Partisipasi dalam Pemilu


1.     Ulama Lajnah Daaimah
Pertanyaan:
كما تعلمون عندنا في الجزائر ما يسمى بـ: (الانتخابات التشريعية)، هناك أحزاب تدعو إلى الحكم الإسلامي، وهناك أخرى لا تريد الحكم الإسلامي. فما حكم الناخب على غير الحكم الإسلامي مع أنه يصلي؟
“Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa di tempat kami, negeri Aljazaair, terdapat Pemilu yang bernama Pemilu Legislatif. Ada beberapa partai yang mengkampanyekan hukum Islam, dan ada pula partai lain yang tidak menginginkan hukum Islam. Apa hukumnya orang memberikan suara terhadap (pihak yang mengkampanyekan) selain hukum Islam meskipun ia melakukan shalat?”.
Jawab:
يجب على المسلمين في البلاد التي لا تحكم الشريعة الإسلامية ، أن يبذلوا جهدهم وما يستطيعونه في الحكم بالشريعة الإسلامية ، وأن يقوموا بالتكاتف يدا واحدة في مساعدة الحزب الذي يعرف منه أنه سيحكم بالشريعة الإسلامية ، وأما مساعدة من ينادي بعدم تطبيق الشريعة الإسلامية فهذا لا يجوز ، بل يؤدي بصاحبه إلى الكفر ؛ لقوله تعالى : (وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ * أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) المائدة/49-50 ، ولذلك لما بَيَّن اللهُ كفر من لم يحكم بالشريعة الإسلامية ، حذر من مساعدتهم أو اتخاذهم أولياء ، وأمر المؤمنين بالتقوى إن كانوا مؤمنين حقا ، فقال تعالى : (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) المائدة/57 .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
“Wajib bagi kaum muslimin di negeri-negeri yang tidak berhukum dengan syari’at Islam agar mereka mencurahkan seluruh kekuatan dan kemampuannya untuk berhukum dengan syari’at Islam. Dan agar mereka bersatu padu untuk memberikan bantuan terhadap partai yang diketahui akan berhukum dengan hukum Islam. Adapun memberikan pertolongan pada pihak yang mengkampanyekan anti penerapan syari’at Islam, maka ini tidak diperbolehkan. Bahkan dapat menyebabkan pelakunya jatuh dalam kekufuran berdasarkan firman-Nya ta’ala:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?’ [QS. Al-Maaidah : 49-50].
Oleh karena itu, ketika Allah menjelaskan kekufuran orang yang tidak berhukum dengan hukum Islam, Allah juga memperingatkan orang yang memberikan pertolongan kepada mereka atau menjadikan mereka sebagai pemimpin, serta memerintahkan orang-orang mukmin untuk bertaqwa seandainya mereka benar-benar beriman. Allah ta’ala berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman’ [QS. Al-Maaidah : 57].
Wabillaahit-taufiiq, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam
Ketua : ‘Abdul-‘Aziiz bin Baaz; Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaaq ‘Afiifiy; Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayaan.
Sumber : alifta.net
Pertanyaan:
هل يجوز التصويت في الانتخابات والترشيح لها؟ مع العلم أن بلادنا تحكم بغير ما أنزل الله
“Apakah diperbolehkan memberikan suara dalam Pemilu dan mencalonkan diri padanya dimana negeri kami ini masih berhukum dengan selain hukum Allah ?
Jawab:
لا يجوز للمسلم أن يرشح نفسه رجاء أن ينتظم في سلك حكومة تحكم بغير ما أنزل الله، وتعمل بغير شريعة الإسلام، فلا يجوز لمسلم أن ينتخبه أو غيره ممن يعملون في هذه الحكومة،
إلا إذا كان من رشح نفسه من المسلمين ومن ينتخبون يرجون بالدخول في ذلك أن يصلوا بذلك إلى تحويل الحكم إلى العمل بشريعة الإسلام، واتخذوا ذلك وسيلة إلى التغلب على نظام الحكم، على ألا يعمل من رشح نفسه بعد تمام الدخول إلا في مناصب لا تتنافى مع الشريعة الإسلامية.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
“Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mencalonkan dirinya dengan harapan dirinya dapat menjadi bagian sistem pemerintahan yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah dan beramal selain dengan syari’at Islam. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk memilihnya atau selain dirinya yang bekerja dalam sistem pemerintahan ini.
Kecuali apabila orang yang mencalonkan dirinya itu dari kaum muslimin dan para pemilih berharap dengan masuknya orang itu ke sistem akan bersuara untuk perubahan agar berhukum dengan syari'at Islam, dan menjadikan hal itu sebagai sarana untuk menguasai sistem/aturan (pemerintahan), (maka hal ini diperbolehkan). Dengan ketentuan, orang yang mencalonkan dirinya tersebut setelah terpilih tidak menerima jabatan kecuali jabatan yang tidak berlawanan dengan syari'at Islam.
Wabillaahit-taufiiq, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammadin wa aalihi wa shahbihi wa sallam
Ketua : ‘Abdul-‘Aziiz bin Baaz; Wakil Ketua : ‘Abdurrazzaaq ‘Afiifiy; Anggota : ‘Abdullah bin Ghudayaan dan ‘Abdullah bin Qu’uud.
Sumber : alifta.net
2.     Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah.
Pertanyaan:
ما حكم الانتخابات الموجودة في الكويت , علماً بأن أغلب من دخلها من الإسلاميين ورجال الدعوة فتنوا في دينهم؟ وأيضاً ما حكم الانتخابات الفرعية القبلية الموجودة فيها يا شيخ؟!
“Apa hukum Pemilu yang berlangsung di Kuwait dimana telah diketahui/terbukti bahwa mayoritas orang yang mengikuti Pemilu itu adalah kaum muslimin dan para aktifis dakwah yang kemudian terfitnah agamanya”.
Jawab:
