan
oleh Al-Haakim 2/74 bersama At-Tattabu’ no. 2401. Ia berkata : “Isnadnya
shahih namun tidak dikeluarkan oleh Al-Bukhaariy dan Muslim].
Dan yang lainnya.[4]
Wallaahu a’lam.
Semoga artikel
singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ –
perumahan ciomas permai – 03011436 – 01:48].
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ
تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat
seorang hamba selama nyawa belum sampai di kerongkongannya” [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 3537, Ahmad 2/132 & 153, Ibnu Maajah no. 4253, Abu
Ya’laa no. 5609, Ibnu Hibbaan no. 628, dan yang lainnya; dihasankan oleh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/453-454].
[3] Takhriij hadits
ini dapat dibaca pada artikel : Takhrij
Hadits : Apabila Seseorang Meninggal Dunia,
Maka Terputuslah Amalannya Kecuali Tiga……..
Comments
Posting Komentar