Penjelasan tentang Murji’ah (Diambil dari Kitab Shaihatun Nadziir bi-Khatharit-Takfiir oleh Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy hafidhahullah)



Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah (no. 959, 960, dan 961) dan Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah (no. 340) dari Al-Imama Ahmad bin Hanbal rahimahullah, bahwasannya ia pernah ditanya tentang Murji’ah, maka beliau menjawab :
مَنْ قَالَ إِنَّ الْإِيْمَانَ قَوْلٌ
“Yaitu siapa saja yang mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan (saja)”.
Diriwayatkan oleh Al-Laalikaaiy dalam As-Sunnah (no. 1837) dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah dari Al-Imaam Wakii’ bin Al-Jarraah  Ar-Ruaasiy, bahwasannya ia berkata :
أَهْلُ السُّنَّةِ يَقُولونَ : الإِيْمَانُ قَولٌ وَعَمَلٌ، وَالْمُرْجِئَةُ يَقُولُونَ : الْإِيْمَانُ قَولٌ ! والْجَهْمِيَّةُ يَقُولُونَ الإِيْمَانُ الْمَعْرِفَةُ
“Ahlus-Sunnah berkata : iman adalah perkataan dan perbuatan. Murji’ah berkata : iman adalah perkataan. Dan Jahmiyyah berkata : iman adalah ma’rifah”.
Al-Imaam Al-Aajurriy rahimahullah (1/312) berkata setelah ia menyebutkan riwayat atsar di atas dan yang lainnya :
احْذَرُوا رَحِمَكُمُ اللَّهُ قَوْلَ مَنْ يَقُولُ إِنَّ إِيمَانَهُ كَإِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ، وَمَنْ يَقُولُ: أَنَا مُؤْمِنٌ عِنْدَ اللَّهِ، وَأَنَا مُؤْمِنٌ مُسْتَكْمِلُ الإِيمَانِ هَذَا كُلُّهُ مَذْهَبُ أَهْلِ الإِرْجَاءِ
“Berhati-hatilah – semoga Allah merahmati kalian – pendapat orang yang mengatakan : ‘sesungguhnya imannya seperti iman Jibriil dan Mikaaiil’; dan orang yang berkata : ‘aku mukmin di sisi Allah, dan aku adalah mukmin yang sempurna imannya’. Semuanya ini adalah madzhab para penganut irjaa’”.
Al-Imaam Al-Barbahaariy rahimahullah berkata dalam kitabnya yang mengagumkan : Syarhus-Sunnah (hal. 132) :
ومن قال : (الإيمان قول وعمل، يزيد وينق)، فقد خرج من الإرجاء كلِّه، أوَّله وآخره.
“Barangsiapa yang mengatakan : ‘iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah maupun berkurang’ ; sungguh ia telah keluar dari (bid’ah) irjaa’ secara keseluruhan, dari awal hingga akhirnya”.
Dan dalam kitab Al-Mukhtaar fii Ushuulis-Sunnah (hal. 89) oleh Ibnul-Bannaa’, disebutkan bahwasannya Al-Imaam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang berkata : ‘iman dapat bertambah dan berkurang’, maka beliau menjawab :
هذا بريءٌ مِنَ الْإِرْجاءِ
“Orang ini berlepas diri dari irjaa’”.
Adapun perkataan Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam menjelaskan ‘aqidah Murji’ah dan dampak kerusakaannya adalah sangat banyak. Diantaranya adalah perkataan beliau rahimahullah :
السلف إشتد نكيرهم على المرجئة لما أخرجوا العمل من الايمان وقالوا إن الايمان يتماثل الناس فيه ولا ريب أن قولهم بتساوي إيمان الناس من أفحش الخطأ
“Salaf sangatlah keras pengingkaran mereka terhadap Murji’ah ketika mereka (Murji’ah) mengeluarkan amal dari iman. Mereka berkata : ‘sesungguhnya manusia serupa/sama dalam hal iman’. Tidak diragukan lagi perkataan mereka yang menyamakan keimanan manusia termasuk kesalahan yang paling keji/buruk”.[1]
Beliau rahimahullah juga berkata :
وقالت المرجئة على إختلاف فرقهم لا تذهب الكبائر وترك الواجبات الظاهرة شيئا من الإيمان اذ لو ذهب شيء منه لم يبق منه شيء فيكون شيئا واحدا يستوى فيه البر والفاجر
“Murji’ah - dengan segala jenis pecahan kelompok mereka – berkata : ‘mengerjakan dosa besar dan meninggalkan kewajiban-kewajiban dhahir tidaklah menyebabkan hilangnya (turunnya) iman sedikitpun’. Seandainya satu bagian iman hilang, maka tidaklah tersisa iman sedikitpun. Sehingga iman di sisi mereka adalah sesuatu yang satu (tidak bercabang-cabang – Abul-Jauzaa’), disamakan padanya antara kebaikan dan kejahatan”.[2]
