Abu
Nu’aim rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ،
ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، ثنا مُحَمَّدُ
بْنُ جَعْفَرٍ، ثنا شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ يَزِيدَ بْنَ خُمَيْرٍ يُحَدِّثُ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
قُلْتُ لِلْحَسَنِ: إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ: إِنَّكَ تُرِيدُ الْخِلافَةَ؟
فَقَالَ: " قَدْ كَانَتْ جَمَاجِمُ الْعَرَبِ فِي يَدِي، يُحَارِبُونَ مَنْ
حَارَبْتُ، وَيُسَالِمُونَ مَنْ سَالَمْتُ، فَتَرَكْتُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ
اللَّهِ، وَحَقْنَ دِمَاءِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"
Telah
menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami
Syu’bah, ia berkata : Aku mendengar Yaziid bin Khumair menceritakan dari ‘Abdurrahmaan
bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, ia berkata : Aku berkata kepada Al-Hasan (bin
‘Aliy bin Abi Thaalib) : “Sesungguhnya orang-orang mengatakan bahwa engkau
menginginkan kekhilafahan”. Ia menjawab : “Sesungguhnya para pemimpin bangsa
‘Arab ada pada tanganku. Mereka siap memerangi orang yang ingin aku perangi.
Mereka pun akan memberikan jaminan keamanan kepada orang yang aku beri jaminan.
Namun, aku meninggalkannya demi mengharap wajah Allah dan mencegah
tertumpahnya darah umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Hilyatul-Auliyaa’,
2/36-37].
Diriwayatkan
juga oleh Al-Balaadzuriy[1]
dalam Al-Ansaab 3/291, Al-Haakim[2]
dalam Al-Mustadrak 3/170, Aslam bin Sahl[3]
dalam Taariikh Waasith hal. 111, dan Ibnu ‘Asaakir[4]
dalam Taariikh Dimasyq 13/280-281; dari dua jalan (Abu Daawud
Ath-Thayaalisiy dan Muhammad bin Ja’far), dari Syu’bah, dari Yaziid bin
Khumair, dari ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair, dari ayahhnya, dari
Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan
juga oleh Ad-Duulabiy[5]
dalam Adz-Dzuriyyah Ath-Thaahirah no. 110 : Telah menceritakan kepada
kami Abu Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Utsmaan, dari
ayahku : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Yaziid bin Khumair,
dari Jubair bin Nufair, dari ayahnya, ia berkata : Aku datang di
Madiinah dan Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa waktu pernah
berkata.......dst.
Diriwayatkan
juga oleh Al-Laalikaa’iy[6]
dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2797 : Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Aliy bin ‘Umar : Telah mengkhabarkan kepada kami Ismaa’iil bin Muhammad, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas Ad-Duuriy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Abu Daawud Ath-Thayaalisiy, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Syu’bah, bahwasannya ia menceritakan kepada mereka,
dari Yaziid bin Khumair, dari ayahnya, ia berkata : Aku berkata
kepada Al-Hasan bin ‘Aliy......dst.
Ibnu
Abi Haatim berkata :
وَسألت أبي عَنْ حَدِيثٍ حَدَّثَنَا بِهِ
يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ الطَّيَالِسِيِّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ
يَزِيدَ بْنِ خُمَيْرٍ الشَّامِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ
نُفَيْرٍ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ: ...... فَأَمْلَى عَلَيَّ
أَبِي: هَذَا الْحَدِيثُ خَطَأٌ، إِنَّمَا هُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نُمَيْرٍ،
عَنْ أَبِيهِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي دَاوُدَ،
هَكَذَا
Aku
pernah bertanya kepada ayahku tentang hadits : Telah menceritakan kepada kami
dengannya Yuunus bin Habiib, dari Abu Daawud Ath-Thayaalisiy, dari Syu’bah,
dari Yaziid bin Khumair Asy-Syaamiy, dari ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin
Nufair, ia berkata : “Aku berkata kepada Al-Hasan bin ‘Aliy...... (al-atsar)….”.
Lalu ayahku mendiktekan kepadaku : Hadits itu keliru. Sanad hadits itu hanyalah
(dari) ‘Abdurrahmaan bin Numair, dari ayahnya. Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Manshuur,
dari Abu Daawud seperti itu” [Al-‘Ilal, 6/344-345 no. 2575].