أنا أرى أن الانتخابات واجبة, يجب أن نعين من نرى أن فيه خيراً, لأنه إذا تقاعس أهل الخير من يحل محلهم؟ أهل الشر, أو الناس السلبيون الذين ليس عندهم لا خير ولا شر, أتباع كل ناعق, فلابد أن نختار من نراه صالحاً
فإذا قال قائل: اخترنا واحداً لكن أغلب المجلس على خلاف ذلك, نقول: لا بأس, هذا الواحد إذا جعل الله فيه بركة وألقى كلمة الحق في هذا المجلس سيكون لها تأثير ولابد لكن ينقصنا الصدق مع الله, نعتمد على الأمور المادية الحسية ولا ننظر إلى كلمة الله عز وجل
...........
فأقول: حتى لو فرض أن مجلس البرلمان ليس فيه إلا عدد قليل من أهل الحق والصواب سينفعون, لكن عليهم أن يصدقوا الله عز وجل, أما القول: إن البرلمان لا يجوز ولا مشاركة الفاسقين, ولا الجلوس معهم, هل نقول: نجلس لنوافقهم؟ نجلس معهم لنبين لهم الصواب.
بعض الإخوان من أهل العلم قالوا: لا تجوز المشاركة, لأن هذا الرجل المستقيم يجلس إلى الرجل المنحرف, هل هذا الرجل المستقيم جلس لينحرف أم ليقيم المعوج؟! نعم ليقيم المعوج, ويعدل منه, إذا لم ينجح هذه المرة نجح في المرة الثانية.......
“Aku berpendapat bahwasannya Pemilu itu wajib. Kita wajib memilih orang yang kita pandang padanya terdapat kebaikan. Hal itu karena apabila orang-orang mundur, siapakah yang akan menempati tempat mereka ?. Orang-orang jelek/jahat dan orang-orang tak punya pendirian yang tidak memiliki kebaikan ataupun kejelekan, yang mengikuti setiap seruan. Maka sudah seharusnya kita memilih orang yang kita pandang shaalih.
Apabila ada seorang berkata: ‘Kita pilih satu orang (yang baik), akan tetapi mayoritas dewan menyelisihinya’. Maka kita katakan : ‘Tidak mengapa. Satu orang ini apabila Allah menjadikannya padanya keberkahan, saat ia menyampaikan kebenaran dalam majelis tersebut, tentu akan memberikan pengaruh. Akan tetapi kita kurang jujur kepada Allah dan kita terlalu bersandar pada perkara-perkara materiil semata, tanpa melihat pada kalimat Allah ‘azza wa jalla…………..
Aku katakan : Hingga seandainya majelis parlemen tidak ada di dalamnya kecuali hanya sejumlah kecil orang yang berpegang pada kebenaran, akan tetap memberikan manfaat dengan syarat mereka mesti bersikap jujur kepada Allah ‘azza wa jalla. Adapun perkataan : ‘Sesungguhnya tidak diperbolehkan bergabung dan duduk bersama orang-orang fasiq di parlemen’; apakah (dengan pendapat kita ini) kita mengatakan : ‘Kita duduk (di parlemen) untuk menyepakati mereka ?’. (Tentu tidak, karena) kita duduk bersama mereka untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka.
Sebagian saudara-saudara kita dari kalangan ulama berkata : ‘Tidak boleh orang yang baik agamanya bergabung dan duduk bersama orang yang menyimpang’. (Kita katakana) : ‘Apakah orang yang baik agamanya tersebut duduk dengan tujuan untuk menyimpang, ataukah meluruskan penyimpangan?’. Benar, untuk meluruskan penyimpangan dan memperbaikinya. Apabila ia belum berhasil pada kesempatan tersebut, maka ada kemungkinan ia akan berhasil pada kesempatan kedua……” [selesai – sumber : kulalsalafiyeen].
3.     Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Ubaikaan hafidhahullah.
Pertanyaan:
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته كيف حالك ياشيخ يا شيخ عندي سؤال وهو فيما يتعلق بالإنتخابات هل ننتخب أو لا وأرجو ان توضحو لي مرفوقين بالدليل أفتوني مأجورين إن شاء الله وارجو أن يكون في اقرب وقت لأنها لا تبقى عليها إلا 7 أيام فقط والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Apa kabarmu wahai syaikh?. Wahai syaikh, saya punya pertanyaan yang berkaitan dengan Pemilu. Apakah kita boleh berpartisipasi ataukah tidak ?. Aku mengharapkan penjelasan berfaedah darimu yang disertai dalil-dalil, semoga Allah memberikan pahala kepadamu. Dan aku harapkan engkau memberikan fatwa secepatnya karena tinggal 7 hari lagi (menjelang dilaksanakannya Pemilu). Was-salaamu ‘alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh”.
Jawab:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته. الدخول في الانتخابات مطلوب حتى لا يأتي أهل الشر فيستغلون هذه المناصب لبث شرورهم وهذا ما يفتي به سماحة الشيخ ابن باز والعلامة الشيخ ابن عثيمين رحمهم الله
Wa’alaikumus-salaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Berpartisipasi dalam Pemilu adalah hal yang dituntut hingga tidak ada orang-orang yang jelek menjadi anggota dewan menyebarkan kejelekan mereka. Inilah yang difatwakan Samaahatusy-Syaikh Ibnu Baaz dan Al-‘Allaamah Ibnu ‘Utsaimiin rahimahumullah” [selesai – sumber : al-obeikan.com].
4.     Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-‘Ubailaan hafidhahullah.
Pertanyaan:
قريبا سيكون عندنا في الجزائر الانتخابات الرئاسية ، فهل يجوز لنا الانتخاب من أجل أن بطاقة الناخب عندنا مطلوبة في بعض الوثائق - كبيع وشراء السيارات مثلا - , وبارك الله فيكم
“Sebentar lagi kami di Aljazaair akan menghadapi Pemilu Presiden. Apakah boleh bagi kami untuk mengikuti Pemilu karena kartu pemilih kami diperlukan di sebagian dokumen, seperti dokumen jual beli kendaraan – misalnya - . Semoga Allah memberikan barakah kepada Anda”.
Jawab:
انتخب من تعتقد أن في انتخابه خير للمسلمين ,هذا إذا كان عليك ضرر في ترك الانتخاب وإلا فالأمر يعود اليك والله اعلم
