Cerita Sebuah Kata



Lelaki itu seperti lelaki tua biasa. Biasanya lelaki tua sepertinya ditemui di lambung Masjid Nabawi, sebagai jamaah umroh akibat terlalu lama menunggu giliran haji. Atau lelaki tua sepertinya ada di sawah, kelelahan mencangkul walau matahari baru naik setengah. Bisa juga lelaki sepertinya kita temui sedang duduk-duduk di teras sambil menghias pot bunga, membersihkan rumput, dan menanam pohon kecil di pekarangan. Atau, kalau kita menyaksikan berita banjir di TVRI, lelaki seperti ini biasanya diwawancarai karena terlambat mendapat jatah bantuan mie instan. Dia jenis lelaki yang mudah didapati. Lelaki tua yang biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Di usianya yang sudah memasuki kepala enam, wajar jika seluruh rambut di kepalanya memutih. Tiap-tiap helai itu adalah gambaran masalah yang dilaluinya, guratan-guratan kerut di wajahnya adalah lambang goresan waktu yang jemawa. Tangan kanan dan kirinya tak lagi sekuat dulu. Bahunya yang dulu kekar, kini mulai kurus dan membungkuk. Ototnya lemah. Kadang dia beristighfar sambil menarik napas panjang ketika lelah. Tapi kawan, matanya istimewa. Di situlah pusat gravitasi pesona dirinya. Matanya itu, sang jendela hati, adalah layar yang mempertontonkan jiwanya yang tak pernah kosong. Seseorang yang biasa kucium tangannya. Ayah, kupanggil ia.
...
Ayahku adalah ayah pada umumnya. Ayah yang ketika aku kecil, menyediakan tempat duduk istimewa untukku saat karnaval kota malam Idul Fitri. Dia mendudukkanku di bahunya, digenggamnya erat kakiku agar nyaman saat duduk. Tak ia pedulikan karnaval itu. Karena tawaku adalah karnaval baginya. Bahagiaku adalah iringan semangat hidupnya.
Aku juga masih kecil saat itu. Ayah hanya seorang supir truk batubara di pedalaman Kalimantan. Bekerja selepas Isya lalu pulang sehabis Shubuh. Ayah adalah lelaki pendiam, tak banyak bicara. Tak suka memukul. Tak pandai ia marah. Walau begitu, ayah adalah tolak ukur tindakan bagiku, contoh hidup tingkah laku. Tak pernah ia cerewet menyuruhku salat. Ia hanya mengerjakan, lalu mengajakku bersamanya. Sesederhana itu, Kawan. Ia juga sangat ingin aku sering-sering membaca Al-Quran, walau tak pernah ia menyuruh. Walau tak pernah ia mencontohkan cara membaca Al-Quran. Kau tahu kenapa, Kawan? Karena kutahu, ia pun terbata membacanya.
Biasanya aku menghabiskan waktu bersama ayahku tiap akhir pekan. Aku senang berada di bak truk besarnya. Beliau duduk bersamaku sambil bercerita. Tentang para pahlawan, tentang panorama-panorama, bintang dan planet-planetnya, tentang semesta, juga tentang kota-kota yang pernah disinggahinya. Dia senang bercerita tentang banyak kota, dan aku tahu kota impiannya adalah Mekkah dan Madinah. Jauh, jauh di lubuk hatinya ia mendambakan kota itu melebihi kota manapun di dunia. Walau dia tak mengatakannya langsung, tapi aku tahu dengan sendirinya, seolah ada bahasa lain selain bahasa lisan, bahasa yang dijalin antara seorang anak dan ayahnya dari hati ke hati.
“Ayah ingin sekali pergi haji.”
Begitu kiranya jika kata itu diucapkan.
...
Aku masih muda, sedang ayah menua. Semenjak krisis ekonomi, harga batubara anjlok. Ayah dengan setumpuk masalah keuangan yang menimpanya bangkrut. Truk besar tua kami mogok. Rusak. Sekarat. Seolah bosan terlalu lama memikul bongkahan-bongkahan batu hitam langka. Tak bisa lagi diperbaiki karena tak ada biaya. Ayah tak bisa lagi bekerja. Ayah menganggur bertahun-tahun lamanya.
Ayah pun sekarang menikmati masa tuanya dengan belajar banyak dari agama. Sering pergi ke kajian-kajian ilmiah. Rajin ia membaca. Berlama-lama dengan kumpulan buku dan majalahnya. Jiwa tua itu masih sangat antusias. Sesuatu yang tak ia dapat selagi muda. Matanya, iya matanya, selalu membulat ketika menjelaskan kalau bid’ah itu semuanya sesat. Walau kata-katanya sedikit, aku dibuatnya percaya kalau semua kesesatan itu tempatnya di neraka. Dia juga orang paling mengamati tiap senti celana. Dijaganya agar aku tak menjulurkan pakaian melebihi batasnya. Ayah sangat senang pergi ke masjid. Tak pernah absen ia ke sana. Tubuh tuanya itu mendadak kuat jika berjalan sebelum waktu Shubuh yang dingin, dan jika ia pergi ke masjid sebelum Maghrib, maka ia akan datang ke rumah setelah Isya. Dengan kaki-kaki tuanya. Hampir satu kilometer jauhnya.
Setelah lulus sekolah menengah atas di sebuah kota di Banjarmasin, aku merantau belajar menjadi mekanik handphone dan komputer di tempat pamanku, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah setahun di sana dan merasa punya skill, aku kembali ke Banjarmasin dengan tujuan bisa kuliah sambil membuka sebuah toko service handphone dan komputer. Aku mulai membeli alat-alat service, juga iklan di sana-sini. Mendadak, aku terkenal dengan julukan tukang handphone. Aku menjalankan bisnis ini pelan-pelan, dari pintu ke pintu. Mulai dari keluarga sampai orang-orang di sekitarku. Pelangganku pun bermacam-macam, Kawan. Dari tukang kambing, pedagang asongan, pengangguran, ustadz, ibu rumah tangga, sampai mahasiswa. Kau tahu, Kawan, kenapa mereka senang aku memperbaiki telepon tangan mereka? Jawabannya adalah karena mereka bisa menentukan garansi semau mereka.
Namun hari itu, Kawan, hari itu adalah hari aku bersama ayah pergi ke sebuah majelis taklim, di mana setelah memberikan tausiyah, seorang ustadz menawarkan beasiswa bagi lulusan SMA yang ingin menghafal Al-Quran di Bogor. Ayah menunduk. Didengarnya iklan itu dengan seksama. Aku melihat matanya.
“Ayo kita pulang, Yar.”
Mata teduhnya tak bisa mengecohku. Sembilan belas tahun menjadi anaknya tentu aku mengerti maksudnya.
Ia ingin Aku lebih baik darinya. Bisa membaca Al-Quran dengan sempurna. Tak seperti dirinya yang terbata. Namun tak bisa ia meminta. Ia masih tak banyak bicara.
“Saya mendaftar beasiswa itu, Yah. Kalau diterima Saya langsung berangkat ke Bogor.”
Kulihat matanya membulat. Wajahnya berseri seketika.Walau tanpa kata, namun ada senyum di sana. Bagiku, melihatnya tersenyum adalah sebuah harta.
...
Dan akhirnya aku benar-benar mendapatkan beasiswa itu. Walau aku tahu, aku sebenarnya tidak bisa membaca Al-Quran dengan baik, setidaknya aku akan berusaha. Setidaknya aku akan belajar untuk membuatnya bangga. Aku ingin mengajarinya, membaca Al-Quran bersamanya. Walau aku sadar, Aku hanya seorang tukang service handphone. Tapi Kawan, bukankah Syaikh Albani yang nama beliau sering kujumpai di buku dan majalah ayahku juga pernah menjadi seorang mekanik jam?
Hari itu aku meninggalkannya merantau lagi ke pulau Jawa. Setelah mencium tangannya, aku memeluknya. Hangat sekali peluknya, seperti selimut bagi seorang gelandangan kota Malang yang kedinginan. Jam dua malam.
“Hati-hati, Yar.”
Ia masih tak banyak berkata. Namun pelukannya itu bermakna. Nasihatnya mengandung harapan besar. Harapan agar anaknya bernasib lebih baik darinya. Dan begitulah seorang ayah seharusnya.
...
Aku merantau, menuju pulau Jawa. Tak muluk aku ingin jadi orang yang hafal Al-Quran, bagiku bisa membacaAl-Quran dengan baik saja sudah lebih dari cukup. Mungkin bisa menjadi imam di kampung saat tarawih dengan ayahku menjadi makmum saja, aku sudah sangat bahagia. Karena aku telah berjanji membuatnya bangga. Tapi karena Allah, tetap menjadi niat yang utama.
...
Musim-musim berganti, setiap tahun aku pulang sekali. Mengunjungi ayah yang kurindui setiap hari. Ayahku adalah anak keenam dari empat belas bersaudara. Semuanya kaya raya kecuali dia, semua sudah naik haji kecuali dia.
Kini, setelah ia tak lagi memiliki perkerjaan, harapannya untuk naik haji hilang pelan-pelan. Namun bukan ayah namanya jika kehilangan semangatnya, dengan sedikit uangnya ia ikut mencicil TV kabel berlangganan, yang mana dibayar urunan beberapa keluarga dalam satu perumahan. Dengan TV tabung tahun 1998, dicarinya channel Mekkah dan Madinah. Di saat ia tidak berada di masjid, maka acara dua stasiun TV Arab Saudi itulah teman kesukaannya. Ia senang memonton sambil bersandar pada sebuah kursi. Jika ia bosan dengan siaran di Mekkah, maka digantinya ke siaran stasiun Madinah, jika bosan lagi, maka akan kembali ke stasiun semula. Terus berpindah seperti itu. Layaknya metromini jurusan Blok M-Pasar Minggu yang tak singgah ke terminal lain. Jika si tukang kameramen mengambil gambar Masjid Nabawi, lalu menyorot karpet hijau antara mimbar dan makam Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam, maka bibirnya bergerak, seolah ia sedang meminta, berharap agar doanya diterima. Lain lagi jika sang kameramen menyorot ka’bah, maka ayah bangun dari sandarannya, dipasangnya kacamatanya agar tak samar pandangannya, seolah ia membayangkan dirinya berada di sana lalu mengitari rumah tua itu dengan bahagianya. Dipandangnya ka’bah dan beberapa bagian Masjidil Harom dengan haru, lalu diliriknya wajahku, seolah berkata,