Aku (Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy) berkata : Beberapa nukilan dan perkataan para ulama salaf di atas mencukupi bagi para pencari kebenaran. Akan tetapi, untuk memenuhi permintaan sebagian ulama kepadaku – jazaahullahu khairan - , akan aku nukilkan tambahan perkataan Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya yang agung Al-Iimaan, yaitu ketika beliau rahimahullah menjelaskan secara komprehensif kelompok-kelompok Murji’ah dengan ragam i’tiqad bathil mereka yang setiap orang mengenal sunnah berlepas diri darinya. Beliau rahimahullah berkata :
والمرجئة الذين قالوا الإيمان تصديق القلب وقول اللسان والأعمال ليست منه كان منهم طائفة من فقهاء الكوفة وعبادها ولم يكن قولهم مثل قول جهم فعرفوا أن الإنسان لا يكون مؤمنا ان لم يتكلم بالإيمان مع قدرته عليه وعرفوا أن إبليس وفرعون وغيرهما كفار مع تصديق قلوبهم لكنهم إذا لم يدخلوا أعمال القلوب فى الإيمان لزمهم قول جهم وان أدخلوها فى الإيمان لزمهم دخول أعمال الجوارح أيضا فإنها لازمة لها
“Dan Murji’ah yang berkata : ‘Iman adalah pembenaran hati dan perkataan lisan, sedangkan amal bukan termasuk darinya (iman)’, di antara mereka ada sekelompok fuqahaa Kuufah dan ahli ibadahnya. Namun perkataan mereka tidaklah seperti perkataan Jahm. Mereka mengetahui bahwasannya seseorang tidaklah bisa menjadi mukmin jika ia tidak mengucapkan kalimat keimanan (syahadatain) bersamaan dengan kemampuannya untuk mengucapkannya. Dan mereka pun mengetahui bahwasannya Iblis, Fir’aun, dan yang sejenisnya adalah kafir bersamaan dengan pembenaran hati mereka. Apabila mereka tidak memasukkan amal-amal hati mereka dalam iman, mengkonsekuensikan bagi mereka perkataan Jahm. Dan apabila mereka memasukkannya dalam iman, mengkonsekuensikan bagi mereka masuknya amal anggota badan (jawaarih) juga, karena ia (amal anggota badan) merupakan konsekuensi baginya”.
Kemudian beliau rahimahullah berkata :
وقالوا نحن نسلم أن الإيمان يزيد بمعنى أنه كان كلما أنزل الله آية وجب التصديق بها فانضم هذا التصديق إلى التصديق الذى كان قبله لكن بعد كمال ما أنزل الله ما بقى الإيمان يتفاضل عندهم بل إيمان الناس كلهم سواء إيمان السابقين الأولين كأبى بكر وعمر وإيمان أفجر الناس كالحجاج وأبى مسلم الخراسانى وغيرهما
 والمرجئة المتكلمون منهم والفقهاء منهم يقولون أن الأعمال قد تسمى إيمانا مجازا لأن العمل ثمرة الإيمان ومقتضاه ولأنها دليل عليه ويقولون قوله الإيمان بضع وستون أو بضع وسبعون شعبة أفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق مجاز
 والمرجئة ثلاثة أصناف الذين يقولون الإيمان مجرد ما فى القلب ثم من هؤلاء من يدخل فيه أعمال القلوب وهم أكثر فرق المرجئة كما قد ذكر أبو الحسن الأشعرى أقوالهم فى كتابه وذكر فرقا كثيرة يطول ذكرهم لكن ذكرنا جمل أقوالهم ومنهم من لا يدخلها فى الإيمان كجهم ومن اتبعه كالصالحى وهذا الذى نصره هو وأكثر أصحابه و القول الثانى من يقول هو مجرد قول اللسان وهذا لا يعرف لأحد قبل الكرامية و الثالث تصديق القلب وقول اللسان وهذا هو المشهور عن أهل الفقه والعبادة منهم
وهؤلاء غلطوا من وجوه أحدها ظنهم أن الإيمان الذى فرضه الله على العباد متماثل فى حق العباد وأن الإيمان الذى يجب على شخص يجب مثله على كل شخص وليس الأمر كذلك فإن اتباع الأنبياء المتقدمين أوجب الله عليهم من الإيمان ما لم يوجبه على أمة محمد وأوجب على أمة محمد من الإيمان ما لم يوجبه على غيرهم والإيمان الذى كان يجب قبل نزول جميع القرآن ليس هو مثل الإيمان الذى يجب بعد نزول القرآن والإيمان الذى يجب على من عرف ما أخبر به الرسول مفصلا ليس مثل الإيمان الذى يجب على من عرف ما أخبر به مجملا
Dan mereka (Murji’ah) berkata : ‘Kami menerima bahwa iman bisa bertambah, dengan makna : ketika Allah menurunkan suatu ayat, maka harus ada pembenaran terhadap ayat itu, sehingga pembenaran ini harus digabung dengan pembenaran lain sebelumnya. Akan tetapi setelah ayat-ayat yang diturunkan Allah telah sempurna, maka tidak ada iman yang saling mengungguli di kalangan mereka (manusia). Bahkan iman semua manusia adalah sama. Iman orang-orang terdahulu lagi awal dalam Islam seperti Abu Bakr dan ‘Umar dengan iman orang yang paling jahat seperti Hajjaaj, Abu Muslim Al-Khurasaaniy, dan yang lainnya adalah sama.