“Pilihlah yang engkau yakini ketika engkau memilihnya baik bagi kaum muslimin. Ini berlaku apabila terdapat kemudlaratan dalam meninggalkan Pemilu. Namun jika tidak, maka perkaranya kembali padamu (boleh memilih atau tidak memilih). Wallaahu a’lam” [selesai – sumber : obailan.net].
5.     Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah.
إن السلفيين لا يشجعون الترشيح للانتخابات، غير أنهم يرون أن انتخاب من هو أفضل وأصلح وأكثر خيرا وأقل شرا بالنسبة لمصلحة المواطنين جائز
“Sesungguhnya salafiyyiin tidak menganjurkan pencalonan diri untuk Pemilu. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa memilih orang yang lebih utama, lebih baik, lebih banyak kebaikannya, dan lebih sedikit kejelekannya dengan pertimbangan kemaslahatan umum adalah diperbolehkan” [selesai – sumber : aljazeera].
6.     Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jaabiriy hafidhahullah.
Pertanyaan:
“Apakah diperbolehkan bagi kaum muslimin yang tinggal di negeri kafir untuk berpartisipasi dalam Pemilu dan meminta kaum muslimin untuk mendukung mereka dari sisi memilih yang paling ringan diantara dua keburukan atau menolak keburukan yang lebih besar?”.
Jawab:
“Aku katakan : Pemilu bukan termasuk sunnah yang diketahui oleh kaum muslimin dan yang dilakukan oleh salaf semenjak jaman para shahabat dan para imam dari kalangan taabi’iin, serta orang-orang yang datang setelah mereka. Bahkan, itu merupakan hal baru yang ditemukan dalam agama Islam, sehingga termasuk bid’ah. Dan jika hal itu termasuk bid’ah, maka haram hukumnya.
Meskipun demikian, apabila kaum muslimin di negeri Barat dan yang lainnya terpaksa masuk dalam Pemilu, maka ada beberapa keadaan. Diantaranya : mereka tidak akan menerima hak-hak mereka yang disahkan di Negara mereka kecuali dengan jalan adanya perwakilan yang berbicara atas nama mereka. Maka, jika mereka dipaksa untuk melakukannya dan mereka tidak mempunyai pilihan lain : Mereka memilih seorang laki-laki muslim (di parlemen) atau mereka kehilangan hak-hak mereka dan tidak mempunyai seorang pun yang mendengar urusan mereka; dalam situasi ini, hendaknya mereka memilih orang yang benar lagi bijaksana yang akan memberikan manfaat bagi kaum muslimin serta memperhatikan hak-hak mereka.
Akan tetapi jika kaum muslimin bersabar atas kesulitan-kesulitan mereka dan hilangnya hak-hak mereka dalam rangka meninggalkan perkara bid’ah ini, maka itu lebih baik bagi mereka dan lebih disukai. Wallaahu a’lam” [selesai – sumber : salafitalk].
Beberapa point yang dapat dipahami dari fatwa ulama di atas:
1.     Pada asalnya, berpartisipasi pada Pemilu tidak diperbolehkan, karena merupakan perkara bid’ah yang masuk dalam urusan kaum muslimin. Terlebih lagi jika Pemilu tersebut digunakan untuk memilih beberapa orang wakil di parlemen yang akan memproduksi hukum buatan yang bertentangan dengan hukum Allah ta’ala.
2.     Partisipasi dalam Pemilu diperbolehkan dalam keadaan tertentu, yaitu untuk memilih kemudlaratan paling ringan di antara dua kemudlaratan – seandainya tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin.
3.     Partisipasi dalam Pemilu diperbolehkan dengan pertimbangan adanya kemaslahatan umum bagi kaum muslimin.
4.     Dikatakan:
ما لا يدرك كله لا يترك جله
“Apa saja yang tidak didapatkan semua, maka seharusnya tidak ditinggalkan semuanya”.
Allah ta’ala berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [QS. At-Taghaabun : 16].
Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah berkata:
فإن العمشَ خيرٌ مِن العمى
“Sesungguhnya rabun itu lebih baik daripada buta” [Marratan Ukhraa : Rifqan Ahlas-Sunnah bi-Ahlis-Sunnah].
5.     Ketidakmampuan melaksanakan satu kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban yang lainnya.
Al-Maawardiy rahimahullah berkata:
العجز عن بعض الواجبات لا يسقط به باقيها
“Kelemahan dalam melakukan sebagian kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban lainnya”.
Seandainya memilih pemimpin yang ‘adil sesuai dengan metode-metode syar’iy serta menjalankan hukum-hukum Islam secara keseluruhan dalam satu negara belum mampu dilakukan, maka tetap wajib hukumnya bagi kita untuk mewujudkan kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin, menjaga/melindungi hak-hak mereka, dan menolak berbagai macam kedhaliman semampu kita.
6.     Kebaikan tidak mesti diwujudkan murni kebaikan tanpa tercampur kejelekan sedikitpun.
7.     Seandainya memilih (dalam Pemilu), maka pilihan kita harus ada pada objek yang kita anggap paling baik di antara pilihan yang ada, paling (berpotensi) memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin, serta paling sedikit memberikan kemudlaratan bagi Islam dan kaum muslimin.
8.     Memilih sesuatu tidak selalu berarti kita sepenuhnya menyukai dan meridlai sesuatu itu.
9.     Membolehkan partisipasi dalam Pemilu tidak harus mengkonsekuensikan membolehkan demokrasi.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.

