Tanya
: Apakah
pengharaman isbal secara mutlak tanpa batasan adanya kesombongan hanyalah pendapat
ulama kontemporer yang tidak dikenal ulama madzhab yang empat ?
Jawab
: Tidak,
karena dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dimana jumhur ulama tidak sampai
mengharamkannya kecuali jika disertai kesombongan; sementara sebagian ulama
lain menyatakan keharamannya secara mutlak.
Yang
menyatakan keharaman secara mutlak diantaranya adalah Ahmad dalam satu
riwayatnya sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Muflih rahimahullah:
وَقَالَ
أَحْمَدُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَيْضًا { مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ فِي
النَّارِ } لَا يَجُرُّ شَيْئًا مِنْ ثِيَابِهِ وَظَاهِرُ هَذَا التَّحْرِيمُ
“Ahmad
radliyallaahu ‘anhu juga berkata : ‘Apa saja yang berada di bawah dua
mata kaki tempatnya di neraka. Tidak boleh menyeret sesuatu dari pakaiannya’.
Dhahir perkataan ini adalah pengharaman” [Aadaabusy-Syar’iyyah, 3/492].
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang
merupakan salah satu pembesar ulama madzhab Hanaabilah pernah ditanya:
وَسُئِلَ عن طول السراويل إذا تعدي عن الكعب، هل
يجوز ؟
“Apakah diperbolehkan panjang saraawiil (celana)
yang melebihi mata kaki ?”.
Beliau rahimahullah menjawab :
طول
القميص والسراويل وسائر اللباس، إذا تعدي ليس له أن يجعل ذلك أسفل من الكعبين، كما
جاءت بذلك الأحاديث الثابتة عن النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال: (الإسبال في
السراويل والإزار والقميص). يعني نهى عن الإسبال.
“Panjang pakaian (qamiish), saraawiil (celana),
dan seluruh jenis pakaian, apabila ia ingin memanjangkannya, tidak boleh baginya
memanjangkan melebihi dua mata kaki sebagaimana hal itu disebutkan dalam
hadits-hadits shhaih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, (diantaranya) beliau
bersabda : ‘Isbal itu ada pada saraawiil (celana), kain
sarung, dan pakaian (qamish)’; yaitu maksudnya : larangan terhadap isbal” [Majmuu’
Al-Fataawaa, 22/144].
[Catatan : Ada
perkataan lain dari beliau yang menyatakan bahwa keharaman tersebut hanya jika disertai
kesombongan]
Ibnul-‘Arabiy
Al-Malikiy rahimahullah berkata :
لَا
يَجُوز لِلرَّجُلِ أَنْ يُجَاوِز بِثَوْبِهِ كَعْبه ، وَيَقُول لَا أَجُرّهُ
خُيَلَاء ، لِأَنَّ النَّهْي قَدْ تَنَاوَلَهُ لَفْظًا ، وَلَا يَجُوز لِمَنْ
تَنَاوَلَهُ اللَّفْظ حُكْمًا أَنْ يَقُول لَا أَمْتَثِلهُ لِأَنَّ تِلْكَ
الْعِلَّة لَيْسَتْ فِيَّ ، فَإِنَّهَا دَعْوَى غَيْر مُسَلَّمَة ، بَلْ إِطَالَته
ذَيْله دَالَّة عَلَى تَكَبُّره
“Tidak diperbolehkan bagi
laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi mata kaki, meskipun ia
mengatakan : ‘Aku tidak menyeretnya karena sombong’; karena larangan
hadits secara lafadh menyangkut pula bagi yang tidak sombong. Maka tidak boleh
bagi yang telah tercakup dalam larangan kemudian berkata : ‘Aku tidak mau
melaksanakannya karena sebab larangan itu (yaitu : kesombongan) tidak ada pada
diriku’. Ucapan semacam ini tidaklah bisa diterima. Bahkan memanjangkan pakaian
itu sendiri menunjukkan kesombongannya” [Fathul-Baariy li-Ibni Hajar, 10/264].
Adz-Dzahabiy
Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:
فكل
من اتخذ فرجية تكاد أن تمس الأرض، أو جبة، أو سراويل خفاجية، فهو داخل في الوعيد المذكور
“Maka semua orang yang
mengenakan baju farjiyyah, jubah, atau celana khafaajiyyah yang hampir menyentuh tanah, maka masuk
dalam ancaman hadits tersebut (yaitu hadits pengharaman isbal)” [Al-Kabaair, hal. 112].
Baca juga statement
Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar, 3/234.
