06 Juni 2012

Setan-pun Butuh Integritas


Ini obrolan suatu sore. Boleh percaya, boleh tidak. Konon pemerintah SBY lagi pusing karena menghadapi tuduhan ‘kebohongan publik'. ‘Bohong' ,kalo orang cadel bicara akan terdengar seperti ‘bodong'. Tapi ini bukan urusan udel bodong. Menurut para pintar cendekia, ‘kebohongan' adalah suatu moral, dan ihwal ‘kebohongan publik' ini yang menuduh juga tidak tanggung-tanggung, tokoh lintas agama, orang-orang yang awam pahami paling sahih mengeluarkan pernyataan yang berkaitan dengan moral.
Melakukan kebohongan berarti berbuat tidak jujur. Tidak jujur berarti tidak memiliki integritas, karena integritas adalah kejujuran. Tidak murni berarti ‘kejujuran', integritas mempunyai pengertian lebih dari sebuah ‘kejujuran', tetapi didalamnya merupakan wujud utuh dari moral dan etika sehingga memiliki kemampuan untuk memancarkan kewibawaan.

Rakyat Indonesia dibuat pusing karena kasus Gayus. Pusing bukan karena Gayus-nya, yang notabene hanyalah pesakitan, tetapi karena perilaku aparat-aparat pemerintah dalam menanganinya. Rakyat bingung, ada yang namanya Satgas Mafia Hukum, ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan terakhir tapi justru yang tertua adalah ada juga Kepolisian RI, yang kesemuanya menangani kasus Gayus.
Rakyat sudah kadung tidak percaya, mau dibuat komisi apapun kok sepertinya muspro, percuma alias sia-sia belaka. Karena satu yang tidak dimiliki oleh Pemerintah, Departemen, Komisi, Satgas, Badan atau apalah namanya, yaitu ‘integritas'.
Untuk melihat integritas suatu pemerintahan, atau organisasi lainnya, yang pertama dilihat adalah siapa pemimpinnya. Integritas pemimpinnya. Apabila pemimpinnya sudah dikenal mempunyai integritas yang tinggi, maka lembaga yang dipimpinnya juga dianggap mempunyai integritas yang tinggi juga, atau dengan kata lain lembaga tersebut sangatlah kredibel. Kredibel (asal kata credible) artinya dapat dipercaya, dapat dijadikan sandaran, dapat diikuti, sahih atau dapat diterima.
Kalau integritas lebih bersifat inheren, proses internal, karakter atau pembawaan diri, sedangkan kredibel merupakan semacam akreditasi, hasil dari perbuatan atau penilaian dari orang luar terhadap internal kita. Integritas akan menghasilkan kredibilitas.
Integritas berubah naik dan turun. Karena integritas merupakan sifat dari dalam, merupakan hati atau kalbu. Jagalah agar integritas selalu menaik, jaga agar tidak menurun dan bahkan sampai pada suatu titik sehingga mendapat cap ‘Orang yang tidak mempunyai integritas!'.
Waktu awal memimpin KPK, nama Antasari Azhar sempat diragukan. Akar dari keraguannya adalah karena Antasari berasal dari institusi Kejaksaan. Rakyat melihat bahwa lembaga penegak hukum dari pemerintah sudah tidak mempunyai integritas lagi, tidak kredibel. Siapapun yang datang dari lembaga penegak hukum pemerintah seperti Kejaksaan, Kepolisian ataupun Pengadilan, rakyat akan melihatnya dengan mata awas, ragu-ragu dan gamang. Karena secara intitusional, lembaga-lembaga tersebut sudah dipandang tidak kredibel. Antasari berasal dari kejaksaan, dan Antasari-pun terkooptasi.
Secara perlahan, Antasari-pun membenahi KPK, gebrakannya membuat banyak nyali koruptor ciut. Seiring dengan banyaknya koruptor yang berhasil digiring ke bui, integritasnyapun meningkat. Antasari berhasil membuktikan bahwa ia mempunyai integritas, integritas pribadi. Antasari mampu ‘mengatakan', agar ia jangan disama-ratakan tidak mempunyai integritas meskipun berasal dari korps yang tidak kredibel, ‘busuk seruas, buang seruas'. Integritas pribadi Antasari lama - lama menyeruak menjadi integritas lembaga barunya, KPK. KPK menjadi organisasi yang kredibel yang menjadi momok menakutkan bagi orang - orang yang bergelimang korupsi, bahkan menakutkan bagi penguasa sekalipun. Tak heran, kalangan penguasa juga bersentuhan dengan korupsi.