[abul-jauzaa’ – 23032014].

Comments

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaykum Ustadz,
Apakah ini artinya Ustadz menyarankan agar kita turut berpartisipasi dalam Pemilu 2014 ini?

Syukron Ustadz.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam.

Tujuan utama penulisan artikel di atas adalah menampilkan salah satu pendapat mu'tabar di kalangan ulama Ahlus-Sunnah tentang partisipasi dalam Pemilu beserta dasar-dasar pertimbangan yang mereka gunakan.

Itu saja, dan sebaiknya dipahami sebatas itu. Adapun partisipasi dalam Pemilu 2014, saya kembalikan pada masing-masing, mana yang lebih dicenderungi. Apakah akan berpartisipasi ataukah tidak.

Anonim mengatakan...

yang membawakan fatwa bolehnya nyoblos sebaiknya juga sekalian membawakan fatwa tazkiyah terhadap salah satu partai peserta pemilu, mengingat kondisi partai2 sekarang ini ( tersusupi syiah, koruptor, liberal dll) sehingga memberikan jalan keluar yang mudah bagi masyarakt, bukannya meninggalkan kebingungan..
cilacap-jateng

Anonim mengatakan...

Pingin rasanya , mengetauhi ada partai yang memperjuangkan islam dan caleg2nya juga dari golongan ahlus sunah ....

ada yang bisa membantu menunjukan ? minimalnya calon presiden yang seperti itu ?

sukron

anang dc

Anonim mengatakan...

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Qs. al-Israa’: 36)
Apakah kita mempunyai pengetahuan tentang para calon wakil rakyat? Sepertinya tidak. Kita hanya mengetahui mereka dari media masa yang belum tentu benar.

Anonim mengatakan...

Assalamu`alaikum
Klo begitu ijtihad Ikhwanul Muslimin telah benar dong ustadz apalagi Indonesia seperti PKS dan PBB rata2 mereka masuk parlemen dg alasan supaya orang2 kafir tak berkuasa? Waduh maluhny ana saat mngatakan mereka bermanhaj keliru soal ijtihad mereka tuk masuk parlemen.

Mesin Pencari Islami mengatakan...

@Atas2ku yang muslim.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Wallahi jika ana hidup dinegara kafir pun, ana akan tetap mengikuti pemilu meskipun semua pilihannya orang kafir, karena ini menyangkut kepentingan umat Islam, menyangkut kemaslahatan hajat hidup kaum muslimin.

Semua calon PRESIDEN dan partai-partai di negara kafir, mereka semua kafir* namun mereka berbeda dalam menyikapi Islam.

Ada yang sangat anti pati terhadap Islam sehingga mereka ingin membunuh dan mengusir semua orang Islam di negaranya, ada yang membenci Islam namun tidak akan mengusir atau membunuh umat Islam, ada yang menganganggap semua orang adalah sama, baik muslim maupun non-muslim sehingga harus diperlakukan sama sebagai warga negara, ada juga yang membela kepentingan minoritas (kaum muslimin).

Ini yang harus kita perhatikan. Yakni Ad-diin ini selalu berbicara tentang maslahat dan mafsadat, manfaat dan mudhorot. Apapun itu. Sehingga ana yakin, bahwa ide anti-demokrasi itu adalah ide khawarij yang secara membabi buta mengkafirkan kaum muslimin secara keseluruhan yang berpartisipasi dalam pemilu.

Demokrasi memang bukan dari Islam, namun ini bukan tentang demokrasi, ini tentang hajat hidup kaum muslimin, kemashlahatan umat Islam. Betapa pendeknya akal kaum khawarij ketika membahas demokrasi, begitu mudahnya lisan mereka mengkafirkan kaum muslimin yang mengikuti PEMILU. Ini adalah musibah dari sekian banyak musibah yang telah melanda umat. Innalillahi wa innailaihi rojiun, lahaula walaquwwata illa billah. Wallahu 'alam.

Al faqir ilallah.

Anonim mengatakan...

Jangan bermudah-mudah menuduh kafir maupun khawarij ......


anang dc

Mesin Pencari Islami mengatakan...

Lha ngapain bermudah-mudah...

Anonim mengatakan...

Ah dari dulu juga Demokrasi tidak membawa Kemaslahatan Umat Islam,malah Demokrasi hnya membuat Umat Islam semakin Berpecah Belah..

AisyahHusna2216 mengatakan...

Ah sudah diterangin tetep aja ngomong demokrasi, sudah ada penjelasan ulama kok ngeyel. Ini bukan tentang demokrasi brow, ini tentang hajat hidup ratusan juta kaum muslimin.

Ini ada refernsi lagi brow: http://yufid.tv/pilih-golput-atau-nyoblos-dr-muhammad-arifin-badri/

Anonim mengatakan...

