Apa
yang diubah?. Dikatakan, teks riwayat
yang
diubah adalah ini:
حَدَّثَنَا
خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ
بْنُ أَبِي مُزَرِّدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَأَخَذَتْ بِحَقْوِ الرَّحْمَنِ، فَقَالَ لَهُ: مَهْ، قَالَتْ:
هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ
أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ:
فَذَاكِ "، قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ.
Telah
menceritakan kepada kami Khaalid bin Makhlad : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan,
ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Abi Muzarrid, dari Sa’iid
bin Yasaar, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Allah menciptakan makhluk, ketika
Allah telah merampungkannya, maka berdirilah rahim lalu ia berpegang kepada pinggang Ar-Rahmaan. Allah berfirman kepadanya : ‘Diamlah’.
Ia menjawab : ‘Ini adalah kesempatan berlindung kepada-Mu dari pemutusan’.
Allah berfirman : ‘Apakah engkau tidak rela Aku menyambung orang yang menyambungmu
dan memutus orang yang memutusmu?’. Ia menjawab : ‘Ya, wahai Rabbku’. Allah
berfirman : ‘Itu untukmu’”. Abu Hurairah berkata : “Bacalah jika engkau mau
: ‘Maka apakah jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi
dan memutuskan hubungan kekeluargaan?’ (QS. Muhammad : 22)” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 4830].
Riwayat dengan matan tersebut
ada dalam versi cetak kitab Shahiih Al-Bukhaariy terbitan:
1.
Terbitan Doktor
Musthofa Dib Al-Bigha
2.
Terbitan Dar Thauqun Najah
3.
Terbitan Al-Mathba’atus salafiyyah
4.
Terbitan Dar Ibn
Katsir.
Namun dalam
cetakan Wahabi terbitan Daar As-Salaam (Riyadl), teks hadits 'diubah' menjadi:
حَدَّثَنَا
خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، قَالَ: حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ
بْنُ أَبِي مُزَرِّدٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَأَخَذَتْ [.....]، فَقَالَ لَهُ: مَهْ، قَالَتْ: هَذَا
مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: أَلَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ
مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ:
فَذَاكِ "، قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: اقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: فَهَلْ
عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا
أَرْحَامَكُمْ
Yaitu,
kata bihaqwir-rahmaan dalam
cetakan tersebut tidak ada. Kesimpulan instannya : Wahabi telah menggunting riwayat
dalam Shahiih Al-Bukhaariy.
Saya
katakan : Metode pembandingan versi cetak untuk mengetahui keotentikan matan
suatu kitab adalah sangat lemah, karena ia tidak membandingkan sumber asli manuskripnya.
Telah jamak diketahui bahwa versi cetak suatu kitab disusun berdasarkan
manuskrip-manuskrip kitab yang ada, dan jamak pula diketahui bahwa manuskrip-manuskrip
tersebut terdapat beberapa variasi dan perbedaannya karena adanya perbedaan
perawinya.
Ibnu
Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah ketika menyebutkan hadits di atas
telah menjelaskan duduk perkaranya:
قَوْله : (
فَأَخَذَتْ )
كَذَا
لِلْأَكْثَرِ بِحَذْفِ مَفْعُول أَخَذَتْ ، وَفِي رِوَايَة اِبْن السَّكَن " فَأَخَذَتْ
بِحَقْوِ الرَّحْمَن " وَفِي رِوَايَة الطَّبَرِيِّ " بِحَقْوَيْ
الرَّحْمَن " بِالتَّثْنِيَةِ
“Dan perkataannya : ‘fa-akhadzat’;
maka begitulah kebanyakan riwayat dengan membuang maf’uul (objek) akhadzat.
Dan dalam riwayat Ibnu Sakan disebutkan ; ‘fa-akhadzat bi-haqwir-rahmaan’.
Adapun dalam riwayat Ath-Thabariy disebutkan ‘bi-haqwayir-rahmaan’
dengan bentuk tatsniyyah” [Fathul-Baariy, 8/580].
Begitu pula Al-‘Ainiy rahimahullah
yang menjelaskan hal senada:
قوله فأخذت في
رواية الأكثرين بلا ذكره مفعوله وفي رواية ابن السكن فأخذت بحقو الرحمن وفي رواية
الطبري بحقوي الرحمن بالتثنية
“Perkataannya ‘fa-akhadzat’;
maka dalam riwayat kebanyakan perawi tanpa penyebutan maf’uul-nya (yaitu
haqwur-rahmaan – Abul-Jauzaa’). Dan dalam riwayat Ibnus-Sakan
disebutkan ‘fa-akhadzat bi-haqwir-rahmaan’. Dan dalam riwayat
Ath-Thabariy disebutkan ‘bi-haqwayir-rahmaan’ dengan bentuk tatsniyyah”
[‘Umdatul-Qaariy, 19/172].