“Kau lihat, Yar.. itu prosesi umroh. Lihat Yar! Lihat Baitullah, itu kiblat kita. Tahukah engkau, Anakku, Ayah sangat ingin ke sana. Ayah ingin mencium hajar aswad, Ayah ingin berlari-lari kecil seperti orang di Shafa dan Marwa itu, Yar.. Lihat! ”
Aku kelu. Pria pendiam ini juga menyimpan cita-citanya dalam diam.
Yang membuat pilu di hatiku semakin ngilu adalah ketika melihatnya di masjid bergaul dengan teman-teman seumurannya yang semuanya juga sudah pernah menunaikan ibadah haji. Adalah adat di kampung kami bahwa sebuah pemuliaan panggil memanggil dengan sebutan “haji”. Teman-temannya kadang memanggil ayah dengan sebutan haji hanya untuk memuliakan ayah yang umurnya terlihat lebih tua dari mereka. Aku mafhum, ayah kelu di hatinya. Ingin ia seperti teman-temannya. Panggilan itu hanya fatamorgana untuknya. Seperti melihat air di aspal nun jauh, semu, tak ada apa-apa.
Pernah suatu hari ayah menolong seseorang di jalan. Orang itu berterima kasih sembari mendoakan,
“Terimakasih, Pak. Semoga Bapak cepat naik haji,” lirihnya.
Hari itu aku melihat ayahku tersenyum. Senyum itu, Kawan, senyum itu begitu dalam maknanya, untukku dan untuknya. Untuknya karena doa itu masuk ke hatinya lalu ia berharap agar di-ijabah Tuhan pemilik timur dan barat. Untukku, karena aku ingin sekali melihat ayahku tersenyum lagi, seperti hari ini, aku ingin sekali ayah pergi ke rumah Allah. Tuhan pemilik arah kiblat.
...
Di tengah perantauanku di Pulau Jawa. Setelah berganti-ganti pondok tahfizh beberapa kali, aku bermukim di Jogja. Hari itu, aku menelpon ayah, mengabari bahwa ada tes penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Madinah. Pria tua itu terperanjat. Lalu membanjiriku dengan kata. Bercerita ia, tiap detail katanya adalah semangat dan intonasinya berupa letupan-letupan motivasi. Ia laksana merapi yang menumpahkan seluruh larva. Mencurahkan apa yang ia rasa. Ia berjanji akan memberiku apapun yang kuperlukan untuk bisa ikut tes perguruan tinggi yang ia katakan sebagai universitas Islam terbaik di dunia. Aku pun terperanjat. Ganjil sekali, seolah itu bukan ayahku yang pendiam.
Dan yang paling membuatku haru adalah ketika ia berkata, “Jangan pikirkan masalah uang, Nak, jangan pikirkan. Ayah yang akan mencarikan. Insya Allah.”
Terisak ia.
Kau tahu, Kawan, ayahku sekarang hanya supir ambulan sebuah masjid, itu pun terkadang. Tak setiap hari ia dapat uang. Ia berjanji akan menyisipkan namaku dalam setiap doanya, di sepertiga malamnya. Setiap harinya.
...
Hari itu dua puluh dua tahun usiaku. Berada di pedalaman Jawa selepas salat Shubuh. Aku bersama dua orang temanku, Isnan dan Mukhroji. Kami baru saja mengikuti tes masuk Universitas Islam Madinah di Pondok Pesantren Darussalam, Gontor, Ponorogo. Kami memutuskan pulang setelah Shubuh. Nahas, pedalaman Ponorogo itu bukanlah Bogor yang angkot bisa lewat 24 jam. Kami menunggu sampai matahari meninggi. Berharap ada tumpangan transportasi.
Mukhroji cemas, ia harus secepatnya sampai ke Tegal karena ada suatu urusan keluarga. Berkali-kali pemuda tinggi ini menoleh ke sana-kemari berharap angkutan pedesaan segera datang. Sebentar duduk, ia bangkit berdiri, lalu menoleh lagi. Kawanku ini mungkin mendapat musykil yang berat dalam keluarganya. Lain lagi si Isnan, pemuda ramah asal Klaten ini ingin cepat pulang karena hampir setiap hari di sini ia memakan pecel khas Jawa Timur. Yang mana efek sampingnya adalah bosan, tak selera makan, dan sedikit mengganggu pencernaan. Pemuda terakhir, yaitu Aku, dengan alasan yang sama dengan Isnan. Karena kami membeli makanan secara patungan. Di pagi itu, kami menunggu dengan kumpulan rasa bosan.
Namun di ujung jalan, sayup-sayup bayangan kecil muncul, membesar dan kian dekat dengan tiga orang malang tadi. Bayangan itu menjadi nyata berupa sebuah mobil besar, gagah, dan nyaring bunyinya. Sebuah truk. Namun wajah dua temanku datar. Berbeda denganku yang sumringah tiap melihat sebuah truk. Kulambaikan tangan, girang aku. Berteriak-teriak seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat ayunan di sebuah taman bermain.
Truk itu berhenti. Aku membuka pintu. Seorang pria di sana. Tak terlalu muda. Kutaksir empat puluhan umurnya. Pandangan matanya, seolah sudah tahu sebelumnya bahwa tiga orang di pinggir jalan itu hanya akan merepotkannya. Wajahnya sangar. Mimiknya kasar. Otot-otot badannya besar. Ia mirip tukang pukul seorang pejabat yang baru saja dilantik menjadi bupati.
Namun semua itu mencair ketika aku menatap matanya. Seolah ia melihat sesuatu di wajahku. Wajah yang seolah bicara. Berbicara bahwa ayahku adalah supir truk seperti dirinya. Dia pun seolah mengerti apa yang kubahasakan lewat wajah. Mungkin ada bahasa yang kurasa hanya aku dan para supir-supir truk saja yang memahaminya. Atau mungkin juga karena wajahku memelas dengan sempurna.
“Naiklah!” Ia langsung ramah. Entah kemana si tukang pukul bupati ini menaruh mimik seram yang diperagakannya sebelumnya.
Isnan dan Mukhroji naik dan duduk disamping sang supir. Hanya bisa untuk dua orang tempat duduknya. Aku? Ah, Kawan, aku mencari tempat favoritku. Menaiki bak truk itu. Bak itu hanya persegi panjang dari besi dengan sisa-sisa pasir berhamburan, melayang dan berputar terbawa angin. Aku duduk di sana. Hening. Bergoyang-goyang di jalan pedesaan yang bergelombang. Aku melamun. Di sana seolah ada lorong waktu yang membawaku jauh. Jauh ke masa lalu. Ke masa kecilku. Bersama ayahku di sebuah bak truk. Aku melihat ia bercerita. Aku mendengar intonasi khasnya. Aku mendengar suara kecilku tertawa. Aku merasa tubuh kecilku digendongnya. Wajah mudanya masih kuingat dalam pikiranku. Sesekali ia bercerita sambil mengusap rambut ikalku. Aku terbuai fantasi. Indah sekali.
Lorong waktu itu lalu mengembalikanku ke dunia nyata. Aku sendiri di sini merindukannya. Dalam sebuah bak truk dengan sisa-sisa pasir di dalamnya. Mataku sakit diserang butiran-butiran pasir yang melayang dalam pusaran angin di bak. Tapi bukan itu alasanku untuk meneteskan air mata. Air itu jatuh karena aku rindu pada ayah. Rindu tak terkira.
...
Beberapa musim berganti dengan cepatnya. Banyak hal-hal yang tak pernah kita kira dan kita duga. Sebuah doa melesat ke langit dan dijawab oleh Tuhan Pemilik Semesta. Aku akhirnya diterima. Aku dapat beasiswa ke Madinah. Lagi-lagi aku merantau jauh meninggalkan seorang lelaki tua. Sebelum pergi aku memeluknya. Ia kembali menjadi dirinya yang tak banyak berkata. Tapi aku tahu, pelukan itu sudah mengatakan semuanya. Bahwa ia bangga. Ia bangga anaknya bisa ke kota impiannya. Kota yang sering ia ceritakan. Bahwa ia pun rela jika seandainya tak pernah bisa ke Madinah, asal anaknya bisa. Anaknya bisa lebih baik darinya. Bisa berangkat haji. Bisa salat dengan ganjaran ribuan kali. Lalu kudengar kata keluar dari mulutnya, pujian untuk Ilahi Robbi.
...
Hari ini, di mana aku berdiri, di kota yang mulia ini, adalah giliranku yang berusaha berbuat untuknya. Aku masuk dalam program persiapan bahasa, dua tahun lamanya, sebelum bisa kuliah di salah satu jurusan yang tersedia. Berada di sini adalah level terendah seorang mahasiswa. Aku di sini adalah gabungan antara kejahilan bahasa dan keberuntungan bisa berada di sini semakin lama.
Kau tahu, Kawan, Kau bisa saja merendahkanku karena hinanya aku di mata kalian, kita berbeda, Kawan. Aku masih memiliki ayah yang harus kubahagiakan. Tiap uang yang kuterima kusisihkan, tiap lantunan doa kuselipkan. Aku ingin pergi haji bersama ayahku. Aku ingin mengitari ka’bah bersamanya. Menuntunnya. Berlari kecil di sampingnya antara Shafadan Marwa. Aku ingin membimbingnya. Aku ingin suatu hari ia melihatku berada di kampus kita, yang ia sangka terbaik di dunia. Aku ingin ia tahu kalau aku sudah bisa membaca Al-Quran di Masjid Nabawi. Aku ingin memanjatkan doa bersamanya di Raudhoh. Ingin kuceritakan ia tentang seluk beluk kota ini, kota impiannya. Seperti ia menceritakan padaku ketika aku kecil.
Kapankah itu? Entahlah, Kawan. Entahlah kapan. Aku hanya ingin melihatnya tersenyum lagi. Tersenyum saat pergi haji.
Ayahku adalah lelaki tua seperti biasanya. Lelaki sepertinya bisa kita jumpai di mana saja. Tapi bagiku, ayah adalah lelaki istimewa. Aku bertahan di sini menunggunya. Menunggu keajaiban Tuhan untuknya. Akan tibakah saatnya?
...
Ini adalah cerita sederhana sebuah kata. Kata yang kita semua memilikinya. Entah kita masih memilikinya, atau telah tiada.
‘Ayah.’