Jika diringkas, terdapat perbedaan
jalan periwayatan dalam atsar tersebut yang berporos pada jalan Syu’bah dari
Yaziid bin Khumair, yaitu :
a.
[Dari Ath-Thayaalisiy dan Muhammad bin Ja’far] à Syu’bah à Yaziid bin
Khumair à ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair à ayahnya à Al-Hasan bin
‘Aliy.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2/36-37,
Al-Balaadzuriy
dalam Al-Ansaab 3/291, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak 3/170, Aslam
bin Sahl dalam Taariikh Waasith hal.
111, dan Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq 13/280-281.
b.
[Dari ‘Utsmaan bin Jabalah] à Syu’bah à Yaziid bin
Khumair à Jubair bin Nufair à ayahnya à Al-Hasan bin ‘Aliy.
Diriwayatkan oleh Ad-Duulabiy dalam Adz-Dzuriyyah
Ath-Thaahirah no. 110.
c.
[Dari Ath-Thayaalisiy] à Syu’bah à Yaziid bin
Khumair à ayahnya à Al-Hasan bin
‘Aliy.
Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh
Ushuulil-I’tiqaad no. 2797.
d.
[Dari Ath-Thayaalisiy] à Syu’bah à Yaziid bin
Khumair à ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair à Al-Hasan bin ‘Aliy.
e.
[Dari Ath-Thayaalisiy] à Syu’bah à Yaziid bin
Khumair à ‘Abdurrahmaan bin Numair à ayahnya à Al-Hasan bin
‘Aliy.
Keduanya (d dan e) diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim
dalam Al-‘Ilal 6/344-345 no. 2575.
Tarjih terhadap beberapa jalan
periwayatan di atas adalah jalan periwayatan pertama (a) dengan alasan :
1.
Muhammad bin Ja’far atau sering disebut Ghundar adalah
orang yang paling tsabt dan paling sedikit salahnya dalam hadits
Syu’bah. Bahkan Ibnul-Mubaarak berkata : “Apabila manusia berselisih pada
hadits Syu’bah, maka kitab Ghundar menghakimi perselisihan di antara mereka”.
Dalam jalan riwayat pertama (a), riwayat Ghundar
diikuti oleh Ath-Thayaalisiy sehingga kedudukannya sangatlah kuat.
2.
Yang dikenal dari guru/syaikh Yaziid bin Khumair dalam
kitab-kitab perawi hadits, adalah ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair; dan
‘Abdurrahmaan meriwayatkan hadits dari ayahnya. Muslim (no. 1441) membawakan satu hadits dengan tartib
sanad : Muhammad bin Ja’far à Syu’bah à Yaziid bin Khumair à ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair à ayahnya. Begitu juga dengan Abu Daawud (no. 2156) membawakan hadits dengan tartib
sanad : Syu’bah à Yaziid bin Khumair à ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair à ayahnya.
Ini adalah indikasi yang sangat kuat bahwa jalan
riwayat yang pertama lah yang benar.
3.
Mayoritas ikhtilaaf sanad ada pada jalan Abu
Daawud Ath-Thayaalisiy. Meskipun ia seorang yang imam lagi tsiqah, namun
beberapa ulama mengkritiknya bahwa ia telah keliru dalam beberapa periwayatan
hadits. Ibraahiim bin Sa’iid Al-Jauhariy berkata : “Abu Daawud Ath-Thayaalisiy
keliru dalam seribu hadits”. Ibnu ‘Adiy juga menyebutkan bahwa ia keliru dalam
beberapa hadits yang ia sampaikan, meskipun masih dalam ambang toleransi. Ibnu
Sa’d berkata : “Tsiqah, banyak haditsnya, namun kadang keliru”. Abu
Haatim berkata : “Muhaddits, shaduuq, banyak keliru”. Ibnu Hajar
memberikan kesimpulan terhadap dirinya : “Tsiqah lagi haafidh,
namun keliru dalam beberapa hadits”.
Oleh karena itu, ada kemungkinan kekeliruan dan/atau ikhtilaaf
sanad riwayat di atas berasal darinya.
4.