Dan ahli kalam dan fuqahaa’ dari kalangan Murji’ah berkata bahwa amal-amal kadang dinamakan sebagai iman secara majaz, karena amal merupakan buah iman dan merupakan bukti atas iman, dan juga karena amal merupakan petunjuk adanya iman. Mereka berkata tentang sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘iman itu ada tujuhpuluh atau enampuluh lebih cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan Laa ilaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan’; maka menurut mereka penyebutan amal dalam hadits ini sebagai majaz.
Murji’ah ada tiga golongan :
1.     Golongan yang berkata bahwa iman hanya sekedar yang ada di dalam hati. Di antara mereka ada yang memasukkan amal-amal hati dalam cakupan iman. Mereka ini termasuk golongan mayoritas dalam kelompok Murji’ah, sebagaimana telah disebutkan Abul-Hasan Al-Asy’ariy dalam kitabnya secara panjang lebar. Akan tetapi kami menyebutkan pendapat mereka tersebut secara garis besar. Di antara mereka ada yang berpendapat tidak memasukkan amal hati dalam iman, seperti Jahm dan orang-orang yang mengikutinya seperti Ash-Shaalihiy. Pendapat inilah yang ia (Jahm) dan para pengikutnya bela.
2.     Golongan yang berkata bahwa iman hanyalah sekedar perkataan lisan saja. Pendapat ini tidak diketahui ada seorang pun yang menyatakannya sebelum kelompok Karramiyyah. .
3.     Golongan yang berkata bahwa iman adalah pembenaran hati dan perkataan dalam lisan. Pendapat ini masyhur beredar di kalangan ahli fiqh dan ahli ibadah mereka.
Mereka semua keliru dari beberapa sisi, yaitu :
Pertama : Sangkaan mereka bahwa iman yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya tercermin dalam hak hamba, dan bahwasannya iman yang diwajibkan atas individu harus serupa dengan setiap individu lainnya. (Ini keliru), dan yang benar bukan begitu. Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan pada para pengikut para Nabi yang terdahulu keimanan yang tidak diwajibkan pada umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan Allah ta’ala telah mewajibkan atas umat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam keimanan yang tidak diwajibkan atas umat selain mereka. Keimanan yang diwajibkan sebelum turunnya seluruh Al-Qur’an tidaklah seperti keimanan yang diwajibkan setelah turunnya Al-Qur’an. Keimanan yang diwajibkan atas orang yang mengetahui syari’at yang dikhabarkan oleh Rasul secara terperinci tidaklah seperti keimanan orang yang (hanya) mengetahui syarai’at yang dikhabarkan Rasul secara mujmal (global)”.
Kemudian beliau rahimahullah berkata :
الوجه الثانى من غلط المرجئة ظنهم أن ما فى القلب من الإيمان ليس إلا التصديق فقط دون أعمال القلوب كما تقدم عن جهمية المرجئة
 الثالث ظنهم أن الإيمان الذى فى القلب يكون تاما بدون شيء من الأعمال ولهذا يجعلون الأعمال ثمرة الإيمان ومقتضاه بمنزلة السبب مع المسبب ولا يجعلونها لازمة له والتحقيق أن إيمان القلب التام يستلزم العمل الظاهر بحسبه لا محالة ويمتنع أن يقوم بالقلب إيمان تام بدون عمل ظاهر ولهذا صاروا يقدرون مسائل يمتنع وقوعها لعدم تحقق الإرتباط الذي بين البدن والقلب مثل أن يقولوا رجل فى قلبه من الإيمان مثل ما فى قلب أبى بكر وعمر وهو لا يسجد لله سجدة ولا يصوم رمضان ويزنى بأمه وأخته ويشرب الخمر نهار رمضان يقولون هذا مؤمن تام الإيمان فيبقى سائر المؤمنين ينكرون ذلك غاية الإنكار
“Sisi kedua dari kekeliruan Murji’ah : Sangkaan mereka bahwasannya keimanan dalam hati hanyalah berupa pembenaran saja tanpa amalan hati sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dari kalangan Jahmiyyah Murji’ah.
