Tanya : Bolehkah berpuasa sunnah di hari Jum’at ?. Sebagian
rekan ada yang mengatakan tidak boleh. Terima kasih jawabannya.
Jawab : Para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama berpendapat
puasa hari Jum’at terlarang jika mengkhususkannya. Maalik dan Abu Haniifah
berpendapat tidak mengapa berpuasa hari Jum’at secara mutlak.
Yang raajih dalam hal ini adalah
pendapat jumhur ulama. Mereka berdalil dengan beberapa hadits antara lain :
حَدَّثَنَا
عَمْرٌو النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدِ
الْحَمِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ جَعْفَرٍ، سَأَلْتُ
جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، وَهُوَ يَطُوفُ
بِالْبَيْتِ أَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
صِيَامِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ ؟، فَقَالَ: " نَعَمْ وَرَبِّ هَذَا الْبَيْتِ
"
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin
An-Naaqid : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari
‘Abdul-Hamiid bin Jubair, dari Muhammad bin ‘Abbaad bin Ja’far : Aku pernah
bertanya kepada Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhumaa yang ketika
itu ia sedang thawaf di Ka’bah : ‘Apakah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam melarang puasa di hari Jum’at ?”. Ia menjawab : “Benar, demi Rabb
Ka’bah ini” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1143].
حَدَّثَنَا
عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ،
حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " لَا
يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، إِلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
"
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin
Hafsh bin Ghiyaats : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan
kepada kami Al-A’masy : Telah menceritakan kepada kami Abu Shaalih, dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah salah seorang di antara kalian
berpuasa di hari Jum’at, kecuali ia berpuasa sehari sebelumnya atau setelahnya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1985].
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ.ح وحَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ،
حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ،
عَنْ جُوَيْرِيَةَ بِنْتِ الْحَارِثِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ،
فَقَالَ: أَصُمْتِ أَمْسِ؟ قَالَتْ: لَا، قَالَ: تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا؟
قَالَتْ: لَا، قَالَ: فَأَفْطِرِي "
Telah menceritakan kepada kami Musaddad :
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Syu’bah. (ح) Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad : Telah menceritakan
kepada kami Syu’bah, dari Qataadah, dari Abu Ayyuub, dari Juwairiyyah bintu
Al-Haarits radliyallaahu ‘anhaa : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam masuk menemuinya pada hari Jum’at yang waktu itu ia
(Juwairiyyah) sedang berpuasa. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya
: “Apakah kemarin engkau berpuasa ?”. Juwairiyyah : “Tidak”. Beliau
kembali bertanya : “Apakah besok engkau akan berpuasa ?”. Juwairiyyah
berkata : “Tidak”. Beliau bersabda : “Kalau begitu, berbukalah”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1986].
حَدَّثَنَا
أَبُو الْوَلِيدِ، وَعَفَّانُ، قَالَا: حدثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ إِيَادِ
بْنِ لَقِيطٍ، سَمِعْتُ إِيَادَ بْنَ لَقِيطٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ لَيْلَى
امْرَأَةَ بَشِيرٍ، تَقُولُ: أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
أَصُومُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، ولا أُكَلِّمُ ذَلِكَ الْيَوْمَ أَحَدًا؟ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَصُمْ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ إِلَّا فِي أَيَّامٍ هُوَ أَحَدُهَا، أَوْ فِي شَهْرٍ، وَأَمَّا أَنْ
