حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ أَبِي أُسَامَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ،
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، وَالْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا:
" أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ
لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaid bin Ismaa’iil, dari
Abu Usaamah, dari ‘Ubaidullah, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar; dan dari Al-Qaasim
bin Muhammad, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Sesungguhnya Bilaal
adzan pada waktu malam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : ‘Makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena
ia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shaadiq” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 1918, 1919].
حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ سُلَيْمَانَ
التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ، عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَمْنَعَنَّ
أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ، أَوَ قَالَ: نِدَاءُ بِلَالٍ مِنْ سُحُورِهِ، فَإِنَّهُ
يُؤَذِّنُ، أَوَ قَالَ: يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ،
وَقَالَ: لَيْسَ أَنْ يَقُولَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَصَوَّبَ يَدَهُ وَرَفَعَهَا، حَتَّى
يَقُولَ هَكَذَا وَفَرَّجَ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb : Telah
menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ibraahiim, dari Sulaimaan At-Taimiy,
dari Abu ‘Utsmaan, dari Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah
adzannya Bilaal menghalangi salah seorang di antara kalian dari sahurnya, karena
Bilaal menyerukan adzan di malam hari supaya orang-orang yang shalat malam
kembali beristirahat sejenak dan orang yang masih tidur segera bangun” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 1093].
Dua hadits yang disebutkan di atas memberikan penjelasan
kepada kita bahwa :
1.
Adzan fajr di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam ada dua, yaitu adzan sebelum masuk waktu Shubuh yang dikumandangkan
Bilaal, dan adzan setelah masuk waktu Shubuh yang dikumandangkan oleh Ibnu Ummi
Maktuum radliyallaahu ‘anhumaa.
2.
Adzan yang dikumandangkan Bilaal radliyallaahu ‘anhu berfungsi
untuk membangunkan orang yang masih tidur dan mengingatkan orang yang shalat tahajjud
untuk beristirahat sejenak. Adapun adzan yang dikumandangkan Ibnu Ummi Maktuum radliyallaahu
‘anhu berfungsi untuk memberitahukan bahwa waktu Shubuh telah masuk.
Terkait dengan hal tersebut di atas, terdapat riwayat :
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ سُوَيْدِ بْنِ
غَفَلَةَ، أَنَّهُ أَرْسَلَ إِلَى مُؤَذِّنِهِ إِذَا بَلَغْتَ حَيَّ عَلَى
الْفَلَاحِ فَقُلْ: الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ أَذَانُ بِلَالٍ
"
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari
‘Imraan bin Muslim, dari Suwaid bin Ghafalah : Bahwasannya ia
memerintahkan muadzdzin jika sampai pada bacaan hayya ‘alal-falaah,
maka hendaklah ia mengucapkan : ash-shalaatu khairun minan-nauum. Karena
ia adalah adzan Bilaal [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 2168].
Sanadnya shahih, semua perawinya tsiqah.
Riwayat ini menunjukkan bahwa Bilaal radliyallaahu ‘anhu
mengumandangkan tatswiib dalam adzannya, sedangkan dalam hadits
sebelumnya telah dikatakan bahwa ia mengumandangkan adzan di waktu malam
(sebelum waktu Shubuh tiba).
Walhasil, tatswiib disyari’atkan dikumandangkan pada adzan pertama di waktu
malam sebelum waktu Shubuh tiba.
Wallaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – bogor – 11082012].
Comments
Ustadz, mohon tanggapan atas pendapat berikut:
1. Hadis Abu Mahdzurah,
ia berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku sunnah adzan.” Kemudian beliau menyebutkannya. Hingga beliau bersabda setelah ucapan “hayya ‘alal falah.”,
«فإن كان صلاة الصبح قلت : الصلاة خير من النوم الصلاة خير من النوم الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله»
“Pada shalat subuh, engkau mengucapkan, “Ash-Shalatu khairum minan naum, ash-shalatu khairum minan naum, Allahu akbar, Allahu akbar.”