Bahkan sebelumnya, Al-Qaadliy ‘Iyaadl
berkata:
وفي تفسير
وتقطعوا أرحامكم قامت الرحم فأخذت
فقال مه كذا
للقابسي والنسفي وأبي ذر وغيرهم وعند الأصيلي وابن السكن فأخذت بحقوي الرحمان
“Dan dalam tafsir ‘dan
memutuskan hubungan kekeluargaan’ (QS. Muhammad : 22); ‘maka berdirilah rahim lalu
ia berpegangan.
Allah berfirman kepadanya : ‘Diamlah’. Begitulah riwayat milik
Al-Qaabisiy, An-Nasafiy, Abu Dzarr dan yang lainnya. Adapun di sisi Ibnu Sakan
dan Al-Ushailiy disebutkan ‘fa-akhadzat bi-haqwayir-rahmaan” [Masyaariqul-Anwaar
2/795 – via Syaamilah].
Dalam
cetakan Daar Thauqin-Najaah
(hal. 134) pun telah disebutkan isyaratnya:
Perhatikan kalimat yang ditandai dengan kotak biru. Artinya,
para periwayat kitab Shahiih Al-Bukhaariy tidak sepakat dengan pencantuman
kata bihaqwir-rahmaan.
Intinya, tidak ada masalah
dengan cetakan Daar As-Salaam (Riyadh) yang tidak menyebutkan kata ‘bihaqwir-rahmaan’,
karena sebagian periwayat Shahiih Al-Bukhaariy memang tidak menyebutkannya.
Selain itu, kenapa ya yang
disalahkan mesti Wahabi ?. Pentahqiq kitab Shahiih Al-Bukhaariy cetakan
Daar Thauqin-Najaah yang bernama Dr. Muhammad Zuhair bin Naashir An-Naashir
adalah seorang Wahabi. Percetakan Daar Ibni Katsiir dan Al-Mathba’atus-Salafiyyah adalah percetakan Wahabi. Begitu juga
pentahqiq Shahiih Al-Bukhaariy cetakan Al-Mathba’atus-Salafiyyah yang bernama Muhibbuddin
Al-Khathiib, seorang Wahabi[1].
Lantas, apa alasan menyalahkan Wahabi
?. Entahlah.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 01062014 – 01:55].
[1] Asy-Syaikh
Muhibbuddiin Al-Khathiib terkenal dalam pembelaannya terhadap dakwah
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab rahimahumallah.
Comments
BY: Abu Abyan
Assalamualaikum.. Ustadz tolong di jawab :
di situs si al katybi berbunyi kalimat dari imam malik yang berpendapat begini :
Bahkan imam Malik lebih tegas lagi dari imam Ibnu Hajar. Imam Malik mengatakan bahwa jika ada orang yang membawakan hadits semacam ini dengan menggunakan isyarat anggota tubuhnya, maka anggota tubuhnya itu harus di potong. Perhatikan komentar imam Malik berikut ini :
روى حرملة بن يحيى قال سمعت عبدالله بن وهب يقول سمعت مالك بن أنس يقول: من وصف شيئا من ذات الله مثل قوله وقالت اليهود يد الله مغلولة وأشار بيده إلى عنقه ومثل قوله وهو السميع البصير فأشار إلى عينيه أو أذنه أو شيئا من بدنه قطع ذلك منه لأنه شبه الله بنفسه ثم قال مالك أما سمعت قول البراء حين حدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا يضحى بأربع من الضحايا وأشر البراء بيده كما أشار النبي صلى الله عليه و سلم بيده قال البراء: ويدي أقصر من يد رسول الله صلى الله عليه وسلم فكره البراء أن يصف رسول الله صلى الله عليه
وسلم إجلالا له وهو مخلوق فكيف الخالق الذي ليس كمثله شيء
“ Harmalah bin Yahya meriayatkan, ia berkata, “ Aku mendengar Abdullah bin Wahb berkata, “ Aku mendengar Malik bin Anas berkata : “ BBarangsiapa yang mensifati Dzat Allah seperti firman-Nya : “ Berkata Yahudi, “ Tangan Allah dibelenggu “ dan ia mengisyaratkan tangannya ke pundaknya, dan semisal firman-Nya, “ Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat “, lalu ia mengisyaratkan ke kedua mata atau telinganya atau sesuatu dari bagian tubuhnya, maka bagian tubuhnya itu kena dipotong, keran dia telah menyerupakan Allah dengan dirinya “. Kemudian imam Malik berkata : “ Tidakkah kamu mendengar ucapan al-Barra ketika membawakan hadits bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Tidak melakukan qurban dengan empat binatang qurban “, lalu al-Barra mengisyaratkan tangannya sebagaimana Rasul mengisyaratkan tangannya. Lalu al-Barra berkata : “ Dan tanganku lebih pendek dari tangan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Barra tidak suka mensifati Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam kerana sikap pengaggungannya pada Nabi padahal nabi adalah makhluk, lantas bagaimana dengan Allah sang Maha Pnecipta yang tidak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya ? “.[At-Tamhid : 7/145 ]
benarkah riwayat tersebut..??