Abu Haatim ketika mengelirukan riwayat yang disebutkan
anaknya (Ibnu Abi Haatim) mengoreksinya dengan perkataannya : “Sanad
hadits itu hanyalah (dari) ‘Abdurrahmaan bin Numair, dari ayahnya”. Selain kemungkinan kekeliruan yang disebutkan pada
butir 3, ada kemungkinan ini merupakan tashhiif, sehingga ‘Abdurrahmaan
bin Jubair ditulis menjadi ‘Abdurrahmaan bin Numair. Tidak ada – sependek
pengetahuan saya - guru Yaziid bin Khumair yang bernama ‘Abdurrahmaan bin
Numair. Maka, koreksian Abu Haatim tersebut justru menguatkan riwayat pertama
(a).
Ini sesuai dengan riwayat Ath-Thayaalisiy yang berkesesuaian dengan riwayat
Muhammad bin Ja’far pada jalur riwayat pertama (a).
5.
Riwayat Ad-Duulabiy dari ‘Utsman bin Jabalah yang
menyebutkan : ‘dari Jubair bin Nufair, dari ayahnya’; maka kekeliruan ini besar kemungkinan disebabkan karena perawi menggugurkan
kata ‘Abdurrahmaan. Selebihnya kembali pada alasan butir 1 dan 2.
Kesimpulan : Riwayat di atas shahih.
Dishahihkan
oleh Al-Haakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabiy.
Berikut
keterangan para perawinya :
o
Muhammad bin Ja’far Al-Hudzaliy,
Abu ‘Abdillah Al-Bashriy – terkenal dengan nama Ghundar; seorang yang tsiqah, haafidh,
lagi shahiihul-kitaab, namun padanya ada kelalaian. Termasuk thabaqah ke-9,
wafat tahun 293/294 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Al-Kaasyif 2/162 no. 4771 dan Taqriibut-Tahdziib[7] hal. 833 no. 5824].
o
Sulaimaan bin Daawud bin
Al-Jaarud, Abu Daawud
Ath-Thayaalisiy Al-Bashriy Al-Haafidh; seorang yang tsiqah lagi haafidh,
namun keliru dalam beberapa hadits. Termasuk thabaqah ke-9 dan wafat
tahun 204 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 406 no. 2565].
o
‘Utsmaan
bin Jabalah bin Abi Rawaad Al-‘Atakiy Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-10 dan wafat tahun 200 H di Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 660 no. 4484.
o
Syu’bah bin Al-Hajjaaj bin
Al-Ward Al-‘Atakiy Al-Azdi, Abu Busthaam Al-Waasithiy; seorang yang tsiqah, haafidh, mutqin, dan disebut Ats-Tsauriy sebagai amiirul-mukminiin fil-hadiits. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 160 H di
Bashrah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2805].
o
Yaziid
bin Khumair bin Yaziid Ar-Rahabiy Al-Hamdaaniy, Abu ‘Umar Asy-Syamiy
Al-Himshiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-5.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal.
1074 no. 7759 dan Tahriirut-Taqriib 4/110 no. 7709].
o
‘Abdurrahmaan
bin Jubair bin Nufair Al-Hadlramiy, Abu Humaid/Abu Humair Al-Himshiy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-4 dan wafat tahun 118 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy
dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah
[Al-Kaasyif 1/624 no. 3164 dan Taqriibut-Tahdziib hal. 573 no.
3164].
o
Jubair bin Nufair bin
Maalik bin ‘Aamir Al-Hadlramiy, Abu ‘Abdirrahmaan/Abu ‘Abdillah Asy-Syaamiy
Al-Himshiy; seorang yang tsiqah lagi jaliil. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 80 H,
atau dikatakan setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 195 no. 912].
o
Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib
Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; salah seorang shahabat Nabi
yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1 dan wafat tahun 49 H/50 H/setelahnya
di Madiinah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 240 no. 1270].
Beberapa Faedah :
1.
Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu
‘anhumaa bukan seorang yang ambisius terhadap imamah dan kekuasaan.
2.
Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu
‘anhumaa melakukan perdamaian (dengan Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan) dan
mengakhiri perselisihan (peperangan) di antara kaum muslimin untuk mengharap
keridlaan Allah dan mencegah tertumpahnya darah kaum muslimin, meski posisinya
lebih benar daripada Mu’aawiyyah. Apa yang ia lakukan adalah sebagai bentuk
pengamalan dari sabda kakeknya shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ
ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ
عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya
cucuku ini adalah sayyid (pemimpin). Dan semoga dengan perantaraannya Allah
akan mendamaikan dua kelompok besar dari kaum Muslimin" [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 2704 & 3629 & 3746 & 7109, Abu Daawud no.