BTW, ini obrolan soal integritas, bukan politik. Ternyata banyak pemimpin atau pribadi yang menunjukkan sebaliknya. Pada waktu awal mendapatkan mandat, ia mendapatkan kepercayaan yang tinggi. Tetapi perlahan kepercayaan tersebut menyurut sebelum sirna. 
Ada orang yang berteriak paling lantang dan didepan untuk membela rakyat, menentang koruptor, memberikan kemakmuran dan keadilan, tetapi begitu diberikan kepercayaan, seakan lupa terhadap apa yang dijanjikan. Janji tidak dilaksanakan, mengingkari janji, bahkan ia juga tidak berusaha untuk memenuhi janji tersebut. Artinya, pada waktu ia mengucapkan janji, ia telah mengucapkan kebohongan. Wajar, jika reaksi pertama yang diucapkan orang ketika mereka kampanye adalah ‘Mereka bohong!'. "Mereka bodong!", gitu kata orang cadel.
Orang yang mempunyai integritas akan membuat orang percaya dan mendukungnya. Ini berarti, ia akan bekerja lebih mudah. Karena itu orang atau lembaga ingin dikenal mempunyai integritas yang tinggi sehingga dianggap kredibel.
Sebagai contoh, banyak lembaga yang menyatakan sebagai lembaga penerima zakat, infak dan sedekah, tetapi untuk urusan yang satu inipun, orang juga pilih-pilih, hanya menyalurkan zakat atau bantuanpun pada lembaga yang kredibel. Lembaga sosial yang telah kredibel, akan rutin menyalurkan bantuan tanpa pamrih, memberikan informasi terbuka mengenai bantuan yang diterima dan penyalurannya, dan memakai orang-orang yang jujur didalam operasinya, pasti akan dipercaya oleh banyak orang. Untuk alasan inilah, kenapa kadang orang lebih percaya menyalurkan bantuan kepada LSM yang kredibel daripada ke Dinas Sosial dari pemerintah.
Sangat dimaklumi, ketika kasus Gayus mencuat, maka kesadaran membayar pajak dari masyarakat justru menurun. Begitu mudahnya seorang pegawai yang masih muda dan dengan jabatan yang tidak terlalu tinggi memperoleh kekayaan dari pajak. Mandat untuk mengelola pajak untuk kesejahteraan rakyat banyak malah dikorupsi. Dan slogan-slogan yang dikampanyekan oleh Dirjen Pajak menjadi tidak bermakna. Slogan-slogan Dirjen Pajak seperti: ‘Manusia Bijak Taat Bayar Pajak', ‘Kenapa Harus Risih, Jika Bersih' atau ‘Bayar Pajaknya, Awasi Penggunaannya' menjadi slogan kosong saja yang malah membuat antipati rakyat jika membacanya. Rakyat sudah terlanjur mencap orang-orang pajak tidak mempunyai integritas. Gayus men-cap rekan korps-nya menjadi seirama. Bahkan halte bus di kantor pajak berubah nama menjadi ‘halte Gayus'.
Integritas juga akan membuat kita bertahan lama eksistensinya. Tokoh yang akan dikenang jasanya adalah tokoh yang mempunyai integritas, ketokohannya akan melintas zaman. Demikian juga suatu organisasi. Entitas bisnis di bumi ini yang sudah berusia ratusan tahun pasti merupakan organisasi bisnis yang berhasil meyakinkan dan membuktikan bahwa ia mempunyai integritas tinggi. Sebut saja Exxon, Unilever, Nestle, P&G, Walmart, 3M, IBM, General Electric, Toyota, Honda dan lainnya.
Orang yang tidak mempunyai integritaspun membutuhkan orang yang mempunyai integritas. Saya pernah mempunyai teman kerja yang dikenal suka membocorkan rahasia perusahaan kepada perusahaan pesaing. Akhirnya ia diketahui perbuatannya dan dipecat. Lalu apakah ia kemudian bekerja di perusahaan pesaing yang telah dibantunya selama ini? Ternyata tidak, karena perusahaan pesaing tersebut berkeyakinan bahwa sangatlah mungkin karyawan tersebut akan berbuat hal yang sama nantinya apabila direkrut. Perusahan tersebut hanya membutuhkan ‘data'nya dan bukan orangnya, kasihan.
Orang yang melakukan pengkhianatan adalah orang yang tidak mempunyai integritas. Bahkan untuk seorang Don Vito Corleone, yang telah dianggap Godfather oleh para mafioso New York (Film Godfather), tidak segan-segan akan membunuh pengikutnya yang terbukti berkhianat dan tidak loyal. Godfather mempunyai takaran sendiri terhadap makna ‘integritas' pengikutnya.
Boleh percaya boleh tidak. Ternyata setan-pun membutuhkan pengikut yang mempunyai integritas!