لَا تُكَلِّمَ أَحَدًا، فَلَعَمْرِي لَأَنْ تَكَلَّمَ بِمَعْرُوفٍ، وَتَنْهَى عَنْ
مُنْكَرٍ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَسْكُتَ "
Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid
dan ‘Affaan, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah
bin Iyaad bin Laqiith : Aku mendengar Iyaad bin Laqiith berkata : Aku mendengar
Lailaa istri Basyiir berkata, bahwasannya ia pernah bertanya kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Apakah aku boleh berpuasa di hari Jum’at dan aku tidak
berbicara kepada siapapun di hari itu ?”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam menjawab : “Janganlah engkau berpuasa di hari Jum’at kecuali
beberapa hari-hari puasa atau sebulan dan hari itu (Jum’at) termasuk di
dalamnya. Adapun tentang engkau tidak akan berbicara pada seorang pun, sungguh
seandainya engkau berbicara yang ma’ruf dengan melarang dari yang munkar, maka
itu lebih baik daripada engkau diam” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/224;
sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا
أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ، لَا تَخْتَصَّ لَيْلَةَ
الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ دُونَ اللَّيَالِي، وَلَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ
دُونَ الْأَيَّامِ "
Telah menceritakan kepada kami Aswad bin
‘Aamir, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Israaiil, dari ‘Aashim,
dari Muhammad bin Siiriin, dari Abud-Dardaa’, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Abud-Dardaa’,
janganlah engkau khususkan malam Jum’at dengan shalat malam tanpa malam-malam
yang lainnya. Dan jangan pula (engkau khususkan) hari Jum’at dengan berpuasa
tanpa hari-hari yang lainnya” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/444; shahih lighairihi,
sedangkan sanad riwayat ini lemah karena keterputusan antara Ibnu Siiriin
dengan Abud-Dardaa’].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
قَالَ : قِيلَ
لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ : صِيَامُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ ؟ فَذَكَرَ حَدِيثَ
النَّهْيِ أَنْ يُفْرَدَ ، ثُمَّ قَالَ : إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صِيَامٍ كَانَ
يَصُومُهُ ، وَأَمَّا أَنْ يُفْرَدَ فَلَا .
قَالَ : قُلْت :
رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا ، فَوَقَعَ فِطْرُهُ يَوْمَ
الْخَمِيسِ ، وَصَوْمُهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَفِطْرُهُ يَوْمَ السَّبْتِ ،
فَصَامَ الْجُمُعَةَ مُفْرَدًا ؟ فَقَالَ : هَذَا الْآنَ لَمْ يَتَعَمَّدْ
صَوْمَهُ خَاصَّةً ، إنَّمَا كُرِهَ أَنْ يَتَعَمَّدَ الْجُمُعَةَ .
وَقَالَ أَبُو
حَنِيفَةَ ، وَمَالِكٌ : لَا يُكْرَهُ إفْرَادُ الْجُمُعَةِ ؛ لِأَنَّهُ يَوْمٌ ،
فَأَشْبَهَ سَائِرَ الْأَيَّامِ .
وَلَنَا مَا
رَوَى أَبُو هُرَيْرَةَ ، قَالَ : سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : { لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ،
إلَّا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ }
“Al-Atsaram berkata : Dikatakan kepada Abu
‘Abdillah : ‘Apa hukum puasa di hari Jum’at ?’. Lalu Ahmad menyebutkan hadits
pelarangan menyendirikannya, lalu berkata : ‘Kecuali jika puasa itu adalah
puasa di hari itu bertepatan dengan puasa yang biasa ia lakukan. Adapun jika
menyendirikannya, maka tidak boleh’. Aku (Al-Atsram) berkata : ‘Bagaimana
dengan seseorang yang biasa berpuasa sehari dan berbuka sehari. Kebetulan ia
berbuka di hari Kamis, lalu puasa di hari Jum’at, dan berbuka lagi di hari
Sabtu; apakah hal itu terhitung ia menyendirikan berpuasa di hari Jum’at ?’. Ia
(Ahmad) berkata : ‘Hal ini bukan termasuk menyengaja mengkhususkan berpuasa di
hari Jum’at. Yang dimakruhkan itu hanyalah jika ia menyengaja mengkhususkan
puasa di hari Jum’at’.
Abu Haniifah dan Maalik berkata : ‘Tidak
dimakruhkan menyendirikan puasa di hari Jum’at, dan mereka menyamakannya
seperti hari-hari yang lain.