Nb: Cerita diangkat dari kisah nyata seorang mahasiswa Univ. Islam Madinah angkatan tahun 1433-1434 H. Tulisan ini berhasil memenangkan Lomba Karya Tulis Bebas dan terpilih sebagai Juara Satu dalam acara tahunan Pekilo (Pekan Kegiatan Ilmiah dan Olahraga) UIM 1434 H.

[Dikutip Abul-Jauzaa' dari : sini].

Comments

Anonim mengatakan...

siapa namanya ya?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Akhyar Hadi, Mahasiswa Univ. Islam Madinah angkatan 1433 H.

Anonim mengatakan...

Masya Allah..

Rohis Facebook mengatakan...

jd terharu bacanya...

Anonim mengatakan...

assalamualaikum wr wb.., ust., gmn mesti menjawab klo ada yg menentang poligami dgn alasan klo trnyata bukan perempuan yg lbh bnyk ketimbang laki2... tp sebaliknya,
----
Jumlah Pria saat ini justru lebih banyak dari wanita loh (Sensus Penduduk 2000, sensus penduduk 2010, data BPS, Pemda seluruh indonesia, CIA, Bank Dunia, dll)

kalo poligami diterapkan saat ini, justru akan semakin banyak bujangan cowok yang terampas kesempatannya untuk menikah. Jadi "pengangguran" kalo malem jumat, hehehehe

Jumlah wanita memang melimpah dibanding pria untuk usia di atas 65 tahun, mauu?? silahkan poligami dengan wanita golongan usia ini

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=40¬ab=1

http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_ratio&info1=4

http://www.census.gov/population/international/data/worldpop/tool_population.php

http://health.detik.com/read/2011/10/28/164741/1755096/763/negara-yang-jumlah-prianya-lebih-banyak-bisa-berbahaya?l993306763

http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/20585145/Siapa.Bilang.Wanita.Lebih.Banyak-8

Nihh, hasil sensus penduduk indonesia 2010 (situs resmi BPS n semua Pemda seluruh indonesia loh)
Kode, Provinsi, Laki-laki, Perempuan, Total Penduduk

1 Aceh, 2 248 952, 2 245 458, 4 494 410
2 Sumatera Utara, 6 483 354, 6 498 850, 12 982 204
3 Sumatera Barat, 2 404 377, 2 442 532, 4 846 909
4 Riau, 2 853 168, 2 685 199, 5 538 367
5 Jambi, 1 581 110, 1 511 155, 3 092 265
6 Sumatera Selatan, 3 792 647, 3 657 747, 7 450 394
7 Bengkulu, 877 159, 838 359, 1 715 518
8 Lampung, 3 916 622, 3 691 783, 7 608 405
9 Bangka Belitung , 635 094, 588 202, 1 223 296
10 Kepulauan Riau, 862 144, 817 019, 1 679 163
11 DKI Jakarta, 4 870 938, 4 736 849, 9 607 787
12 Jawa Barat, 21 907 040, 21 146 692, 43 053 732
13 Jawa Tengah, 16 091 112, 16 291 545, 32 382 657
14 DI Yogyakarta, 1 708 910, 1 748 581, 3 457 491
15 Jawa Timur, 18 503 516, 18 973 241, 37 476 757
16 Banten, 5 439 148, 5 193 018, 10 632 166
17 Bali, 1 961 348, 1 929 409, 3 890 757
18 Nusa Tenggara Barat, 2 183 646, 2 316 566, 4 500 212
19 Nusa Tenggara Timur, 2 326 487, 2 357 340, 4 683 827
20 Kalimantan Barat, 2 246 903, 2 149 080, 4 395 983
21 Kalimantan Tengah, 1 153 743, 1 058 346, 2 212 089
22 Kalimantan Selatan, 1 836 210, 1 790 406, 3 626 616
23 Kalimantan Timur, 1 871 690, 1 681 453, 3 553 143
24 Sulawesi Utara, 1 159 903, 1 110 693, 2 270 596
25 Sulawesi Tengah, 1 350 844, 1 284 165, 2 635 009
26 Sulawesi Selatan, 3 924 431, 4 110 345, 8 034 776
27 Sulawesi Tenggara, 1 121 826, 1 110 760, 2 232 586
28 Gorontalo, 521 914, 518 250, 1 040 164
29 Sulawesi Barat, 581 526, 577 125, 1 158 651
30 Maluku, 775 477, 758 029, 1 533 506
31 Maluku Utara, 531 393, 506 694, 1 038 087
32 Papua Barat, 402 398, 358 024, 760 422
33 Papua, 1 505 883, 1 327 498, 2 833 381
Indonesia, 119 630 913, 118 010 413, 237 641 326

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Pertama, kebolehan poligami adalah kebolehan yang ditetapkan syari'at yang mengandung banyak hikmah.

Kedua, seandainya manusia tidak mengetahui hikmah dari ditetapkan satu syari'at, maka kewajibannya adalah sami'naa wa atha'naa, tidak boleh mengingkarinya. Akal manusia itu terbatas.

Ketiga, salah satu hikmah diperbolehkannya poligami yang coba digali oleh manusia adalah adanya jumlah wanita yang lebih banyak daripada laki-laki ketika menjelang hari kiamat. Itu didasarkan dalil :

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَقِلَّ اْلعِلْمُ وَيَظْهَرَ الجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا وَتَكْثرَ النِّسَاءُ وَيَقلَّ الرِّجَالُ حَتَّى يَكُونُ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً القَيِّمُ اْلوَاحِدُ

“Di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat adalah sedikitnya ilmu (tentang Ad-Dien), merajalelanya kebodohan dan perzinahan, dan sedikitnya kaum laki-laki, sehingga lima puluh orang wanita hanya terdapat satu orang pengurus (laki-laki) saja” [HR. Al-Bukhari no. 81 – tartib maktabah sahab, Muslim no. 2671, dan At-Tirmidzi no. 2205].

Baca artikel : Wanita Lebih Banyak dari Laki-Laki ::.

Keempat, banyaknya jumlah wanita dibandingkan laki-laki yang dinashkan oleh dalil di atas adalah menjelang hari kiamat. Oleh karena itu, bisa jadi kemarin atau hari ini sex ratio laki-laki dan wanita masih imbang, sebagaimana data yang ada di sini (statistik tahun 2012) : http://stats.oecd.org/Index.aspx?QueryId=25209. Bahkan untuk kelas umur tertentu, wanita sedikit lebih banyak. Apapun itu, keadaan manusia - cepat atau lambat - akan mendekati sex ratio yang dikhabarkan oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tersebut.

Kelima, hikmah diperbolehkannya poligami adalah banyak, bukan sekedar melihat sex ratio manusia saja. Silakan baca : Kecemburuan Wanita dan Hikmah Ta’addud (Poligami).

Keenam, diperbolehkannya poligami sangatlah kontras dengan kehidupan kuffar dan orang-orang yang tertipu dengan mereka yang enggan menikah namun memperbolehkan hubungan sex di luar nikah. Mereka memprotes poligami, namun membolehkan buang mani di tempat-tempat (farji) yang diharamkan Allah.

Ketujuh, sangat tidak layak kita membuka telinga dan hati kita mendengarkan perkataan orang kuffar, orientalis, dan orang-orang yang anti syari'at. Telinga dan hati kita bukanlah tong sampah yang siap mendengarkan apapun perkataan mereka.

Wallaahu a'lam bish-shawwaab.

Anonim mengatakan...

yang masih ada "cacat" nya dari cerita artikel ini, knapa tidak ada sepatah katapun mengenai ,IBU penulis,..
----
anyway baguslah

ROMDON mengatakan...

Asslmkm…wrwb
Penjelasan tentang poligami memang tercantum dalam Alqur’an dan Hadist, dicontohkan juga oleh Rosululloh Muhammad SAW dan para sahabat
Tapi…ROSUL JUGA MEMBERI CONTOH MELARANG POLIGAMI, ketika beliau melarang putrinya Fatimah RA dipoligami ketika Ali Bin Abi Tholib hendak menikah lagi, mungkin beliau tahu bahwa poligami walaupun sesuai syariat namun juga bisa membuat wanita tersakiti, sehingga beliau tidak rela putrinya dipoligami. Wallohua’lam
Dan……
Berdasarkan sensus penduduk 2000 dan 2010 ternyata justru JUMLAH PRIA DI INDONESIA LEBIH BANYAK DARI WANITANYA.
“laki2 jaman sekarang biasanya mati2an menentang atau berusaha menutup2i fakta ini dengan berbagai alasan dan dalih”
Begitu juga dengan data2 negara2 di dunia (CIA, Bank Dunia, dll) ternyata jumlah pria juga lebih banyak dari wanitanya (terutama untuk China, India, dan negara-negara Arab)
Yup jumlah wanita memang sangat melimpah tapi di usia di atas 65 tahun, mauu?? hehehe….kalo ngebet, silakan berpoligami dengan golongan wanita di usia ini.
Coba dehh cek di data resmi BPS dan masing2 pemda atau coba klik di:
http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/16/makan-tuhh-poligami-vs-fakta-demografi-560923.html
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=40¬ab=1
http://sp2010.bps.go.id/
http://www.datastatistik-indonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=211&Itemid=211&limit=1&limitstart=2
http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indonesia.259.Juta
http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=penduduk_ratio&info1=4
http://www.census.gov/population/international/data/worldpop/tool_population.php
http://health.detik.com/read/2011/10/28/164741/1755096/763/negara-yang-jumlah-prianya-lebih-banyak-bisa-berbahaya?l993306763
http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/20585145/Siapa.Bilang.Wanita.Lebih.Banyak-8
Berdasarkan hasil sensus tersebut kira2 apa ya solusi dari kelebihan pria ini?
masih tetap POLIGAMI? bukannya itu malah akan semakin “merampas” kesempatan bujangan pria lain untuk dapat menikah?
perkiraan dan anggapan selama ini “turun temurun” yang selalu dijadikan senjata bagi pria yang ngebet ingin berpoligami bahwa jumlah wanita jauh berlipat lipat di atas pria ternyata adalah SALAH BESAR
Bagaimana tanggapan dan penjelasan tentang hal ini?
Syukron
Wasslmkm wrwb

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Komentar saya sebelumnya telah menjawab komentar Anda.