[HR Abu Dawud: 500, Ahmad: 15379, Ibnu Hibban: 1682, Al Baihaqy: 1831, Dishahihkan Al Albany dalam “Misykat al Mashabih” no. 645]
2. Hadits Anas bin Malik
ia berkata,
“Bagian dari sunnah adalah seorang muadzin berkata pada adzan fajar, “hayya ‘alal falah” kemudian berkata, “ash-shalatu khairum minan naum”, Allahu akbar, Allahu akbar.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Ad-Daruquthny, Al Baihaqy. Al baihaqy berkata, “sanadnya shahih”]
Para fukaha sepakat atas tatswib, yaitu tambahan pada adzan shalat fajar setelah al falah, yaitu, “ash-shalatu khairum minan naum” dua kali, dengan dasar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Mahdzurah,
“Pada shalat subuh, engkau mengucapkan, “Ash-Shalatu khairum minan naum, ash-shalatu khairum minan naum, Allahu akbar, Allahu akbar.”
[Al Fiqhu Al Islamy wa Adillatuhu, vol. 1, hal. 543]
Dari nukilan-nukilan diatas jelaslah bahwa para ulama menyatakan at-tatswib merupakan sunnah adzan yang hanya dilakukan pada shalat subuh, dan tidak boleh dilakukan pada selain shalat subuh.
(sumber: http://sabilulilmi.wordpress.com/2011/08/09/at-tatswiib-mengucapkan-%E2%80%9Cash-shalaatu-khairum-minan-naum%E2%80%9D-pada-adzan-subuh-sunnah-atau-bid%E2%80%99ah/)
Makasi ustadz
Pertama,... jika kita telah sepakat dengan dilalah (penunjukan) letak tatswiib dalam adzan Bilaal, maka akan 'mudah' melihat riwayat-riwayat lain yang antum sebutkan.
Kedua,... tentang riwayat yang antum sebutkan :
1. Hadits Abu Mahdzuurah.
Hadits Abu Mahdzuurah sendiri secara bersendirian adalah lemah, termasuk yang antum sebutkan. Hanya saja ia dianggap menjadi kuat dengan keberadaan jalur-jalur yang lainnya. Dan lafadh dalam jalur-jalur yang menguatkannya berbeda-beda. Satu riwayat dengan menggunakan lafadh :
إن كان صلاة الصبح قلت : الصلاة خير من النوم
"Apabila engkau dalam shalat Shubuh, engkau ucapkan : ash-shalaatu khairun minan-nauum".
Dalam riwayat lain dengan menggunakan lafadh :
وَكَانَ يَقُولُ فِي الْفَجْرِ
"Dan ia mengucapkan ketika waktu fajr :.....".
Dalam riwayat lain dengan menggunakan lafadh :
وَكُنْتُ أَقُولُ فِي أَذَانِ الْفَجْرِ الْأَوَّلِ
"Dan dulu aku mengucapkan ketika adzan fajr awal : .....".
Dalam riwayat lain denganb menggunakan lafadh :
وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ، فَقُلْ: الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ،
"Dan apabila engkau adzan di awal waktu Shubuh, maka ucapkanlah : "ash-shalaatu khairun minan-nauum...".
Jika kita jamak, maka itu tidak bertentangan dengan adzan Bilaal. Adzan Abu Mahdzuurah dengan lafadh tatswiib itu adalah adzan awal sebelum masuk waktu Shubuh. Oleh karena itu, maksud sebagian lafadh yang menyebutkan adzan untuk shalat Shubuh adalah adzan untuk membangunkan orang yang masih tertidur untuk persiapan masuknya waktu shalat Shubuh. Ini seperti yang tertera dalam sebagian riwayat Bilaal :
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ بِلَالٍ، أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُؤْذِنُهُ بِصَلَاةِ الْفَجْرِ، فَقِيلَ: هُوَ نَائِمٌ، فَقَالَ: " الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ، الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ "، فَأُقِرَّتْ فِي تَأْذِينِ الْفَجْرِ، فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Raafi’[18] : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Mubaarak[19], dari Ma’mar[20], dari Az-Zuhriy[21], dari Sa’iid bin Al-Musayyib[22], dari Bilaal[23] : Bahwasannya ia pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mengumandangkan untuk beliau adzan shalat Shubuh. Dikatakan : “Beliau masih tidur”. Lalu Bilaal berkata : “Ash-shalaatu khairun minan-naum, ash-shalaatu khairun minan-naum”. Maka hal itu disetujui dalam adzan shubuh (oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam), dan jadilah ia perkara yang tetap dalam syari’at [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 716].