Adapun kami (ulama madzhab Hanaabilah)
berpegang pada hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata : Aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Janganlah
salah seorang di antara kalian berpuasa di hari Jum’at, kecuali ia berpuasa
sehari sebelumnya atau setelahnya............” [Al-Mughniy, 6/179].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
وَفِي هَذِهِ
الْأَحَادِيث الدَّلَالَة الظَّاهِرَة لِقَوْلِ جُمْهُور أَصْحَاب الشَّافِعِيّ
وَمُوَافِقِيهِمْ ، وَأَنَّهُ يُكْرَه إِفْرَاد يَوْم الْجُمُعَة بِالصَّوْمِ
إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ ، فَإِنْ وَصَلَهُ بِيَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ
بَعْدَهُ ، أَوْ وَافَقَ عَادَةً لَهُ بِأَنْ نَذَرَ أَنْ يَصُومَ يَوْمَ شِفَاءِ
مَرِيضِهِ أَبَدًا ، فَوَافَقَ يَوْم الْجُمُعَة لَمْ يُكْرَهْ ؛ لِهَذِهِ
الْأَحَادِيث .
“Dan dalam hadits ini merupakan petunjuk
yang jelas pendapat jumhur shahabat-shahabat Asy-Syaafi’iy dan yang menyepakati
mereka, bahwa dimakruhkan menyendirikan hari Jum’at untuk berpuasa, kecuali
bertepatan dengan puasa yang biasa ia lakukan. Apabila ia ia menyambungkan
dengan puasa di hari sebelum (Kamis) atau setelahnya (Sabtu), atau bertepatan
dengan puasa yang biasa ia lakukan, yaitu (misalnya) ketika sebelumnya ia telah
bernadzar berpuasa selamanya di hari kesembuhannya dari sakit, lalu kemudian
bertepatan dengan hari Jum’at; maka ini tidak dimakruhkan berdasarkan
hadits-hadits ini” [Syarh Shahiih Muslim, 4/134].
Ibnul-Mundzir rahimahullah berkata :
ثَبَتَ النَّهْيُ
عَنْ صَوْم يَوْم الْجُمُعَة كَمَا ثَبَتَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْعِيدِ
“Telah shahih adanya larangan puasa di hari
Jum’at sebagaimana shahih larangan berpuasa di hari ‘Ied” [Fathul-Baariy,
4/234].
Saya (Abul-Jauzaa’) berkata : Dan puasa di
hari ‘Ied adalah haram.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
وَلاَ يَحِلُّ
صَوْمُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ إلاَّ لِمَنْ صَامَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ يَوْمًا
بَعْدَهُ فَلَوْ نَذَرَهُ إنْسَانٌ كَانَ نَذْرُهُ بَاطِلاً, فَلَوْ كَانَ
إنْسَانٌ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا فَجَاءَهُ صَوْمُهُ فِي الْجُمُعَةِ
فَلْيَصُمْهُ
“Tidak halal berpuasa di hari Jum’at
kecuali bagi orang yang berpuasa sehari sebelumnya dan setelahnya. Seandainya
seseorang bernadzar pada hari tersebut (Jum’at), maka nadzarnya baathil. Namun
seandainya seseorang yang biasa berpuasa sehari dan berbukan sehari, dan
kebetulan puasanya jatuh pada Jum’at, hendaknya ia tetap berpuasa” [Al-Muhallaa,
7/20].
Pendapat Maalik bin Anas rahimahullah didasari
pengetahuannya bahwa para ulama yang ia temui tidak memakruhkannya, sedangkan pendapat
Abu Haniifah (dan kalangan Hanafiyyah) didasari hadits :
حَدَّثَنَا
الْقَاسِمُ بْنُ دِينَارٍ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، وَطَلْقُ
بْنُ غَنَّامٍ، عَنْ شَيْبَانَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ،
قَالَ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ
مِنْ غُرَّةِ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ، وَقَلَّمَا كَانَ يُفْطِرُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ ".