13 komentar:

  1. secara umum kerusakan negri ini adalah karena dari awalnya tidak melewati jalan yang benar yang ditunjukan oleh yang maha benar.

    pemimpin kita berasal dari partai , dan partai untuk hidup dan berkembangnya butuh dana , dari mana lagi diperoleh kalau tidak dari usaha haramnya ?
    tarus kata si gayus atau yang lagi in yaitu si nasarudiin , kalau dia jujur nggak mungkin uang itu dipakai sendiri , pasti sebagian besarnya untuk partainya.

    selamanya kalau jalan yang becek dan berlobang dilewati , pasti kita akan kotor bahkan akan jatuh tersungkur.

    BalasHapus
  2. ana kuatir materi ini kurang bermamfaat bahkan menjadi sia2,ingat berbicara yang benar atau diam

    BalasHapus
  3. Jika antum menginginkan untuk diam, kalau boleh tahu, di bagian mana pembicaraan di atas yang tidak benar ?.

    Bicara soal integritas, dimensi bermanfaat atau tidak bermanfaatnya satu tulisan memang bisa berbeda. Adapun saya, alhamdulillah dapat mengambil manfaat dari tulisan di atas. Dan satu lagi, gaya penulisannya yang saya suka. Menarik, tanpa perlu membuat analog-analog fiktif.

    BalasHapus
  4. integritas,,, sebuah kata yang sangat sering saya dengar ketika ada pidato di instansi saya. Salah satu kata yang sering diikutsertakan dalam nilai-nilai reformasi birokrasi instansi. Anda mungkin tahu dengan badan penyedia data di bawah presiden yang satu ini, saya bekerja di sana. Sungguh, saya yakin sekali bahwa pegawai-pegawai di sana sebagian besar berkompeten dalam pekerjaan ini dan sangat loyal dengan instansi ini. Saya suka dengan mereka. Mereka belajar-belajar mengenal data sampai bertahun-tahun. Hari-hari larut dengan angka-angka, namun dalam dada-dada mereka ada idealisme untuk menjadi pegawai yang terbaik.
    Tetapi setelah sampai di daerah, sangat disayangkan sebuah 'sistem' melingkupi mereka. Mereka tidak tahu jika selain mereka ada lulusan lain diluar tempat mereka belajar masuk sebagai pengisi instansi yang mereka loyal kepadanya. Ada yang masuk 'sistem'
    Ada yang membusungkan dada menggenggam erat idealismenya. Anda tahu bahwa memperoleh data itu sulit? Mendaki gunung, menyeberangi laut, dicerca, diacuhkan, diusir, dituduh, dilecehkan,,, bahkan mempertaruhkan nyawa (pengalaman sahabat saya di Papua) itu sebagian pengalaman di daerah,,, sayangnya data tersebut yang kita anggap sesuai keadaan lapangan harus di-'smoothing'. Mau bagaimana lagi tidak semua orang baik begitu bukan dan tentu dilihat berbagai faktor yang mempengaruhinya.
    --Ini hanya curhat, mungkin saya bukan orang ber-integritas--

    BalasHapus
  5. Maaf ustad,menurut saya, pembahasan kali ini kacau..coba lihat tulisan yg di bold pada paragraf ke 2 lalu kemudian bandingkan dengan contoh2 yang ustad bawakan..Seandainya saja para shahabat/para ulama yg dijadikan contoh untuk mewujud nyatakan pengertian integritas, tentu itu akan lebih tepat dan lebih baik. Dufal.

    BalasHapus
  6. Saya hargai pandangan antum.

    Apa yang tertulis dalam blog ini tidaklah semuanya terkemas dalam bahasa : apa kata ulama dan shahabat. Ada bahasan-bahasan ringan dan positif lain yang saya tulis atau tampilkan. Coba saja antum baca di Daftar Isi. Misalnya :

    1. Tetap Langsing dengan Makan Kenyang.

    2. Beberapa Fakta Tentang Kambing.....

    3. Tuhan Sembilan Senti.

    4. Ekowisata dan Pendidikan.

    5. Cerita Seseorang tentang NII.

    dan yang lainnya.