Syaraful-Haq ‘Adhiim ‘Abadiy rahimahullah saat mengomentari hadits :
إزرة المسلم إلى نصف الساق ولا حرج أو لا جناح فيما
بينه وبين الكعبين ما كان أسفل من الكعبين فهو في النار من جر إزاره بطرا لم ينظر
الله إليه
“Keadaan sarung seorang muslim adalah sampai batas pertengahan
betisnya. Tidak apa-apa atau tidak berdosa bila panjang sarung tersebut antara
setengah betis dan dua mata kaki. Apa-apa yang berada di bawah kedua mata kaki,
maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik kain sarungnya dengan
sombong, maka Allah tidak akan melihatnya (di hari kiamat)”[1]
dengan perkataannya :
وَالْحَدِيث فِيهِ دَلَالَة عَلَى أَنَّ
الْمُسْتَحَبّ أَنْ يَكُون إِزَار الْمُسْلِم إِلَى نِصْف السَّاق وَالْجَائِز
بِلَا كَرَاهَة مَا تَحْته إِلَى الْكَعْبَيْنِ ، وَمَا كَانَ أَسْفَل مِنْ
الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ حَرَام وَمَمْنُوع
"Hadits ini menunjukkan atas disukainya keadaan kain sarung
seorang muslim sampai pada pertengahan betisnya. Dan diperbolehkan tanpa
dibenci sampai dengan dua mata kaki. Dan apa-apa di bawah dua mata kaki, maka
hal itu haram lagi terlarang” [‘Aunul-Ma’buud, 11/103 – via Syaamilah].
Inilah pendapat yang menurut kami raajih.
Seandainya dikatakan larangan isbal itu ditaqyid jika dan hanya jika
terdapat kesombongan, maka ada beberapa hadits yang menghalangi pemahaman
tersebut, di antaranya:
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ،
قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ عَنِ الْإِزَارِ، فَقَال: عَلَى
الْخَبِيرِ سَقَطْتَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ، وَلَا حَرَجَ أَوْ لَا
جُنَاحَ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ،
فَهُوَ فِي النَّارِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
"
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘Umar : Telah menceritakan
kepada kami Syu’bah, dari Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahmaan, dari ayahnya, ia berkata
: Aku pernah bertanya kepada Abu Sa’iid Al-Khudriy tentang kain sarung. Ia
berkata : “Engkau bertanya pada orang yang tepat. Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sesungguhnya batas
sarung seorang muslim adalah setengah betis dan tidak mengapa atau tidak
berdosa jika berada di antara setengah betis dan mata kaki. Apabila di bawah
mata kaki maka tempatnya di neraka. Dan barangsiapa menjulurkan sarungnya
karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud nomor 4093; dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi
Daawud 2/518].
Dhahir hadits ini sangat jelas menunjukkan beberapa keadaan:
1.
Setengah betis,
maka ini paling baik.
2.
Setengah betis
hingga mata kaki, diperbolehkan.
3.
Di bawah mata
kaki, maka tempatnya di neraka.
4.
Di bawah mata
kaki dengan kesombongan, maka Allah tidak akan melihat kepadanya.
Empat keadaan ini dikatakan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam satu perkataan. Jika dikatakan larangan isbal karena ‘illat kesombongan,
maka sangat musykil dipahami dari hadits ini karena beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah merinci masing-masing keadaannya. Tidak
ada pula faedahnya beliau shallallaahu ‘alaihi
wa sallam membuat perincian di atas, karena kain sarung
di atas ataupun di bawah mata kaki jika dilandasi dengan kesombongan, haram
hukumnya. Atau dengan kata lain, pembolehan memakai kain setengah betis hingga
mata kaki tidak ada faedahnya, karena jika dilakukan dengan kesombongan, tetap
saja dilarang.
Sekaligus, ini juga sebagai penafsir riwayat
berikut:
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبي
إِسْحَاقَ، عَنْ مُسْلِمِ بنِ نُذَيْرٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ، أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بعَضَلَةِ سَاقِي، أَوْ سَاقِهِ، قَالَ: " هَذَا
مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبيْتَ فَأَسْفَلُ، فَإِنْ أَبيْتَ فَلَا حَقَّ
لِلْإِزَارِ فِيمَا دُونَ الْكَعْبيْنِ "
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari
Abu Ishaaq, dari Muslim bin Nudzair, dari Hudzaifah, (ia berkata) : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memegang urat betisku seraya bersabda : ‘Ini adalah tempat
(ujung) kain sarung. Apabila engkau enggan, maka boleh di bawahnya. (Akan
tetapi) tidak ada hak bagi kain sarung berada di bawah mata kaki” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/382; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Arna’uth
dkk. dalam Takhriij Al-Musnad 38/279 – dalam jalan riwayat lain, Abu Ishaaq menunjukkan tashriih penyimakan
riwayatnya dari Muslim bin Nudzair].