Ketiga : Sangkaan mereka bahwasannya keimanan dalam hati dapat menjadi sempurna tanpa sedikitpun amal yang menyertainya. Oleh karena itu, mereka menjadikan amal sebagai buah keimanan dan hasilnya, seperti kedudukan sebab dan akibat, dan mereka tidak menjadikannya sebagai keharusan (konsekuensi) baginya. Padahal, keimanan hati yang sempurna itu mengharuskan amal dhahir menurut kadarnya, tidak boleh tidak. Tidak mungkin ada keimanan hati yang sempurna tanpa adanya amal dhahir. Karena hal tersebut itu membuat takaran berbagai masalah yang tidak mungkin terjadi dengan sebab ketiadaan hubungan antara badan dan hati. Seperti misal mereka mengatakan : Seseorang yang dalam hatinya terdapat keimanan seperti keimanan yang ada dalam hati Abu Bakr dan ‘Umar, akan tetapi ia tidak pernah sujud (shalat) sekalipun kepada Allah, tidak berpuasa Ramadlaan, berzina dengan ibunya dan saudara perempuannya, dan minum khamr di siang hari bulan Ramadlaan. Lalu mereka berkata : ‘Orang ini mukmin yang sempurna keimanannya’. Tentu saja seluruh kaum mukminiin sangat mengingkari pernyataan ini”.
Dan dalam kitab Al-Majmuu’ Al-Fataawaa (7/637) terdapat kalimat berharga dari Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang menjelaskan makna yang benar tentang iman, dan bantahan terhadap orang yang menyelisihi kebenaran dalam permasalahan tersebut. Beliau rahimahullah berkata :
وهو مركب من أصل لا يتم بدونه ومن واجب ينقص بفواته نقصا يستحق صاحبه العقوبة ومن مستحب يفوت بفواته علو الدرجة
فالناس فيه ظالم لنفسه ومقتصد وسابق كالحج وكالبدن والمسجد وغيرهما من الأعيان والأعمال والصفات فمن سواء أجزائه ما اذا ذهب نقص عن الاكمل ومنه ما نقص عن الكمال وهو ترك الواجبات أو فعل المحرمات ومنه ما نقص ركنه وهو ترك الإعتقاد والقول الذي يزعم المرجئة والجهمية أنه مسمى فقط وبهذا تزول شبهات الفرق
وأصله القلب وكماله العمل الظاهر بخلاف الإسلام فإن أصله الظاهر وكماله القلب
“Iman terdiri dari : (1) pokok (ashl) iman yang tidak akan lengkap tanpanya; (2) iman wajib, yang jika ada yang hilang menyebabkan berkurangnya iman dan pelakunya berhak untuk mendapatkan hukuman; (3) iman mustahab, yang jika hilang menyebabkan hilangnya ketinggian derajat.
Maka manusia itu ada yang dhalim terhadap dirinya sendiri, pertengahan, dan lebih dahulu dalam berbuat kebaikan, seperti : haji, badan, masjid, dan yang lainnya dari individu/orang, perbuatan, dan sifat. Dan dari bagian-bagian iman tersebut, ada yang jika hilang menyebabkan berkurangnya iman yang paling sempurna, dan di antaranya ada yang menyebabkan berkurangnya kesempurnaan iman; yaitu meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman. Dan di antaranya pula ada yang mengurangi rukunnya (keimanan), yaitu meninggalkan keyakinan (i’tiqad) dan perkataan (syahadatain) - yang dikatakan Murji’ah dan Jahmiyyah sebagai cakupan penamaan iman saja. Dengan hal ini, hilanglah syubuhaat kelompok-kelompok (sesat).
Pokok iman adalah hati dan penyempurnanya adalah amal dhaahir. ‘Aqidah yang menyelisihi Islam menyatakan pokoknya adalah amal dhahir dan kesempurnaanya adalah hati”.
Aku (Asy-Syaikh ‘Aliy Al-Halabiy) katakan : Perkataan beliau rahimahullah mencukupi bagi orang yang menetapi kebenaran, membawa kesembuhan bagi jiwa-jiwa yang sakit, dan memadai bagi para pencari petunjuk. Dan barangsiapa yang bertentangan dan melakukan penyelisihan dengan hal tersebut, maka ia telah meninggalkan sikap inshaaf dan menyimpang. Dan hendaknya dikatakan kepadanya setelah itu :
وكم من عائب قولا صحيحا و آفته من الفهم السقيم
Betapa banyak orang yang mencela perkataan yang benar
dan sebabnya adalah pemahaman yang salah/buruk.
[selesai – dari kitab Shaihatun Nadziir min Khatharit-Takfiir[3], hal. 24-28 - ciper, ciapus, ciomas, bogor - 04012013 - 01:26].



