Maksudnya,
bolehkah seseorang menyebutkan nama kun-yah ketika ia bertamu ke rumah
seseorang dan si pemilik rumah bertanya identitasnya dari dalam rumah ?.
Sebelum sedikit membahas hal ini, ada baiknya kita mengetahui bahwa diantara
adab bertamu yang diajarkan syari’at Islam[1]
adalah meminta izin, mengucapkan salam, dan menyebutkan identitas yang bertamu
kepada yang ditamui (pemilik rumah).
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى
تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ * فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى
يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ * لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا
بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum minta izin dan memberikan salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang
pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika
dikatakan kepadamu : “Kembali (saja)lah”; maka hendaknya kamu kembali. Itu
lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada
dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di
dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan” [QS. An-Nuur : 27-29].
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ مَنْصُورٍ،
عَنْ رِبْعِيٍّ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَجُلٌ مَنْ بَنِي عَامِرٍ، أَنَّهُ
اسْتَأْذَنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّىاللهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ وَهُوَ فِي بَيْتٍ،
فَقَالَ: أَلِجُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِخَادِمِهِ: اخْرُجْ إِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الِاسْتِئْذَانَ، فَقُلْ لَهُ قُلْ:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، أَأَدْخُلُ ؟، فَسَمِعَهُ الرَّجُلُ، فَقَالَ: السَّلَامُ
عَلَيْكُمْ، أَأَدْخُلُ؟، فَأَذِنَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَدَخَلَ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada
kami Abul-Ahwash, dari Manshuur, dari Rib’iy, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami seorang laki-laki dari Bani ‘Aamir : Bahwasannya ia pernah meminta izin
(bertamu) kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya.
Laki-laki itu berkata : “Bolehkah aku masuk ?”. Lalu Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada pembantunya : “Keluarlah untuk menemui
orang itu, lalu ajarkanlah ia adab meminta izin. Katakan kepadanya :
‘Katakanlah : assalaamu’alaikum, bolehkah aku masuk ?”. Hal itu didengar
oleh laki-laki tersebut, kemudian ia berkata : “Assalaamu’alaikum,
bolehkah aku masuk ?”. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengizinkannya,
lalu orang itu pun masuk” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5177; dishahihkan
oleh Al-Albaaniy dalam Shhaiih Sunan Abi Daawud 3/270].
حَدَّثَنَا
أَبُو الْوَلِيدِ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ، قَالَ: سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، يَقُولُ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي دَيْنٍ كَانَ عَلَى أَبِي، فَدَقَقْتُ الْبَابَ، فَقَالَ: "
مَنْ ذَا "، فَقُلْتُ: أَنَا، فَقَالَ: " أَنَا، أَنَا، كَأَنَّهُ
كَرِهَهَا "
Telah
menceritakan kepada kami Abul-Waliid Hisyaam bin ‘Abdil-Malik : Telah
menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Muhammad bin Al-Munkadir, ia berkata :
Aku mendengar Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata : “Aku
mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk perkara hutang
ayahku. Maka aku mengetuk pintu. Lalu beliau bertanya : “Siapa?”. Aku
menjawab : “Aku”. Lalu beliau berkata : “Aku, aku”. Sepertinya
beliau membencinya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6250].
Hadits
Jaabir di atas merupakan petunjuk yang jelas bahwa apabila pemilik rumah
berkata kepada orang yang meminta izin bertamu ke rumahnya: “Siapakah engkau
?”, maka ia (tamu) menjelaskan identitas namanya. Selain nama, tamu juga
boleh menyebutkan kun-yah-nya atau sesuatu yang ia dikenal dengannya. Ibnul-Qayyim
rahimahullah berkata :
وكان من هديه أن
المستأذن إذا قيل له : من أنت ؟ يقول : فلان بن فلان أو ذكر يذكر كنيته أو لقبه
ولا يقول : أنا كما قال جبريل للملائكة في ليلة المعراج لما استفتح باب السماء
فسألوه من ؟ فقال : جبريل واستمر ذلك في كل سماء سماء
“Dan
termasuk dari petunjuknya shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah apabila
orang yang meminta izin (yaitu : tamu) apabila dikatakan kepadanya : ‘siapakah
engkau ?’, maka ia menjawab : ‘Fulaan bin Fulaan’, atau menyebutkan kun-yah-nya,
atau laqab (julukan)-nya. Ia tidak boleh berkata : ‘aku’.
Sebagaimana dikatakan Jibriil kepada para malaikat pada malam mi’raaj
ketika ia minta dibukakan pintu langit, para malaikat bertanya kepadanya : ‘siapa
?’, ia menjawab : ‘Jibriil’. Hal itu terus berlangsung dari satulangit ke langit berikutnya” [Zaadul-Ma’aad,
2/393].