Topik yang hangat dan menarik.
Kita sepakat dulu bahwa :
a. Pemilu adalah bagian dari demokrasi (tidak bisa dipungkiri baik dari literatur maupun empiris)
b. memilih pemimpin hanya bisa dengan pemilu (di negara kita bro)
c. manhaj ahlus sunnah adalah manhaj pertengahan

Pertanyaan yang muncul adalah :
Apakah kita ikut pemilu atau tidak ?
Sekarang bicara fakta/empiris dilapangan : TIDAK IKUT pemilu tidak akan merugikan kita, bahkan keikut sertaan kita secara perseorangan tidak mengurangi jumlah kursi atau menambah.
Toh tahun 1999 atau 2004/9 tidak ikut juga tidak ada problem.
Hanya Saja .....
Sekarang kita bicara kekhawatiran : Jika kita tidak ikut pemilu, kemudian itu terorganisir atau tidak secara kolektif yaitu umat islam yang baik2 tidak mencoblos, maka kepemimpinan akan jatuh ke tangan orang kafir atau orang muslim yang fasik.
maka kita ikut pemilu ...
Ini masalahnya, sehingga keluarlah fatwa ulama yang membolehkan ikut pemilu dengan syarat2 tertentu.
tapi di Indonesia, secara fakta , seperti yang saya utarakan.
Kesimpulan :
Oleh karena itu, tidak perlu ikut pemilu, toh tidak ada problem. hanya jika di tempat kita, dikhawatirkan pimpinan2 akan dikuasai oleh nasrani dan orang fasik, maka boleh memilih.
(pertimbangan mafsadat)
Dengan demikian kita terbebas dari khawarij yang mengharamkan mutlak pemilu.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Kalau boleh mengomentari, cara berpikir antum itu aneh. Bahkan aneh sekali.

Sekarang saya tanya:

"Bagaimana perasaan antum saat ibu Megawati terpilih menjadi presiden ?".

Senang, gundah, kesal, atau bagaimana ?. Kata ustadz antum, presiden tidak boleh berasal dari kaum wanita. betul kan ?. Nah, ketika kita tertimpa musibah adanya presiden wanita, saya yakin antum pun sedih.

Meski antum menyadari bahwa negeri ini hidup dalam sistem demokrasi, antum lebih senang jika pemimpin antum adalah seorang laki-laki dibandingkan wanita. Jika tidak begitu, antum tidak normal.

Begitu pula antum pun akan lebih suka pemimpin yang muslim yang cerdas, sehat, dan tidak buta dibandingkan pemimpin muslim yang sakit-sakitan, tak cerdas, punya cacat fisik,.... apalagi berpemikiran sangat liberal don condong pada pluralisme senkretisme. Iya apa iya ?.

Maka di sini saya belum menemukan jawabannya dasar sikap sedih dan gembira antum.

Kegembiraan antum adalah menggantungkan usaha orang lain untuk memilih, sementara antum sendiri abstain, diam. Saat terpilih pemimpin yang 'agak mending' dan punya pembelaan terhadap dakwah, antum merasa senang. Ya, senang karena pilihan orang lain tepat. Sampai-sampai kepala daerah, wakil rakyat, atau pejabat-pejabat daerah/negara yang punya simpati pada dakwah, selalu saja dimintai restu dan perlindungan oleh antum, teman-teman antum, dan/atau ustadz-ustadz antum. Tapi sekali lagi,.... mereka itu adalah pilihan yang diusahakan oleh orang lain, sementara antum sendiri abstain.

Sebaliknya, ketika terpilih pemimpin yang jelek, merugikan dakwah, antum pun istighfar. Antum katakan bahwa pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Dengan kata lain,... pemimpin yang jelek itu terangkat karena dipilih oleh rakyatnya yang leke pula. Antum menyalahkan orang lain,.... sementara antum sendiri abstain/diam.

Golput itu tidak mengubah apa-apa, karena yang mengubah sesuatu itu adalah dakwah.

Partsipasi dalam Pemilu itu untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Memperbanyak orang yang baik dan mempersedikit orang yang jelek.

Tapi kalaupun antum mau golput, silakan. Itu sangat saya hargai, karena tidak ada pemaksaan dalam hal ini.

Mesin Pencari Islami mengatakan...