[1]      Majmuu’ Al-Fataawaa (7/555-556).
[2]      Idem (7/223).

Comments

Iyas mengatakan...

Assalamu'alaikum akh,
Saya juga penasaran tentang perbedaan jelas Ahlussunnah degan Murjiah dari perkataan ulama yang ada, saya coba simpulkan di sini :

http://iyasjkt.blogspot.com/2013/01/perbedaan-mudah-ahlussunnah-khawarij.html

Mungkin bisa berguna, atau justru butuh koreksi. Jazakallah khair

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam.

Tulisan antum - mohon maaf - banyak kekeliruannya.

Iyas mengatakan...

Afwan akh, ada baiknya antum sampaikan letak kekeliruannya. Atau paling tidak yang paling utama/ mendasarnya.

Gaya menulis [belajar] kita memang beda, tapi gaya bukankah penentu benar dan salah?

Anonim mengatakan...

assalamualaikum, ustadz, afwan sebelumnya...bisa ngasih link donlot, klw bisa yg PDF buat karya syaikh diatas yakni kitab shaihatunadzir dan satunya lg tahdzir min fitnatittakfir...

jazakallahu khiron...

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam.

Shaihatun Nadziir, bisa diunduh di :

http://www.archive.org/download/rui23/rui23.pdf.

At-Tahdziir min Fitnatit-Takfiir Cetakan 1 atau 2 saya belum menemukan link downloadnya. Akan tetapi untuk cetakan 3 dengan judul At-Tahdziir min Fitnatil-Ghulluw fit-Takfiir (tahun 1426 H) bisa diunduh di :

http://www.archive.org/download/rplo9/rplo9.pdf.

Semoga bermanfaat.

Anonim mengatakan...

