Dalil (yang Dianggap Sebagai Dasar) Sunnahnya Jabat Tangan Setelah Shalat



Al-Imaam Ahmad rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، وَأَبُو النَّضْرِ، قَالَا: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَبُو النَّضْرِ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، وَقَالَ: أَسْوَدُ أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ السُّوَائِيَّ، عن أَبِيهِ، أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ. قَالَ: ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِي، فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبَ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ
Telah menceritakan kepada kami Al-Aswad bin ‘Aamir dan Abun-Nadlr, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah - Abun-Nadlr berkata : ‘dari Ya’laa bin ‘Athaa’, sedangkan Aswad berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Ya’laa bin ‘Athaa’ - , ia (Ya’laa) berkata : Aku mendengar Jaabir bin Yaziid bin Al-Aswad As-Suwaaiy, dari ayahnya : Bahwasannya ia pernah shalat Shubuh bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ia menyebutkan haditsnya, dan berkata : “Kemudian orang-orang berebutan memegang tangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengusapkannya ke wajah-wajah mereka”. Yaziid bin Al-Aswad berkata : “Dan aku pun memegang tangan beliau, lalu aku mengusapkannya ke wajahku. Ternyata, tangan beliau itu lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Musnad Al-Imaam Ahmad, 4/161 (29/23-23) no. 17478; sanadnya shahih].
Sebagian orang menganggap hadits di atas sebagai dasar disunnahkannya berjabat tangan setelah shalat. Anggapan ini tidak benar. Tidak ada petunjuk dalam hadits tersebut adanya kegiatan bersalam-salaman setelah shalat, karena di situ hanya disebutkan bahwa para shahabat mengambil tangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka. Dalam riwayat lain disebutkan perkataan Yaziid bin Al-Aswad radliyallaahu ‘anhu :
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاةَ الصُّبْحِ، وَالنَّاسُ يَأْخُذُونَ يَدَهُ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، وَإِنَّ يَدَهُ أَبْرَدُ
مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ
“Aku pernah shalat Shubuh bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Setelah selesai) orang-orang memegang tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka. Dan sesungguhnya tangan beliau lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Abdillah An-Ni’aaliy dalam Al-Fawaaid no. 62; sanadnya shahih].
أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ غُلامٌ، قَالَ: وَجَعَلَ النَّاسُ يُقَبِّلُونَ يَدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجِئْتُ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، فَإِذَا يَدُهُ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ
Bahwasannya ia (Yaziid) pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yang waktu itu ia masih kecil. Yaziid berkata : “Setelah itu, orang-orang mencium tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku pun datang dan memegang tangan beliau. Ternyata tangan beliau lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Diriwayatkan oleh Ad-Diinawariy dalam Al-Mujaalasah no. 1537; sanadnya shahih].
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِنًى، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ نَاوِّلْنِي يَدَكَ، فَنَاوَلَنِيهَا فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Mina. Aku katakan : ‘Ya Rasulullah, ulurkanlah tanganmu’. Lalu beliau mengulurkan tangannya, dan ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 2151; sanadnya shahih].
قَبَّلْتُ يَدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ "
“Aku mencium tangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Diriwayatkan oleh Ibnu Qaani’ dalam Mu’jamush-Shahaabah no. 2206; sanadnya shahih].
Perbuatan ini termasuk bab tabarruk dengan tubuh/badan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana banyak dilakukan oleh para shahabat di kesempatan yang lain. Hanya saja tabarruk mereka bertepatan dilakukan di waktu Shubuh setelah usai shalat[1]. Banyak riwayat dari para shahabat yang bertabarruk (mencari barakah) dengan tangan atau tubuh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang lain, di antaranya :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Ibnu Syihaab, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : “Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila mengeluh sakit, maka beliau membaca al-mu’awwidzaat untuk dirinya sendiri lalu meniupnya (ke tangan beliau). Namun ketika sakit beliau bertambah parah, aku lah yang membacakan untuk beliau, dan aku mengusap (bekas usapan) tangan beliau untuk mengharapkan barakah dari tangan beliau tersebut” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5016].
حَدَّثَنَا مُجَاهِدُ بْنُ مُوسَى، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ النَّضْرِ بْنِ أَبِي النَّضْرِ، وهارون بن عبد الله جميعا، عَنْ أَبِي النَّضْرِ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ يَعْنِي هَاشِمَ بْنَ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ، جَاءَ خَدَمُ الْمَدِينَةِ بِآنِيَتِهِمْ فِيهَا الْمَاءُ، فَمَا يُؤْتَى بِإِنَاءٍ إِلَّا غَمَسَ يَدَهُ فِيهَا، فَرُبَّمَا جَاءُوهُ فِي الْغَدَاةِ الْبَارِدَةِ، فَيَغْمِسُ يَدَهُ فِيهَا "