FAKTA menunjukkan bahwa SAAT INI Jakarta telah dipimpin oleh Seorah Nasrani bernama AHOK, karena Jokowi capres, maka otomatis harus keluar dari semua jabatan pemerintah, sehingga sekarang seorang Nasroni telah menjadi pemimpin mayoritas jutaan umat Islam di Jakarta. Ini adalah musibah besar ya akhi... MUSIBAH... Apa yang dikhawatirkan oleh ulama robbani telah terjadi. Innalillahi wainnailaihi rojiuun. Saat ini menjadi saksi matinya hati nurani, hilangnya kecerdasan otak kaum muslimin. Benarlah apa yang dikatakan Ali ibn abi tholib: كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهاَ بَاطِل
Kita kaum muslimin di Indonesia termakan oleh propaganda anti demokrasi dan anti pemilu yang disebarkan oleh beberapa kelompok yang salah satunya adalah khawarij. Ana tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata lagi, hanya bisa mengelus dada melihat kondisi Jakarta yang saat ini dipimpin oleh orang kristen taat. Wallahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Afwan ustadz, tpi fatwa2 para ulama tsb cukup sulit dlm implenentasnya di lapangan. Hal tsb dikarnakn tdak banyak kaum muslimin yg mengetahui syarat-syarat unt mnjadi pmimpin dlam Islam, untk dpat mengetahui mana clon pmimpin yg lebih lengkap syaratnya dri yg lain, aplgi untk mengetahui mana calon pemimpin yg pling banyak sisi baiknya dan pling sdikit sisi buruknya, mana yg pling layak dari sisi kompetensinya dan lain sbagainya, untk menilai hal itu smua tdak bsa dilakukan oleh semarang orang, harus memiliki keilmuan yg cukup baik ilmu agama maupun ilmu duniawi untuk dpat menghasilkan pnilaian yg akurat.
Jika kaum muslimin yg awam disuruh memilih dengan penilaiannya sendiri saja, bukankah ini justru melanggar beberapa dalil syari spt: "innallaha ya'murukum an tuaddul amaanaati ilaa ahliha" dan jg ayat "walaa taqfu maa laisa laka bihi ilmun".
Mohon tanggapannya ustadz.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Yang membuat fatwa itu tidak bisa dilaksanakan adalah orang yang memang pada dasarnya tidak setuju dengan fatwa itu. Padahal intinya fatwa sangat mudah dipahami, yaitu : pilihlah orang yang menurut antum paling baik di antara pilihan yang ada serta paling sedikit memberikan mafsadat terhadap Islam dan kaum muslimin. Boleh jadi pilihan seseorang berbeda dengan pilihan yang lain. Ini tergantung banyak sedikitnya informasi yang diterima. Tidak masalah. Kita semua bisa memilih asalkan kita mau dan ada usaha. Tidak ada kewajiban bahwa apa yang antum pilih harus sama dengan pilihan saya. Ini masalah ijtihadiy, sebagaimana pilihan ulama A tidak mesti sama dengan pilihan ulama B.

Kalau memang memilih individu sulit, ya pilih saja berdasarkan partainya. Ini lebih mudah. Gampang dan ekstrimnya, partai yang punya platform Islam tentu lebih baik daripada partai yang punya platform nasionalis sekuler. Bukankah begitu ?.

Kalau memang benar-benar tidak tahu, ya tanya kepada orang yang dianggap tahu. Tidak ada salahnya. Tapi nanyanya adalah dalam rangka nanya betulan, bukan mendebat karena dari awal sudah tidak setuju.

Jika nanya pun nggak bisa (dan sebenarnya alasan nggak bisa nanya itu aneh) sedangkan ia berniat ingin memilih pilihan yang terbaik dari yang ada, maka Allah ta'ala berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” [QS. At-Taghaabun : 16].

Anonim mengatakan...

kalau begitu kenapa tidak bergabung dengan partai sekalian? misal bergabunglah dengan PKS dengan demikian madaratnya akan semakin kecil jika tidak, lama2 pks juga akan disusupi oleh orang2 syiah dan liberal, kan sudah terlihat sekarang mereka telah merangkul orang-orang nasrani :).

Anonim mengatakan...

Ustadz abul jauza' semoga Allah memberkahi anda,
saya yang menulis "topik yang hangat dan menarik ..."
Mungkin bisa jadi, saya salah memahami konteks fatwa ulama yang membolehkan keikutsertaan dalam pemilu.
Kalau yang saya pahami, bahwa fatwa ulama tersebut merupakan jalan keluar bila ada kondisi yang mengkhawatirkan demikian dan demikian...
Jika kondisi itu tidak terdapat, maka ya kembali kepada asal (yaitu tidak mencoblos)
oleh karena itu ...,tergantung pada kondisi masing - masing daerah. Jadi tidak dipukul rata bahwa kita harus ikut serta dalam pemilu.
ehm, maka saya memandang itu kembali kepada individu - individu masing - masing dengan melihat konteks pemimpin yang akan dipilih.
namun jika fatwa ulama tersebut seperti yang ust. abul jauzaa pahami, maka ya komentar2 ust. akan berlaku.
Jadi jika cara pandang saya salah, mengingat ilmu yang sangat minim, maka ya saya manut pada ust yang lebih alim.

Anonim mengatakan...

ustadz abul jauza'...,
ini lanjutan koment saya tentang topik yang hangat dan menarik.
ternyata pendapat saya, (maksud atau ungkapan) saya, sesuai pendapat Syaikh munajid dalam artikel muslim.or.id (tulisan terbaru 2 april)
itu yang saya maukan seperti itu.
jadi mungkin bukan jadi 'aneh' lagi,seperti yang ust uangkapkan.
hanya saya , kesulitan saya dalam mengungkapkan secara bahasa yang baik.

AisyahHusna2216 mengatakan...

@Anonim 2 April 2014 12.47
Walah dari dulu muter2 saja disitu.
Kalo pada dasarnya sudah gak setuju dan anti pati ya muter2 gitu.
Sebenarnya kan gampang, tinggal membandingkan saja antara PKS dengan PDIP, atau misalnya lagi PKNU dengan Golkar. Apanya yang susah? Tinggal situ aja berlapang dada atau merasa menjilat ludah sendiri.

Anonim mengatakan...