Perkataan
Jaabir ‘sepertinya beliau tidak menyukainya’; padanya terdapat kemunculan
kebencian dan ketidakridlaan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam atas jawaban
tersebut (yaitu : ‘saya’). Dhaahir hadits menunjukkan jawaban orang yang
meminta izin (tamu) : ‘saya’ tidak diperbolehkan dengan sebab kebencian
dan ketidakridlaan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Berbeda
halnya dengan orang yang mengatakan bahwa hukumnya sekedar makruh tanziih,
dimana hal itu merupakan pendapat jumhur ulama. Wallaahu a’lam [lihat : Adlwaaul-Bayaan,
6/177].
Yang
menjadi ‘illat hukum adalah (penyebutan) identitas sehingga yang
bertanya (pemilik rumah) dapat mengenalnya. Oleh karena itu, sebagaimana
tertera dalam judul, boleh bagi seseorang menyebutkan kun-yah-nya selama
ia memang dikenal
dengannya. Dalilnya adalah :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي النَّضْرِ مَوْلَى عُمَرَ
بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوْلَى أُمِّ هَانِئٍ بِنْتِ أَبِي
طَالِبٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّهُ سَمِعَ أُمَّ هَانِئٍ بِنْتَ أَبِي طَالِبٍ، تَقُولُ:
" ذَهَبْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ
الْفَتْحِ فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ تَسْتُرُهُ، فَقَالَ: مَنْ هَذِهِ؟
فَقُلْتُ: أَنَا أُمُّ هَانِئٍ "
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullah bin Salamah, dari Maalik, dari Abun-Nadlr maulaa ‘Umar bin
‘Ubaidillah, bahwasannya Abu Murrah maulaa Ummu Haani’ bintu Abi Thaalib
telah mengkhabarkan kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Ummu Haani’ bintu Abi Thaalib
berkata : Aku pernah pergi menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
pada tahun Fathu Makkah. Aku dapati beliau ketika itu sedang mandi dan
Faathimah menutupinya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya :
“Siapakah itu ?”. Aku menjawab : “Aku Ummu Haani’” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 280].
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيل بْنُ إِبْرَاهِيمَ،
عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، قَالَ: خَرَجْتُ فِي لَيْلَةٍ
مَطِيرَةٍ، فَلَمَّا رَجَعْتُ اسْتَفْتَحْتُ، فَقَالَ أَبِي: مَنْ هَذَا ؟، قَالَ:
أَبُو الْمَلِيحِ، قَالَ: " لَقَدْ رَأَيْتُنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ، وَأَصَابَتْنَا سَمَاءٌ لَمْ تَبُلَّ
أَسَافِلَ نِعَالِنَا، فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ "
Telah menceritakan kepada kami
Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin
Ibraahiim, dari Khaalid bin Al-Hadzdzaa’, dari Abul-Maliih, ia berkata : Aku pernah
keluar pada satu malam yang turun hujan. Ketika aku kembali, aku minta dibukakan
pintu. Ayahku berkata : “Siapakah itu ?”. Aku berkata : “Abul-Maliih”. Ayahku berkata
: "Pada hari Hudaibiah aku pernah bersama Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam. Ketika itu kami kehujanan, namun tidak sampai membasahi bawah
sandal-sandal kami. Kemudian berserulah muadzdzin Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam : ‘Shalluu fii rihaalikum (shalatlah di rumah-rumah
kalian)" [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 936; dishahihkan oleh Basyar
‘Awwaad dalam Takhriij Sunan IbniMaajah 2/189-190].
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ
رُفَيْعٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: خَرَجْتُ لَيْلَةً مِنَ اللَّيَالِي، فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِي وَحْدَهُ وَلَيْسَ مَعَهُ إِنْسَانٌ، قَالَ:
فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَكْرَهُ أَنْ يَمْشِيَ مَعَهُ أَحَدٌ، قَالَ: فَجَعَلْتُ
أَمْشِي فِي ظِلِّ الْقَمَرِ فَالْتَفَتَ فَرَآنِي، فَقَالَ: مَنْ هَذَا، قُلْتُ:
أَبُو ذَرٍّ...
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami
Jariir, dari ‘Abdul-‘Aziiz bin Rufai’, dari Zaid bin Wahb, dari Abu Dzarr radliyallaahu
‘anhu, ia berkata : Aku pernah keluar pada suatu malam. Tiba-tiba aku
melihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam berjalan sendirian
tanpa ditemani oleh seorang pun. Abu Dzarr berkata : Aku menyangka barangkali
beliau memang ingin berjalan sendirian tanpa ditemani oleh orang lain. Maka aku
pun berjalan di bawah bayangan bulan, dan ternyata beliau menoleh dan
melihatku, dan bersabda: “Siapakah ini?”. Aku menjawab : “Abu Dzarr....”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5226].
Wallaahua’lam.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa-perum
ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 12041434/22022013 –
01:20].
Comments
Ustaz, pada bahagian bawah artikel tertulis:
Meminta JIN
yang seharusnya
Meminta IJIN
sehingga ia memberi maksud yang lain. mohon maaf jika perkara ini satu perkara yang remeh.
Terima kasih atas masukannya. Telah saya perbaiki. Jazaakallaahu khairan.
Posting Komentar