Telah menceritakan kepada kami Mujaahid bin Muusaa, Abu Bakr bin An-Nadhr bin Abin-Nadhr, dan Haaruun bin ‘Abdillah, semuanya dari Abun-Nadhr. Abu Bakr berkata : Telah menceritakan kepada kami Abun-Nadhr bin Haasyim bin Al-Qaasim : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Al-Mughiirah, dari Tsaabit, dari Anas bin Maali, ia berkata : “Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Shubuh, para pelayan Madiinah datang sambil membawa bejana-bejana mereka yang berisi air. Tidak ada satu pun dari bejana-bejana tersebut, kecuali beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut. Bahkan kadang-kadang mereka mendatangi beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam di waktu Shubuh yang dingin, namun beliau tetap mencelupkan tangannya ke dalam bejana tersebut” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2324].
حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَكَمُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا جُحَيْفَةَ، يَقُولُ: " خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ، فَأُتِيَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ، فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ، وَقَالَ أَبُو مُوسَى: دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِقَدَحٍ فِيهِ مَاءٌ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيهِ، وَمَجَّ فِيهِ، ثُمَّ قَالَ لَهُمَا: اشْرَبَا مِنْهُ وَأَفْرِغَا عَلَى وُجُوهِكُمَا وَنُحُورِكُمَا "
Telah menceritakan kepada kami Aadam, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Hakam, ia berkata : Aku mendengar Abu Juhaifah berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui kami pada siang hari yang sangat panas. Lalu dibawakan air wudlu kepada beliau, dan beliau pun berwudlu. Setelah selesai, orang-orang mengambil sisa air wudlu beliau dan mengusapkannya ke tubuh mereka. Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at. Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”. Abu Muusaa berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminta seember kecil air. Kemudian beliau mencuci tangan dan wajahnya di dalamnya, lalu meludahinya. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka berdua : “Minumlah kalian darinya, dan tuangkanlah ke wajah dan leher kalian” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 188].
Tidak lain hal tersebut dilakukan para shahabat karena seluruh tubuh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengandung barakah.
Khusus untuk riwayat Abu Juhaifah di atas, maka di sebagian jalannya ada yang mirip dengan hadits Yaziid bin Al-Aswad di awal pembahasan :
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَنْصُورٍ أَبُو عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْأَعْوَرُ بِالْمَصِّيصَةِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ الْحَكَمِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا جُحَيْفَةَ، قَالَ: " خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ، قَالَ شُعْبَةُ: وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ، عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي، فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ "
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Manshuur Abu ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Hajjaaj bin Muhammad Al-A’war di Al-Mashiishah : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam, ia berkara : Aku mendengar Abu Juhaifah berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar pada siang hari yang sangat panas menuju Bathhaa’. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwudlu, lalu shalat Dhuhur dua raka’at dan shalat ‘Ashar dua raka’at. Di hadapan beliau ada ‘anazah (tombak kecil – untuk dijadikan sutrah)”. Syu’bah berkata : ‘Aun menambahkan dalam hadits itu : Dari ayahnya Abu Juhaifah, ia berkata : “Waktu itu, seorang wanita berjalan di belakang ‘anazah itu dan orang-orang berebutan memegang kedua tangan beliau dan mengusapkannya ke wajah-wajah mereka”. Abu Juhaifah berkata : “Lalu aku pun memegang tangan beliau dan aku letakkan ke wajahku. Ternyata ia lebih dingin dibandingkan salju dan lebih wangi dibandingkan misik” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3553].
Jadi, penunjukkan dan konteks hadits Yaziid bin Al-Aswad dan Juhaifah radliyallaahu ‘anhumaa sangat jelas, yaitu tabarruk dengan badan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Bukan dalam konteks bersalam-salaman setelah shalat sebagaimana dilakukan dan dipersepsikan sebagian orang.
Membiasakan diri berjabat tangan setelah shalat berjama’ah tidak ada asalnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Termasuk perbuatan bid’ah yang tidak layak dilakukan, apalagi ditradisikan.
Al-‘Izz bin Abdis-Salaam rahimahullah mencela perbuatan ini dengan perkataannya :
المصافحة عقب الصبح والعصر من البِدّع ، إلا لقادمٍ يجتمع بمن يصافحه قبل الصلاة ، فإن المصافحة مشروعة عند القدوم ، وكان النبي صلى الله عليه وسلم يأتي بعد الصّلاة بالأذكار المشروعة ، ويستغفر ثلاثاً ، ثم ينصرف !! وروي أنه قال : ((ربّ قٍني عذابك يوم تبعث عبادك)) والخير في إتباع الرسول
”Berjabat tangan seusai shalat Shubuh dan ’Ashar termasuk perbuatan bid’ah. Kecuali bagi orang yang baru datang dalam sebuah majelis lalu ia berjabat tangan dengan orang lain sebelum shalat. Sebenarnya, berjabat tangan merupakan hal yang disyari’atkan ketika seseorang baru datang. Adalah Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam ketika shalat usai, beliau melakukan dzikir-dzikir yang disyari’atkan, beristighfar tiga kali, kemudian setelah itu beliau baru menyingkir. Dan telah diriwayatkan bahwasannya beliau berdoa : ”Wahai Tuhanku, jagalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau membangkitkan semua hamba-Mu”. Dan segala kebaikan hanyalah ada pada sikap itiiba’ (mengikuti) Rasul shallallaahu ’alaihi wa sallam” [Fataawaa Al-’Izz bin ’Abdis-Salaam hal. 46-47].
Tentang hukum berjabat tangan setelah shalat, dapat dibaca dalam artikel :  Berjabat Tangan Seusai Shalat.
Wallaahu a’lam.
Semoga artikel ringkas ini ada manfaatnya.
[Abul-Jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 30061434/09052013 – 21:50].