4662, At-Tirmidziy no. 3773, dan yang lainnya].
3.
Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu
‘anhumaa menganggap seterunya (kubu Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan) sebagai
muslim. Apalagi konsekuensi perdamaian itu adalah penyerahan tampuk kepemimpinan
dari Al-Hasan kepada Mu’aawiyyah radliyallaahu ‘anhumaa. Seandainya
Mu’aawiyyah dan orang-orang yang mendukungnya adalah kafir, niscaya Al-Hasan bin ‘Aliy
terkena ancaman Allah ta’ala :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا
مُبِينًا
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” [QS. An-Nisaa’ : 144].
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” [QS. Al-Maaidah
: 51].
4.
Batalnya ‘aqiidah agama Syi’ah Raafidlah yang menganggap masalah imamah ‘Aliy dan keturunannya adalah
masalah keimanan yang pokok (rukun iman). Seandainya imamah itu merupakan bagian rukun iman, maka meninggalkannya
adalah dosa dan kekufuran.
Al-Hasan
meninggalkan imamah dalam keadaan mampu untuk bertempur dan mempunyai kekuatan
penuh menghadapi Mu’aawiyyah, seperti yang tercermin dalam perkataannya: “Sesungguhnya
para pemimpin bangsa ‘Arab ada pada tanganku. Mereka siap memerangi orang yang
ingin aku perangi. Mereka pun akan memberikan jaminan keamanan kepada orang
yang aku beri jaminan”.
Al-Hasan
Al-Bashriy rahimahullah menceritakan :
اسْتَقْبَلَ
وَاللَّهِ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ مُعَاوِيَةَ بِكَتَائِبَ أَمْثَالِ الْجِبَالِ،
فَقَالَ عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ: إِنِّي لَأَرَى كَتَائِبَ لَا تُوَلِّي حَتَّى
تَقْتُلَ أَقْرَانَهَا، فَقَالَ لَهُ مُعَاوِيَةُ: وَكَانَ وَاللَّهِ خَيْرَ
الرَّجُلَيْنِ، أَيْ عَمْرُو إِنْ قَتَلَ هَؤُلَاءِ هَؤُلَاءِ وَهَؤُلَاءِ
هَؤُلَاءِ مَنْ لِي بِأُمُورِ النَّاسِ من لي بِنِسَائِهِمْ مَنْ لِي
بِضَيْعَتِهِمْ، فَبَعَثَ إِلَيْهِ رَجُلَيْنِ مِنْ قُرَيْشٍ مِنْ بَنِي عَبْدِ
شَمْسٍ: عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَامِرِ بْنِ
كُرَيْزٍ، فَقَالَ: اذْهَبَا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فَاعْرِضَا عَلَيْهِ، وَقُولَا
لَهُ، وَاطْلُبَا إِلَيْهِ،......
“Demi Allah, Al-Hasan bin ‘Aliy menghadapi Mu’aawiyyah
dengan pasukan laksana gunung. ‘Amru bin Al-‘Aash berkata : ‘Sesungguhnya
aku benar-benar melihat pasukan yang tidak akan mundur hingga mereka berperang
menghadapi lawannya’. Mu’aawiyyah berkata kepadanya, yaitu 'Amru – dan Mu'aawiyyah adalah orang yang
paling baik di antara dua orang tersebut - : ‘Jika mereka saling
membunuh, lantas siapakah yang akan menangani urusan rakyat, siapakah yang
mengurusi janda-janda mereka, siapakah yang akan menangani anak-anak mereka ?’.
Lalu ia (Mu’aawiyyah) mengutus dua orang Quraisy dari Bani ‘Abdu Syams kepada
Al-Hasan, yaitu ‘Abdurrahmaan bin Samurah dan ‘Abdullah bin ‘Aamir bin Kuraiz –
seraya berkata : ‘Pergilah kalian kepada orang ini (yaitu Al-Hasan) dan
sampaikanlah penawaranku. Bicarakanlah dengannya dan mintalah agar ia
menerimanya……” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2704].