Afwan ustadz, sya setuju dengn fatwa2 ulama tsb, hanya sja msih ada sesuatu yg musykil bagi saya (krna ilmu sya memang msih sdikit), olh krna itu sya berkomentar dn bertanya disini unt menghilangkan kemusykilan saya.
Ustadz berkata: "pilihlah orng yg mnurut antm pling baik di antra pilihan yg ada" dan jg perkatan ustadz "ini masalah ijtihady"
saya berkata: bagaimna mungkin kita bisa memilih yg pling baik jika kita tdk memiliki ilmu untk itu?. Jika ini masalah ijtihadi maka sudah seharusnya hanya diserahkan kpd orng yg mampu berijtihad, bukan kpada stiap orang sampai kpd yg awamnya.
Saya setuju dng ustd bahwa partai Islam lbh baik dripda partai sekuler, tpi sya ingin berikan contoh yg real di lapangan. Lmbaga survei mngatakn bhwa unt saat ini partai PDI P memiliki popularitas tertinggi akibat mengusung jokowi sbg capresnya, hasil survei ini membuktikan bhwa scra umum msyarakt indnsia yg myortas muslim blum mampu menimbang maslahat & mafsadat sehingga mengunggulkan partai PDI P yg super sekuler itu dripda partai Islam lainya.
Lagipula saran ustadz unt memilih partai Islam itu hanya mudah diaplikasikan dalam pemilu legislatif, adapun dlm pilpres masalah akan lbh kompleks krna brdsarkan realita yg sudah2 partai Islam blum mampu unt mengusung capres sendiri (wallahu a'lam di pemilu 2014 ini).
Saya justru lbih stuju dng saran ustad agar orang yg awam tsb bertanya kpd org alim tntang partai dan capres mana yg hrs merka pilih dlm pmilu nanti.
Shingga ksimpulan saya (mohon dikoreksi jika menurut ustadz ini keliru): Bagi orang yg memiliki ilmu yg cukup baik ilmu agama maupn ilmu duniawi silahkan dia berpartisipasi dlm pmilu untk memilih calon terbaik dari yg ada berdsarkan ijtihadnya, adapun bgi org yg awan maka tdk boleh baginya unt berpartisipasi dlm pemilu karna dia tdk memiliki ilmu untk menimbang maslahat & mafsadat kecuali jika orng awam tsb telah meminta fatwa kpd org alim, maka dia boleh berpartisipasi dlam pmilu untuk memilih calon yg telah direkomendasikan olh org alim tsb kpadanya. Wallahu a'lam.

Anonim mengatakan...

Yang membuat fatwa itu tidak bisa dilaksanakan adalah orang yang memang pada dasarnya tidak setuju dengan fatwa itu. Padahal intinya fatwa sangat mudah dipahami, yaitu : pilihlah orang yang menurut antum paling baik di antara pilihan yang ada serta paling sedikit memberikan mafsadat terhadap Islam dan kaum muslimin. Boleh jadi pilihan seseorang berbeda dengan pilihan yang lain. Ini tergantung banyak sedikitnya informasi yang diterima. Tidak masalah. Kita semua bisa memilih asalkan kita mau dan ada usaha. Tidak ada kewajiban bahwa apa yang antum pilih harus sama dengan pilihan saya. Ini masalah ijtihadiy, sebagaimana pilihan ulama A tidak mesti sama dengan pilihan ulama B. ""

Kalau begini sisi maslahatnya apa pasti tercapai? Karena umat Islam memiliki standart yang macam2, bisa jadi baik untuk orang tertentu, sebaliknya bagi orang lain...

Selanjutnya kalau dikatakan sebagian orang (bahkan ustadz-ustadznya juga) dikatakan "diam", kasihan sekali mereka ya...
Padahal faktanya mereka juga berdakwah dan membawa perbaikan di berbagai tempat...

Anonim mengatakan...

Adasalah satu ormas yg melarang memilih para pemimpin di eksekutif spt presiden, gubernur, bupati, dan walikota dengan alasan bahwa mereka akan menerapkan/menjalankan hukum atw undang-undang sekuler yg bertentangan dengan syariat Islam yg diproduksi oleh dewan legislatif/DPR. Dengan memilih presiden maka berarti kita telah membantunya untuk menjalankan hukum yg bukan hukum Allah. Sehingga tidak boleh secara mutlak berpartisipasi dalam pilpres maupun pilkada.

Mesin Pencari Islami mengatakan...

Kita wajib berpartisipasi dalam pemilu karena lebih memudahkan urusan umat Islam dalam hal apapun. Sebagian ulama juga mewajibkan partisipasi dalam pemilu. Terbukti Ahok kafir telah menjadi pemimpin umat Islam di Jakarta. Apakah saya bergembira dan perlu mengucapkan selamat atas kepemimpinan kafir atas kalian?

Kamu menjadi orang Indon dan punya KTP indon pun sebenarnya sudah membantu menjalankan hukum selain hukum Allah, kecuali kamu keluar dari Indon. Afala takqiluun?

Anonim mengatakan...

Mas zakki, antum berkomentar seolah-olah pemilu itu tdak ada mudharatnya, sampai2 antm mewajibkan ikut pemilu. Yg harus diingat pemilu itu juga memiliki mudharat yg harus ditimbang dng maslahatnya, ketika di suatu tempat atw waktu mudharat ikut pemilu lebih besar ketimbang maslahtnya, maka sdah seharusnya saat itu kita tidak berpartisipasi dlm pmilu.
Adapun masalah KTP, maka itu diwajibkn oleh pmrintah, kita bsa dpat hukuman jika itu tdak ada dan hidup kita akan sangat sulit sekali jika ttidak punya KTP di indon ini, tdak bisa menikah, tdak bsa bkerja diprusahaan dll. Hal ini berbeda dengan ikut pemilu yg memang tdak diwajibkan oleh pemerintah, tdak ada hkuman apa2 bgi yg tdak ikut pmilu dst. Sehingga keadaan dua msalah ini tidak cocok dipeebandingkan.

Mesin Pencari Islami mengatakan...

@atasku

Komentar ana ini sebenarnya bukan untuk antum, tapi untuk anonim 4 April 2014 09.40 yg mengharamkan secara mutlak ikut pemilu. Tolong dibaca komentar ana yang terakhir sebelum ini.