[1]      Itupun tidak ada petunjuk apakah aktivitas mereka dilakukan langsung seusai beliau salam ataukah tidak. Sudah menjadi kebiasaan dari aktivitas beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat seusai salam adalah berdzikir :
 عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ : "كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ، اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا، وَقَالَ: " اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ"، قَالَ الْوَلِيدُ: فَقُلْتُ لِلأَوْزَاعِيِّ، كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ؟ قَالَ: تَقُولُ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ، أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Dari Tsaubaan, ia berkata : “Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila selesai dari shalatnya, beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca : Allahumma antas-salaam wa minkas-salaam tabaarakta dzal-jalaali wal-ikraam (Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Keselamatan) dan darimulah keselamatan, Maha Suci Engkau wahai Sang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan)”. Al-Waliid berkata : Aku bertanya kepada Al-Auzaa’iy : “Bagaimana bacaan istighfar itu ?”. Ia berkata : “Katakanlah : ‘Astaghfirullaah, Astaghfirullaah” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 591].

Comments

Syafi'i Asy'ari Shufi mengatakan...

Yang dimaksud oleh Al-Izz bin Abdissalam adalah bid'ah hasanah, yaitu sesuatu yang tidak ada asalnya namun tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.

Imam Nawawi berkata:

وأما ما اعتاده الناس من المصافحة بعد صلاتي الصبح والعصر فلا أصل له في الشرع على هذا الوجه ولكن لا بأس به فإن اصل المصافحة سنة

"Adapun kebiasaan orang bersalaman setelah shalat shubuh dan ashar, hal itu tidak ada dasarnya dalam syariat dengan cara seperti itu. Namun tidak apa-apa melakukannya, karena berjabatan tangan asalnya adalah sunnah."

Demikianlah, betapa luas dan dalam pemahaman Imam Nawawi. Semoga Allah membalasnya dengan balasan terbaik. Amin.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Kalau Anda paham, ucapan Al-'Izz bin 'Abdis-Salaam itu dalam konteks celaan, bukan pembolehan apalagi pujian.

Adapun An-Nawawiy rahimahullah, memang seperti itu pendapat beliau, dan saya sudah singgung di artikel :

Berjabat Tangan Seusai Shalat.

Naskah Hitam mengatakan...

Itu namanya hanya mengambil satu pendapat ulama & meninggalkan pendapat ulama yang lain, padahal ada yang lebih rajih.

Bukan berarti pendapat Imam Nawawy rahimahullaah selalu salah, tapi manusia adakalanya benar adakalanya salah.
Jika ada pendapat yang lebih kuat maka itulah yang lebih layak untuk diikuti.

Qosim Ibn Aly mengatakan...

Saya pingin ketawa membaca kesimpulan ABul Jauza:

Membiasakan diri berjabat tangan setelah shalat berjama’ah tidak ada asalnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.

---------------------

حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، وَأَبُو النَّضْرِ، قَالَا: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: أَبُو النَّضْرِ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، وَقَالَ: أَسْوَدُ أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ السُّوَائِيَّ، عن أَبِيهِ، أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ. قَالَ: ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ، قَالَ: فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِي، فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنَ الثَّلْجِ، وَأَطْيَبَ رِيحًا مِنَ الْمِسْكِ

-------------
Saya mau tanya pak ustad: berdasarkan hadits di atas, menurut nt, setelah sholat para sahabat salaman kagak? :)