Riwayat ini menggambarkan betapa besar kekuatan
Al-Hasan bin ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa. Bahkan, ketika melihat
kekuatan Al-Hasan, Mu’aawiyyah berinisiatif mengajaknya melakukan perundingan
karena memperkirakan efek yang diakibatkan jika dua pasukan bertemu.
5.
Pendukung Al-Hasan dari kalangan Syi’ah generasi
pertama banyak yang kecewa atas keputusan Al-Hasan ini, dan bahkan mencelanya.
Sebagian mereka berkata:
يَا
مُسَوِّدَ وُجُوهِ الْمُؤْمِنِينَ
“Wahai orang yang mencoreng wajah-wajah kaum mukminiin
!!” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy 5/371 no. 3350, Al-Haakim dalam Al-Mustadrak
3/17-171, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 3/92 no. 2754, dan yang
lainnya].
Dalam riwayat lain dari Al-Haakim, orang yang mencela
Al-Hasan tersebut bernama Sufyaan bin Al-Lail Abu ‘Aamir. Abul-Ghariif berkata :
......فَلَمَّا
قَدِمَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْكُوفَةَ قَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَّا يُكَنَّى
أَبَا عَامِرٍ سُفْيَانُ بْنُ اللَّيْلِ، فَقَالَ: السَّلامُ عَلَيْكَ يَا مُذِلَّ
الْمُؤْمِنِينَ، فَقَالَ الْحَسَنُ: " لا تَقُلْ ذَاكَ يَا أَبَا عَامِرٍ،
لَمْ أَذِلَّ الْمُؤْمِنِينَ، وَلَكِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَقْتُلَهُمْ فِي طَلَبِ
الْمُلْكِ "
“…..Ketika Al-Hasan bin ‘Aliy datang di Kuufah,
berdirilah seorang laki-laki dari kalangan kami yang berkunyah Abu ‘Aamir
Sufyaan bin Al-Lail mendekatinya. Ia (Abu ‘Aamir) berkata : ‘Assalaamu ‘alaika
(semoga keselamatan tercurah kepadamu) wahai orang yang telah menghinakan
kaum mukminiin !!’. Al-Hasan berkata : ‘Janganlah kau katakana demikian wahai
Abu ‘Aamir, aku tidaklah menghinakan kaum mukminiin. Akan tetapi aku tidak suka
mereka menjadi korban hanya untuk mengejar kekuasaan” [Diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah no. 38353, Al-Haakim 3/175, dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 13/279; sanadnya hasan].
Sufyaan bin Al-Lail Al-Kuufiy ini seorang Raafidlah
yang ekstrim [lihat : Adl-Dlu’afaa’ 2/549-550 no. 695 dan Lisaanul-Miizaan
4/91-92 no. 3521].
Barangkali, kekecewaan ini masih berlanjut terwarisi oleh
orang-orang Syi’ah Raafidlah masa kini, seandainya imamah itu
tidak diserahkan kepada Mu’aawiyyah..... Tanya saja kepada mereka.....
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai,
ciapus, ciomas, bogor – 03031435/04012014 – 19:35].
[1] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنِي
أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ
الْمَرْوَزِيُّ، قَالا: ثنا أَبُو دَاوُدَ صَاحِبُ الطَّيَالِسَةِ، عَنْ شُعْبَةَ،
عَنْ يَزِيدَ بْنِ حُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ
نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ: إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ
" إِنَّكَ تُرِيدُ الْخِلَافَةَ، فَقَالَ: كَانَتْ
جَمَاجِمُ الْعَرَبِ بِيَدِي يُسَالِمُونَ مَنْ سَالَمْتُ وَيُحَارِبُونَ مَنْ
حَارَبْتُ فَتَرَكْتُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ، ثُمَّ أُرِيدُهَا بِأَهْلِ
الْحِجَازِ "؟ ! وَقَالَ أَحَدُهُمَا: بِأَتْيَاسِ الْحِجَازِ
[2] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنِي
أَبُو الْحَسَنِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْيعُمَرِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ
إِسْحَاقَ الإِمَامُ، ثنا أَبُو مُوسَى، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، ثنا
شُعْبَةُ، قَالَ: سَمِعْتُ يَزِيدَ بْنَ خُمَيْرٍ يُحَدِّثُ، أَنَّهُ سَمِعَ
عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ: إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ إِنَّكَ تُرِيدُ
الْخِلافَةَ، فَقَالَ: " قَدْ كَانَ جَمَاجِمُ
الْعَرَبِ فِي يَدِي يُحَارِبُونَ مَنْ حَارَبْتُ، وَيُسَالِمُونَ مَنْ سَالَمْتُ
تَرَكْتُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى، وَحَقْنَ دِمَاءِ أُمَّةِ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ ابْتَزَّهَا
بِاتِّئَاسِ أَهْلِ الْحِجَازِ ".