Assalamu`alaikum
Afwan pertanyaa Ana keluar dari tema mengingat ana gak menemukan kolom khusus pertanyaan di website ini: benarkah ada shalat sunnah sebelum shalat `Id karena ana mendapat 2 riwayat tentang pembolehan shalat sunnah sebelum shalat `Id dari facebook dan bagaimana derajat 2 riwayat pembolehan shalat sunnah sebelum shalat `Id? Jazakallah khair dan berikut 2 riwayat tersebut:
8. Salat Sunah Sebelum Hari Raya ْﻦَﻋ َﺏْﻮُّﻳَﺃ َﻝﺎَﻗ ُﺖْﻳَﺃَﺭ َﺲَﻧَﺃ َﻦْﺑ ٍﻚِﻟﺎَﻣ َﻦَﺴَﺤْﻟﺍَﻭ ِﻥﺎَﻴِّﻠَﺼُﻳ َﻡْﻮَﻳ ِﺪْﻴِﻌْﻟﺍ َﻞْﺒَﻗ ْﻥَﺃ َﺝُﺮْﺨَﻳ ُﻡﺎَﻣِﻹْﺍ . َﻝﺎَﻗ ُﺖْﻳَﺃَﺭَﻭ َﺪَّﻤَﺤُﻣ َﻦْﺑ َﻦْﻳِﺮْﻴِﺳ َﺀﺎَﺟ َﺲَﻠَﺠَﻓ ْﻢَﻟَﻭ ِّﻞَﺼُﻳ ﻩﺍﻭﺭ) ﻮﺑﺃ ﻰﻠﻌﻳ ﻯﻭﺭﻭ ﻲﻧﺍﺮﺒﻄﻟﺍ ﻲﻓ ﺮﻴﺒﻜﻟﺍ : َّﻥَﺃ ﺎًﺴَﻧَﺃ َﻥﺎَﻛ ﻲِّﻠَﺼُﻳ َﻊَﺑْﺭَﺃ ٍﺕﺎَﻌَﻛَﺭ ﻝﺎﺟﺭﻭ ﻲﺑﺃ ﻰﻠﻌﻳ (436 /2 ﺪﺋﺍﻭﺰﻟﺍ ﻊﻤﺠﻣ ـﻫﺍ ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ ﻝﺎﺟﺭ Diriwayatkan dari Ayyub, ia berkata: Saya melihat Anas bin Malik dan Hasan keduanya salat sunah di hari raya sebelum keluarnya imam . Ia berkata: Saya melihat Muhammad bin Sirin datang kemudian duduk, tidak salat sunah (Riwayat Abu Ya'la dengan sanad yang sahih. Dan dalam Riwayat Thabrani: Anas salat 4 rakaat) ِﻦَﻋَﻭ ِﻦْﺑﺍ َﻦْﻳِﺮْﻴِﺳ َﺓَﺩﺎَﺘَﻗَﻭ َّﻥَﺃ َﻦْﺑﺍ ٍﺩْﻮُﻌْﺴَﻣ َﻥﺎَﻛ ﻲِّﻠَﺼُﻳ ﻲِّﻠَﺼُﻳ َﻻ َﻥﺎَﻛَﻭ ٍﻥﺎَﻤَﺛ ْﻭَﺃ ٍﺕﺎَﻌَﻛَﺭ َﻊَﺑْﺭَﺃ ﺎَﻫَﺪْﻌَﺑ ﺎَﻬَﻠْﺒَﻗ ﻩﺍﻭﺭ) ﻲﻧﺍﺮﺒﻄﻟﺍ ﻲﻓ ﺮﻴﺒﻜﻟﺍ ﺪﻴﻧﺎﺳﺄﺑ ﺢﻴﺤﺻ (437 /2 ﺪﺋﺍﻭﺰﻟﺍ ﻊﻤﺠﻣ ـﻫﺍ ﺔﻠﺳﺮﻣ ﺎﻬﻧﺃ ﻻﺇ Muhammad bin Sirin dan Qatadah berkata: Abdullah bin Mas'ud salat setelah hari raya 4 rakaat atau 8. Ia tidak salat sunah sebelum salat hari raya (Riwayat