Hak kain sarung adalah dilabuhkan hingga
batas mata kaki. Jika dilabuhkan selebih dari itu, maka itu telah melanggar hak
dalam berpakaian, tidak diperbolehkan.
Hadits lain:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا
يَحْيَى، عَنْ أَبِي غِفَارٍ، حَدَّثَنَا أَبُو تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِي وَأَبُو
تَمِيمَةَ اسْمُهُ طَرِيفُ بْنُ مُجَالِدُّ، عَنْ أَبِي جُرَيٍّ جَابِرِ بْنِ
سُلَيْمٍ، عَنْ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ: ......وَارْفَعْ
إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ،
وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ، وَإِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ، ... "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad :
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Abu ‘Affaan : Telah menceritakan
kepada kami Abu Tamiimah – dan Abu Tamiimah namanya adalah Thariif bin Mujaalid
- , dari Abu Juraiy Jaabir bin Sulaim, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “.....Angkat kain
sarungmu hingga pertengahan betis. Apabila engkau enggan, maka boleh hingga dua
mata kaki. Jauhilah kamu dari perbuatan isbaal pada kain sarung, karena ia
termasuk kesombongan (makhiilah), dan Allah tidak mencintai kesombongan...” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4084 dengan peringkasan; dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi
Daawud 2/515-516].
Dalam riwayat lain, al-makhiilah disebutkan
dengan ‘al-khuyalaa’ :
وَإِيَّاكَ أَنْ تُسْبِلَ الإِزَارَ،
فَإِنَّهَا مِنَ الْخُيَلاءِ، لا يُحِبُّهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Jauhilah engkau
dari perbuatan isbaal pada kain sarung, karena ia termasuk kesombongan
(al-khuyalaa’), dan Allah ‘azza wa jalla tidak menyukainya..” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 7/72 dan Ad-Du’aa no. 2057;
sanadnya shahih].
Hadits ini justru memutlakkan bahwa isbaal itu sendiri
merupakan kesombongan.
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا
بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَيْسَرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ عَمْرَو
بْنَ الشَّرِيدِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَبِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى
أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ قَالَ فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ
رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ
رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ
خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ قَالَ وَلَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلَّا
وَإِزَارُهُ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ حَتَّى مَاتَ
Telah
menceritakan kepada kami Rauh : Telah menceritakan kepada kami Zakariyyaa bin
Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Maisarah : Bahwasannya ia
pernah mendengar ‘Amru bin Syariid menceritakan dari ayahnya : Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikuti seorang laki-laki dari Tsaqiif dengan berlari-lari kecil hingga beliau memegang pakaian yang dikenakan orang tersebut. Lalu beliau bersabda
: “Angkatlah kain sarungmu !”. Perawi berkata : Maka laki-laki
tersebut menyingkap kedua lututnya seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kakiku bengkok dan saling beradu
kedua lututku tersebut (yaitu : cacat – Abul-Jauzaa’)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
: “Setiap ciptaan Allah ‘azza wa jalla itu baik”. Perawi
berkata : Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain
sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia” [Al-Musnad, 4/390; shahih].
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berlari-lari kecil menyusul ‘Amru bin
Syariid dan kemudian memperingatkannya hanya karena melihat pakaiannya yang
berlabuh hingga melewati mata kaki/menyentuh tanah. Bukan karena melihat adanya
kesombongan (dalam berpakaian) dalam diri ‘Amru, padahal ‘Amru telah
menjelaskan alasannya tentang kakinya yang abnormal.
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، قَالَ:
حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ حُصَيْنِ بْنِ
قَبِيصَةَ، عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا سُفْيَانُ بْنُ سَهْلٍ ! لا تُسْبِلْ،
فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُسْبِلِينَ "
Telah
menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Syariik, dari ‘Abdul-Malik bin ‘Umair, dari Hushain bin Qabiishah,
dari Al-Mughiirah bin Syu’bah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Wahai Sufyaan bin Sahl, janganlah engkau melakukan
isbal, karena Allah tidak mencintai orang-orang yang melakukan isbal”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3574; dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy
dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah 3/191-192].