هَذَا
إِسْنَادٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَلَمْ يُخَرِّجَاه
[3] Riwayatnya adalah :
قَالَ:
ثنا إِسْحَاقُ بْنُ وَهْبٍ، قَالَ: ثنا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: ثنا شُعْبَةُ، عَنْ
يَزِيدَ بْنِ خُمَيْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ
نُفَيْرٍ يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ رِضْوَانُ اللَّهِ
عَلَيْهِ: إِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّكَ تُرِيدُ الْخِلافَةَ، فَقَالَ
الْحَسَنُ " كَانَتْ جَمَاجِمُ الْعَرَبِ بِيَدِي
يُسَالِمُونَ مَنْ سَالَمْتُ، وَيُحَارِبُونَ مَنْ حَارَبْتُ، فَتَرَكْتُهَا
ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ تَعَالَى، ثُمَّ أُثِيرُهَا بِأَوْبَاشِ أَهْلِ
الْحِجَازِ "
اخبرنا
أبو الحسين محمد بن محمد وأبو وغالب احمد وأبو عبد الله يحيى ابنا الحسن ابن
البناء قالوا أنا محمد بن احمد بن محمد أنا محمد بن عبد الرحمن أنا احمد بن سليمان
نا الزبير بن أبي بكر حدثني احمد بن سليمان عن أبي داود الطيالسي عن شعبة عن يزيد
بن خمير الشامي عن عبد الرحمن بن جبير بن نفير الشامي عن أبيه قال قلت للحسن بن
علي أن الناس يزعمون انك تريد الخلافة قال كانت جماجم
العرب بيدي يسالمون من سالمت ويحاربون من حاربت فتركتها ابتغاء وجه الله تعالى ثم
اثيرها بأتياس الحجاز
اخبرنا
أبو بكر الأنصاري أنا أبو محمد المقنعي أنا أبو عمر الخزاز أنا أبو الحسن الخشاب
أنا الحسين بن محمد الفقيه أنا محمد بن سعد أنا سليمان أبو داود الطيالسي أنا شعبة
عن يزيد بن خمير قال سمعت عبد الرحمن بن جبير بن نفير الحضرمي يحدث عن أبيه قال
قلت للحسن بن علي أن الناس يزعمون انك تريد الخلافة فقال كانت
جماجم العرب بيدي يسالمون من سالمت ويحاربون من حاربت فتركتها ابتغاء وجه الله
تعالى ثم اثيرها بأتياس أهل الحجاز
[5] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا
أَبُو إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبِي،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ خُمَيْرٍ، عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَقَالَ الْحَسَنُ بْنُ عَلِيّ: " كَانَتْ جَمَاجِمُ الْعَرَبِ بِيَدِي يُسَالِمُونَ مَنْ
سَالَمْتُ وَيُحَارِبُونَ مَنْ حَارَبْتُ فَتَرَكْتُهَا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ
وَحَقْنِ دِمَاءِ الْمُسْلِمِينَ "
[6] Riwayatnya adalah :
أنا
عَلِيُّ بْنُ عُمَرَ، أنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: نا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ،
قَالَ: نا أَبُو دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ، قَالَ: نا شُعْبَةُ أَنَّهُ
أَخْبَرَهُمْ عَنْ يَزِيدَ بْنِ خُمَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ لِلْحَسَنِ
بْنِ عَلِيٍّ: إِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّكَ
تُرِيدُ الْخِلافَةَ، فَقَالَ: " كَانَتْ جَمَاجِمُ الْعَرَبِ بِيَدِي،
يُسَالِمُونَ مَنْ سَالَمْتُ، وَيُحَارِبُونَ مَنْ حَارَبْتُ، فَتَرَكْتُهَا
الْتِمَاسَ رَحْمَةِ اللَّهِ، ثُمَّ ابْتُلِيَ بِهَا نَاسٌ.