Dan sebagai tambahan tentang pernyataan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melarang poligami, silakan baca : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/10/syariat-poligamitaaddud-pro-kontra-di.html.

ROMDON mengatakan...

menurut saya, secara logika satu2nya alasan yang paling masuk akal poligami adalah perbandingan jumlah wanita yang "katanya" berlipat di atas pria, sedangkan alasan yang lain hanyalah pembenaran dan bumbu penyedap.

berarti pertanyaan saya juga belum terjawab, bagaimana kira2 menanggapi jumlah pria yg justru "overloaded"?? Poligami? maksa banget. Poliandri? Dilarang. Bingung...

oke, sesuai yang tercantum dalam Qur'an bahwa suatu saat mendekati akhir jaman wanita akan jauh berlipat dibanding pria.

Namun bagaimana mengatasi beberapa puluh, ratusan bahkan mgkn ribuan tahun ke depan yg mgkn jumlah laki2 tetap lebih banyak? karena lebih dari setengah abad terakhir peningkatan jumlah laki2 trendnya naik terus (dari hanya sktr 40% dari total penduduk setelah PD II), dan telah melewati jumlah wanita mulai tahun 20000??

sex at born 105-107 bayi laki2 untuk 100 bayi perempuan

http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/16/makan-tuhh-poligami-vs-fakta-demografi-560923.html

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ya, itu menurut Anda. Sah-sah saja, namanya juga menurut Anda. Tidak beda tingkatan jika dikatakan menurut si Rudi, si Budi, dan si Iwan.

Tapi apapun itu, salah satu hikmah adanya poligami memanng adanya fakta bahwa demografi manusia menuju ketimpangan sex ratio, yaitu jumlah wanita lebih banyak dibandingkan pria. Saya katakan salah satu, bukan satu-satunya. Bung, fakta demografi yang saya kemukakan di atas adalah fakta demografi secara internasional. Yaitu, saat ini jumlah laki-laki dan wanita masih seimbang. Sudah baca belum ?. Kalau cuma mbaca yang ada di Kompasiana, sudah basi lah. Pun seandainya sekarang jumlah wanita jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pria, itu sama sekali tidak membatalkan hukum kebolehan poligami, karena poligami ada bukan dengan sebab itu.

Bung, tidak ada satupun muslim yang pandai mengatakan dibolehkannya poligami itu dengan sebab/alasan adanya ketimpangan fakta demografi. Hikmah itu beda dengan sebab/alasan (diberlakukannya suatu hukum). Ngerti gak Anda ?. Satu hukum itu tidaklah batal karena ketidaktahuan hikmah. Namun hukum bisa batal atau tidak berlaku dengan sebab hilangnya 'sebab/alasan' atau bahasa Arabnya : 'illat'. Ngerti gak Anda ?.

Salah satu hikmah puasa adalah dapat menyehatkan (bagi sekelompok manusia). Namun ketika puasa tidak menyebabkan sehat (bagi kelompok manusia yang lain), itu bukan berarti hukum puasa menjadi batal, gak berlaku. Ngerti gak Anda ?.

Poliandri jelas dilarang karena akan mengacaukan nasab. Akal manusia pun akan menolak satu wadah dicampuri air yang bermacam-macam. Adapun poligami, jelas tidak sama. Nasab jelas. Poligami juga menjadi perantara (wasilah) banyaknya keturunan. Inilah yang diharapkan Islam.

Orang muslim itu menerima hukum Islam tidak perlu jauh-jauh memakai logika, karena prinsip mereka hanyalah mendengar dan taat. Kalau memang semuanya mau menuruti logika seperti Anda, niscaya banyak orang enggan shalat karena mereka akan menilai bahwa perintah mengangkat tangan, bersedekap, rukuk, dan yang lainnya itu gak masuk logika. Juga mengapa perintah zakat itu 2,5%, kenapa gak 2 % atau 20%. Dan yang lainnya. Jika itu dituruti, maka jumlah manusia yang ingkar membludak. Semoga Anda bukan termasuk salah satu di antaranya.

Anyway, saya sudah terlalu kenyang dengan analisa macam Anda. Allah ta'ala berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata" [QS. Al-Ahzaab : 36].

ROMDON mengatakan...

mmmmm....sepertinya saya gak pernah bilang bahwa dengan fakta demografi sekarang poligami dilarang atau batal deh, syariat poligami tidak akan bisa dirubah karena itu tertuang dalam qur'an. namun bukankah perlu diingat bahwa hukum poligami itu Mubah (boleh), bukan sunnah apalagi wajib, selama terpenuhinya semua syarat dan kondisi. berbeda sekali dengan hukum dan ketentuan sholat, zakat, dll spt yang Anda sebutkan. ibaratnya poligami adalah jalan darurat dalam kondisi darurat. pertanyaannya, apakah kondisi saat ini darurat untuk dilakukan poligami. "ngerti gak Anda?"

ROMDON mengatakan...

lagian dari awal udah jelas2 sy bilang poliandri memang diharamkan, bukan?

Pak, data dan fakta jumlah lelaki saat ini justru lebih banyak dari wanitanya bukan cuma data asal2an kemaren sore (seperti kata Anda data basi dari kompasiana), tetapi itu data dari situs resmi pemerintah(BPS) dari hasil sensus penduduk 2010, termasuk data dunia dari CIA, Bank Dunia, dll. bahkan kalau dilihat trendnya, justru sex ratio utk lelaki semakin meningkat dari sensus penduduk 2000, itu berarti peluangnya sangat besar bahwa tahun2 kedepan justru sex ratio laki2 akan semakin meningkat. Ngerti gak Anda?

Laki2 biasanya akan mati2an berusaha menyangkal dan menutup2i data dan fakta ini karena memang cenderung akan merugikan pria, yang selama ini sudah terlanjur hidup dalam zona "aman dan nyaman" yang seolah2 "diperebutkan" karena kepercayaan turun temurun masyarakat bahwa wanita jauh lebih banyak berlipat dari pria, apalagi lagi keenakan bersembunyi dibalik ayat yang MEMPERBOLEHKAN (bukan menganjurkan loh) Poligami. ngerti gak Anda?

kita sebagai manusia diberi Anugrah luar biasa berupa akal pikiran, disitulah tugas kita untuk berfikir dan berijtihad apabila datang suatu keadaan yang kurang sesuai diterapkan suatu syariat (poligami), misal kok sekarang jumlah pria semakin banyak dari wanitanya? karena justru akan bisa menimbulkan masalah (demografi, sosial, dimana sangat memungkinkan membludaknya bujang lapuk apabila poligami merajalela). ngerti gak Anda?

apabila kita sebagai orang muslim mempertanyakan Poligami VS Fakta Demografi, dengan gampang kita gak boleh "banyak bacot" dan disuruh kembali ke syariat, QS Annisa' 3:4, bla bla bla

Namun bagaiman kalo yang bertanya orang non muslim? )karena ini juga solusi yang dicari lintas agama) apa yang harus kita jawab? Lakumdinukum waliadin? tanpa ada jawaban yang lain?
malu kalleee...seolah2 kita sebagai muslim gak bisa berfikir dan gak boleh berfikir aja n selalu harus berlindung dibalik ayat? ngerti gak Anda?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Perkataan Anda ambigu. Saya katakan dengan penjelasan hukum shalat, zakat, dan lainnya itu bukan dalam segi jenis hukumnya, akan tetapi penjelasan dari sisi pensyari'atannya. Itu ketika Anda mengatakan :

"menurut saya, secara logika satu2nya alasan yang paling masuk akal poligami adalah perbandingan jumlah wanita yang "katanya" berlipat di atas pria, sedangkan alasan yang lain hanyalah pembenaran dan bumbu penyedap" [selesai].

Paham Anda ?. Kalau Anda tidak paham, saya sudah memaklumi semenjak tempo hari.

Poligami itu boleh dalam kondisi daurart itu hanyalah angan-angan Anda saja. Gak ada dalil yang mengatakan 'darurat'. Atau, jangan-jangan Anda gak ngerti juga makna darurat ?

ROMDON mengatakan...

kok tanggapan sy yang satunya gak ditampilin atau sekalian dijawab?

ohiya, btw boleh minta tolong makna "darurat"? kan kesannya sy gak ngerti apa2...? mtrsuwuun

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Makanya belajar bung.... Dan maaf, memang benar kesan Anda bahwa Anda memang kurang tahu. Ringkasnya, darurat itu dalam terminologi syari'at adalah kondisi yang keluar dari hukum asal keharaman. Misal, daging babi itu boleh dimakan ketika darurat. Artinya, hukum asal daging babi itu haram. Ini tepat. Kalau Anda katakan poligami itu boleh dalam kondisi darurat, maka konsekuensi pemahamannya adalah asal hukum poligami itu haram. Ngerti gak Anda ?. Saya pastikan Anda memang gak pernah belajar ilmu ushul fiqh ya ?. Saya maklum kok. Jika Anda katakan poligami itu boleh karena darurat sehingga konsekuensinya hukum asalnya haram, mana dalilnya bro ?. Dan itu sudah sangat kontradiktif dengan perkataan Anda sebelumnya yang menyatakan poligami itu boleh, bukan sunnah bukan pula wajib. Saya sebenarnya punya komentar khusus tentang ini untuk meluruskan, tapi sudahlah, gak perlu, karena yang dasar saja Anda sudah terlalu salah.

