Para
ulama berselisih dalam dua pendapat :
a.
Jumlah lafadh takbir
pada awal adzan adalah empat. Pendapat ini dipegang oleh Hanafiyyah,
Syaafi’iyyah, dan Hanaabilah.[1]
b.
Jumlah lafadh takbir
pada awal adzan adalah dua. Pendapat ini dipegang oleh Maalikiyyah dan Abu
Yuusuf dari kalangan Hanafiyyah.[2]
Dalil
Pendapat Pertama
عَنْ أَبِي
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: " لَمَّا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاقُوسِ يُعْمَلُ لِيُضْرَبَ بِهِ لِلنَّاسِ
لِجَمْعِ الصَّلَاةِ، طَافَ بِي وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ يَحْمِلُ نَاقُوسًا فِي
يَدِهِ، فَقُلْتُ: يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَتَبِيعُ النَّاقُوسَ؟ قَالَ: وَمَا
تَصْنَعُ بِهِ؟ فَقُلْتُ: نَدْعُو بِهِ إِلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: أَفَلَا
أَدُلُّكَ عَلَى مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْ ذَلِكَ؟ فَقُلْتُ لَهُ: بَلَى، قَالَ:
فَقَالَ: تَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ
أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ....... فَلَمَّا أَصْبَحْتُ، أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ، فَقَالَ: إِنَّهَا
لَرُؤْيَا حَقٌّ إِنْ شَاءَ اللَّهُ.......
Dari
Abu ‘Abdillah bin Zaid ia berkata : Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkan memukul lonceng untuk mengumpulkan manusia
berkumpul melaksanakan shalat, maka aku pernah tertidur dan bermimpi ada
seseorang mengelilingiku sambil membawa lonceng di tangannya. Aku berkata :
“Wahai hamba Allah, apakah engkau mau menjual lonceng itu ?”. Ia berkata : “Apa
yang hendak engkau lakukan padanya ?”. Aku berkata : “Aku akan mempergunakannya
untuk menyeru shalat”. Ia berkata : “Tidakkah engkau ingin aku tunjukkan yang
lebih baik dari hal tersebut ?”. Aku berkata padanya : “Tentu saja”. Ia berkata
: “Ucapkanlah : Allaahu akbar Allahu akbar, Allaahu akbar Allahu akbar.
Asyhadu an laa ilaha illallaah, Asyhadu an laa ilaha illallaah......dst”. Ketika aku bangun waktu Shubuh, aku datangi Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam lalu aku khabarkan tentang mimpiku. Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar….”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 499, At-Tirmidziy no. 189, Ibnu Maajah 806,
Ahmad 4/43, dan yang lainnya; Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/147
berkata : “Hasan shahih”].
Adzan ini adalah lafadh adzan
yang pertama kali disyari’atkan dalam Islam.
عَنْ أَبِي
مَحْذُورَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَّمَهُ
الْأَذَانَ تِسْعَ عَشْرَةَ كَلِمَةً وَالْإِقَامَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ كَلِمَةً،
الْأَذَانُ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ
أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ،
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى
الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، اللَّهُ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.....
Dari Abu Mahdzuurah :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengajarinya adzan sembilanbelas kalimat dan iqamat tujuhbelas kalimat. Adapun
adzan adalah : Allaahu akbar, Allahu akbar. Allaahu akbar, Allahu akbar.
Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah. Asyhadu
anna Muhamadan Rasulullah, asyhadu anna Muhamadan Rasulullah. Asyhadu an laa
ilaaha illallaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah. Asyhadu anna
Muhamadan Rasulullah, asyhadu anna Muhamadan Rasulullah. Hayya ‘alash-shalaah,
hayya ‘alash-shalaah. Hayya ‘alal-falaah, hayya ‘alal-falaah. Allaahu akbar,
Allahu akbar. Laa ilaaha illallaah….” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 502-503,
An-Nasaa’iy no. 631, Ibnu Maajah no. 709, dan yang lainnya; Al-Albaaniy dalam Shahiih
Sunan Abi Daawud 1/149 berkata : “Hasan shahih”].
Dalil Pendapat Kedua
عَنْ أَبِي
مَحْذُورَةَ: " أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَّمَهُ هَذَا الأَذَانَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، أَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ،
ثُمَّ يَعُودُ، فَيَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ،
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ مَرَّتَيْنِ،
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ مَرَّتَيْنِ، زَادَ إِسْحَاق اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ
أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ "
Dari Abu Mahdzuurah :
Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarinya
adzan ini : “Allaahu akbar, Allahu akbar. Asyhadu an laa ilaaha
illallaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah. Asyhadu anna Muhamadan
Rasulullah, asyhadu anna Muhamadan Rasulullah”. Kemudian beliau
mengulanginya dan berkata : “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu an laa
ilaaha illallaah. Asyhadu anna Muhamadan Rasulullah, asyhadu anna
Muhamadan Rasulullah . Hayya ‘alash-shalaah – dua kali -, hayya
‘alal-falaah – dua kali - . Allaahu akbar, Allahu akbar. Laa ilaaha
illallaah….” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 379, Abu Daawud no. 629, dan
yang lainnya].