Telah menceritakan kepada kami Al-Qaasim
bin Diinaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muusaa dan Thalq
bin Ghannaam, dari Syaibaan, dari ‘Aashim, dari Zirr, dari ‘Abdullah (bin
Mas’uud), ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa tiga hari setiap awal bulan, dan beliau jarang berbuka di hari Jum’at”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 742; hasan].
Pendapat Maalik disanggah oleh An-Nawawiy rahimahumallaah
sebagai berikut :
فَهَذَا الَّذِي
قَالَهُ هُوَ الَّذِي رَآهُ ، وَقَدْ رَأَى غَيْره خِلَاف مَا رَأَى هُوَ ،
وَالسُّنَّة مُقَدَّمَة عَلَى مَا رَآهُ هُوَ وَغَيْره ، وَقَدْ ثَبَتَ النَّهْي
عَنْ صَوْم يَوْم الْجُمُعَة ، فَيَتَعَيَّن الْقَوْل بِهِ . وَمَالِكٌ مَعْذُورٌ
؛ فَإِنَّهُ لَمْ يَبْلُغْهُ . قَالَ الدَّاوُدِيّ مِنْ أَصْحَاب مَالِك : لَمْ
يَبْلُغْ مَالِكًا هَذَا الْحَدِيث ، وَلَوْ بَلَغَهُ لَمْ يُخَالِفْهُ
“Maka ini ini adalah perkataannya sesuai
dengan apa yang dilihatnya. Sungguh selain dirinya telah melihat hal lain yang
berselisihan dengan apa yang dilihatnya, dan As-Sunnah mesti dikedepankan
dibandingkan pendapatnya atau selainnya. Telah shahih adanya larangan berpuasa
di hari Jum’at, sehingga pendapat ini mesti dijadikan pegangan. Maalik
diberikan ‘udzur karena belum sampai kepadanya hadits pelarangan tersebut.
Telah berkata Ad-Daawuudiy yang termasuk di antara shahabat-shahabat Maalik :
‘Hadits ini belum sampai kepada Maalik. Seandainya telah sampai kepadanya,
niscaya ia tidak akan menyelisihinya” [Syarh Shahiih Muslim, 4/134].
Adapun hadits Ibnu Mas’uud radliyallaahu
‘anhu yang dibawakan kalangan Hanafiyyah, dijawab :
قَالَ ابْنُ
عَبْدِ الْبَرِّ وَهُوَ صَحِيحٌ وَلَا مُخَالَفَةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الْأَحَادِيثِ السَّابِقَةِ فَإِنَّهُ مَحْمُولٌ على أنه يَصِلُهُ بِيَوْمِ
الْخَمِيسِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
“Ibnu ‘Abdil-Barr berkata : ‘Hadits itu
shahih, dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits sebelumnya, karena ia dibawa
pada pengertian bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menyambungnya dengan puasa di hari Kamis, wallaahu a’lam” [At-Talkhiishul-Habiir,
2/468].
Kesimpulan : Puasa hari Jum’at adalah
terlarang jika dimaksudkan mengkhususkannya. Larangan tersebut bermakna haram
sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul-Mundzir dan Ibnu Hazm rahimahumallah sesuai dhahir hadits. Larangan
tersebut dikecualikan apabila puasanya merupakan bagian dari puasa-puasa
yang biasa dilakukannya, atau ia menyambungkannya dengan hari sebelumnya (Kamis)
atau setelahnya (Sabtu).
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai,
ciapus, ciomas, bogor – 04101434/10082013 – 21:00].
Comments
bgaimna dg seorang pekerja keras yg ingin puasa d bln syawal yg hny bs libur krj pd hari jumat..
Saya pnya puasa nadzar, tpi ud lama blm saya lakukan, puasa nadzarnya 2 hari, apakah bleh ? Bila saya melakukanny di hari jumat Dan stelahnya, terimah kasih
Posting Komentar