Mengenai demografi, saya juga sudah link-kan dari sttaistik oecd bahwa secara global, sex ratio laki-laki-perempuan itu bisa dikatakan imbang. Kalau pun beda, itu beda sangat sedikit. Saya sudah lama tahu dan statistik oecd ini banyak dijadikan referensi secara internasional. Dan bung, coba cermati baik-baik komentar saya sebelumnya bahwa poligami itu disyari'atkan bukan karena jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki. Gak ada itu dalam dalil, dan gak ada pula dikatakan oleh para ulama. Kalau pun ada yang mengatakan, maka itu adalah orang yang 'terkesan gak ngerti apa-apa' , sama seperti Anda.

Semoga komentar ini ada manfaatnya.

Abu Yahyaa mengatakan...

To ROMDON,

Mau nanya:
1. Itu statistik sudah disesuaikan belum dengan rentang usia produktif menikah atau usianya masih campur aduk (mis: kakek-nenek dan bayi)?
2. Itu statistik secara global atau perbandingan muslimin dan muslimah?
3. Itu statistik sudah dikurangi juga belum dengan laki-laki maho (manusia homo)?
4. Itu statistik sudah dikurangi juga belum dengan laki-laki yang hidup selibat?

ROMDON mengatakan...

to mas Abu Yahyaa

1. jawabannya bisa dilihat di : http://sosbud.kompasiana.com/2013/05/16/makan-tuhh-poligami-vs-fakta-demografi-560923.html
di bagian tabelnya

2. itu secara manusia global. sy rasa perbandingan muslimin muslimah yo sama aja

3. gak ada statistik manusia homo (laki2). tapi perlu diingat dipihak perempuan juga banyak tuh lesbian

4. gak ada statistik laki2 hidup selibat, maupun wanita hidup selibat.

kenapa yang ditanya laki2nya melulu?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sudah berulang dikatakan bahwa bolehnya poligami bukan karena unsur sex ratio. Saudara Romdon ini memang sudah dari awal punya starting pikiran bahwa alasan poligami yang banyak dikatakan sebagian orang itu karena faktor ini. Apalagi kemudian sebagian orang bodoh mengklaim seperti perkataan saudara Romdon ini bahwa pologami itu disyari'atkan karena melimpahnya jumlah wanita. Akhirnya, jadilah stereotip yang salah....

Sekali lagi, seandainya dunia ini hanya tinggal dua wanita dan empat orang pria, maka syari'at tetap tidak memperbolehkan poliandri. Sebaliknya, syari'at tetap memperbolehkan poligami. Apa pasal ?. Memangnya tidak boleh jika dua wanita tersebut lebih memilih satu orang laki-laki yang ia suka dan melangsungkan pernikahan dengannya ?. Akal mana yang melarangnya ?. Menikah itu didasarkan oleh kerelaan, bukan paksaan.

Saya sudah jelaskan tentang syari'at poligami di artikel : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/10/syariat-poligamitaaddud-pro-kontra-di.html.

Kalau Saudara Romdon masih beranggapan bahwa Muhammad itu nabinya (shallallaahu 'alaihi wa sallam), maka contohlah beliau. Wanita siapakah yang pertama kali dipoligami oleh beliau ?. Jawabnya adalah 'Aaisyah radliyallaahu 'anhaa, seorang gadis cantik. Setelah Khaadijah meninggal, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi Saudah. Setelah menikahi Saudah, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mempoligami 'Aaisyah radliyallaahu 'anhu. Setelah menikahi 'Aaisyah, beliau menikahi Hafshah bintu 'Umar bin Al-Khaththaab. Dan seterusnya....

ROMDON mengatakan...

"...Sudah berulang dikatakan bahwa bolehnya poligami bukan karena unsur sex ratio..." piye to mas? bukannya juga berulang pula saya bilang hukum poligami memang gak berdasarkan sex ratio, termasuk sy juga gak pernah bilang hukum poligami akan gugur karena sex ratio? weleh weleeh

"...Kalau Saudara Romdon masih beranggapan bahwa Muhammad itu nabinya (shallallaahu 'alaihi wa sallam), maka contohlah beliau. Wanita siapakah yang pertama kali dipoligami oleh beliau ?. Jawabnya adalah 'Aaisyah radliyallaahu 'anhaa, seorang gadis cantik. Setelah Khaadijah meninggal, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi Saudah. Setelah menikahi Saudah, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam mempoligami 'Aaisyah radliyallaahu 'anhu. Setelah menikahi 'Aaisyah, beliau menikahi Hafshah bintu 'Umar bin Al-Khaththaab. Dan seterusnya...."
yup...disitu poin pentingnya
Daftar isi Rosul
Istri Pertama : Khadijah binti Khuailid
Istri Kedua : Saudah Al-A’miriyah
Istri Ketiga : A’isyah binti Abu Bakar
Istri Keempat : Hafshah binti Umar bin Khattab
Istri kelima : Zainab binti Khuzaimah
Istri Keenam : Ummu Salamah
Istri Ketujuh : Zainab binti Jahsy
Istri Kedelapan : Juairiyah binti Harist
Istri Kesembilan : Shafiyyah binti Hay
Istri Kesepuluh : Ummu Habibah / romlah bint sofyan
Istri Kesebelas : Maimunah binti Harist
Istri Keduabelas : Mariya Al-Qibthiyyah
Rosul hidup bermonogami jauuh lebih lama daripada hidup berpoligami. monogami 28 tahun bersama Khadijah, poligami hanya 8 tahun, itupun 2 tahun setelah istri pertama beliau meninggal dan lihatlah mayoritas istri poligami beliau adalah janda2 berumur terlantar yang ditinggal mati suami (kecuali hanya Aisyah RA)

Dan lihatlah laki2 (terutama jaman sekarang) mayoritas yang dicari buat istri untuk dipoligami pasti gadis/janda yang lebih muda, kinyis2 bin sexy bin bahenol, itupun istri pertama tak jarang masih cantik n segar bugar.
sangat2 jarang kita temui jaman sekarang orang berpoligami dengan janda2 berumur dan terlantar dengan tujuan menolong (kalau misal ada, waaaahh saya dukung seribu seribu persen poligaminya)

jadi...contoh bagian mana dari Rosul yang ditiru? mosok cuma nyontoh bagian enaknya aja? giliran bagian gak enaknya emoh...didelet n buru2 bersembunyi dibalik ayat yang menguntungkan. weleh weleeehh...

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Anda memang plin plan. Semoga Anda tidak amnesia dengan perkataan yang Anda yang ini :

"menurut saya, secara logika satu2nya alasan yang paling masuk akal poligami adalah perbandingan jumlah wanita yang "katanya" berlipat di atas pria, sedangkan alasan yang lain hanyalah pembenaran dan bumbu penyedap".

[selesai kutipan].

Anda mengkritik dari sisi itu bukan ?.

Perkataan dan perbuatan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah sebagai dalil. Tidak masalah poligami itu 8 tahun. Point pokok dalam pendalilan adalah beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam melakukan poligami, sehingga itu menunjukkan kebolehannya secara mutlak. Baik Anda suka atau tidak. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam juga tidak melakukannya dalam kondisi terdesak, terpaksa, atau hal-hal yang lainnya sehingga disebut sebagai keadaan darurat seperti kata Anda. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mempoligami gadis belia, janda muda, dan janda tua. Lengkap bukan ?.

Menikahi gadis memangnya kenapa ? kok Anda protes. Lihat, dulu rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempoligami 'Aaisyah yang notabene gadis muda, perawan, dan cantik.

Makanya bung, belajar dong ilmu fiqh.... Apa yang diperbuat oleh beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam itu menunjukkan bolehnyanya menikah dan mempoligami gadis perawan, janda muda, dan janda tua.

Dan sudahlah,.... sebenarnya Anda tidak punya alasan apa-apa untuk menolak poligami kecuali ketidaksenangan Anda semata. So, mengapa saya mesti pusingkan ?.

Abu Yahyaa mengatakan...

To Romdon,

Agan 'kan ujug-ujug bawa dalil statistik buat "mengharamkan" poligami. Meski, jawaban Mas Abul Jauzaa sebenernya udah sangat memuaskan sekali. Ane cuma ingin mengkritisi sedikit soal perkara statistik yang sifatnya global dibawa ke ranah yang khusus, yaitu poligami. Makanya, ane tanya 4 pertanyaan di atas (meski masih banyak yang pengin ane tanyain).

Kalo jawabannya, pake "rasa-rasa", ya susah dong, Gan. Syari'at 'kan gak bisa pake "rasa-rasa". Coba, deh tengok lagi statistiknya. Kalo mau nge-dalil harusnya kan nge-pas. Statistik yang sebenarnya untuk ratio male-female yang sesuai untuk poligami 'kan harusnya begini:
1. Muslimin vs. Muslimah usia nikah.
2. Normal (gak maho).
3. Gak memutuskan selibat (nyufi, ngerahib, merasa blum mapan dll).
4. Bukan mahrom.
5. Trus 1 lagi yang penting, status kudu single, duda ataw janda (yang udah nikah harusnya gak masuk, dong).

Kalo udah di-filter gitu, jadinya 'kan lebih spesifik. Barulah Agan bisa koar-koar. Bukan apa-apa, maksud ane simpel. Jangan silau dulu liat statistik gituan.