Nasihat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ini jelas bahwa larangan isbal
itu karena Allah tidak mencintai orang-orang yang melakukan isbal secara
mutlak.
Dikuatkan
lagi pemahaman dan pengamalan dari beberapa salaf, di antaranya:
أَخْبَرَنَا أَبُو الْقَاسِمِ، أَيْضًا، أنا أَبُو
الْحُسَيْنِ بْنُ النَّقُّورِ، أنا عِيسَى بْنُ عَلِيٍّ، أنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ، نا هُشَيْمٌ، نا سَيَّارٌ، عَنْ
أَبِي وَائِلٍ: أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ رَأَى رَجُلا قَدْ أَسْبَلَ، فَقَالَ:
ارْفَعْ إِزَارَكَ، فَقَالَ: وَأَنْتَ يَا ابْنَ مَسْعُودٍ، فَارْفَعْ إِزَارَكَ،
فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ: إِنِّي لَسْتُ مِثْلَكَ، إِنَّ بِسَاقِي حُمُوشَةً،
وَأَنَا أَؤُمُّ النَّاسَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ، فَجَعَلَ يَضْرِبُ الرَّجُلَ،
وَيَقُولُ: أَتَرُدُّ عَلَى ابْنِ مَسْعُودٍ؟ !
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim : Telah mengkhabarkan
kepada kami Abul-Husain bin An-Naquur : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Iisaa
bin ‘Aliy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah
menceritakan kepadaku Ziyaad bin Ayyuub : Telah menceritakan kepada kami
Husyaim : Telah menceritakan kepada kami Sayyaar, dari Abu Waail : Bahwasannya
Ibnu Mas’uud pernah melihat seorang laki-laki yang melakukan isbal. Ia berkata
: “Angkat kain sarungmu!”. Laki-laki itu berkata : “Dan engkau sendiri wahai Ibnu
Mas’uud, angkatlah kain sarungmu (karena engkau juga isbal)”. ‘Abdullah bin
Mas’uud berkata : “Sesungguhnya aku tidak seperti dirimu, karena betisku kecil
(cacat), sedangkan aku mengimami manusia”. Maka sampailah hal itu kepada ‘Umar,
lalu ia menghukum laki-laki itu seraya berkata : “Apakah engkau menolak
perkataan Ibnu Mas’uud ?” [Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir 33/149; sanadnya
shahih].
Tidak ada keterangan sama sekali atas pengingkaran Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu terhadap orang tersebut karena ia melakukan isbal dengan kesombongan.
Bahkan, Ibnu Mas’uud mengingatkannya semata-mata karena isbal yang
dilakukannya. Seandainya isbal asalnya diperbolehkan, tidak ada alasan Ibnu Mas’uud
untuk marah kepadanya, apalagi sampai ‘Umar menjatuhkan hukuman kepadanya.
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ حُمَيْدٍ،
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: الإِزَارُ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ أَوْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ،
لا خَيْرَ فِيمَا هُوَ أَسْفَلُ مِنْ ذَلِكَ
Telah menceritakan
kepada kami Sahl bin Yuusuf, dari Humaid, dari Anas, ia berkata : “Panjang kain sarung itu sampai pertengahan betis atau sampai dua mata
kaki. Tidak ada kebaikan terhadap apa saja yang melebihi itu (yaitu melebihi
dua mata kaki)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 8/205 (12/502) no. 25324; sanadnya
shahih].
عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ، أَيْضًا قَالَ: قُلْتُ
لِنَافِعٍ: أَرَأَيْتَ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
مَا تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فِي النَّارِ "، أَمِنَ الإِزَارِ
أَمْ مِنَ الْقَدَمِ؟ قَالَ: وَمَا ذَنْبُ الإِزَارِ؟
Dari ‘Abdul-‘Aziiz, ia berkata : Aku berkata kepada Naafi : “Apa
pendapatmu tentang sabda Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : ‘Apa saja yang
berada di bawah mata kaki dari kain sarung, tempatnya di neraka’. Apakah yang ada di neraka itu kain sarung ataukah kaki (si pelaku)
?”. Ia menjawab : “Lalu apa dosa kain sarung (sehingga bisa masuk neraka)?”
[Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 11/84 no. 19991; sanadnya shahih].
