02 Juni 2012

Dan Taabi’iin pun Beraliran Wahabiy.....


Tabi’iin Membenci dan Melarang Shalat di Kubur
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " لا أَعْلَمُهُ إِلا كَانَ يَكْرَهُ الصَّلاةَ وَسَطَ الْقُبُورِ كَرَاهَةً شَدِيدَةً "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Ibnu Thaawuus, dari ayahnya; ia (Ibnu Thaawuus) berkata : “Aku tidak mengetahuinya (Thaawuus), kecuali membenci shalat di tengah-tengah kubur dengan kebencian yang amat sangat” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 1592; sanadnya shahih].
Thaawuus bin Kaisaan Al-Yamaaniy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Humairiy; seorang yang ulama besar dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 106 H, dan dikatakan juga setelah itu. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 462 no. 3026].

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: قُلْتُ لِعَطَاءٍ: أَتَكْرَهُ أَنْ نُصَلِّيَ فِي وَسَطِ الْقُبُورِ، أو في مسجد إلى قبر؟، قال: " نَعَمْ، كَانَ يُنْهَى عَنْ ذَلِكَ "، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ قَبْرٌ وَبَيْنِي، وَبَيْنَهُ سَعَةٌ غَيْرُ بُعْدٍ أَوْ عَلَى مَسْجِدٍ ذِرَاعٌ فَصَاعِدًا؟، قَالَ: " يُكْرَهُ أَنْ يُصَلَّى وَسَطَ الْقُبُورِ "
Dari Ibnu Juraij, ia berkata : Aku bertanya kepada ‘Athaa’ : “Apakah engkau membenci jika kami shalat di tengah-tengah kubur atau di masjid yang menghadap kubur ?”. Ia menjawab : “Ya, dilarang dari perbuatan tersebut”. Ibnu Juraij berkata : “Apa pendapatmu jika antara aku dan kubur itu terdapat jarak yang tidak begitu jauh, atau jarak antara masjid dengan kubur itu kurang lebih hanya sehasta ?”. ia menjawab : “Dibenci shalat di tengah-tengah kubur” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 1579; sanadnya shahih].
‘Athaa’ bin Abi Rabbaah (namanya Aslam) Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Makkiy; seorang ulama besar dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 114 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 677 no. 4623].
‘Athaa’ rahimahullah mengklasifikasikan hukum shalat menghadap kubur yang jaraknya tidak terlalu jauh dalam cakupan larangan shalat di tengah-tengah kubur.
حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ وَرْدَانَ، عَنْ بُرْدٍ، عَنْ مَكْحُولٍ أَنَّهُ كَانَ يَكْرَهُ الصَّلَاةَ فِي الْمَقَابِرِ
Telah menceritakan kepada kami Haatim bin Wardaan, dari Burd, dari Mak-huul : Bahwasannya ia membenci shalat di pekuburan [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 2/380; sanadnya shahih].
Mak-huul Asy-Syaamiy, Abu ‘Abdillah Ad-Dimasyqiy Al-Faqiih; seorang ulama dari kalangan taabi’iin kecil, tsiqah lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 112 H/113 H/114 H/116 H/118 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa-ah, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 969 no. 6923].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " كَانُوا إِذَا خَرَجُوا مَعَ جِنَازَةٍ، فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ ؛ تَنَحَّوْا عَنِ الْقُبُورِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim, ia berkata : “Mereka (salaf) apabila keluar mengantarkan jenazah lalu datang waktu shalat, maka mereka menjauh dari kubur (untuk melaksanakan shalat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 2/380; sanadnya shahih].
Ibraahiim bin Yaziid bin Qais bin Al-Aswad bin ‘Amru An-Nakha’iy, Abu ‘Imraan Al-Kuufiy – atau lebih dikenal dengan nama Ibraahiim An-Nakha’iy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin kecil, tsiqah, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 146 H, dan wafat tahun 196 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 118 no. 272].
Mereka yang dimaksud adalah sebagian salaf dari kalangan taabi’iin dan shahabat, karena Ibraahiim adalah taabi’iin.
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ الْغِلَابِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ، إِلَّا الْحَمَّامَ وَالْمَقْبُرَةَ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah Al-Ghilaabiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waahid bin Ziyaad, dari ‘Amru bin Yahyaa Al-Anshaariy, dari ayahnya, dari Abu Sa’iid, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Bumi semuanya merupakan masjid (dapat dipergunakan untuk shalat), kecuali kamar mandi dan kuburan” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad, 3/96; sanadnya shahih].
وحَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ ابْنِ جَابِرٍ، عَنْ بُسْرِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ وَاثِلَةَ، عَنْ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ، وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا "
Dan telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Hujr As-Sa’diy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Ibnu Jaabir, dari Yusr bin ‘Ubaidillah, dari Waatsilah, dari Abu Martsad Al-Ghanawiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kalian duduk di atas kubur, dan jangan pula shalat menghadapnya” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 972].
Taabi’iin Membenci dan Melarang Membangun Bangunan di Atas Kubur
أَخْبَرَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيُّ، وعبد الوهاب بن عطاء، قَالُوا: حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ، أَنَّهُ قَالَ لِرَجُلٍ عِنْدَ الْمَوْتِ: " إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُلَقِّنَنِي حَتَّى يَكُونَ آخِرُ مَا أَقُولُ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ فَافْعَلْ، وَلا تَجْعَلُوا فِي قَبْرِي آجُرًّا ". قَالَ وَكِيعٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيُّ: قَالَ ابْنُ عَوْنٍ فِي الْحديث: وَلا تَتَّبِعُونِي بِصَوْتٍ، أَوْ قَالَ: بِنَوْحٍ
Telah mengkhabarkan kepada kami Wakii’ bin Al-Jarraah, Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy, dan ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’, mereka semua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad bin Yaziid, bahwasannya ia pernah berkata kepada seorang laki-laki menjelang kematiannya : “Jika engkau sanggup agar engkau mentalqiniku hingga akhir perkataan yang aku ucapkan adalah Laa ilaha illallaah (tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan jangan engkau memplester kuburanku”. Wakii’ dan Muhammad bin ‘Abdillah Al-Anshaariy berkata : Telah berkata Ibnu ‘Aun dalam hadits/riwayat tersebut : “Dan jangan kalian mengikutiku dengan suara-suara” – atau ia berkata : “dengan tangis ratapan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, 6/75; sanadnya shahih].
Al-Aswad bin Yaziid bin Qais An-Nakha’iy, Abu ‘Amru atau Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin besar (kibaarut-taabi’iin), tsiqah, banyak haditsnya, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 74/75 H di Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 146 no. 514].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُدَيْرٍ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، قَالَ: " تَسْوِيَةُ الْقُبُورِ مِنَ السُّنَّةِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari ‘Imraan bin Hudair, dari Abu Mijlaz, ia berkata : “Meratakan kubur termasuk sunnah” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 3/342; sanadnya shahih].
Abu Mijlaz namanya adalah : Laahiq bin Humaid bin Sa’iid As-Saduusiy, Abu Mijlaz Al-Bashriy Al-A’war; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 106 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1046 no. 7540].
عَنْ مَعْمَرٍ، عَنْ ابنِ طَاووس، عَنْ أَبِيهِ: كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ، أَوْ يُجَصَّصَ، أَوْ يُتَغَوَّطَ عِنْدَهُ، وَكَانَ يَقُولُ: " لا تَتَّخِذُوا قُبُورَ إِخْوَانِكُمْ حِشَانًا "
Dari Ma’mar, dari Ibnu Thaawuus, dari ayahnya (Thaawus bin Kaisaan) : Bahwasannya ia membenci kubur dibangun, dikapur, atau buang air besar di sisinya. Dan ia berkata : “Jangan menjadikan kubur saudara kalian tempat buang kotoran” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 6493; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ إبْرَاهِيمَ، قَالَ: " كَانُوا يَكْرَهُونَ الْآجُرَّ فِي قُبُورِهِمْ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdiy, dari Sufyaan, dari Manshuur, dari Ibraahiim (An-Nakhaa’iy), ia berkata : “Mereka (salaf) membenci memplester kubur mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/338; sanadnya shahih].
عَنْ مَعْمَرٍ وَالثَّوْرِيِّ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ، أَنَّهُ قَالَ: " لا تُطِيلُوا جَدَثِي "، قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ مَعْمَرٌ فِي حَدِيثِهِ، قَالَ: فَإِنِّي رَأَيْتُ الْمُهَاجِرِينَ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ
Dari Ma’mar dan Ats-Tsauriy, dari ‘Aashim bin Abin-Nujuud, dari Abu Waail, dari ‘Amru bin Syurahbiil, bahwasannya ia berkata : “Jangan engkau tinggikan kuburku”. ‘Abdurrazzaaq berkata : Telah berkata Ma’mar dalam haditsnya, ‘Amru berkata : “Karena aku melihat orang-orang Muhaajiriin membencinya (meninggikan kubur)” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 6486; sanadnya hasan. Tambahan lafadh yang dibawakan Ma’mar, maka ia lemah karena riwayat Ma’mar dari ‘Aashim adalah mudltharib. Akan tetapi Ma’mar mempunyai mutaba’ah dari Hammaad bin Salamah sebagaimana diriwayatkan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat, sehingga riwayatnya itu juga hasan – walhamdulillah].
‘Amru bin Syurahbiil Al-Hamdaaniy, Abu Maisarah Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan kibaarut-taabi’iin, muhdlaram, tsiqah, lagi ahli ibadah. Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat tahun 63 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 737 no. 5083].
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam[1] :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: " نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Ibnu Juraij, dari Abuz-Zubair, dari Jaabir, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 970].
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ يَحْيَى: أَخْبَرَنَا، وَقَالَ الْآخَرَانِ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: " أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Yahyaa, Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan Zuhair bin Harb – Yahyaa berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami, dan yang lain berkata : Telah menceritakan keoada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Habiib bin Abi Tsaabit, dari Abu Waail, dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahiih-nya no. 969].
Taabi’iin Membenci dan Melarang Tabarruk dengan Mengusap-Usap dan Mencium Sesuatu yang Tidak Ada Dalilnya
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُعَاذٍ، قَالَ: ثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ: ثَنَا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، " وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى: إِنَّمَا أُمِرُوا أَنْ يُصَلُّوا عِنْدَهُ وَلَمْ يُؤْمَرُوا بِمَسْحِهِ، وَلَقَدْ تَكَلَّفَتْ هَذِهِ الأُمَّةُ شَيْئًا مَا تَكَلَّفَتْهُ الأُمَمُ قَبْلَهَا، وَلَقَدْ ذَكَرَ لَنَا بَعْضُ مَنْ رَأَى أثر عَقِبِهِ وَأَصَابِعِهِ، فَمَا زَالَتْ هَذِهِ الأُمَمُ يَمْسَحُونَهُ حَتَّى اخْلَوْلَقَ وَانْمَحَى "
Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Mu’aadz, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Zurai’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah tentang ayat : ‘Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat’ (QS. Al-Baqarah : 125), ia berkata : “Kalian hanyalah diperintahkan untuk shalat di tempat tersebut, dan tidak diperintahkan untuk mengusap-usapnya. Dan sungguh umat ini telah takalluf (memperberat-berat diri) pada sesuatu yang umat sebelumnya tidak ber-takalluf padanya. Dan telah disebutkan pada kami sebagian orang yang melihat tanda tumit dan jari-jarinya (Ibraahiim), dimana umat ini senantiasa mengusap-usapnya hingga licin terkikis dan terhapus” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya 2/35; sanadnya hasan].
Qataadah bin Di’aamah bin Qataadah As-Saduusiy, Abul-Khaththaab Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 60 H/61 H, dan wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 798 no. 5553].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الشَّقِيقِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ الصَّائِغِ، عَنْ عَطَاءٍ " أَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُقَبِّلَ الرَّجُلُ الْمَقَامَ أَوْ يَمْسَحَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy Asy-Syaqiiqiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Hamzah, dari Ibraahiim Ash-Shaaigh, dari ‘Athaa’ : Bahwasannya ia membenci seseorang mencium maqaam (Ibraahiim) dan mengusap-usapnya” [Diriwayatkan oleh Al-Faakihiy dalam Akhbaar Makkah no. 951; sanadnya hasan].
Seandainya maqaam Ibraahiim yang padanya disyari’atkan untuk bertabarruk dengan melaksanakan shalat, lantas bagaimana dengan kubur yang diharamkan untuk shalat padanya ?.[2]
Taabi’iin Mencintai dan Berpegang Teguh kepada Sunnah, Serta Membenci Bid’ah dalam Agama
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: كَتَبَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ يَسْأَلُهُ عَنِ الْقَدَرِ. ح وحَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْمُؤَذِّنُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ دُلَيْلٍ، قَالَ: سَمِعْتُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ يُحَدِّثُنَا، عَنِ النَّضْرِ. ح وحَدَّثَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ، عَنْ قَبِيصَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ، وَهَذَا لَفْظُ حَدِيثِ ابْنِ كَثِيرٍ وَمَعْنَاهُمْ، قَالَ: كَتَبَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ يَسْأَلُهُ عَنِ الْقَدَرِ، فَكَتَبَ: " أَمَّا بَعْدُ أُوصِيكَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالِاقْتِصَادِ فِي أَمْرِهِ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَرْكِ مَا أَحْدَثَ الْمُحْدِثُونَ بَعْدَ مَا جَرَتْ بِهِ سُنَّتُهُ وَكُفُوا مُؤْنَتَهُ، فَعَلَيْكَ بِلُزُومِ السُّنَّةِ فَإِنَّهَا لَكَ بِإِذْنِ اللَّهِ عِصْمَةٌ، ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّهُ لَمْ يَبْتَدِعِ النَّاسُ بِدْعَةً إِلَّا قَدْ مَضَى قَبْلَهَا مَا هُوَ دَلِيلٌ عَلَيْهَا أَوْ عِبْرَةٌ فِيهَا، فَإِنَّ السُّنَّةَ إِنَّمَا سَنَّهَا مَنْ قَدْ عَلِمَ مَا فِي خِلَافِهَا........
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsiir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata : Seorang laki-laki menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz untuk bertanya masalah qadar (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Ar-Rabii’ bin Sulaimaan Al-Muadzdzin, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Asad bin Muusaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Dulaim, ia berkata : Aku mendengar Sufyaan menceritakan kepada kami dari An-Nadlr (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Hannaad bin As-Sariy, dari Qabiishah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Rajaa’, dari Abush-Shalt – dan ini adalah lafadh hadits Ibnu Katsiir dan maknanya - ia (Sufyaan Ats-Tsauriy) berkata : Seorang laki-laki menulis surat kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz untuk bertanya kepadanya tentang masalah qadar. Maka ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz menulis surat balasannya : “Amma ba’du, aku berwasiat kepada engkau untuk bertaqwa kepada Allah, sederhana dalam menjalankan perintahnya, mengikuti sunnah nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, serta meninggalkan segala hal yang diada-adakan oleh pembuat bid’ah setelah berlaku sunnahnya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan dicukupkan bagi mereka bebannya. Maka wajib bagimu untuk berpegang pada sunnah, karena ia penjaga bagimu dengan izin Allah. Kemudian ketahuilah, bahwa tidaklah manusia membuat-buat bid’ah kecuali telah ada dalil yang menjelaskan atas hal tersebut atau pelajaran yang ada di dalamnya (tentang hal itu). Sesungguhnya sunnah hanyalah disunnahkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang  mengetahui apa yang menyelisihinya (dari bid’ah tersebut).....” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4612; sanadnya shahih].
‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Marwaan bin Al-Hakam bin Abil-‘Aash Al-Qurasyiy Al-Umawiy Abu Hafsh Al-Madaniy; amiirul-mukminiin, yang sebagian ulama memasukkannya dalam jajaran Al-Khulaafaur-Raasyidiin. Termasuk thabaqah ke-4, lagir tahun 61 H/63 H, dan wafat tahun 101 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 724 no. 4974].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: كَانَ مَنْ مَضَى مِنْ عُلَمَائِنَا يَقُولُونَ: " الِاعْتِصَامُ بِالسُّنَّةِ نَجَاةٌ، وَالْعِلْمُ يُقْبَضُ قَبْضًا سَرِيعًا، فَنَعْشُ الْعِلْمِ ثَبَاتُ الدِّينِ وَالدُّنْيَا، وَفِي ذَهَابِ الْعِلْمِ ذَهَابُ ذَلِكَ كُلِّهِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Yuunus bin Yaziid, dari Az-Zuhriy, ia berkata : Orang-orang yang telah berlalu dari kalangan ulama kita berkata : “Berpegang-teguh pada sunnah adalah keselamatan. Ilmu akan dimatikan dengan cepat. Mencari/mengumpulkan ilmu adalah keteguhan dalam agama dan dunia, dan hilangnya ilmu merupakan hilangnya semua itu (agama dan dunia)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 97; sanadnya shahih].
