Imamah
adalah salah satu perkara pokok yang membedakan antara kaum muslimin
(Ahlus-Sunnah) dengan Syii’ah Raafidlah. Syi’ah telah memasukkan masalah imamah
(yaitu imamah para imam Syi’ah yang dua belas[1])
sebagai salah satu rukun iman mereka. Dikarenakan masuk rukun iman,
konsekuensinya adalah : Barangsiapa yang tidak mengakui dan mengimani (?) imamah
‘Aliy dan keturunannya pasca wafatnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
maka kafir. Padahal, Ahlus-Sunnah hanya
mengakui ‘Aliy bin Abi Thaalib dan Al-Hasan bin ‘Aliy sebagai khalifah keempat
dan kelima setelah Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan radliyallaahu ‘anhum. Memang
itulah faktanya. Sejarah dan riwayat telah membuktikan nihilnya tongkat estafet
dan warisan imamah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada
‘Aliy radliyallaahu ‘anhu dan keturunannya[2].
Maka dari itu, Syi’ah mengkafirkan Ahlus-Sunnah[3],
menghalalkan darahnya[4].
Di
sini kita tidak akan membicarakan tentang pengkafiran mereka (terhadap
Ahlus-Sunnah) dan kekafiran mereka, karena itu sudah sangat jelas[5]
– kecuali bagi orang yang bodohnya sampai taraf ‘terlalu’. Namun di sini
kita akan membahas pengakuan ‘Aliy bin Abi Thaalib akan ‘imamah’ ‘Umar
bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhumaa. Dimanakah itu ? Perhatikan
riwayat berikut :
Diantaranya,
‘Aliy pernah berkata kepada ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa terkait wanita
gila yang berzina :
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ
أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ قَدْ رُفِعَ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الْمَجْنُونِ
حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ
حَتَّى يَعْقِلَ، قَالَ: بَلَى، قَالَ: فَمَا بَالُ هَذِهِ تُرْجَمُ، قَالَ: لَا
شَيْءَ قَالَ: فَأَرْسِلْهَا قَالَ: فَأَرْسَلَهَا قَالَ: فَجَعَلَ يُكَبِّرُ
"
“Wahai
Amiirul-Mukminiin, tidakkah engkau mengetahui bahwasannya pena diangkat dari
tiga jenis orang : ‘Orang gila hingga ia sembuh, orang yang tidur hingga ia
bangun, dan anak-anak hingga ia berakal ?”. ‘Umar berkata : “Iya”. ‘Aliy berkata : “Lantas kenapa wanita ini
hendak dirajam ?”. Lalu ‘Umar pun melepaskannya, dan kemudian bertakbir
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4399, Sa’iid bin Manshuur no. 2078, Abu
Ya’laa no. 587, Al-Haakim 4/389, dan yang lainnya; shahih – dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 3/55].
Beberapa
faedah terkait :
1.
Dekatnya hubungan
antara ‘Aliy bin Abi Thaalib dan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu
‘anhumaa, diantaranya karena ‘Aliy merupakan penasihat dan sekaligus mertua
‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.[6]
2.
‘Aliy mengakui ‘Umar
adalah pemimpin kaum mukminiin (amiirul-mukminiin). Dikarenakan ‘Aliy –
sebagaimana juga shahabat lainnya – termasuk orang yang beriman, maka ‘Umar
adalah pemimpin (imam) bagi ‘Aliy waktu itu.
3.
Imaamah
bukan termasuk rukun iman sebagaimana keyakinan Syi’ah.
4.
‘Umar bin
Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu bukan termasuk orang kafir sebagaimana
anggapan orang-orang Syi’ah Raafidlah.
5.
‘Aliy bin Abi
Thaalib seorang pemberani dan tidak takut menyampaikan kebenaran sehingga
berani mengoreksi kekeliruan ‘Umar bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhumaa.
Oleh karena itu, tidak mungkin ‘Aliy sedang ber-taqiyyah (baca : acting)
membantu ‘Umar dalam pemerintahan dan menyebutnya ‘amiirul-mukminiin’ -
seandainya kedudukan ‘Umar sebagai khalifah illegitimate menurut
syari’at.
Jika
Syii’ah Raafidlah mengklaim beragama dengan agama ‘Aliy bin Abi Thaalib, justru
kita, kaum muslimin (Ahlus-Sunnah), realitasnya yang beragama dengan agama
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Urusan klaim, orang Syi’ah
memang nomor 1 seperti iklan kecap.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 20081434/30062013 – 00:35].
[2] Baca artikel :
[3] Al-Mufiid berkata :
اتّفقت الإماميّة على أنّ من أنكر إمامة أحد من الأئمّة
وجحد ما أوجبه الله تعالى له من فرض الطّاعة فهو كافر ضالّ مُستحقّ للخلود في
النّار
“Madzhab
Imaamiyyah telah bersepakat bahwasannya siapa saja yang mengingkari imaamah
salah seorang di antara para imam, dan mengingkari apa yang telah Allah ta’ala
wajibkan padanya tentang kewajiban taat, maka ia kafir lagi sesat berhak atas kekekalan neraka” [Awaailul-Maqaalaat,
hal 44 – sumber : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-aqaed/avael-maqalat/a01.htm].
Al-Mufiid
adalah ulama Syi’ah terkenal yang menjadi pantuan (bagi orang yang seagama
dengannya, yaitu Syi’ah) hingga sekarang.
[4] Sebagaimana yang terjadi sekarang di Suriah
yang dilakukan salah satu sekte Syi’ah : Nushairiyyah.
Comments
Posting Komentar