Jazakallah khair
Wa'alaikumus-salaam.
1. Jika yang antum tanya tentang keshahihan riwayat ini ditinjau dari ilmu riwayat, maka di sini ada keterputusan antara Ibnu 'Abdil-Barr dengan Harmalah bin Yahyaa. Saya belum mengetahui perantara keduanya. Apakah Ibnu 'Abdil-Barr membawakannya melalui perantaraan kitab Harmalah, atau mempunyai sanad tersendiri yang bersambung.
2. Secara makna, maka perkataan itu benar bahwa kita tidak boleh mensifati Allah dengan sifat makhluk-Nya. Haram hukumnya mensifati tangan Allah dengan mengisyaratkan kepada tangannya atau tangan orang lain. Ini adalah tasybih, seperti perkataan Ishaaq bin Rahawaih yang disitir At-Tirmidziy berikut:
وقَالَ إِسْحَاق بْنُ إِبْرَاهِيمَ: إِنَّمَا يَكُونُ التَّشْبِيهُ إِذَا قَالَ: يَدٌ كَيَدٍ أَوْ مِثْلُ يَدٍ أَوْ سَمْعٌ كَسَمْعٍ أَوْ مِثْلُ سَمْعٍ، فَإِذَا قَالَ: سَمْعٌ كَسَمْعٍ أَوْ مِثْلُ سَمْعٍ فَهَذَا التَّشْبِيهُ، وَأَمَّا إِذَا قَالَ: كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: " يَدٌ وَسَمْعٌ وَبَصَرٌ " وَلَا يَقُولُ كَيْفَ، وَلَا يَقُولُ مِثْلُ سَمْعٍ وَلَا كَسَمْعٍ، فَهَذَا لَا يَكُونُ تَشْبِيهًا، وَهُوَ كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابهِ: لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Dan Ishaaq bin Rahawaih berkata : “Tasybih itu hanya terjadi ketika seseorang itu mengatakan : ‘Tangan (Allah) seperti tangan (makhluk), pendengaran (Allah) seperti pendengaran (makhluk)”. Jika ia berkata : ‘Pendengaran (Allah) seperti pendengaran (makhluk)’, maka inilah yang dinamakan tasybih (penyerupaan). Adapun jika seseorang mengatakan seperti firman Allah : ’Tangan, pendengaran, penglihatan’ , kemudian ia tidak mengatakan : ’bagaimana’ dan tidak pula mengatakan ’seperti’ pendengaran makhluk; maka itu tidak termasuk tasybih. Dan itu sebagaimana firman Allah ta’ala : ‘Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat (QS. Asy-Syuuraa : 11)” [Sunan At-Tirmidziy, 2/43, tahqiq : Basyaar ‘Awwaad Ma’ruuf; Daarul-Gharb Al-Islaamiy, Cet. 1/1996 M].
Adz-Dzahabiy membawakan atsar Ishaaq dengan lafadh:
إنما يكون التشبيه إذا قال : يد مثل يدي أو سمع كسمعي، فهذا تشبيه. وأما إذا قال كما قال الله : يد وسمع وبصر، فلا يقول : كيف، ولايقول : مثل، فهذا لا يكون تشبيهاً، قال تعالى : (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
”Tasybih itu hanya terjadi ketika seseorang itu mengatakan : ”Tangan (Allah) seperti tanganku, pendengaran (Allah) seperti pendengaranku”. Inilah yang dinamakan tasybih (penyerupaan). Adapun jika seseorang mengatakan seperti firman Allah : ’Tangan, pendengaran, penglihatan’ , kemudian ia tidak menyatakan : ’bagaimana’ dan ’seperti’; maka itu tidak termasuk tasybih. Allah berfirman : ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Mukhtashar Al-’Ulluw lidz-Dzahabi, hal. 69].
Wallaahu a'lam.
Posting Komentar