Jujur nih, Gan. Ane pegang data HRD di pabrik tempat ane kerja. Jumlah pekerja perempuan (single, muslimah) itu 3x lipat lebih banyak dibandingkan jumlah pekerja laki-laki (single, muslimin). So, dalil Agan pake statistik itu sebenernya lemah.

ROMDON mengatakan...

To Abu Yahyaa

Sebenernya saya mau kasih tanggapan banyak tentang tanggapan Anda tersebut, tapi males ahh paling gak ditampilin lagi sama yg punya blog ini, lawong tanggapan dan tulisan sy yg ditampilin cuma yg sekiranya bisa beliau debat, atau yg bisa menguntungkannya doang. gak objektif. mungkin takut....atau gak siap menerima kritikan dan pemikiran yang tidak sesuai dengan pemahamannya....Wallohua'lam
atau MUNGKIN memang dasarnya pengecut...(mohon maap bila saya salah)




bahkan kalo boleh sy berzuudzon bisa jadi Anda (Abu Yahyaa) dan penulis blog (Abu Al-Jauzaa') adalah orang yang sama.


buat penulis blog.... tolong buktikan kalo Anda seorang gentleman....

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Komentar Anda tidak berpengaruh apa-apa. Itu biasa dan sering muncul di Blog ini karena komentarnya tidak ditampilkan. Coba baca disclaimer yang ada di Blog ini, bahwa saya mempunyai hak sepenuhnya menampilkan atau tidak menampilkan komentar yang ada, dan itu tidak hanya berlaku pada Anda.

Sebenarnya, komentar Anda yang tidak saya tampilkan hanyalah pengulangan dari apa yang Anda sampaikan plus beberapa pernyataan ketidakpuasan. Tidak ada yang baru. Inti yang dibicarakan adalah lebih kepada pemahaman dalil poligami. termasuk klaim bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang katanya melarang poligami. Itu sudah saya jawab di bagian link tulisan saya yang membahas poligami. Adapun masalah statistik, so itu gak ada hubungannya sama sekali dengan poligami. Makanya, dari awal Anda mengangkat itu di Blog ini sudah salah besar. Bolehlah Anda berkicau seperti itu dengan orang yang semisal Anda.

So, menggerutu lah jika ingin menggerutu. Selamat tersenyum !

ROMDON mengatakan...

yess....berarti saya menang dalam debat dengan Anda...Alhmdllh....yuhuuuu iya doong... (sambil tersenyum tentunyaaa)
gakpapa gak Anda tampilin tulisan sy yg lain...simpen aja buat amal, wkwkwkwk

because I have known what like person who you are

Abu Yahyaa mengatakan...

To Romdon,

Agan bilang:
"bahkan kalo boleh sy berzuudzon bisa jadi Anda (Abu Yahyaa) dan penulis blog (Abu Al-Jauzaa') adalah orang yang sama."

Ane jawab:
Amiin. Ane emang pengen banget kayak Mas Abul Jauzaa. Pinter ilmu hadist. Ane emang pengagum beliau. Tiap pagi sebelum kerja, ane pasti buka-buka blog beliau buat nyari tambahan ilmu. Ane doain Mas Abul Jauzaa ilmunya berkah. Dan ane doain juga Agan bisa ngambil faidah dari beliau. Oh iya, ane belum pernah ketemu sama Mas Abul Jauzaa, sebaliknya juga begitu. Jadi, ane gak tahu tampangnya Mas Abul Jauzaa ini bagaimana.

Kemudian, soal komentar2 ane sebelumnya. Itu cuma ngajak Agan sedikit kritis soal statistik. Sementara, secara hukum syar'i udah dijawab dengan sangat memuaskan oleh Mas Abul Jauzaa, ane gak perlu nambahin apa2. Wajar dong, ya ane kritisi secara statistik. Lha wong, Agan 'kan awalnya bawa2 statistik dan ane juga dikit2 ngerti statistik. Hanya saja menurut ane rada aneh, statistik umum diberlakukan pada area yang khusus. Gak nyambung namanya itu, Gan. Mohon maaf.

Oh iya 1 lagi. Ini pernah ane alamin pas komen di topik yang lain beberapa waktu lalu. Udah ketik banyak2, ternyata gak muncul di bagian komentar. Kirain gak di-approve. Selidik punya selidik, ternyata komentarnya kebanyakan & ane gak periksa lagi. Ada baiknya sebelum menutup layar komentar, pastikan ada kata2, "Komentar anda telah disimpan blah.. blah..." di bagian atas layar. Kalo gak ada, scroll ke paling bawah untuk melihat apa yang error. Sekian.

Anonim mengatakan...

Ya gak bakalan nyambung dan gak imbang, yg satu typikal orang yg suka nonton TV ama baca Koran tapi bicara hukum islam, dan yg satu lagi jauh lebih mendalami dalil2 hukum islam.
Kayak dulu kita di SD sampe Kuliah cuman belajar 2 jam agama seminggu tapi kayaknya sudah hatam ilmu agama. padahal 5 hadis aja belum hafal, juzamma hafalnya sampe Al At-tiin, meski di raport pelajaran agama dapet 9.
Ya bener juga sih, Agar mas Romdon bisa bebas BERIJTIHAD, mas Romdon memang seharusnya diskusinya sama yg semisalnya.

Anonim mengatakan...

Saya pribadi merasa aneh juga, ada orang yang merasa menang berdebat padahal orang yang melayani sudah tidak layak dilayani karena cuma buang-buang energi dan waktu, kemudian merasa paling berani dengan menuding orang pengecut kemudian menuding orang yang berbeda adalah orang yang sama tanpa bukti apapun. Padahal argumentasi yang disampaikan jelas-jelas tidak runut, dan bisanya cuma ngeyel muter-muter di situ-situ aja. So, I think, I have known what like person who you are...

ROMDON mengatakan...

Pak penulis, sepertinya Anda musti berterima kasih pada saya, karena diskusinya jadi panjang n hangat "bergelora", hehehe
(tolong ditampilin ya tulisan saya)

para bapak2 anonim...Anda gak tahu atau gak baca sih tulisan2 sy yg "ditabung" secara sepihak di blog ini, dan ada beberapa yg gak ditampilin, jadi merasa aneh dan bersuudzon. itupun semua juga saya
katakan mungkin atau bisa jadi, kalo kenyataannya enggak yo kan bisa direvisi, gitu aja kok repot?

Kalo kita hanya diskusi dengan mempertemukan orang2 yang Anda bilang "semisal" dengan kita, sama aja kayak katak dalam tempurung, perbedaan pendapat diluar sana itu bisa saaaangat banyak, yo wajarlah lain kepala lain isinya.

utamanya dan awalnya saya memang mengangkat data dan fakta demografi yang secara rasional dan logis kependudukan kontras dengan poligami, kalo mungkin jadi terungkap sanggahan agak melebar kemana2 ya wajar aja dong namanya juga diskusi / berdebat, yang penting kan temanya tetep ada hubungannya dengan poligami.

Balik lagi...

poligami adalah ketentuan dari Allah SWT yang "tidak harus dijalankan" karena hukumnya adalah mubah (boleh), dijalankan monggo enggak juga oke2 saja, selama semua syarat dan kondisi terpenuhi dan tidak ada pihak yang terdzolimi.
namun tentu perlu ditinjau kembali lebih besar mana ya manfaat dan mudzorot dari poligami? kan kita semua tahu Allah SWT tidak suka/membenci keudzorotan

jadi penasaran...ingin tahu manfaat poligami di jaman sekarang apa ya? ditengah2 kondisi sosial budaya dan demografi yang ada saat ini? namun pliss... jangan lgsung memvonis harus kembali ke ayat dan dalil secara mutlak. tolong masukkan unsur rasional dan logis. mtrsuwuun

Anonim mengatakan...

Mungkin mas Romdon masih siswa SMU atau mahasiwa ilmu statistik,tapi pengen bicara hukum pidana. Mudah2an kita semua diberikan Alloh ilmu yang lebih baik dan bermanfaat.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Mas Romdon, welcome back !. Saya berbicara dengan orang semisal Anda sudah puluhan kali, kalau gak boleh dibilang ratusan kali. Di blog ini, orang setipe Anda sudah berulang kali muncul. Dan Anda hanyalah template yang kesekian kali. Beda kemasan, tapi inti tetap sama. Jadi boleh dong, saya merasa bosan. Apalagi ini Blog saya. Kalau Anda merasa protes, maka Anda bukan termasuk katagori orang cerdas, karena saya sudah memberikan disclaimernya. Kalau merasa Anda pingin punya tandem untuk menyalurkan libido debat Anda, saya bukan orang yang tepat. Silakan cari bak penampungan lainnya.....

Meski saya bukan pengajar statistik atau berkecimpung di dunia survei, tapi saya punya pengetahuan dasar tentang statistik karena dua kali kuliah saya mendapatkan materi statistik untuk penelitian. Sama seperti yang disinggung Abu Yahyaa, statistik demografi Anda tidak bunyi apa-apa seandainya mau dihubungkan dengan hukum poligami dalam syari'at Islam.

Sebenarnya, diakui ataupun tidak, pikiran kacau Anda telah terbingkai dari stereotape hubungan demografi dan poligami. Makanya di awal Anda begitu menggebu-gebu menampilkannya. Basi !. Mengkaitkan hukum poligami dengan demografi itu tidak relevan, tidak ada kaitannya. Jadi, Anda salah berbicara dengan saya mengkaitkannya dengan fakta itu. Seperti yang telah saya bilang, seandainya dunia ini hanya tersisa empat orang laki-laki dan dua orang wanita, maka Islam tetap melarang poliandri dan memperbolehkan poligami. Jelaskan ?.

Oleh karena itu, basic argumen Anda yang rapuh itu sudah gugur semenjak tempo hari. Bahkan semenjak pendahulu Anda berkomentar tentang itu di Blog ini. Dan bahkan semenjak tulisan Kompasiana itu muncul dan kemudian Anda membebeknya.....