Az-Zuhriy, nama lengkapnya adalah : Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihaab bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu Bakr Al-Madaniy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin. Termasuk thabaqah ke-4, wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 896 no. 6336].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي عَمْرٍو السَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ، قَالَ: " بَلَغَنِي أَنَّ أَوَّلَ ذَهَابِ الدِّينِ تَرْكُ السُّنَّةُ، يَذْهَبُ الدِّينُ سُنَّةً سُنَّةً، كَمَا يَذْهَبُ الْحَبْلُ قُوَّةً قُوَّةً "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Yahyaa bin Abi ‘Amru Asy-Syaibaaniy, dari ‘Abdullah Ad-Dailaamiy, ia berkata : “Telah sampai kepadaku perkataan bahwa awal hilangnya agama adalah meninggalkan sunnah. Agama akan hilang sunnah demi sunnah, sebagaimana hilangnya/putusnya tali seutas demi seutas” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 98; sanadnya shahih].
‘Abdullah bin Fairuuz Ad-Dailaamiy, Abu Bisyr/Abu Busr; seorang ulama dari kalangan kibaarut-taabi’iin yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2. Dipakai oleh Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 535 no. 3558].
أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ حَسَّانَ، قَالَ: " مَا ابْتَدَعَ قَوْمٌ بِدْعَةً فِي دِينِهِمْ إِلَّا نَزَعَ اللَّهُ مِنْ سُنَّتِهِمْ مِثْلَهَا، ثُمَّ لَا يُعِيدُهَا إِلَيْهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy, dari Hassaan (bin ‘Athiyyah), ia berkata : “Tidaklah satu kaum berbuat bid’ah dalam agama mereka, kecuali Allah mencabut dari sunnah yang semisalnya dari mereka, kemudian tidak mengembalikannya hingga hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Sunan-nya no. 99; sanadnya shahih].
Hassaan bin ‘Athiyyah Al-Muhaaribiy, Abu Bakr Asy-Syaamiy; seorang ulama taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, dan wafat setelah tahun 120 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 233 no. 1214].
أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، قَالَ: " مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً إِلَّا اسْتَحَلَّ السَّيْفَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muslim bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Wuhaib : telah menceritakan kepada kami Ayyuub, dari Abu Qilaabah, ia berkata : “Tidaklah seseorang mengada-adakan satu bid’ah, kecuali (akhirnya) akan menghalalkan pedang” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam As-Sunan no. 100; sanadnya shahih].
Abu Qilaabah nama lengkapnya adalah : ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Amru/bin ‘Aamir bin Naatil bin Maalik Al-Jarmiy, Abu Qilaabah Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan tabi’iin pertengahan, tsiqah, lagi mempunyai banyak keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 104 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah  [Taqriibut-Tahdziib, hal. 508 no. 3353].
نا أَسَدٌ، نا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ: " صَاحِبُ الْبِدْعَةِ لا يَزْدَادُ اجْتِهَادًا، صِيَامًا وَصَلاةً، إِلا ازْدَادَ مِنَ اللَّهِ بُعْدًا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Asad : Telah mengkhabarkan kepada kami Mahdiy bin Maimuun, dari Al-Hasan (Al-Bashriy), ia berkata : “Tidaklah bertambah kesungguhan pelaku bid’ah dalam hal puasa dan shalat, kecuali hanya (menghasilkan) bertambah jauhnya dari Allah saja” [Diriwayatkan oleh Ibnu Wadldlaah dalam Al-Bida’, no. 70; sanadnya shahih].
Al-Hasan Al-Bashriy, namanya lengkapnya adalah : Al-Hasan bin Abil-Hasan Yasaar Al-Bashriy Al-Anshaariy, Abu Sa’iid atau lebih dikenal dengan nama Al-Hasan Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan, tsiqah, faqiih, faadlil, lagi masyhuur. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 110 H dalam usia 88/89 tahun. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 236 no. 1237].
Mereka sama sekali tidak mengenal bid’ah hasanah, sama halnya dengan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِ بْنِ ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ يَعْنِى ابْنَ زَبْرٍ، حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي الْمُطَاعِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ : " عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالسَّمْعِ، وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي، وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyiir bin Dzakwaan Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-‘Alaa’ bin Zabr : Telah menceritakan kepadaku Yahyaa bin Abil-Muthaa’, ia berkata : Aku mendengar ‘Irbaadl bin Saariyyah berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada ssuatu hari : “Wajib bagi kalian untuk bertaqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat meskipun (yang memerintahkan kalian) seorang budak Habsyiy. Dan kalian akan melihat sepeninggalku nanti perselisihan yang sengit. Oleh karena itu, wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah Al-Khulafaaur-Raasyiduun yang mendapat petunjuk (setelahku). Gigitlah ia dengan gerahammu. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena setiap bid’ah itu adalah sesat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 45; sanadnya hasan, dan ia shahih dengan seluruh jalannya[3]].
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ، أنبا وَكِيعٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ الْغَازِ، أَنَّهُ سَمِعَ نَافِعًا، يَقُولُ: قَالَ ابْنُ عُمَرَ: " كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنًا "
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq : Telah memberitakan Wakii’, dari Hisyaam bin Al-Ghaaz, bahwasannya ia mendengar Naafi’ berkata : Telah berkata Ibnu ‘Umar : “Setiap bid’ah adalah sesat, meskipun manusia memandangnya baik (bid’ah hasanah)” [Diriwayatkan oleh Al-Marwaziy dalam As-Sunnah no. 83; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا يَحْيَى، أنبا عَبْثَرٌ أَبُو زُبَيْدٍ، عَنِ الْعَلاءِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنِ الْمُسَيَّبِ، عَنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " اقْتِصَادٌ فِي سُنَّةٍ خَيْرٌ مِنَ اجْتِهَادٍ فِي بِدْعَةٍ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ "
Telah menceritakan lepada kami Yahyaa : Telah memberitakan ‘Abtsar Abu Zaid, dari Al-‘Alaa’ bin Al-Musayyib, dari Al-Musayyib, dari ‘Abdullah : “Sederhana (pertengahan) dalam sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah. Dan setiap bid’ah itu sesat” [Diriwayatkan oleh Al-Marwaziy dalam As-Sunnah no. 83; sanadnya shahih].
‘Abdullah dalam atsar ini adalah : ‘Abdullah bin Yaziid bin Zaid bin Hushain bin ‘Amru bin Al-Haarits bin Khathmah Al-Anshaariy, Abu  Muusaa Al-Khathmiy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang mulia (shighaarush-shahaabah). Termasuk thabaqah ke-1. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 557 no. 3728].
Taabi’iin Memahani Makna Nash Sifat Allah ta’ala Sebagaimana Dhahirnya
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، ثنا فُضَيْلٌ يَعْنِي ابْنَ عِيَاضٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ، فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: " لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ قَالَ: الزِّيَادَةُ: النَّظَرُ إِلَى وَجْهِ رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin ‘Iyaadl, dari Sufyaan, dari Abu Ishaaq, dari ‘Aamir bin Sa’d tentang firman-Nya ta’ala : ‘Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya’ (QS. Yunus : 26); ia berkata : “Melihat wajah Rabb mereka ‘azza wa jalla” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alal-Jahmiyyah no. 194; sanadnya shahih].[4]
‘Aamir bin Sa’d Al-Bajaliy Al-Kuufiy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib hal. 475 no. 3107 dan Tahriirut-Taqriib 2/170 no. 3090].
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ، عَنْ نَافِعِ بْنِ عُمَرَ الْجُمَحِيِّ، قَالَ: " سَأَلْتُ ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ، عَنْ يَدِ اللَّهِ، أَوَاحِدَةٌ أَوِ اثْنَتَانِ، قَالَ: بَلِ اثْنَتَانِ
Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin Abi Maryam, dari Naafi’ bin ‘Umar Al-Jumahiy, ia berkata : Aku bertanya kepada Ibnu Abi Mulaikah tentang tangan Allah : “Apakah ia berjumlah satu ataukah dua ?”. Ia menjawab : “Bahkan (tangan Allah) berjumlah dua” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy dalam Ar-Radd ‘alaal-Mariisiy 1/286; sanadnya shahih].
Ibnu Abi Mulaikah namanya adalah : ‘Abdullah bin ‘Ubaidilah bin Abi Mulaikah – namanya Zuhair – bin ‘Abdillah bin Jud’aan bin ‘Amru Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Bakr/Muhammad Al-Makkiy Al-Ahwal; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 524 no. 3477].
حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ، عَنْ عُبَيْدٍ الْمُكْتِبِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: " خَلَقَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَرْبَعَةَ أَشْيَاءَ بِيَدِهِ: وَخَلَقَ الْقَلَمَ بِيَدِهِ، وَخَلَقَ جَنَّةَ عَدْنٍ بِيَدِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari ‘Ubaid Al-Muktib, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata : “Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan empat hal dengan tangan-Nya. Menciptakan qalam (pena) dengan tangannya dan menciptakan surga ‘adn dengan tangan-Nya” [Diriwayatkan oleh Hanaad dalam Az-Zuhd no. 45; sanadnya shahih].
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي أَحْمَدُ الدَّوْرَقِيُّ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، وَذَكَرَ هَؤُلاءِ الْجَهْمِيَّةَ، فَقَالَ: " إِنَّمَا يُحَاوِلُونَ أَنْ يَقُولُوا لَيْسَ فِي السَّمَاءِ شَيْءٌ "،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، ثَنَا عَبَّاسٌ الأَسْقَاطِيُّ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ حَمَّادَ بْنَ زَيْدٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِيَّ، يَقُولُ وَذَكَرَ نَحْوَهُ
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepadaku Ahmad Ad-Dauraqiy : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Aku mendengar Hammaad bin Zaid, dan ia menyebutkan tentang Jahmiyyah, lalu berkata : “Mereka itu hanyalah berusaha untuk menetapkan bahwa di langit itu tidak ada sesuatu pun (yaitu : mereka menolak penetapan bahwa Allah ada di atas langit)”.
Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas Al-Asqaathiy : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb, ia berkata : Aku mendengar Hammaad bin Zaid berkata : “Aku mendengar Ayyuub As-Sukhtiyaaniy berkata semisal itu” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 6/258; sanadnya shahih].
أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ أَبِي خَيْثَمَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، قَالَ: ثَنَا ضَمْرَةُ، عَنْ صَدَقَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ التَّيْمِيَّ، يَقُولُ: لَوْ سُئِلْتُ: أَيْنَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى؟ قُلْتُ: فِي السَّمَاءِ، فَإِنْ قَالَ: فَأَيْنَ عَرْشُهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاءَ؟ قُلْتُ: عَلَى الْمَاءِ، فَإِنْ قَالَ لِي: أَيْنَ كَانَ عَرْشُهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ الْمَاءَ ؟ قُلْتُ: لا أَدْرِي
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Ubaid, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Husain, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Abi Khaitsamah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Haaruun bin Ma’ruuf, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Dlamrah, dari Shadaqah, ia berkata : Aku mendengar At-Taimiy berkata : “Apabila aku ditanya : ‘Dimanakah Allah tabaaraka wa ta’ala ?’. Maka aku akan menjawab : ‘Di (atas) langit’. Apabila ia bertanya : ‘Dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan langit ?’. Maka akan aku jawab : ‘Di atas air’. Jika ia kembali bertanya kepadaku : ‘Lantas, dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan air ?’. Maka akan aku jawab : ‘Aku tidak tahu” [Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671; sanadnya hasan].
At-Taimiy di situ adalah : Sulaimaan bin Tharkhaan At-Taimiy, Abul-Mu’tamir Al-Bashriy; seorang ulama dari kalangan taabi’iin pertengahan yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 46 H, dan wafat tahun 143 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 409 no. 2590].
حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، قَالَ: ثني نضر بْنُ مَيْمُونٍ الْمَضْرُوبُ، قَالَ: ثنا بُكَيْرُ بْنُ مَعْرُوفٍ، عَنْ مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، عَنِ الضَّحَّاكِ، فِي قَوْلِهِ: مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلَى قَوْلِهِ: هُوَ مَعَهُمْ. قَالَ: هُوَ فَوْقَ الْعَرْشِ، وَعِلْمُهُ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin Abi Ziyaad, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Nadlr[5] bin Maimuun Al-Madlruub, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Bukair bin Ma’ruuf, dari Muqaatil bin Hayyaan, dari Adl-Dlahhaak tentang firman-Nya : ‘Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada’ (QS. Al-Mujaadilah : 7). Ia (Adl-Dlahhaak) berkata : “Firman-Nya : ‘Ia bersama mereka’, maksudnya : Allah berada di atas ‘Arsy dan ilmu-Nya bersama mereka dimanapun mereka berada”. (Adl-Dlahhaak melanjutkan) : “ Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Mujaadilah ; 7)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jariir Ath-Thabariy dalam Tafsiir-nya, 23/237; sanadnya shahih].
Adl-Dlahhaak bin Muzaahim Al-Hilaaliy, Abul-Qaasim/Muhammad Al-Khurasaaniy; seorang ulama taabi’iin kecil (sighaarut-taabi’iin) yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat setelah tahun 100 H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 459 no. 2995].
Apa yang dikatakan para ulama taabi’iin dalam memahami ayat sifat secara hakiki di atas tentu saja ada dasarnya, di antaranya adalah riwayat dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :[6]
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ لَا يَخْفَى عَلَيْكُمْ، إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِأَعْوَرَ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى عَيْنِهِ، وَإِنَّ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Juwairiyyah, dari Naafi’, dari ‘Abdullah (bin ‘Umar), ia berkata : Disebutkan Dajjaal di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak tersembunyi dari kalian. Sesungguhnya Allah itu tidak buta sebelah matanya – lalu beliau berisyarat dengan tangannya ke matanya - . Dan bahwasannya Al-Masiih Ad-Dajjaal itu buta sebelah matanya yang kanan seakan-akan matanya itu seperti buah anggur yang mengapung (menonjol keluar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7407].
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، قَالَ: لَمَّا قَدِمَ عُمَرُ الشَّامَ اسْتَقْبَلَهُ النَّاسُ وَهُوَ عَلَى الْبَعِيرِ، فَقَالُوا: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ رَكِبْتَ بِرْذَوْنًا يَلْقَاكَ عُظَمَاءُ النَّاسِ وَوُجُوهُهُمْ، فَقَالَ عُمَرُ: " لَا أَرَاكُمْ هَاهُنَا، إِنَّمَا الْأَمْرُ مِنْ هُنَا وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى السَّمَاءِ "
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Ismaa’iil, dari Qais, ia berkata : Ketika ‘Umar baru datang dari Syaam, orang-orang menghadap kepadanya dimana ia waktu itu masih di atas onta tunggangannya. Mereka berkata : “Wahai Amiirul-Mukminiin, jika saja engkau mengendarai kuda tunggangan yang tegak, niscaya para pembesar dan tokoh-tokoh masyarakat akan menemuimu”. Maka ‘Umar menjawab : “Tidakkah kalian lihat, bahwasannya perintah itu datang dari sana ? – Dan ia (‘Umar) berisyarat dengan tangannya ke langit” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 13/40; sanadnya shahih].
Penutup
Dari beberapa hal yang disebutkan di atas, Anda dapat mengetahui paham Wahabiy ini telah muncul ratusan tahun jauh sebelum kelahiran Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab An-Najdiy rahimahullah. Bagi Anda penganut paham ini, tentu merupakan satu khabar gembira karena akan mengetahui paham Anda berkesesuaian dengan paham para taabi’iin. Bukan ciptaan atau kreasi Muhammad bin ‘Abdil-Wahhaab atau Ibnu Taimiyyah rahimahumalllah.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيَقُولُونَ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيُقَالُ هَلْ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ ثُمَّ يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ فَيَغْزُو فِئَامٌ مِنْ النَّاسِ فَيُقَالُ هَلْ فِيكُمْ مَنْ صَاحَبَ مَنْ صَاحَبَ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيُفْتَحُ لَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari ‘Amr, ia berkata : Aku mendengar Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhumaaberkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’iid Al-Khudriy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Akan datang kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu orang-orang bertanya kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bersahabat (mendampingi) Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?". Kelompok itu menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?". Mereka menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu jaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka : ‘Apakah diantara kalian ada orang yang bershahabat dengan orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam?’. Mereka menjawab : ‘Ya ada’. Maka mereka diberi kemenangan" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3649].
Semoga artikel sederhana ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri, 02062012].