Thabrani dengan sanad yang sahih) ِﻦَﻋ ِﺪْﻴِﻟَﻮْﻟﺍ ِﻦْﺑ ٍﻊْﻳِﺮَﺳ ﻰَﻟْﻮَﻣ ﻭِﺮْﻤَﻋ ِﻦْﺑ ٍﺚْﻳَﺮُﺣ َﻝﺎَﻗ ﺎَﻨْﺟَﺮَﺧ َﻊَﻣ ِﺮْﻴِﻣَﺃ ِّﻲِﻠَﻋ َﻦْﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ِﻦْﺑ ﻲِﺑَﺃ ﻲِﻓ ٍﺐِﻟﺎَﻃ ِﻡْﻮَﻳ ٍﺪْﻴِﻋ ُﻪَﻟَﺄَﺴَﻓ ٌﻡْﻮَﻗ ْﻦِﻣ ِﻪِﺑﺎَﺤْﺻَﺃ ﺍْﻮُﻟﺎَﻘَﻓ ﺎَﻳ َﺮْﻴِﻣَﺃ َﻦْﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﺎَﻣ ُﻝْﻮُﻘَﺗ ﻲِﻓ ِﺓﻼَّﺼﻟﺍ َﻡْﻮَﻳ ِﺪْﻴِﻌْﻟﺍ َﻞْﺒَﻗ ِﻡﺎَﻣِﻹﺍ ؟ ُﻩَﺪْﻌَﺑَﻭ َّﺩُﺮَﻳ ْﻢَﻠَﻓ ﺎًﺌْﻴَﺷ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ٌﻡْﻮَﻗ َﺀﺎَﺟ َّﻢُﺛ ُﻩْﻮُﻟَﺄَﺴَﻓ ﺎَﻤَﻛ ُﻩْﻮُﻟَﺄَﺳ َﻦْﻳِﺬَّﻟﺍ ﺍْﻮُﻧﺎَﻛ ْﻢُﻬَﻠْﺒَﻗ ﺎَﻤَﻓ َّﺩَﺭ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ﺎَّﻤَﻠَﻓ ﺎَﻨْﻬَﺒَﺘْﻧﺍ ﻰَﻟِﺇ ِﺓﻼَّﺼﻟﺍ ﻰَّﻠَﺼَﻓ ِﺱﺎَّﻨﻟﺎِﺑ َﺮَّﺒَﻜَﻓ ﺎًﻌْﺒَﺳ ﺎًﺴْﻤَﺧَﻭ َّﻢُﺛ َﺐَﻄَﺧ َﺱﺎَّﻨﻟﺍ َّﻢُﺛ َﻝَﺰَﻧ َﺐِﻛَﺮَﻓ ﺍْﻮُﻟﺎَﻘَﻓ ﺎَﻳ َﺮْﻴِﻣَﺃ َﻦْﻴِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ِﺀﻻُﺆَﻫ ٌﻡْﻮَﻗ َﻥْﻮُّﻠَﺼُﻳ َﻝﺎَﻗ ﺎَﻤَﻓ ُﺖْﻴَﺴَﻋ ْﻥَﺃ َﻊَﻨْﻣَﺃ ﻲِﻧْﻮُﻤُﺘْﻟَﺄَﺳ ِﻦَﻋ ِﺔَّﻨُّﺴﻟﺍ َّﻥِﺈَﻓ َّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ْﻢَﻟ ِّﻞَﺼُﻳ ﺎَﻬَﻠْﺒَﻗ ﻻَﻭ ﺎَﻫَﺪْﻌَﺑ ْﻦَﻤَﻓ َﺀﺎَﺷ َﻞَﻌَﻓ ْﻦَﻣَﻭ َﺀﺎَﺷ َﻙَﺮَﺗ َﻥْﻭَﺮَﺗَﺃ ُﻊَﻨْﻣَﺃ ﺎًﻣْﻮَﻗ َﻥْﻮُّﻠَﺼُﻳ َﻥْﻮُﻛَﺄَﻓ ِﺔَﻟِﺰْﻨَﻤِﺑ ْﻦَﻣ َﻊَﻨَﻣ ﺍًﺪْﺒَﻋ ْﻥِﺇ ﻰَّﻠَﺻ . َﻝﺎَﻗ ُﺭﺍَّﺰَﺒْﻟﺍ ﻻ ُﻪُﻤَﻠْﻌَﻧ ْﻦَﻋ ٍّﻲِﻠَﻋ ًﻼِﺼَّﺘُﻣ َّﻻِﺇ ﺍَﺬَﻬِﺑ ِﺩﺎَﻨْﺳِﻹﺍ ﻒﺸﻛ) ﺭﺎﺘﺳﻷﺍ ﻦﻋ ﺪﺋﺍﻭﺯ ﺭﺍﺰﺒﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺐﺘﻜﻟﺍ ﺔﺘﺴﻟﺍ ﻆﻓﺎﺤﻠﻟ ﺭﻮﻧ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻲﻠﻋ ﻦﺑ ﻲﺑﺃ ﺮﻜﺑ (251 / 1 ﻲﻤﺜﻴﻬﻟﺍ "Dari Walid bin Sari' budak yang dimerdekakan oleh 'Amr bin