Memang,.... jika kita membahas dari jalur hamlul-muthlaq
‘alal-muqayyad ditinjau dari segi konsekuensi hukuman (al-‘uquubah), agak rumit
menilik beberapa jalur riwayat memang bisa menguatkan kedua belah pihak (baik yang
mengharamkan secara mutlak maupun yang mentaqyidnya dengan kesombongan). Namun
dengan melihat riwayat-riwayat di atas yang memberikan tafshil dan qarinah yang shariih mengenai yang
menafikkan taqyiid kesombongan,
dapat diketahui bahwa yang mengharamkan secara mutlak adalah yang raajih.
Selain itu, sebagai bukti cinta kita kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah meneladani semua hal dari beliau, karena Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” [QS. Al-Ahzaab : 33].
Termasuk meneladani beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam dalam berpakaian. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam berpakaian tidak melakukan isbal.
Bukan perkara yang memberatkan kiranya apabila sarung, celana, atau
pakaian yang kita kenakan kita angkat atau potong sedikit hingga tak melewati
mata kaki. Afdlal, hingga
pertengahan betis. Bukankah begitu ?.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga jawaban dan tambahan keterangan di atas ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ - perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas,
bogor - 12061435/12042014 – 20:10 - edited : 14042014, 00:05].
[1] Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4093; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Misykatul-Mashaabih no. 4331.
Comments
قال الشيخ الألباني - رحمه الله - في السلسلة الصحيحة ( 5 / 65 ) رقم 2037
تحريم إطالة الثوب تحت الكعبين
( كل شيء جاوز الكعبين من الإزار في النار )
أخرجه الطبراني في " المعجم الكبير " ( 3 / 138 / 2 ) عن اليمان بن المغيرة عن عكرمة عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : فذكره .
قلت : وهذا إسناد ضعيف ، من أجل اليمان هذا
قال الحافظ : ضعيف
وقال الهيثمي في " مجمع الزوائد " ( 5/ 124 ) : اليمان ضعيف عند الجمهور ، وقال ابن عدي : لا بأس به .
قلت : الحديث صحيح ، لأن له شواهد كثيرة :-
1- عن أبي هريرة رضي الله عنه مرفوعا بلفظ : ( ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار )
أخرجه البخاري ( 4/ 73 ) والنسائي ( 2 / 299 ) وأحمد ( 2 / 255 ، 287 ، 410 ، 461 ، 498 ، 504 ) من طرق عنه .
2- عن حذيفة بن اليمان مرفوعا نحوه .
أخرجه النسائي ، وابن ماجه ( 3572 ) بسند رجاله ثقات
3- عن عائشة رضي الله عنها مرفوعا ( ما تحت الكعبين من الإزار في النار ) .
أخرجه أحمد ( 6 / 59 ، 254 ، 257 ) عن محمد بن إسحاق سمعت أبا نبيه يقول : سمعت عائشة تقول : فذكره
قلت : وهذا سند حسن في الشواهد ، رجاله ثقات معروفون غير أبي نبيه هذا وثقه ابن حبان ( 5 / 571 ) .
4- عن أبي سعيد الخدري مرفوعا نحوه .
أخرجه أحمد وغيره وهو مخرج في " المشكاة " ( 4331 ) .
وفي الباب عن غير هؤلاء الأصحاب فراجع " مجمع الزوائد " ( 5 / 122 - 126 )
Mohon penjelasannya:
1. Isbal dengan TANPA PENGKAITAN SOMBONG,
maka ancamannya ada LIMA :
Allaah tidak bicara dengannya,
tidak pula dilihat Allaah,
tidak pula disucikan Allaah,
baginya adzab yang pedih.
Keempat ini terdapat dalam hadits berikut:
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ... الْمُسْبِلُ
(disana tanpa ada pengkaitan kesombongan)
Ditambah satu lagi, yaitu diancam neraka:
مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ، فَهُوَ فِي النَّارِ
Seluruh hadits-hadits diatas tanpa ada taqyid sombong.
2. Sebaliknya, Isbal dengan PENGKAITAN SOMBONG, maka ini HANYA ada SATU ANCAMAN, yaitu tidak dilihat Allaah.
- Tidak dilihat Allaah
من جر ثوبه من الخيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة
atau dalam redaksi lain :
مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
========
Pertanyaan:
Kalau masing-masing riwayat memiliki penghukuman tersendiri...
Apakah isbal tanpa kesombongan LEBIH BESAR DOSANYA daripada isbal disertai kesombongan?
Karena hadits-hadits yang menyinggung SECARA MUTHLAQ, maka ini ancamannya sangat besar...
Berbeda dengan hadits-hadits yang menyebutkan secara terperinci "dengan kesombongan", maka ini ancamannya 'hanya' tidak dilihat Allaah...
