Al-Kulainiy
berkata :
عَلِيُّ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَارُونَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ مَسْعَدَةَ بْنِ زِيَادٍ عَنْ
أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) أَنَّ النَّبِيَّ ( صلى الله عليه وآله )
قَالَ لِبَعْضِ نِسَائِهِ مُرِي نِسَاءَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَسْتَنْجِينَ
بِالْمَاءِ وَ يُبَالِغْنَ فَإِنَّهُ مَطْهَرَةٌ لِلْحَوَاشِي وَ مَذْهَبَةٌ
لِلْبَوَاسِيرِ
‘Aliy
bin Ibraahiim, dari Haaruun bin Muslim, dari Mas’adah bin Ziyaad, dari Abu ‘Abdillah
‘alaihis-salaam : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi
bersabda kepada sebagian istri-istrinya : “Perintahkan wanita-wanita mukmin
untuk beristinja’ dengan air dan untuk bersungguh-sungguh padanya, karena ia dapat membersihkan bagian tepi dan menghilangkan bawaasir” [Al-Kaafiy,
3/18].
Al-Majlisiy
mengatakan : “Shahih” [Mir’atul-‘Uquul, 13/58].
Dalam
kitab Mishbaahul-Hudaa fii Syarh Al-‘Urwatil-Wutsqaa karangan Mirzaa
Muhammad Taqiy Al-Aamiliy (w. 1391 H), 3/51-5 (Cet. 1/1380 H, Teheran); disebutkan
(saat membahas masalah thaharah) :
وفیه:
قال صلّى اللّه علیه وآله وسلّم لعائشة: مری نساء المدینة یستنجین بالماء و
یبالغن فإنه مطهرة للحواشی
“Dan
dalilnya antara lain adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa
sallam kepada ‘Aaisyah : “Perintahkan wanita-wanita Madiinah
untuk beristinja’ dengan air karena ia dapat membersihkan bagian tepi....”
[selesai].
Penisbatan
terhadap ‘Aaisyah tersebut[1]
juga dijelaskan oleh Muhammad Hasan An-Najafiy (w. 1266 H) dalam kitabnya yang
berjudul : Jawaahirul-Kalaam fii Syarh Syaraai’il-Islaam, hal. 26-27.
Apa
yang dapat kita ambil dari riwayat di atas ?.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam mempercayakan pengajaran bersuci untuk
wanita-wanita beriman di kota Madiinah kepada istri beliau yang bernama ‘Aaisyah
radliyallaahu ‘anhaa. Seandainya ‘Aaisyah itu wanita yang bodoh, fasiq, khianat,
apalagi sampai kafir sebagaimana anggapan Syi’ah; mungkinkah beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam memberikan amanat pengajaran bab thaharah – yang ia
merupakan bagian dari syari’at Islam – kepadanya, sementara di sisi beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam ada Faathimah bintu Muhammad radliyallaahu ‘anhaa yang
(dianggap) ma’shum dan istri pintu kota ilmu (‘Aliy bin Abi Thaalib) ?.
Berpikirlah
wahai orang Syi’ah, gunakan sejenak akal kalian yang sudah lama kalian
istirahatkan !
Wallaahul-musta’aan.....
Allah
ta’ala berfirman :
النَّبِيُّ
أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri
dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka” [QS. Al-Ahzaab : 6].
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 23091434/01082013 – 00:10].
Baca
juga artikel : ‘Aaisyah
adalah Istari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Dunia dan di
Akhirat.
[1] Dan yang menakjubkan lagi, ada riwayat
senada dari kitab Ahlus-Sunnah :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ،
وَأَبُو بَكْرِ بْنُ الْحَسَنِ الْقَاضِي، وَإِسْحَاقُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يُوسُفَ
السُّوسِيُّ، قَالُوا: ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ الأَصَمُّ، أنا الْعَبَّاسُ بْنُ الْوَلِيدِ،
أنا عُقْبَةُ بْنُ عَلْقَمَةَ، حَدَّثَنِي الأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي أَبُو عَمَّارٍ،
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ نِسْوَةً مِنْ أَهْلِ الْبَصْرَةِ دَخَلْنَ عَلَيْهَا، قَالَ
" فَأَمَرَتْهُنَّ أَنْ يَسْتَنْجِينَ بِالْمَاءِ، وَقَالَتْ: مُرْنَ أَزْوَاجَكُنَّ
بِذَلِكَ، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَفْعَلُهُ،
قَالَ: وَقَالَتْ: هُوَ شِفَاءٌ مِنَ الْبَاسُورِ "،
قَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ رَحِمَهُ اللَّهُ:
هَذَا مُرْسَلٌ، أَبُو عَمَّارٍ شَدَّادٌ لا أُرَاهُ أَدْرَكَ عَائِشَةَ
Telah mengkhabarkan
kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh, Abu Bakr bin Al-Hasan Al-Qaadliy, dan Ishaaq
bin Muhammad bin Yuusuf As-Suusiy, mereka semua berkata : Telah menceritakan kepada
kami Abul-‘Abbaas Al-Asham : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-‘Abbaas bin
Al-Waliid : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Uqbah bin ‘Alqamah : Telah
menceritakan kepadaku Al-Auza’iy : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Ammaar,
dari ‘Aaisyah : Bahwasannya wanita penduduk Bashrah pernah masuk menemuinya. Lalu
ia (‘Aaisyah) memerintahkan mereka untuk beristinjaa’ dengan air. ‘Aaisyah
berkata : “Perintahkan suami-suami kalian hal itu, karena Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam melakukannya”. ‘Aaisyah menambahkan : “Ia (air) adalah
obat bagi bawaasir”.