    BalasHapus
  7. Salah satu contoh pembahasan integritas pengikut setan : http://firanda.com/index.php/artikel/35-amalan-hati/229-kesabaran-pelaku-maksiat

    BalasHapus
  8. Darimana antum tahu Antasari punya integritas? Apa timbangannya? Afwan ana punya data yg berseberangan ttg beliau tapi sebatas data sekunder tanpa mampu melakukan verifikasi atau bertabayyun.

    Ana sepakat dgn Abu Farah diatas. Sebaiknya antum remove saja artikel ini. Atau kalau antum keukeuh ini bermanfaat, cukup sediakan link ke situs pembuatnya.

    BalasHapus
  9. Saya tidak akan membahas Antasari lebih jauh meskipun mungkin saya bisa. Akan tetapi sedikit yang bisa saya katakan : Dalam stratifikasi data ilmiah, pernyataan atas data Anda tersebut sudah memperlemah statement Anda sendiri. Penulis di atas menilai Antasari dari sisi pandangnya. Sah-sah saja. Pencapaian kinerja Antasari pun dapat mudah didapatkan dari beberapa kasus yang berhasil ia tangani. Data ini objektif, bukan subjektif. Dapat pula diverifikasi.

    Seandainya Anda menilai cuplikan artikel di atas tidak bermanfaat, ya gak usah dibaca to. Tidak perlu repot-repot. Urgensi kepentingan atau ketertarikan masing-masing individu bisa berbeda-beda. Kalau misal saya tuliskan tentang materi ekowisata di blog ini, mungkin saja Anda akan bilang tidak bermanfaat, karena tidak mengenal dan tidak berkecimpung di wilayah itu. Atau seandainya saya tulis tentang teori biogeografi pulau, bisa saja Anda berkomentar teori itu sudah gak valid dan ketinggalan karena sudah muncul teori metapopulasi. Atau seandainya saya tulis tentang artikel ringan tentang serba-serbi kambing, mungkin Anda akan berkomentar artikel itu tidak bermanfaat, karena Anda tidak sedang membutuhkan bacaan-bacaan ringan penyegar suasana. So,.... sekali lagi, tidak ada yang memaksa Anda untuk membaca artikel ini. Tidak ada pula yang memaksa Anda harus suka dengan artikel ini - sebagaimana saya menyukainya.

    Saya lebih senang seandainya Anda bisa tunjukkan ada kekeliruan esensi di artikel ini. Menurut saya, ini adalah kritik yang lebih membangun....

    BalasHapus
  10. Saran, Ustadz. u artikel spt di atas sumbernya mungkin ditulis di awal. Ketika membaca artikel di atas sy sendiri membayangkan, sbgmn kebiasaan dlm tulisan2 Ustadz, tulisannya akan penuh dengan kajian takhrij atau tahqiq. Tp sp bagian terakhir kok ternyata yg nulis org lain...
    Anyway, sy sgt memahami Ustadz ingin menuliskan hal2 lain di luar artikel ttg ad-diin.
    Baarakallahu fiik...

    BalasHapus
  11. artikel yang tidak biasanya, tapi tetap menarik. bahasanya terkesan berat tapi cara membawakannya enak. like this

    BalasHapus
  12. nah di tulisan ini dan beberapa komentar sebelumnya, al akh abul jauzaa agak dipertaruhkan integritasnya sebagai author tulisan islami. namun bagi saya, ternyata kedewasaan berfikir tidak biasanya harus dibuat agar tidak senantiasa menjemukan dalam membahas sesuatu. saya suka gaya penulisan artikel diatas, faktanya menarik, terlepas dari valid atau tidaknya. sebab membicarakan tokoh saat ini adalah berbicara soal sebuah posisi dalam berpersepsi..

    BalasHapus
  13. Assalamu'alaikum ustadz

    Maaf ustadz, kalau dalam istilah luhowi & syar'i, disebut apakah INTEGRITAS tersebut?

    Apakah boleh jika dikatakan integritas termasuk salah satu ciri/sifat yang harus dimiliki seorang beriman?

    Jazakallahu khairan.
    Ibnu Faqiih.

    BalasHapus