[4]      Silakan baca pembahasan tentang permasalahan ini pada artikel : 'Aqidah Ahlus-Sunnah : Kaum Mukminin Kelak Akan Melihat Allah di Hari Kiamat/Akhirat (Ru'yatullah).
[5]      Yang benar adalah : Nuuh bin Maimuun bin ‘Abdil-Hamiid bin Abir-Rijaal Al-‘Ijliy, Abu Sa’iid Al-Baghdaadiy/Al-Marwaziy – dikenal dengan nama Al-Madlruub (نوح بن ميمون بن عبد الحميد بن أبى الرجال العجلي ، أبو سعيد البغدادي و يقال المروزي المعروف بالمضروب); seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 218 H. Dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Masaail [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1011 no. 7260].
[6]      Silakan baca : At-Tafwidl dan Makna Hakiki.

36 komentar:

  1. yang bikin nyesek mungkin kalau kaum tradisionalis mengagung-agungkan masa pembentukan madhab pak, baik fiqh atau aqidah.

    mungkin akan lebih menarik kalau salafiyin mencoba "bermain" dalam sejarah dan perumusan madhab pak, secara saat ini nama imam syafi'i dan imam lain dimanfaatkan orang2.

    BalasHapus
  2. judulnya salah ustadz, meskipun dimaksudkan untuk menjadi daya tarik.

    setelah saya baca tidak ada yang mengatakan Dan Taabi’iin pun Beraliran Wahabiy...

    meskipun saya paham penekanan dari tulisan tersebut bahwa pemahaman wahabiy itu berasal dari jamannya sahabat dan rasulullah

    BalasHapus
  3. alhamdulillah yang telah menganugerahkan nikmat berupa kecintaan kepada tauhid dan sunnah serta kebencian terhadap syirik dan bid'ah.

    abu 'aaisyah

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah..dengan artikel ini,semoga menyadarkan saudara saudara kita yg masih berkubang dalam kesyirikan,moga Allah tabaroka wata'ala selalu memberikan hidayah kepada kita semua.
    untuk ust abul jauzaa tetaplah semangat untuk selalu berbagi ilmu dan pengalaman...
    jazzakallah khoir..

    BalasHapus
  5. Maksud dari judulnya sudah jelas kok arahnya. Tabiin dikatakan beraliran wahabi, karena membenci sholat di kuburan. Karena, "mereka" yang menuduh wahabi, dikarenakan perkara ini. Jika tabiin saja demikian, padahal tabiin mengikuti jejak sahabat. Kalau sahabat jelas dong, mengikuti jejak Rasulullah. Apakah mereka mau mengatakan Rasulullah beraliran wahabi? Sebenarnya yang membawa Islam itu siapa? Mereka atau Rasulullah? :)

    BalasHapus
  6. Mungkin perkara ini dimulai dr orang2 aneh bin sakti yg menuduh ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai "wahabi".. Ini kan lucu bin ngakak namanya.. kenapa ga mundur aja sampe Tabiin sekalian dibilang wahabi, toh "aliran" mereka sama.. ga suka solat di kuburan, suka "ngerusak" kijing2 kuburan, bilang kalo Allah diatas langit, bilang kalo mata Allah subhanahuwataala ada dua dll
    Lha sehingga dari analisis ana yg tajam setajam "Sssilet!" Penulisan wahabi ini cuma suindiran buat golongan yang menudingkan jari telunjuk mereka ke muka kita sambil berkata "innaka antal wahaby!"

    BalasHapus
  7. Barakallahu fika ya ustadz..

    BalasHapus
  8. afwan keluar dr tema diatas..,

    malam ini insya ALlah Gerhana bulan.., yg ingin sy tanyakan apakah dalam sholat gerhana wajib membca surat panjang seprti Al baqarah...???

    syukran jawabanx ust...

    BalasHapus
  9. haduuuuuuhhhhhhhhh capeee deeeehhhh, ada-2 aja nih wahabiyyun.....

    wkwkwkwkwkkwkk....

    BalasHapus
  10. @Lentera,... tidak.

    @ Anonim (4 Juni 2012 14:26),.. kalau capek istirahat.

    BalasHapus
  11. Assalkamualaikum ustadz,,lihatlah mereka yg mencintai kebid'ahan,para kuburiyun....
    moga Allah tabaroka wata'ala membuka pintu hati mereka..,yg seharusnya kita bersyukur karena masih ada orang sperti ust abu jauzaa ini,yg yg masih mau untuk berbagi ilmu dan pengetahuan,ana sangat aneh sekali setiap apa yg bertentangan dgn mereka slalu dikatakan wahabi,bahkan dalil yg shahih sekalipun kadang mereka tolak,ya subhanallah...belajarlah wahai saudaraku.....Insyaallah kalian akan memahami manhaj yang mulia ini...
    untuk ustadz mg tetap semangat..untuk selalu berbagi..
    jazakallah khoir...