Mau ditinjau dari statistik, gak ada relevansinya. Mau ditinjau dari darurat, apalagi...., karena bertentangan dengan dalil. Anda pun tidak paham apa itu darurat kan ditinjau dari ilmu fiqh ?. Ditinjau dari kenyataan yang dilakukan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, itu pun bertolak belakang dengan pikiran Anda. Karena, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam lengkap dalam mempoligami (bukan sekedar janda tua seperti angan-angan Anda - baca sirah dong ya !). 'Aaisyah, jelas gadis muda, perawan, dan cantik. Hafshah dan Shafiyyah, jelas janda muda yang cantik. Apa lagi yang tegak dari argumen Anda ?.

Maslahah dan mafsadat ?. Sepertinya Anda itu kebanyakan nonton TV dan koran bung... Dan memang media itu terbukti cukup ampuh meracuni kaum muslimin. Dan Anda sangat patut diduga sebagai salah satu korbannya. Saya punya beberapa kenalan yang berpoligami. Aman-aman saja tuh. Wallaahi, jika Anda di dekat saya saat ini, akan saya tunjuk orang itu di depan hidung Anda agar Anda tahu.

Manfaat poligami ?. Jelas ada, karena tidak mungkin Allah membolehkan sesuatu (sebagai bagian dari syari'at-Nya) yang asalnya memberikan mafsadat bagi kehidupan manusia. Diantaranya : memperbanyak kesempatan mencetak anak shaalih/shaalihah, karena Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

تزوجوا الودود الولود فإِنِّي مكاثرٌ بكم الأمم

"Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur (tidak mandul). Karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan kepada umat yang lain karena jumlah kalian".

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Juga, lebih menekan kuantitas zina dan perselingkuhan, karena ketika istri haidl, maka suami terhalang untuk mencampurinya. Oleh karena itu, suami tetap bisa menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada objek (wanita) yang halal. Bukan dengan onani atau jajan di PSK. Dan yang lainnya masih banyak.

Seandainya kita saat ini tidak mengetahui apa manfaat poligami pun, kita tetap harus yakin bahwa penghalalan Allah ta'ala akan sesuatu, pasti mendatangkan manfaat. Hal itu dikarenakan adanya prinsip : tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah melainkan padanya terdapat manfaat, dan tidak ada sesuatu pun yang diharamkan Allah melainkan padanya terdapat mafsadat.

Masalah kemudian ada yang menyimpang dari para perilaku poligami, maka itu bukan karena poligaminya yang salah, akan tetapi karena faktor pelakunya. Dan itu tidak hanya berlaku pada poligami, tapi juga monogami. Betapa banyak pelaku monogami itu yang berbuat kedhaliman terhadap keluarganya ?. Dan saya menantang Anda untuk melakukan penelitian : Apakah penyimpangan atau kedhaliman yang terjadi dalam rumah tangga poligami itu disebabkan oleh poligaminya atau karakteristik pribadi pelakunya ?. Silakan diteliti kalau mampu,... Dan coba deh jujur, orang yang menyimpang dan berbuat kedhaliman itu, baik monogami atau poligami, apakah orang yang dikenal baik agamanya atau jelek agamanya ?. Jika Anda bicara statistik, maka Anda jangan bicara data pencilan ya... Basic on distribusi normal ya....

Rasional dan logis itu relatif bung. Apalagi kalau bicara agama. Pakenya standar otak siapa ?. Otak ulama atau otak preman ?. Otak profesor atau otak SMA ?. Kalau kita bicara rasional dan logis dalam bahasan agama, maka itu tidak akan pernah terstandar, kecuali bagi orang-orang yang taslim yang mendefiniskan akal sehat itu adalah akal yang berkesesuaian dengan nash. 'Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu 'anhu pernah berkata :

وْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ

"Seandainya agama ini ditentukan dengan akal, tentu bagian bawah khuf lebih utama untuk diusap daripada bagian atasnya".

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Dan sudah semenjak lama, jauh sebelum Anda dilahirkan ibu Anda, tidak ada yang mengatakan hukum asal poligami itu wajib, atau harus melakukan poligami. Jadi, perkataan Anda di atas ditujukan kepada siapa ?. Gak jelas objeknya. Anda mengkondisikan lawan bicara Anda sesuai pengetahuan minim Anda. Poligami itu boleh, bahkan sebagian ulama mengatakan sunnah karena dalam QS. An-Nisaa ayat 3 memakai fi'il amr. Hukum poligami ada perinciannya sesuai dengan kondisi pelakunya. Tapi saya akan membahas lebih jauh hal itu dengan Anda, karena patut diduga gak akan begitu konek.

ROMDON mengatakan...

Anonim mengatakan...

“Mungkin mas Romdon masih siswa SMU atau mahasiwa ilmu statistik,tapi pengen bicara hukum pidana. Mudah2an kita semua diberikan Alloh ilmu yang lebih baik dan bermanfaat.”

Amiin3X Yaa Rab

Saya masih SMU atau kuliah? Wahh itu tahun berapa ya? Kayaknya udah lama deh

Yth. Penulis
Sebelumnya makasih banyak yaa tulisan sy yg terakhir ditampilin...yang sbelumnya, gakpapa wes buat “tabungan”

Weiing tanggapannya paaanjang banget? Wookey .....

Oooooaalaah sepertinya mulai ketemu titik terang dehh...inti persoalannya Anda selalu menganggap data statistik yang saya angkat gak berbunyi apa2 dan gak ada hubungannya dengan poligami. Sebaliknya sy malah selalu menganggap sangat ada hubungannya. Anda cenderung lebih menggunakan pendekatan berdasar agama, ayat dan dalil, sy lebih pada pendekatan rasional dan logis....mmmm (manggut2...)

Gak perlu kuliah dan repot2 belajar statistik njlimet kok untuk tahu data dan fakta demografi saat ini, lawong itu loh data dari situs resmi pemerintah (BPS) dari hasil sensus penduduk 2010 dan 2000 yang bisa diunduh dengan gampang oleh siapa aja.

Wahh sama dong...sy juga udah lumayan banyak n sering tuh bicara dengan orang “semisal” Anda n untungnya saya belum bosen, gak tahu juga sih entar (????) karena “pencerahan” itu tentunya tidak harus datang dari orang “semisal” kita aja bukan?

Mungkin menurut Anda data demografi memang gak ada hubungannya dengan hukum poligami dan relevansinya gak akan terstandar, oke... namun ternyata dalam pelaksanaanya poligami di masyarakat sangat2 berkaitan dengan demografi, dan juga berimbas pada sosial budaya

Sy coba analisis (maap kalo analisisnya jelek, ntar dibilang kacau lagi...hiks hiks) berdasar rasional dan logic, maklum sy gak pernah kuliah jurusan agama islam.

1. Poligami (sebenernya poligini) adalah pernikahan seorang pria dengan lebih dari satu wanita dalam satu waktu, secara logic dibutuhkan lebih banyak wanita dibanding pria

2. Saat ini sex ratio Indonesia dari total usia Pria : Wanita adalah 101:100 tidak ada data berapa jumlah pria dan wanita islam. Namun apakah berelebihan bila dibilang rasio perbandingan dan prosentasenya sama aja, mengingat plus minus jumlahnya sma aja antara pria dan wanita

3. bila dipangkas berdasar general usia 0-14 tahun 104:100, usia produktif /usia menikah 15-64 masih tetep 101:100 dalam arti dalam kondisi monogami, masih ada sktr 1persen pria yang tidak bisa menikah, bagaimana kalo orang yang tetep ngotot berpoligami “semisal” Anda ada banyak? Misal 4% saja, akan ada lebih dari 5 juta orang pria usia menikah yang terampas kesempatannya untuk menikah (kasihan kan para jomblowan).
Mungkin kebetulan Anda beruntung tidak susah menikah, bahkan bisa mendapat lebih dari satu istri, tapi pernahkan Anda tengok Saudara kita yang kesulitan menemukan calon istri? seperti yang beberapa teman sy alami misalnya. Yup memang seolah2 jumlah perawan tua itu lebih banyak, namun percalah itu hanya kelihatannya saja, karena fakta empirisnya menunjukkan sebaliknya. Secara sosial budaya memang perawan tua lebih menjadi sorotan atau bahan “bisik-bisik”, salah satu penyebabnya rentang reproduksi wanita yang lebih terbatas sehingga tuntutan untuk segera menikah lebih tinggi dibanding pria.

ROMDON mengatakan...

4. Berdasar kajian ilmu sosiologi dan krimonologi, semakin banyak kelebihan pria yang sulit menikah, semakin besar kemungkinan terjadi tindak kejahatan seksual pada wanita, misal penculikan, pemerkosaan, gak peduli agamanya apa. Itulah kenapa masalah kelebihan pria ini menjadi solusi yang dicari lintas agama

5. Dari kajian ilmu psikologi, siapa bilang poligami hanya akan berdampak kemungkinan iri, cemburu, marah atau sakit hati pada istri? (Kalaupun ada yang “seolah2” ridho dan rela gak ada jaminan akan bertahan seterusnya) namun sudah dipikirkan belum secara mendalam dampak psikologi, ekonomi, kasih syang, krisis percaya diri, iri, cemburu, bahkan dendam (terutama pada ayah) pada anak2 yang akan dihasilkan kelak? Jangan egoiss...maap kalo saya bicara kemungkinan buruknya, bukankah tindakan preventif lebih bagus daripada pengobatan?
Lagian menikah kan bukan Cuma menyatukan antar suami istri tapi “mengawinkan” juga keluarga besar. Yakin mereka rela (terutama pihak para istri)? Yakin iklas? Kalo enggak bisa2 bukan kebaikan yang didapet, namun bisa timbul terus konflik. Orang dengan satu istri aja gak jarang yang kerjaannya ribut mulu. Na’udzubillah...