Semua perawinya tsiqaat, hanya saja sanadnya mursal karena Ibnul-Musayyib tidak pernah bertemu dengan Bilaal[24]. Al-Baihaqiy (1/422-423 no. 1983) dan Ahmad (4/42) membawakan perantara Ibnul-Musayyib dengan Bilaal, yaitu ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Abdi Rabbih. Diriwayatkan juga dari jalan ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa dan Suwaid bin Ghafalah.
Padahal telah diketahui dalam riwayat-riwayat shahih bahwa Bilaal mengumandangkan adzan di waktu malam sebelum waktu Shubuh.
2. Hadits Anas bin Maalik radliyallaahu 'anhu.
Di situ menggunakan lafadh 'adzan fajar'. Padahal fajar diketahui ada dua, fajar shaadiq dan fajar kadzib.
wallaahu a'lam.
Akh Abul Jauzaa,
Sehubungan dengan waktu fajar, ana pernah baca penelitian sebagian ikhwah mengenai fajar shodiq, bahwa di Indonesia yang memakai taqwim 20° di bawah ufuk fajar shodiq belum terbit. Waktu ideal berdasarkan observasi, posisi matahari untuk fajar shodiq adalah 15°. Karena 1° = 4 menit. Selisih waktunya bisa sampai 20 menit.
Di android tablet atau handphone yang memiliki aplikasi sholat, ada pilihan mau pakai taqwim mana. Salah satunya taqwim ISNA (Islamic Society of North America). Taqwim ini pake 15° di bawah ufuk. Terus terang ana pakai taqwim ini sekarang.
Pernah pula ana baca hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, mengenai dimatikannya waktu-waktu sholat. Ana lupa persisnya nomor berapa. Bahwa, bila jama`ah ditegakkan sementara waktu sholat belum masuk, maka ikut berjama`ah. Kemudian, pulang mengerjakan sholat pada waktunya. Sholat yang pertama jadi sholat sunnah. Ana pun mempraktekkan ini sekarang.
Tanggapan antum bagaimana?
Barokalaahu fiik.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/catatan-tentang-waktu-shalat-shubuh.html
jadi kalau disatu masjid cuma ada 1 adzan , maka disitulah letak tastwiib-nya , benar atau salah ?
Penulis kitab Shahih Fiqhu as Sunnah menyatakan: “Hadits-hadits yang telah disampaikan terdahulu, di antaranya ada yang menyebutkan At Tatswib tanpa penentuan waktunya, apakah di adzan pertama atau kedua; dan di antaranya ada yang menjelaskan bahwa ia di adzan pertama. Namun tidak ada satupun hadits yang menegaskan jika dilakukan di adzan kedua. Hal ini menunjukkan pensyariatan At Tatswib ada di adzan pertama, karena untuk membangunkan orang yang tidur. Sedangkan adzan kedua untuk memberitahu masuknya waktu dan mengajak shalat. Juga sudah dimaklumi, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memiliki dua muadzin untuk shalat fajar. Salah satunya ialah Bilal -dan At Tatswib juga ada riwayat darinya- dan kedua ialah Ibnu Ummi Maktum. Bilal lah yang mengumandangkan adzan awal, dan tidak ada satu riwayat yang menyatakan Ibnu Ummi Maktum melakukan At Tatswib”. (Shahih Fiqhu as Sunnah 1/284).
Perajihan di atas ditulis oleh Ustadz Kholid Syamhudi hafidhohullah dalam majalah As Sunnah.
yang jadi pertanyaan ana ustadz.
Apakah bisa dikatakan keliru orang yang melakukan tatswiib pada adzan ke-2 ?
Ibnu Rusli
@Bapak Ibnu Rusli,... sebagaimana yang tertulis dalam artikel, yang benar, tatswiib dikumandangkan pada adzan pertama sebelum masuk waktu Shubuh.
Posting Komentar