Abu Haikal Ibnu Ali mengatakan...

jika ustadz-ustadz dan ulama kibar mendirikan partai salafi di Indonesia ini, maka WAllahi ana berada di baris terdepan mendukung beliau-beliau.....

Jendela Hati mengatakan...

menurut saya tidak perlu mendirikan partai karena sudah banyak partai islam jika bertambah lagi hanya membuat suara umat muslim semakin terpecah kita wakilkan saja kepada y sudah ada ppp pbb atau pks, dan iar para dai sibuk mendidik umat dan berdakwah tidak disibukkan dengan kegiatan partai

Anonim mengatakan...

berjihadlah tapi jangan pernah anda berjihad dengan menunggangi babi (baca: demokrasi), karena ia akan membuat anda terjungkal sebelum sampai ke medan perang

Mesin Pencari Islami mengatakan...

Saya berpandangan untuk SAAT INI di Indonesia HARAM membuat partai, namun WAJIB nyoblos sesuai qaidah yg berlaku. Wallahua'lam.

Abu Haikal Ibnu Ali mengatakan...

http://www.firanda.com/index.php/artikel/lain-lain/668-memilih-siapa-di-pemilu-2014-lampiran-fatwa-terbaru-asy-syaikh-dr-sa-ad-asy-syitsri-tentang-bolehnya-mencoblos-di-pemilu-2014-indonesia

sami'na waa atho'na

Mesin Pencari Islami mengatakan...

@Abu Haikal Ibnu Ali,
Linknya gak bisa dibuka. Mungkin sudah diremoved.

@all
Sekarang tanggal 9, mohon gunakan kesempatan ini, jangan sampai Ahok-ahok lain menguasai Indonesia.

Unknown mengatakan...

Assalamu'alaikum,sepertinya jadi kontradiksi yah ustad,,ada satu point di dlm kesimpulan ustad,,,bahwa pemilu tdk dikenal dlm islam,artinya pemilu bid'ah sesuatu yg bid'ah adalah haram. Ada satu deskripsi ustad andai saya berada dlm situasi itu saya akan pemilu,,sedangkan dlm islam bahwa bid'ah adalah bid'ah dan haram,tdk ada toleransi dlm hal ini,maaf ustad bisa tolong dijelaskan?

Unknown mengatakan...

Bismillah
Alhamdulillah, washolatu 'ala rosulillah Muhammad shalallahu'alaihi wasalam, sahabatnya dan umatnya sampai hari kiamat.
1. Apabila Anda hidup pada sistem pemerintahan demokrasi ( Kuffar )dan Pada lingkungan kafir? Kalau mampu hijrah ke negeri muslim, kalau tidak bisa hijrah, maka bersikaplah total sebagaimana uswah kita Rasulullah Muhammad shalallahu'alaihi wasalam.
2. Apabila Anda hidup di sistem pemerintahan bukan islam yang di jalankan oleh kaum muslimin dan hidup di lingkungan umat islam,maka :
1. Taatilah pemimpinmu/ pemerintahmu
2. Saling menasehati sesamanya
3. jangan ikuti sistem bukan islam
4. Tetaplah teguh memegang sunah rasulullah dengan pemahaman sahabat, mendekatlah pada ulama ahlu sunah kemudian lakukan kehidupan sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Insya Allah anda tidak pusing dan semoga selamat dunia akherat.

amanda imut mengatakan...

Lumayan beritanya

Unknown mengatakan...

Bismillaahi

Assalaamu'alaykum,
Innalhamdalillah
Wash sholawaatu 'alaa rosulillaah
Wa ba'du

Mohon perkenankan memperkenalkan diri dulu, nama abu fattah, asal semarang

Sekedar usul, daripada fitnah masalah pemilu ini makin besar, apakah engga lebih afdhol klu di mintakan langsung saja fatwa ulama kibar ahlussunah.

Terimakasih
Wassalamu'alaykum

Unknown mengatakan...

@Andre Abu Fattah: anda sedang membacanya disini akh..
Ini adalah artikel fatwa ulama kibar, ada Lajnah, Syaikh Utsaimin, dll..

Unknown mengatakan...

@pak januar : fatwa utk pemilu negara indonesia pak, krn beda tempat beda pula keadaannya....syukron

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sudah pernah ditanyakan ke Syaikh 'Abdul-Muhsin Al-'Abbaad dan Syaikh Ibraahiim Ar-Ruhailiy hafidhahumallah. Mereka berdua membolehkan dengan penjelasan yang hampir serupa dengan para masyayikh di atas.

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum.
Ijin bertanya ustad,

Bagaimana jika ada 2 calon presiden,

Calon Yg PERTAMA, orang MUSLIM namun diketahui berfikiran syiah garis keras+liberal, dan dia mengatakan sendiri(bukan fitnah dr partai lawannya) dgn bahasa tegas dan shoriih bahwa "JIKA SAYA MEMIMPIN AKAN SAYA HABISKAN SELURUH ORANG2 ISLAM AHLUSSUNNAH DAN PARA USTADNYA YG MENDAKWAHKAN SUNNAH".

Calon yg KEDUA, orang Nasrani yg taat kepada agamanya, berfikiran demokratis dan dia tidak ada niat utk memusuhi islam selama kampanye, dan dia tidak akan melarang Dakwah dari para ustad utk umatnya(islam), bahkan akan netral krn dia mempunyai prinsip setiap warga negara sama haknya dan bebas menjalankan keyakinan Agama masing2".

Mana yg harus dipilih menurut pandangan antum jika berdasarkan dalil maslahat/mafsadat-manfaat/mudhorot?

Syukron
Arip