[7] Ibnu Hajar menghukumi dalam At-Taqriib
: ‘tsiqah, shahiihul-kitaab, namun padanya terdapat kelalaian. Ini perlu
kita cermati kembali.
Berikut
komentar ulama tentangnya :
Ibnu Ma’iin berkata : “Ia
termasuk orang yang paling shahih kitabnya”. ‘Aliy bin Al-Madiiniy berkata :
“Ia lebih aku senangi daripada ‘Abdurrahmaan (bin Mahdiy) terhadap riwayat yang
berasal dari Syu’bah”. ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy berkata : “Kami banyak
mengambil faedah dari kitab-kitab Ghundar saat Syu’bah masih hidup”. Di lain
riwayat ia berkata : “Ghundar terhadap riwayat Syu’bah, lebih tsabt (teguh)
daripada aku”. Wakii’ mensifatinya shahiihul-kitaab. ‘Abdullah bin
Al-Mubaarak berkata : “Apabila manusia berselisih pendapat atas riwayat
Syu’bah, maka kitab Ghundar menjadi pemutus atas (perselisihan) mereka itu”.
Abu Haatim berkata : “Seorang yang shaduuq lagi
menyampaikan. Tsiqah atas hadits Syu’bah”. Ibnu Hibbaan
berkata : “Ia termasuk sebaik-baik hamba Allah bersamaan dengan kelalaian yang
ada padanya”. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah, insya Allah”. ‘Aliy bin
Al-Madiiniy berkata : “Apabila aku menyebut Ghundar di hadapan Yahyaa bin
Sa’iid, maka ia memerotkan mulutnya seakan-akan mendla’ifkannya”. Al-Mustamiliy
berkata : “Orang Bashrah yang tsiqah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang
Bashrah yang tsiqah, termasuk orang yang paling tsabt periwayatannya
dari hadits Syu’bah” [Tahdziibul-Kamaal 25/5-9 no. 5120 dan Tahdziibut-Tahdziib 9/96-98
no. 129]. Adz-Dzahabiy berkata : “Al-Haafidh” [Al-Kaasyif, 2/162
no. 4771]. Ia juga berkata : “Wahb bin Jariir seorang haafidh lagi tsiqah seperti
Ghundar” [Al-Jarh wat-Ta’diil hal. 419 no. 1979].
Kesimpulan : Ia seorang
yang tsiqah lagi tsabt dalam kitabnya,
terutama dalam periwayatan dari Syu’bah. Adapun penyimpulan Ibnu Hajar dengan
pensifatan kelalaian padanya, maka ia mengikuti Ibnu Hibbaan yang memang
terkenal sebagai ulama yang mutasyaddid dalam jarh.
Dan dalam hal ini, ia menyendiri dalam jarh tersebut. Sedangkan
sikap Yahyaa bin Sa’iid, maka itu bukan jarh yang mu’tamad
dalam pelemahan Ghundar. Apalagi tidak disebutkan sebab mengapa Yahyaa bin
Sa’iid bersikap seperti itu. Wallaahu a’lam.
Comments
ustadz, bagaimana komentar antum terhadap dalil-dalil Ustadz Idrus Ramli dalam debatnya dengan Ustadz Firanda beberapa hari yang lalu?
ustad, afwan mau nanya ttg metode takhrij:
setelah ustad mencantumkan riwayat dalam hilyatul auliyaa, ustad membawakan bbrp riwayat spt:
Diriwayatkan juga oleh Al-Balaadzuriy[1] dalam Al-Ansaab 3/291, Al-Haakim[2] dalam Al-Mustadrak 3/170, Aslam bin Sahl[3] dalam Taariikh Waasith hal. 111, dan Ibnu ‘Asaakir[4] dalam Taariikh Dimasyq 13/280-281
pertanyaannya: bagaimana cara menemukan riwayat2 lain ini? apa langkah2nya?
Untuk belajar dasar2 takhrij ustad merekomendasikan kitab apa?
Ustadz, izin share, syukron jazakallahu khairan
makasih usatadz atas sharenya semoga tambah bermanfaat
Posting Komentar