Sekali lagi poligami itu mubah (boleh), gak ada keharusan untuk dijalankan, perlu ditinjau lagi lebih besar mana manfaat dan mudzorotnya dalam pelaksanaannya.
“...Juga, lebih menekan kuantitas zina dan perselingkuhan, karena ketika istri haidl, maka suami terhalang untuk mencampurinya. Oleh karena itu, suami tetap bisa menyalurkan kebutuhan biologisnya kepada objek (wanita) yang halal. Bukan dengan onani atau jajan di PSK. Dan yang lainnya masih banyak....” bagaimana dengan para jomblowan yang kesulitan menemukan istri? (bukannya mereka gak mau menikah loh, sangat ingin malah). kemana mereka musti menyalurkan hasrat seksualnya? Tanya pada diri Anda sendiri sebagai pria.
Anda mau menunjukkan orang yang poligami tapi rukun2 aja? Boleh dong berarti sy juga sudah banyak melihat orang poligami keluarganya malah jadi amburadul, anak2 terlantar. Yah mungkin dengan gampang kita akan bilang itu Cuma faktor pelakunya. Easy...

Jadi, masih menganggap data demografi gak ada relevansinya dengan poligami? Orang pintar pasti tahu jawabannya (itupun kalo tulisan saya ditampilkan, hehehehe)

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Pengulangan saja dari orang yang tidak cerdas berkomentar. Dan ini seperti komentar yang saya hidden (kalau nanti cuma pengulangan, ya maaf, saya hidden saja, bosan, tak ada kemajuan berpikir).

Bung, hukum syari'at itu ditentukan oleh dalil, bukan berdasarkan logika ya.....

Anyway, saya tidak akan membahas statistik demografi, karena memang gak berhubungan. Selain itu, nampaknya pengetahuan statistik Anda juga agak payah. Angka bodong itu tidak bisa dipakai apa-apa tanpa membatasinya dengan karakteristik populasi, dan itu bukan hanya berdasarkan jenis kelamin dan usia. Itu pertama.

Kedua, jika Anda mengatakan bahwa ada orang yang berpoligami itu ada yang gak rukun, itu memang benar. Tapi bukankah itu juga terjadi pada monogami ?. Intinya bukan itu bung. Coba refresh kembali komentar saya.

Bung, dari kemarin Anda ngomong statistik kan. Coba pahami dengan logika statistik. Coba dianalisis, ada nggak hubungan antara poligami dan kerukunan berumah tangga ?. Kasih kepada kita hasil uji korelasi atau regreasi Anda. Itu kalau Anda mampu.....

NB : Lain kali, kalau bicara agama, landasannya pake dalil ya... Meladeni komentar Anda tidak akan ada habisnya, karena beda ruangan. Saya kasihan pada Anda, korban media.

imam mengatakan...

Ustadz, bgmn hukumnya istri memberikan kepuasan kepada suami dengan maaf meng-onani-kan ( tidak onani sendiri mksdny ) kemaluan suami sampai keluar sperma dalam keadaan istri tidak haid dan haid sekalipun. Apakah berdosa ? Terus apabila istri sedang haid dan suami sedang ingin tersalurkan hasrat biologisnya jalan apa yg bisa ditempuh tanpa menyalahi syariat islam / haram( seperti oral seks ). Syukron dan afwan apabila pertanyaannya terlalu vulgar.

Abul Hasan mengatakan...

to : Romdhon

Saya ketika baca tulisan anda masih kurang jelas dan ambigu.. dan saya ingin tahu tingkat pemikiran anda.. tolong diklarifikasi tulisan anda ini

"menurut saya, secara logika satu2nya alasan yang paling masuk akal poligami adalah perbandingan jumlah wanita yang "katanya" berlipat di atas pria, sedangkan alasan yang lain hanyalah pembenaran dan bumbu penyedap."

Ini anda berbicara alasannya SIAPA ? Alasannya TUHAN mensyariatkan dibolehkannya poligami atau alasan manusia utk berpoligami?


"Sekali lagi poligami itu mubah (boleh), gak ada keharusan untuk dijalankan, perlu ditinjau lagi lebih besar mana manfaat dan mudzorotnya dalam pelaksanaannya."


-Ketika anda bicara hukum MUBAH apa dasar anda ?

-Ketika anda bilang perlu ditinjau mudhorot dan manfaat ini perlu dirinci.. maksud anda pada level individu tsb atau secara umum ?

-Ketika anda membantah yang mengatakan sunnah (karena sependek pengetahuan saya g ada yang mewajibkan diforum ini) apa dalil anda ?

kemudian dari tulisan2 anda, saya ingin bertanya supaya perkara anda ini jelas :

-Menurut anda, apakah data demografi dan ramalan bisa mengubah hukum yang sudah baku dalam teks agama ?

-Seandainya tersisa 100 pria dan 3 wanita saja, apakah ini menghilangkan hak poligami 100 pria tadi ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Boleh, dan itu bukan termasuk istimnaa' (onani) yang dilarang. Karena yang dilarang adalah istimnaa' dengan menggunakan tangan sendiri, wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

@ ROMDON
Ha..ha..ha ana tertawa terbahak2 ketika baca komentar antum mengenai teman2 antum yg belum menikah dengan beralasan adanya poligami. Mas, wanita skrg masih BUUAAAAANYAK sekali yg belum nikah. Dimana-mana pasti ada wanita lajang. Tinggal cari aja. Buset deh, menyalahkan poligami segala. Itu mah, teman2 antum aja yg ga laku. Ana kira, penjelasan Ustadz Abul Jauzaa udah sangat jelas dan memuaskan. Antum aja yg tetap ngeyel padahal argumen antum berputar di situ2 aja. Sepertinya antum ga terima kalah berdebat. Takut reputasi antum jatuh ya!!???

Abu Abdissalam

Abu Yahyaa mengatakan...

To Romdon,

Masih kekeuh juga sama statistik? Ampun, deh...

Data statistik Agan itu terlalu nge-gampang-in. Skenario statistik seharusnya disesuaikan dengan apa yang ingin Agan bahas di sini, poligami. Statistik Agan itu lemah, lho, karena terlalu global.

Sebagai contoh, dalam populasi kita anggap imbang: 4000 pria vs. 4000 wanita. Kalo diterapkan poligami, Agan memang benar ada yang bakalan jadi jomblowan, karena jatahnya diambil pria lain. Tapi bila di-drill-down secara spesifik, misal komposisi populasi menjadi: 3000 pria non muslim + 1000 pria muslim vs. 4000 wanita muslimah. Maka, bila menerapkan monogam, jelas akan ada 6000 jomblo yang tidak menikah (syari'at Islam mengharamkan wanita muslimah menikahi pria non muslim). Tapi kalo menerapkan poligami, dengan memasangkan 1 pria muslim dengan 4 wanita muslimah, malah akan mengurangi jomblo sebanyak 3000 orang. Bukan begitu?

Dengan skenario di atas akan timbul manfaat:
1. Pria non muslim tidak punya pasangan sehingga tidak bisa memiliki keturunan. Salah satu aspek yang timbul di sini, kita dapat mengurangi populasi non muslim secara 'halus'.
2. Wanita muslimah bisa merasakan pernikahan dan dari pernikahan tersebut akan muncul keturunan-keturunan muslim yang semakin banyak.

Belum lagi bagi pria muslim diberi kekhususan oleh syari'at boleh menikahi wanita Yahudi/Nasrani (asal bukan pezina). Bukankah dengan ini timbul 'manfaat' tersendiri dengan mengurangi jatah pria non muslim akan berakibat jumlah umat muslim semakin banyak sementara jumlah non muslim semakin banyak. Ini mungkin belum Agan sadari.

Coba Agan tengok mengenai artikel Mas Abul Jauzaa yang lain tentang Islam demografi di:

Mereka Takut terhadap Islam: Moslem Demographics (Revised)

Unknown mengatakan...

Saya melihatnya Abul Jauza berusaha untuk bisa memahami/mengikuti pemikiran Romdon yang sepertinya memang ahli di forum2 kompasiana/DF/kaskus dsj. Namun sebaliknya saya tidak melihat Romdon sekalipun melakukan hal yang sama untuk menanggapi dalil2 syar'i yg sudah dikupas oleh Abu Jauza. Bukankah Romdon juga muslim?, Tidaklah tepat jika Romdon berdiskusi hanya menginginkan agar data/logika statistiknya agar dilegitimasi “ijtihajnya”, namun mengabaikan dalil yg disajikan.
Mengapa demikian, karena Romdon sejak start awal dan acapkali telah berbicara hukum poligami dalam agama, awalnya Romdon mengatakan bahwa poligami tercantum dan ada contohnya dari nabi&sahabat,dan kemudian menyajikan nabi melarang poligami dengan dalil hadist Ali bin Abi Thalib (mungkin hanya ini satu2nya hadist yg ia ketahui dalam menjatuhkan lawan awamnya nya di kompasiana/DF dll). Sehingga kemudian ia menyimpulnkan poligami itu boleh jika darurat. Dan Terakhir Romdon mengatakannya mubah saja.
Jadi geli juga hehe, kalau ada seorang muslim bisa berijtihad seperti itu. Jangan2 ia tidak tahu makna ijtihad. Wah ternyata Wajar ya kalau zaman skelarang setiap MUI berfatwa langsung banyak hujatan kepada lembaga tsb jika tidak sesuai dengan pemikirannya. Masya Alloh.
Tidak sadarkah Romdon ini jika Abul jauza sedang bekerja keras untuk memberikan pemahaman kepada orang awam atau orang yg gemar bicara agama tanpa ilmu?
Kalau masih ingin beramal kasih pencerahan, mungkin Romdon bisa cariin statistiknya.. berapa prosentase pasangan monogami yang kagak rukun? sudah sesuaikah dgn harapan anda rationya? Tentunya sandingkan dengan yg ratio yg poligami.
/qte/ Yah mungkin dengan gampang kita akan bilang itu Cuma faktor pelakunya. Easy.../unqte/
Btw saya salut dengan isjtihadnya Romdon

Mukhtar Hasan mengatakan...

Assalamualaikum

ma'af komentarnya kok gak nyambung sama isi artikel?