Al-Imaam Ahmad rahimahullah
berkata : “Hadits ini mursal, karena Abu ‘Ammaar Syaddaad tidak bertemu dengan ‘Aaisyah” [Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqiy, 1/106 (1/171-172) no. 516].
Hadits ini mempunyai
penguat dari jalan yang lain.
Comments
Alhamdulillah atas nikmat yang allah berikan dengan mengenal antum ustad
Lalu, ketika Aisyah bersekongkol dgn 1 istri Nabi SAW yg lain utk menyusahkan Nabi SAW, maka perbuatan Aisyah itu perbuatan yg benar, ya?
Lalu, ketika Aisyah bersuara keras kpd Nabi SAW itu dgn berkata, "Demi Allah, aku tahu bhw Engkau lebih mencintai Ali dibanding aku & ayahku,", perbuatannya itu sunnah yg mesti diikuti, ya?
Lalu, ketika Aisyah mengajak orang2 utk berangkat memerangi Ali bin Abi Thalib dgn dalih menuntut bela darah Utsman, maka ajakan Aisyah tsb adalah ajakan yg benar yg mesti dipatuhi, ya?
'Aaisyah, sebagaimana 'Ali bin Abi Thaalib dan shahabat lainnya masih terdefinisi sebagai manusia tempatnya salah dan lupa. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang segera bertaubat rujuk pada kebenaran ketika mereka mengetahui mereka salah. 'Aaisyah dan Hafshah telah ditegur oleh Allah dan Rasul-Nya ketika berbuat kekeliruanya, dan mereka pun rujuk bertaubat. Begitu juga dengan yang lainnya. Para ulama Ahlus-Sunnah pun tidak ada yang membenarkan apa kekeliruan yang dibuat oleh shahabat, termasuk juga 'Aliy.
Akan tetapi fokus dari artikel di atas bukan itu. Syi'ah telah menutup mata mereka bahwa 'Aaisyah adalah istri Nabi yang beliau cintai. Menutup mata bahwa 'Aaisyah adalah wanita mukminah yang suka bertaubat ketika berbuat kekeliruan. Menutup mata bahwa 'Aliy dan Ahlul-Bait nya sangat menghormatinya. Dan menutup mata bahwa 'Aaisyah bukanlah wanita fasiq, apalagi kafir, sebagaimana tuduhan keji orang-orang Syi'ah Raafidlah.
Menurut Anda, tindakan Nabi shallallaahu 'alaihi wa aalihi wa sallam di atas yang memerintahkan 'Aaisyah untuk mengajarkan thaharah kepada wanita mukminah di Madiinah benar atau salah ?.
Ustadz, dalil dari al kafii di atas kalo menurut saya kok kayaknya malah bisa dijadikan bahan taqiyah mereka ya. Misalnya terjadi pada suatu dialog fiktif semacam ini:
sunni: kenapa syiah suka mencela istri2 Nabi shallallaahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam?
syiah: mana buktinya, justru di kitab kami ada dalil yg memposisikan Aisyah sebagai seorang istri yg mulia (kemudian mengambil dalil dari Al Kafi di atas) ..
Bagaimana menyikapi yg semacam itu ustadz? karena yg saya hadapi, beberapa org yg mungkin terkena syubhat syiah menjawab dengan dalil seperti dialog fiktif saya diatas
Kalau memang kata mereka seperti itu, ya kita dukung dan kita tuntut agar mereka mengimplementasikannya. Dan kita tuntut pula mereka agar mencela kawan-kawannya yang dari Syi'ah yang telah mencaci-maki 'Aaisyah radliyallaahu 'anhaa.