    BalasHapus
  12. jadi Bung Karno (pun) berartai PDI Perjuangan.

    BalasHapus
  13. Ustadz,
    Afwan, tentang atsar qatadah:

    "...
    وَلَقَدْ ذَكَرَ لَنَا بَعْضُ مَنْ رَأَى أثر عَقِبِهِ وَأَصَابِعِهِ
    ..."

    "...
    Dan telah disebutkan pada kami sebagian orang yang melihat tanda yang ada pada tumit dan jari-jari mereka
    ..."

    Apakah seharusnya:
    Dan telah menyebutkan pada kami sebagian orang yang melihat tanda yang ada pada tumit dan jari-jarinya (Ibrahim)?

    Irfan

    BalasHapus
  14. AKh Irfan, antum benar dan jeli. Saya salah lihat/baca. Akan segera saya perbaiki. Jazaakallaahu khairan.

    BalasHapus
  15. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail, dari ‘Ubaid Al-Muktib, dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata : “Allah tabaraka wa ta’ala menciptakan empat hal dengan tangan-Nya. Menciptakan qalam (pena) dengan tangannya dan menciptakan surga ‘adn dengan tangan-Nya” [Diriwayatkan oleh Hanaad dalam Az-Zuhd no. 45; sanadnya shahih].

    Di riwayat itu dikatakan 4 hal yg diciptakannya tetapi kenapa yg diterangkannya hanya 2 hal yaitu menciptakan qalam dan pena mana dua hal lagi ?

    Jazakallah khoiron

    BalasHapus
  16. Kalau Anda bertanya : "Kenapa yang diterangkan hanya dua ?"; maka saya pun menjawab : "Karena sebatas itulah yang diterangkan dalam riwayat Ibraahiim yang saya sebut". Ada kemungkinan dua yang lainnya memang tidak disebutkan oleh Ibraahiim dalam riwayat itu, namun disebutkan di riwayat yang lain. Dan itu belum saya telusuri lebih lanjut. Wallaahu a'lam.

    BalasHapus
  17. (Anonim berkata...

    haduuuuuuhhhhhhhhh capeee deeeehhhh, ada-2 aja nih wahabiyyun.....

    wkwkwkwkwkkwkk....

    4 Juni 2012 14:26)

    Masyaallah...

    lihatlah orang yang menuduh dengan tuduhan "Wahabiy", tidak punya dalil atau pun hujjah dan sumber yang jelas dalam kritik dan penolakan mereka. KOmentar yang dilontarkan tidak lebih karena apa yang disampaikan ternyata tidak sesuai dengan tradisi yang dilakukan selama ini.

    Demi Alloh, apabila mereka mengeluarkan perkataan yang HAQ, berdasarkan DALLIL dan HUJJAH yang benar, maka saya katakan bahwa tidak ada celah bagi saya untuk menyalahkan atau mencari (atau membuat) dalil2 yang lain untuk menolak mereka. Dan saya akan katakan secara HAQ kepada mereka : ANDA BENAR SAUDARAKU...

    Terima kasih ya Ustadz, Artikel yang luar biasa. Semoga selalu dalam Lindungan Alloh Subhanahu wataa'la..

    Jazakalloh Khoir..

    BalasHapus
  18. Jikalau wahabi punya sanad, apakah wahabi benar memiliki sanad sampai Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam 4 madzhab, dan yang lainnya sampai Nabi, mengapa dakwah wahabi tidak seperti Habib Munzir yg mencantumkan sanad keilmuan dari gurunya, Ibnu Hajar versi wahabi dg Ibnu Hajar versi wahabi bisa berbeda, Imam Qurtubi versi wahabi dg habib bisa berbeda. Sehingga orang yg akan menerima dakwah pun tidak akan serta merta menerima hadis dari wahabi juga keterangan pendapat ulamanya. Karena, sudah diberitahu kalau kita harus waspada dg wahabi. Ya, orang yg tidak memiliki sanad tidak boleh dijadikan acuan dakwah, darimana datang keterangan ini, bukankah sanad itu bagian dari agama yg tidak bisa dipisahkan, orang memang terkesima dg hadis-hadis sahabat dan tabiin dari wahabi yg tidak ada pada kitab mu'tabar, tapi tidak langsung mengimani begitu saja, tanpa tahu darimana asal-usulnya yg hanya keterangan riwayatnya hanya dari sahabat atau tabiinnya dari sahabat anu dari anu dari anu dari Rasul, jikalau hanya begitu lalu darimana semua itu datang asalnya ? Jikalau Habib Munzir dari detail gurunya sampai para ulama dan Rasul. Itu artinya membuktikan keaslian apa yg di dakwahkan oleh Habib Munzir sehingga kita pun tidak ragu utk mengimaninya. Karena keterangannya benar-benar dari mereka para Imam dan Rasul. Bagaimana dg wahabi yg hanya memberikan hadis yg tidak dikenal oleh Habib Munzir yg sanad hadisnya tidak tahu dari guru mana tahu-tahunya dari dai wahabi itu shahih saja dan sanad yg dicantumkan hanya riwayat dari sahabat anu dari anu dari anu dari Rasul. Kalau seperti itu apakah bisa seratus persen benar hadis dari Nabi sanad keilmuan gurunya mana ? Karena, harus ada ijasahnya.

    BalasHapus
  19. Ibnu 'Adiy rahimahullah berkata :

    ثنا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ بْنِ شِبْلٍ، حَدَّثَنِي جَدِّي، حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ حَجَّ الْبَيْتَ فَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي "

    Telah menceritakan kepada kami 'Aliy bin Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muhammad bin An-Nu'maan bin Syibl : Telah menceritakan kepadaku kakekku : Telah menceritakan kepadaku Maalik, dari Naafi, dari Ibnu 'Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam : "Barangsiapa yang berhaji di Ka'bah namun tidak menziarahi (kubur)-ku, sungguh ia telah berpaling dariku" [Al-Kaamil, 8/248].

    Lihat, Ibnu 'Adiy menyampaikan riwayat lengkap dengan sanadnya hingga Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Tapi ternyata, hadits itu sangat lemah, karena perawi dalam sanad yang bernama An-Nu'man bin Syibl Al-Bashriy (kakek dari Muhammad bin Muhammad bin An-Nu'man) tertuduh melakkukan kedustaan. Ibnu 'Adiy membawakan riwayat ini bukan untuk berhujjah dengannya, karena ia sendiri telah menjelaskan bahwa An-Nu'man itu tertuduh melakukan kedustaan - sebagaimana dikatakan oleh Muusaa bin Haaruun.

    Artinya apa ? Tidak setiap sanad itu ternyata perawinya tsiqah atau jujur (shaduuq). Seringkali kita jumpai di antara perawi itu ada yang lemah, pendusta, ditinggalkan haditsnya (matruuk), atau tidak diketahui identitasnya (majhuul).

    Semoga Habiib Mundzir yang hebat itu seperti Ibnu 'Adiy yang mempunyai kemampuan untuk menyeleksi sanad, termasuk sanad dari guru-gurunya. Beruntung jika sanad itu adalah orang yang terpercaya atau jujur. Namun menjadi buntung alias tidak beruntung jika sanad itu terselip para pendusta, ahli bid'ah, dan pengacau agama.