Ini adalah lafadh lain dari
hadits Abu Mahdzuurah radliyallaahu ‘anhu yang disebutkan sebelumnya.
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الأَذَانَ، فَإِنْ
سَمِعَ أَذَانًا، أَمْسَكَ، وَإِلَّا أَغَارَ، فَسَمِعَ رَجُلًا، يَقُولُ: اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: عَلَى الْفِطْرَةِ، ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ فَنَظَرُوا، فَإِذَا هُوَ
رَاعِي مِعْزًى "
Dari Anas bin Maalik, ia
berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah hendak menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika
beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak
mendengar, maka beliau menyerang. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun mendengar seorang laki-laki berkata
(mengumandangkan adzan) : “Allaahu akbar Allaahu akbar”.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Di atas fithrah”. Kemudian ia
(muadzdzin) berkata : “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu an laa
ilaaha illallaah”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Ia keluar dari api neraka”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam melihat siapakah laki-laki itu, dan ternyata ia seorang penggembala
kambing [Diriwayatkan oleh Muslim no. 382, At-Tirmidziy no. 1618, Abu Daawud
no. 2634, dan yang lainnya].
عَنْ ابْنِ
عُمَرَ، قَالَ: " إِنَّمَا كَانَ الْأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، وَالْإِقَامَةُ مَرَّةً
مَرَّةً، غَيْرَ أَنَّهُ، يَقُولُ: قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ
الصَّلَاةُ، فَإِذَا سَمِعْنَا الْإِقَامَةَ تَوَضَّأْنَا ثُمَّ خَرَجْنَا إِلَى
الصَّلَاةِ "
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata :
“Adzan di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu dua kali-
dua kali; sedangkan iqamah sekali-sekali, kecuali muadzin mengucapkan : qad
qaamatish-shalaah, qad qaamatish-shalaah. Apabila kami mendengar iqamat,
kami pun berwudlu lalu keluar menuju shalat berjama’ah” [Diriwayatkan Abu
Daawud no. 510; Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/154 berkata
: “Hasan”].
Tarjih
Dengan
melihat dalil-dalil yang dibawakan masing-masing pendapat, nampak bahwa kedua
cara tersebut diperbolehkan. Takbir di awal adzan boleh diucapkan dua kali atau
empat kali, karena masing-masing punya landasan dari nash yang shahih. Meskipun
begitu, perlu untuk diingat bahwa apabila dalam satu daerah tidak lazim mengucapkan
takbir di awal adzan dua kali (seperti umumnya di negeri kita), maka dianjurkan
untuk mengucapkan takbir empat kali untuk menghindari fitnah.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
– perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 07041434/16022013 – 19:09 –
banyak mengambil faedah dari buku Ahkaamul-Adzaan wan-Nidaa’ wal-Iqaamah
oleh Saamiy Al-Haazimiy, hal. 65-69].
[1] Al-Mabsuuth 1/129, Badaai’ush-Shanaai’
1/147, Al-Majmuu’ 3/101, Mughnil-Muhtaaj 1/135, Al-Mughniy 2/56
& 57, dan Kasysyaaful-Qinaa’ 1/80.
[2] Al-Mabsuuth 1/129, Badaai’ush-Shanaai’
1/147, Al-Ma’uunah ‘alaa Madzhab ‘Aalimil-Madiinah oleh Al-Qaadliy
‘Abdul-Wahhaab 1/203, dan Mawaahibul-Jaliil 1/424.
Comments
assalamu'alaikum ustadz... barakallahufiik..
bgmna dgn jumlah takbir pd iqamah,apakah satu kali atau dua kali?,sebab di negeri kita yg sering adlh takbir 2 kali,sedangkan dlm hadits ibnu umar di sebutkan bhwa satu kali satu kali kecuali lafaz qad qaamatish- shalaah, qad qaamatish-shalaah. jazakallahu khair..
Assalamu'alaikum
Ustadz bagaimanakah hukumnya mengumandangkan iqomah dengan takbir terakhir hanya 1 kali??
( Allohu akbar2x asyhadu an laa ilaa ha illallah 1x asyhadu anna muhammadar rosululloh 1x hayya'alassholati 1x hayya 'alal falah 1x qod qomati sholatu 2x ALLOHUAKBAR 1x Laa ilaaha illallah 1x)
bid'ah kah lafadz iqamat seperti ini? dan bagaimana hukumnya menghadiri jama'ah pada masjid dengan lafadz iqamah seperti ini, sementara ada masjid lain?? Syukron.
Wa'alaikumus-salaam.
Yang disunnahkan adalah dua kali - sebagaimana yang biasa kita dengar. Mendatangi masjid yang dikumandangkan adzan seperti ini tetap disyari'atkan, karena yang keliru adalah muadzdzinnya. Jika ada masjid lain yang dekat dan lebih sesuai dengan sunnah, maka dianjurkan untuk mengutamakannya.
Assalamualaikum...
Saya ingin bertanya mengenai jumlah takbir saat adzan ada berapa kali ya pak...
Yang benar 4 atau 6 kali ??
Posting Komentar