NB : Kalau mau bukti celaan mereka, kita punya segudang. Baik dalam tataran teoritis maupun praktek.
ada juga syubhat yang semacam ini ustadz, mereka menolak dalil2 dari kitab mereka dengan alasan dhoifnya perawi.Bagaimana menyikapi syubhat semacam ini? syubhatnya sebagai berikut:
Tanya: Tuhan telah menurunkan ayat suci-Nya pada peristiwa Ifk[1] yang terkenal, yang menunjukkan kesucian ‘Aisyah istri Nabi. Namun mengapa Syiah sampai sekarang juga masih menuduhnya sebagai pengkhianat?
Jawab: Mengapa anda tidak merujuk ke tafsir-tafsir Syiah? Para penafsir Syiah mensucikan ‘Aisyah dalam perkara Ifk. Silahkan anda merujuk ke tafsir-tafsir Syiah.[2]
Almarhum Thabathabai menolak kebenaran riwayat-riwayat Ahlu Sunah yang menyatakan bahwa Rasulullah saw telah berburuk sangka terhadap istrinya. Yakni Allamah Thabathabai telah lebih jauh mensucikan istri Nabi ketimbang Ahlu Sunah sendiri.
Perbedaan pendapat antara penafsir Syiah dan Suni dalam perkara Ifk adalah, sebagian dari mereka menyatakan bahwa ayat tersebut tidak berkenaan dengan ‘Aisyah, namun Mariyah Qibthiyah, berdasarkan dalil-dalil sejarah. Namun manapun yang benar, yang terpenting adalah istri-istri Nabi, entah ‘Aisyah entah Mariyah, semuanya suci dari tuduhan semacam ini.
Yang aneh lagi, penanya dalam pertanyaannya (saya tidak bawakan di sini) menyatakan bahwa istri-istri Nabi mungkin saja berbuat dosa, namun mereka tidak mungkin berkhianat dalam masalah keintiman. Lalu ia menjadikannya kaidah umum yang berlaku bagi seluruh istri Nabi. Mereka menjadikan tafsir ayat 10 surah At-Tahrim sebagai alasan pandangannya.
Lagi pula sebelumnya telah saya jelaskan (pada jawaban pertanyaan ke-51) bahwa tafsir Qumi tidak dapat dijadikan rujukan secara ilmiah. Karena tafsir tersebut didapat dari seseorang yang tidak dikenal yang menisbatkannya kepada Ali bin Ibrahim. Kebanyakan isinya diriwayatkan dari Ziyad bin Mundzir yang dikenal dengan Abil Jarud, seorang yang dhaif dalam riwayat.
Namun maksud kami mebela ‘Aisyah ini bukan berarti kami membelanya secara total. Tidak diragukan bahwa ia telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syari’at, yakni pemberontakannya terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Padahal sebelumnya Allah swt telah berfirman, “Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian…”[3]
Semua ulama Syiah dan para sejarawan sepakat bahwa sikap tersebut salah. Meskipun ada saja yang membela-bela ‘Aisyah dengan membawa alasan ‘Aisyah berijtihad. Padahal semua tahu bahwa semua orang tidak punya hak untuk berijtihad di hadapan firman Tuhan yang jelas.
[1] An-Nur: 11.
[2] Majma’ul Bayan, jld. 4, hlm. 120; Al-Mizan fi Tafsiril Qur’an, jld. 15, hlm. 105 dan 116.
[3] Al-Ahzab: 33.
Oleh Muhammad Thabari, dalam bukunya yang berjudul “Jawaban Pemuda Syiah atas Pertanyaan-Pertanyaan Wahabi”
Itulah salah satu trik dari orang Syi'ah. terlalu basi untuk ditanggapi.
Orang Syi'ah itu memang pandai berkamuflase. Bisa jadi ngomong pada antum A, tapi ngomong pada orang lain B.
Sebagaimana yang telah saya katakan sebelumnya. Kalau memang ada orang Syi'ah menyangkal mereka tidak mencaci 'Aaisyah, jangan kita yang dibuat menjadi pusing. Tapi suruhlah mereka mengecam temannya dan referensi ulamanya sendiri yang telah mencaci maki 'Aaisyah. Tunjukkan buktinya, dan suruh orang tersebut ngomong sama mereka. Jangan jadikan perkataan orang Syi'ah itu menjadi PR buat kita.
Toh, kalaupun mereka menyebutkan referensi "Majma’ul Bayan, jld. 4, hlm. 120; Al-Mizan fi Tafsiril Qur’an, jld. 15, hlm. 105 dan 116"; apa antum bisa kenal dan memeriksa kitab ini ?. Mungkin saja mendengar judul kitabnya saja baru sekarang. Kalau pun mereka menyebutkan Thabathabai, apakah antum memang mengenalnya dengan baik sebagaimana antum mengenal Al-Bukhaariy dan Muslim misalnya ?. Tidak juga kan. Kalau pun mereka menyebutkan ulama Fulan (Syi'ah) mengatakan demikian dan demikian di kitab ini dan itu, apakah dengan serta merta kita dapat mengeceknya ?.