    BalasHapus
  20. Katanya Ustadz2 wahabi juga punya sanad mengapa tidak diperlihatkan sanad2nya ? Sanad apa saja dan ke ulama mana saja ? Kalau Habib Munzir kan Ada sanad ke Imam Muslim, Imam 4 Madzhab dan yang lainnya. Memperlihatkan sanad termasuk bagian dari dakwah juga dan memang wajibnya dakwah begitu...Dakwah tanpa memberitahukan sanad seperti Habib Munzir ke orang awam pengguna internet seperti wahabiyun ini bisa memberikan syubhat pada iman seseorang. Memang dalilnya sahabat dan tabi'in tetapi mana sanad keguruannya sanad riwayat tabi'in dan sahabat atau hadis itu sampai pada ustadz2nya. Jikalau di Habib Munzir dari Imam Syafii sanad imam 4 madzhab dan juga Imam lainnya seperti Imam Muslim, Bukhari berbeda dengan apa yang ada keterangan ucapannya dengan riwayat wahabi. Jadi dakwah wahabi ini, Mengeluarkan riwayat sahabat dan tabi'in dan hadis yg tidak ada di kitab imam 9 atau diterangkan oleh Habib Munzir...Jadi, sanad sampai Sulaiman At-Taimiy, Ibnu Mas'ud, Umar bin Khattab, dan juga keterangan sahabat dan tab'in lainnya yg suka diterangkan shahih mana sanadnya sampai ustadz ustadznya ? Juga Sanad Imam lain seperti Imam Ibnu Bathal, sanad Ibnu Abdil Barr, sanad Ibnu Qutaibah dan yang lainnya. Kalau berbeda satu sama lain antara golongan Habib dan Wahabi pasti ada yang kesalahan.

    Coba search di google oleh Ustadz Jauza Akidah Imam Bukhari Allah tanpa tempat, Akidah Imam 4 madzhab Allah ada tanpa tempat.

    Jazakallah khoiron

    BalasHapus
  21. para fans Habib silahkan baca link berikut :

    http://www.firanda.com/index.php/artikel/bantahan/211-antara-habib-munzir-a-islam-jamaah

    BalasHapus
  22. Assalamu'alaykum

    To : Anonim, 26 Juli 2012 09:19

    [perkataan antum]
    "Memperlihatkan sanad termasuk bagian dari dakwah juga dan memang wajibnya dakwah begitu..."


    Memang dalilnya sahabat dan tabi'in tetapi mana sanad keguruannya sanad riwayat tabi'in dan sahabat atau hadis itu sampai pada ustadz2nya.

    ..
    begitu ya ?

    sanad guru/ilmu HABIB MUNZIR BIN FUAD ALMUSAWA :

    • Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW
    • Al-Imam Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhah
    • Assayyid Husein bin 'Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhah
    • Assayyid 'Ali Zaenal 'Abidin
    • Assayyid Muhammad Al-Baqir
    • Assayyid Ja'far Asshodiq
    • Assayyid 'Ali Al'Uryadh
    • Assayyid Muhammad Annaqib
    • Assayyid 'Isa Arrumy
    • Assayyid Ahmad Almuhajir bin 'Isa
    • Assayyid 'Ubaydillah bin Ahmad Almuhajir
    • Assayyid 'Alawy bin 'Ubaydillah
    • Assayyid Muhammad bin 'Alawy
    • Assayyid 'Alawy bin Muhammad
    • Assayyid 'Ali bin 'Alawy Kholi' Qosam
    • Assayyid Muhammad Shohibul Mirbath
    • Assayyid 'Ali bin Muhammad
    • Al-Imam Faqihil Muqoddam Muhammad bin 'Ali
    • Habib 'Alawy Alghoyyur bin Faqihil Muqoddam
    • Habib 'Ali bin 'Alawy Alghoyyur
    • Habib Muhammad Maula Addawilah
    • Habib 'Abdurrahman Asseqof bin Muhammad
    • Habib Abu Bakar Assakran
    • Habib 'Ali bin Abu Bakar Assakran
    • Habib 'Abdurrahman bin 'Ali
    • Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahaabuddin
    • Habib Abu Bakar bin Salim Fakhrul Wujud
    • Habib Husein bin Abu Bakar
    • Habib 'Umar bin 'Abdurrahman Alatthos
    • Habib 'Abdulloh bin 'Alawy Alhaddad
    • Habib Ahmad bin Zein Alhabsyi
    • Habib Hamid bin 'Umar Ba'Alawy
    • Habib 'Umar bin Seqof Asseqof
    • Habib 'Abdulloh bin Husin bin Thohir
    • Habib 'Abdurrahman Almasyhur
    • Habib 'Ali bin Muhammad Alhabsyi
    • Habib 'Abdulloh bin Umar Assyathiry
    • Habib 'Abdul Qodir bin Ahmad Asseqof
    • Habib Umar bin Hafidz


    ..
    Kalo memang sanad guru begitu penting, pertanyaan saya :
    [Pertama]
    Kalo ada orang yang punya sanad ilmu/guru bukan dari kalangan ahlul bayt, maka bagimana status orang itu ?
    apakah ketika dia membawakan hadits dari Shahih Bukhariy lantas haditsnya di tolak ?

    [Kedua]
    Anda tahu sanad guru Imam Syafi'i, Malik, Ahmad, Abu Daud, Yahya bin Ma'in, Abdurrazaq, dan imam2 yang lain ?

    Kalo tidak, maka sama, saya juga tidak tahu ...........tapi, coba perhatikan riwayat berikut :

    Ibnu Wahb, seorang murid Imam Malik bin Anas, mengatakan: "Aku pernah mendengar Imam Malik ditanya tentang menyela-nyela jari dua kaki dalam berwudhu`?"

    Imam Malik menjawab: "Itu tidak dikenal orang orang-orang".

    Aku membiarkan Imam Malik sehingga orang-orang sepi.

    Lalu aku berkata kepada Imam Malik: "Kami memiliki Sunnah dalam perkara itu?"

    Imam Malik bertanya: "Apa itu?"

    Aku berkata:
    "Telah bercerita kepadaku Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah, dan 'Amr bin al-Harits, dari Yazid bin 'Amr al-Mu'aafiri, dari Abu 'Abdurrahman al-Hubuli, dari Mustaurid bin Syaddaad al-Qurasyi,

    ia berkata: 'Aku melihat Rasulullah ~Shallallahu 'alaihi wasallam~ menggosok antara jari-jarinya dengan jari kelingkingnya,'

    maka Imam Malik berkata: 'Sungguh, hadits ini hadits hasan. Dan aku tidak pernah mendengarnya kecuali saat ini,'

    setelah itu aku mendengar Imam Malik ditanya (mengenai perkara yang sama), maka beliau memerintahkan menyela-nyela jari"


    ..
    bisa antum lihat, Imam Malik mengubah pendapatnya setelah mendengar mata rantai perowinya, Imam Malik sama sekali tidak menanyakan siapa guru-guru Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah, 'Amr bin al-Harits, Yazid bin 'Amr al-Mu'aafiri, dan yang lain.

    Mohon penjelasannya, agar tidak memberikan syubhat pada iman seseorang.

    Jazakallohu khair

    BalasHapus
  23. Satu lagi ..

    Untuk mengetahui shahih tidaknya hadits, di lakukan verifikasi (Jarh wa Ta'dil) terhadap mata rantai perowinya.

    Anggaplah sanad guru Habib Mundzir benar-benar dipercaya oleh sebagian kalangan, sampai pada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam,

    Lalu, bagaimana status mereka ?
    apakah mereka orang-orang yang tsiqah (terpercaya) semua ? siapa yang melakukan Jarh wa Ta'dil terhadap mereka ?

    ataukah hanya karena mereka ahlul bayt lantas di generalisir semuanya tsiqah, bahkan ma'shum, begitu ?

    Mohon penjelasannya, Barakallahu fiik.