Huraits. Ia berkata: Kami keluar bersama Amiril Mu'minin Ali bin Abi Thalib pada hari raya. Kemudian sekelompok sahabat bertanya kepada beliau: Wahai Amiril Mu'minin, apa pendapatmu tentang salat pada hari raya setelah imam naik ke mimbar atau sebelumnya? Beliau tidak menjawab sedikitpun. Kemudian sekelompok yang lain datang dan bertanya tentang hal tersebut. Beliau juga tidak menjawabnya. Kemudian kami berdiri untuk salat, beliau menjadi imam, lalu bertakbir 7 kali dan 5 kali dan dilanjutkan dengan khutbah. Setelah selesai beliau turun dan menaiki kendaraannya, sekelompok kaum bertanya: Wahai Amiril Mu'minin, mereka ini sekelompok kaum yang salat (qabliyah atau ba'diyah). Ali menjawab: Saya bukannya menolak. Kalian bertanya tentang sunah. Sesungguhnya Nabi Saw tidak melakukan salat sebelum dan sesudah hari raya. Siapa yang mau silahkan kerjakan. Siapa yang tidak mau silahkan tinggalkan. Tahukah kalian jika aku melarang orang salat, maka saya digolongkan sebagai 'orang yang melarang salat terhadap orang lain'. Al-Bazzar berkata: Kami tidak mengetahui sanad ini tersambung dengan Ali kecuali melalui jalur ini" (al-Hafidz al-Haitsami, Kasyfu al-Astar bi Zawaid al-Bazzar I/251)

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Riwayat marfu' dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam perihal shalat sunnah sebelum 'Ied, sependek pengetahuan saya tidak ada. Adapun riwayat yang antum sebut di atas, saya tidak tahu, selain khat Arabicnya sendiri gak jelas.

wallaahu a'lam.