Kedustaan mereka sudah cukup populer. Kedustaan yang sifatnya sistematis dan terencana.
Coba, antum baca dan simak video yang ada di artikel :
Wasiat Nabi kepada ‘Aliy yang Tidak Diterima oleh Orang Syi’ah.
Quote :
Namun maksud kami mebela ‘Aisyah ini bukan berarti kami membelanya secara total. Tidak diragukan bahwa ia telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syari’at, yakni pemberontakannya terhadap pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Padahal sebelumnya Allah swt telah berfirman, “Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian…”[3]
Semua ulama Syiah dan para sejarawan sepakat bahwa sikap tersebut salah. Meskipun ada saja yang membela-bela ‘Aisyah dengan membawa alasan ‘Aisyah berijtihad. Padahal semua tahu bahwa semua orang tidak punya hak untuk berijtihad di hadapan firman Tuhan yang jelas.
= = = = =
[Pertama]
Syiah ini memang DUNGU,
Asbab an-Nuzl QS. al-Ahzab 33 itu turun untuk isteri isteri Nabi ~shallallahu 'alaihi wasallam~, dan wanita muslimah pada umumnya.
Seandainya 'Aisyah ~radliyallahu 'anha~ kafir karena ayat itu, lalu bagaimana dengan isteri-isteri mereka yang dengan bebas berkeliaran di jalan?
[Kedua]
Syiah ini memang DUNGU SEKALI
Seandainya 'Aisyah ~radliyallahu 'anha~ kafir karena ayat itu, karena menurut mereka (Syiah) 'Aisyah telah melanggar firman Tuhan yang sudah sangat jelas.
Lalu bagaimana dengan ayat :
yaa ayyuhannabiyyu limatuharomu maa ahalalloohulaka tabtaghii mardhaata azwajika?
Apakah artinya Nabiyullah ~shallallahu 'alaihi wasallam~ telah kafir karena mengharamkan apa yang telah di halalkan Allah 'azza wa jalla?
Wallohi, benar-benar kaum yang dungu,
terutama sekali si Haydar Ali, pentolan syiah paling dungu yang ada di dumay.
Silahkan simak postingan dungunya dengan judul Nabi Musa nikah mut'ah atau cowo sewaan ??
di sini
Apapun yang terjadi antara Ummul Mukminin 'Aisyah ~radliyallahu 'anha~ dengan 'Aliy ibn Abi Thalib ~radliyallahu 'anhu~,
yang jelas, 'Aisyah telah menyesali perbuatannya, dan pintu taubat itu masih terbuka lebar sebelum matahari terbit dari arah timur.
Wallohu ta'alaa a'lam.
Tentang perang Jamaal, ada artikel berikut : Apakah 'Aisyah Berniat Memerangi 'Ali dalam Perang Jamal ?.
Jazakallahu khayr yaa akhiy atas tambahan artikelnya, baraka-allahu fiik.
Sepertinya apa yang di katakan oleh Muhammad ibn 'Aliy al-Baqir ~rahimahullah~ (salah satu imam syiah) memang terbukti kebenarannya :
قال الباقر عليه السلام :
لو كان الناس كلهم لنا شيعة لكان ثلاثة أرباعهم لنا شكاكاً ، والربع الآخر أحمق
[ رجال الكشي ص 79 ]
Setuju sekali.... syiah memang ahmaq!
Wallohul-musta'an
Jazakallahu khayr Ustadz, kalo diperhatikan memang dibalik penyangkalan (ngeles) mereka atas celaan thd Aisyah radiallaahu anha, masih terselip adanya celaan juga thd beliau, seperti yg dibold oleh akhi yg komen di atas
Telah mengabarkan kepada kami Abu Sa’d Ahmad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Hafsh Al Maaliiniy yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Hasan bin Rasyiiq di Mesir yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id bin Basyiir Ar Raaziy yang berkata telah menceritakan kepadaku Abu Umayyah ‘Amru bin Yahya bin Sa’id Al Umawiy yang berkata telah menceritakan kepada kami pamanku ‘Ubaid bin Sa’id dari Ats Tsawriy dari ‘Amru bin Qais dari Zubaid dari Syahr bin Hausab dari Ummu Salamah radiallahu ‘anha bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husein kemudian menyelimutinya dengan kain kemudian membaca “Sesungguhnya Allah SWT berkehendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya” dan berkata “untuk merekalah turunnya ayat” [Muudhih Awham Jami’ Wal Tafriq Al Khatib Baghdad 2/281
Posting Komentar