    BalasHapus
  24. tambahan lagi buat Anonim 25 Juli #

    ustadz saya yang mengajar di ma'had pun punya sanad, jadi antum jangan buru-buru memvonis Wahabiyyun ga punya sanad. Beliau adalah Ustadz Muhammad Yahya hafidzahullah,

    Ustadz Muhammad Yahya berkata :
    "Syaikhuna As-Syaikh Al Muhaddits Al Hafizh Al Faqih Mufti Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan, Ahmad bin Yahya bin Muhammad Syabir An-Najmi Alu Syabir Al Atsari –Hafizhahullah- menyampaikan kepada saya dengan sanad yang bersambung sampai kepada Al Imam Al Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al Maqdisi –Rahimahullah-, beliau berkata dalam kitabnya Umdatul Ahkam :

    عَنْ أَبِي عَمْرِو الشَّيْبَانِي -وَاسْمُهُ سَعْدُ بْنُ إِيَاس- قَالَ : حَدَّثَنِي صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ -وَأَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى دَارِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ ( 1) t- قَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ : أَيُّ العَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ ؟ قَالَ : ((الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا)). قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قَالَ : ((بِرُّ الوَالِدَيْنِ)). قُلْتُ : ثُمَّ أَيٌّ ؟ قال : ((الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ)). قَالَ : حَدَّثَنِي بِهِنَّ رَسُولُ اللهِ , وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
    -selesai nukilan-

    ini baru sanad satu Ustadz, saya kira tidak sedikit dari ustadz-ustadz salafy yang lain punya sanad yang semisal.

    ini pun baru satu sanad dari Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi
    rahimahullah, belum ulama-ulama salafy yang lain seperti Syaikh Al-Albani, Syaikh Bin Baz, dll

    Tapi alhamdulillah mereka bukan orang-orang yang pamer sanad seperti Habib Mundzir..

    BalasHapus
  25. Sudahlah,.... tidak perlu ditulis sanad pengambilan ilmu. Biasanya yang pamer sanad itu adalah orang yang punya pemahaman 'aneh', yang ketika pemahaman atau perbuatannya bertentangan dengan dalil, maka 'pamer sanad' jadi senjata pamungkas. Hanya orang-orang tak pintar (kata lain dari : bodoh) yang silau dengan trik-trik semacam ini.

    BalasHapus
  26. Assalammu'alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

    Mohon maaf berjuta-juta maaf kepada para Fans Berat Habib Mundzir, kalo ana nggak salah Sanad Keguruan yang dimaksud diatas hanya terbatas pada "Dzikir dan Sholawat Keguruan" yang diturunkan dari Kakek Guru ke Guru Habib.

    Kalo memang pernyataan Habib tentang "Sanad Keguruan Bersambung Sampai Nabi" adalah Jujur, maka sekali lagi maaf berjuta-juta maaf kepada Fans Berat Habib Mundzir tolong kalian sampaikan 1 atau 2 hadist yang bersambung sampai Nabi (Dzikir ato Sholawat juga boleh).

    Klaim "Sanad Keguruan bersambung sampai Nabi" siapa aja bisa bilang, tapi tolong dong kasih buktinya. Perkaataan Habib : "tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah batil". (lihat : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=9654#9654) mana contohnya ????????!!!!!.

    Ironisnya dari pernyataan Habib Mundzir yang sering dikutip dari Situs Majelisrasulullah.org justru menunjukkan "Sanad tidak jelas".

    Kasihan kalian semua para penggemar Habib Mundzir, seluruh perkataannya kalian telan semua tanpa filter, tak beda antara kalian dengan penggemar seorang Rocker, show apapun yang ditampilkan diatas panggung, penggemar menikmati show tanpa filter juga.

    Maaf berjuta-juta maaf Bib.

    Wassalam,
    Abu Ridho

    BalasHapus
  27. Bagaimana kalo mndapat ilmunya cuma lewat mimpi... enak ya g usah belajar kesana kemari sprti imam Bukhori.. lewat tidur2an dpt ilmu sprti pak MUnzir..

    coba baca Link INI:

    http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&catid=9&id=26351

    BalasHapus
  28. @akhi admin bin abdullah

    kalo haditsnya di amalkan, jadinya HR. Habib Mundzir

    ..hehe

    Wallohul Musta'an

    BalasHapus
  29. to anonimous :
    hadeueuhh...capek deh wahabiyun

    jawab :
    tidak apa apa capek belajar dan mendakwahkan ilmu dien, daripada capek beribadah sekaligus berdosa karena tidak pakai ilmu yang benar

    BalasHapus
  30. ia berkata: 'Aku melihat Rasulullah ~Shallallahu 'alaihi wasallam~ menggosok antara jari-jarinya dengan jari kelingkingnya,'

    maka Imam Malik berkata: 'Sungguh, hadits ini hadits hasan. Dan aku tidak pernah mendengarnya kecuali saat ini,'

    setelah itu aku mendengar Imam Malik ditanya (mengenai perkara yang sama), maka beliau memerintahkan menyela-nyela jari"

    yang menjadi pertanyaan saya darimana Imam Malik mengetahui bahwa hadis itu Hasan dan kenapa bisa berani berkata seperti itu, padahal yang memberikan hadist tersebut adalah muridnya, kenapa gurunya langsung bilang hadis hasann darimana bisa tahu kalau itu hadis hasan ?

    Kalau begitu hadis tersebut palsu alias ada yang buat dari orang arab saudi ? Maksudnya ada yang membuat-buat bahwa itu dari murid Imam Malik, merekayasa saja. Begitu ?
    Karena, kalau tahu ilmunya seharusnya menanyakan dari siapa ini oleh Imam Malik tersebut ???

    Dan memperlihatkan sanad keguruan itu bukan pamer, tapi suatu kewajiban, karena ustadz sendiri tahu kalau sanad itu bagian dari agama juga penjelasan yg lainnya.

    Saya tidak suka dg dakwah wahabi itu begitu, tidak memperlihatkan sanad-sanadnya seperti Habib Munzir atau thoriqoh awliya.

    Jazakallah khoiron

    BalasHapus
  31. Anonim 15 September 2012 14:09

    bukankah murid Imam Malik sudah menyebutkan sanad riwayat tersebut. kita asumsikan saja Imam Malik mengetahui keadaan perowi yang disebutkan dalam sanad tersebut.

    picik sekali cara berfikir anda kalau ujug2 anda menuduh saudi (atau wahabi) memalsukan riwayat tersebut.

    dan memang sanad keguruan itu dipakai oleh Habib Mundzir bukan hanya untuk PAMER, tetapi juga untuk membentengi diri dari rasa malu kalau sudah kalah berhujjah dalam berdiskusi.

    BalasHapus
  32. Anonim 15 September 2012 14:09

    Inilah kenapa saya senang baca komen2nya muridnya habib Munzir, konyol, lucu tp ga mutu. Wahai akhi yg terhormat, imam Malik itu guru besar hadits bahkan ia adalah Imam Darul Hijrah, makanya ga heran beliau langsung tau kalo hadits itu hasan karena beliau mengenal perawinya, tidak tahukah anda? Atau apakah habib anda tidak pernah ngasitau??? wah pantes saja ya tiap kali diajarin habib mainnya sanad gurunya terus, bukan sanad hadits, ame sholawatan buatan majelis ente.

    Sudah ya akhi yg terhormat, lebih baik kita belajar lagi, kalo memang hati anda dipenuhi hasad dan dengki lebih baik ga ush komen deh, hasilnya ya spt itu nanti, ga mutu komennya.

    Kasihan....

    BalasHapus
  33. Tabi'in tahun berapa.. Muhammad ibn Abdul Wahab taun berapa..?? Lucu..!!!

    Ini contoh sholat dikuburan ya stadz..??:

    http://www.sarkub.com/2012/hukum-sholat-jenazah-di-kuburan/#axzz2IaicoG98

    BalasHapus
  34. Julukan Wahabiy sendiri muncul setelah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab meninggal dunia.

    Kecuali kalau yang dimaksud adalah Wahhabiy, gerakan Khawarij yang dibawa oleh Abdul Wahhab bin Rustum.

    BalasHapus