(atau mungkin bisa menyebutkan hadits-hadits lain, yang menyebutkan riwayat yang menyebutkan secara terperinci bahwa isbal dengan kesombongan ancamannya lebih parah daripada isbal secara muthlaqnya?)
(ataukah kita membawa ancaman-ancaman tersebut seluruhnya pada riwayat-riwayat yang mentaqyid kesombongan?)
Di bagian akhir artikel di bawah sudah saya jelaskan bahwa jika kita membahas berdasarkan keberadaan 'uquubah (hukuman), akan rumit, karena beberapa jalur memang sangat bervariasi. Di satu jalur kadang disebutkan bahwa isbal saja tanpa kesombongan adalah dosa, dan kemudian jika disertai kesombongan ada hukuman tambahan. Di jalur yang lain disebutkan bahwa dua-duanya ada dalam satu amalan, yaitu isbal saja yang kemudian dengan ini jumhur ulama menggunakan kaedah hamlul-muthlaq 'alal-muqayyad. Anyway, hadits yang antum sebutkan itu adalah salah satunya.
Artikel di atas berusaha untuk 'keluar' dengan menggunakan cara pandang dari sisi lain.
Jika antum menggunakan taqyid kesombongan, maka itu tidak bisa diterapkan dalam hadits-hadits di atas.
Ditambah lagi dengan pemahaman beberapa orang shahabat yang saya sebut.
Maka, isbal tanpa atau dengan kesombongan adalah terlarang, baik dengan hukuman di neraka saja atau plus dengan tambahan tidak dilihat oleh Allah dan tidak pula disucikan-Nya. Yang pasti, isbal dengan disertai kesombongan hukumannya lebih besar.
· قال ابن عثيمين رحمه الله:
" السؤال : بالنسبة لإسبال الإزار الطويل، والثوب الطويل -بنطلون يعني- ما يوازي الكعبين في وقت الصلاة أقوم برفعه هكذا، أرفعه يعني: أعلى من الكعبين بحوالي (10) سنتيمتر.
الشيخ / لابد أن يرفعه.
السائل / وقت الصلاة فقط؟
الشيخ / وقت الصلاة وغير وقت الصلاة.
السائل / غير وقت الصلاة أيضاً.
الشيخ / إي نعم؛ لأن ما أسفل من الكعبين ففي النار.
السائل / يعني: لابد أن يُقَصَّر كلَّه؟
الشيخ / لابد أن يكون من الكعبين فما فوق. )كتاب فتاوى" سؤال من حاج "1/70 موقع الشبكة الإسلامية
· وقال رحمه الله في "لقاءات الباب المفتوح" :
السؤال: إذا كان الإزار على الكعبين هل يعتبر مسبلاً؟
الجواب: إذا كان الإزار على الكعبين أو القميص على الكعبين أو المشلح على الكعبين أو السروال على الكعبين فإنه لا يعد إسبالاً، الإسبال ما كان أسفل من الكعبين، كما جاء في الحديث: (ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار). (151/19قام بتفريغها موقع الشبكة الإسلامية)
· قال ابن باز رحمه الله:
(فالواجب على الرجل المسلم أن يتقي الله وأن يرفع ملابسه سواء كانت قميصا أو إزارا أو سراويل أو بشتا وألا تنزل عن الكعبين ، والأفضل أن تكون ما بين نصف الساق إلى الكعب) "مجموع الفتاوى والمقالات 6/350
· وقال أيضا:
(س : بعض الناس يقومون بتقصير ثيابهم إلى ما فوق الكعب ولكن السراويل تبقى طويلة فما حكم ذلك ؟
ج : الإسبال حرام ومنكر سواء كان ذلك في القميص أو الإزار أو السراويل أو البشت وهو ما تجاوز الكعبين لقول النبي صلى الله عليه وسلم وما أسفل من الكعبين من الإزار فهو في النار رواه البخاري ...........) "مجموع الفتاوى والمقالات:6/410
· وقال أيضا :
(.....والإسبال من جملة المعاصي التي يجب تركها والحذر منها؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : ما أسفل من الكعبين من الإزار فهو في النار رواه البخاري في صحيحه ، وما سوى الإزار حكمه حكم الإزار كالقميص والسراويل والبشت ونحو ذلك...) "مجموع الفتاوى والمقالات: 12/67
zulkarnain elmadury
abu aisyah jogja,
jazakumulloh khair, pembahasan yang menentramkan hati....
Posting Komentar