Al-Qathii’iy
rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدٍ، قثنا يَعْقُوبُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ،
وَإِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ:
" مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَكُونُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
"
Telah
menceritakan kepada kami Yahyaa bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah
bin Idriis, dari Asy-Syaibaaniy dan Ismaa’iil bin Abi Khaalid, dari
Asy-Sya’biy, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Kami
tidaklah menjauh bahwasannya ketenangan ada pada lisan ‘Umar (bin
Al-Khaththaab) radliyallaahu ‘anhu” [Zawaaid ‘alaa
Fadlaailish-Shahaabah no. 634].
Berikut
keterangan para perawinya :
a.
Yahyaa bin Muhammad bin
Shaa’id bin Kaatib, Abu Muhammad maulaa
Abi Ja’far Al-Manshuur. Al-Khathiib berkata : “Salah seorang di antara huffaadh hadits”. Ibraahiim Al-Harbiy berkata :
“Anak-anak Shaa’id ada tiga orang, dan yang paling tsiqah adalah
Yahyaa”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Yahyaa paling berilmu dan paling tsiqah di
antara anak-anak Muhammad bin Shaa’id”. Abu ‘Aliy Al-Haafidh mengedepankannya
dalam pemahaman dan hapalan dibandingkan Abul-Qaasim bin Manii’ dan Abu Bakr
bin Abi Daawud. Lahir tahun 228 H, dan wafat pada akhir tahun 310 H [Taariikh
Baghdaad, 16/341-345 no. 7489].
b.
Ya’quub bin Ibraahiim bin
Katsiir; seorang yang tsiqah, dan termasuk dari kalangan huffaadh.
Termasuk thabaqah ke-10, lahir tahun 166 H, dan wafat tahun 252 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1087
no. 7866].
c.
‘Abdullah bin Idriis bin
Yaziid bin ‘Abdirrahmaan bin Al-Aswad Al-Audiy, Abu Muhammad Al-Kuufiy; seorang
yang tsiqah, faqiih, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah
ke-8, lahir tahun 120 H, dan wafat tahun 192
H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 491 no. 3224].
d.
Ismaa’iil
bin Abi Khaalid Hurmuz/Sa’d/Katsiir Al-Ahmasiy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy;
seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-4,
dan wafat tahun 146 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 138 no. 442].
e.
Sulaimaan bin Abi
Sulaimaan Fairuuz, Abu Ishaaq Asy-Syaibaaniy Al-Kuufiy; seorang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-5, dan wafat tahun 129 H/138 H/139 H/141
H). Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 408 no. 2583].
f.
‘Aamir bin Syaraahiil Abu
‘Amru Al-Kuufiy – terkenal dengan nama Asy-Sya’biy; seorang yang tsiqah,
masyhuur, faqiih, lagi mempunyai keutamaan. Termasuk thabaqah ke-3, dan
wafat tahun 103/104/105/106/107/110 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 475-476 no. 3109].
g.
‘Aliy bin Abi Thaalib bin
‘Abdil-Muthallib bin Haasyim Al-Qurasyiy, Abul-Hasan Al-Haasyimiy; salah
seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang masyhuur,
mulia, amiirul-mukminiin. Termasuk thabaqah ke-1, dan wafat tahun
140 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 698 no. 4787].
Sanad
riwayat ini lemah karena adanya keterputusan antara Asy-Sya’biy dan ‘Aliy bin
Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan
juga oleh Ibnu Abi Syaibah[1]
dalam Al-Mushannaf 12/23 no. 32637 dari jalan ‘Abdullah bin Idriis, dan
Al-Qathii’iy[2]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 707 dari jalan Qais bin
Ar-Rabii’; keduanya dari Asy-Syaibaaniy dan Ismaa’iil bin Abi Khaalid, dari
Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan
juga oleh ‘Aliy bin Ja’d[3]
dalam Musnad-nya no. 2494, ‘Abdullah bin Ahmad[4]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 310 & 601, Al-Qathii’iy[5]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 523 & 614 & 627, Al-Fasawiy[6]
dalam Al-Ma’rifah 1/461-462, Al-Aajurriy[7]
dalam Asy-Syarii’ah 3/96 no. 535-536 (1418-1419), Abu Nu’aim[8]
dalam Al-Hilyah 4/328 & 8/211, Al-Baihaqiy[9]
dalam Al-Madkhal 1/74-75 no. 67, Al-Baghawiy[10]
dalam Syarhus-Sunnah 14/86 no. 3877, Al-Muhaamiliy[11]
dalam Al-Amaaliy no. 166, Adl-Dliyaa’[12]
dalam Al-Mukhtarah no. 549 & 550, Abu ‘Aruubah[13]
dalam Juuz-nya no. 36, Ibnul-Bakhtariy[14]
dalam Al-Amaaliy no. 92, dan Ibnu Basyraan[15]
dalam Al-Amaaliy no. 178; dari beberapa jalan, semuanya dari Ismaa’iil
bin Abi Khaalid, dari Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu.
Asy-Syaibaaniy
dan Ismaa’iil mempunyai mutaba’aat dari :
a.
Mujaalid.
Diriwayatkan oleh Al-Khaththaabiy[16]
dalam Ghariibul-Hadiits no. 864, dan dibawakan oleh Ibnu Hajar[17]
dalam Al-Mathaalibul-‘Aliyyah no. 3883; dari dua jalan (Hammaad bin Zaid
dan ‘Abbaad bin ‘Abbaad), dari Mujaalid.
Sanad riwayat ini
lemah karena faktor Mujaalid.
Keterangan para
perawinya :
a.1.
Hammaad bin Zaid bin Dirham
Al-Azdiy Al-Jahdlamiy Abu Ismaa’iil Al-Bashriy Al-Azraq; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 98 H, dan wafat
tahun 179 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 268 no. 1506].
a.2.
‘Abbaad bin ‘Abbaad bin Habiib bin Al-Muhallab bin Abi
Shafrah Dhaalim bin Saariq Al-Azdiy Al-‘Atakiy Al-Muhallabiy, Abu Mu’aawiyyah
Al-Bashriy; seorang yang tsiqah namun kadang ragu. Termasuk thabaqah ke-7,
dan wafat tahun 179 H/180 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 481 no. 3149].
a.3.
Mujaalid
bin Sa’iid bin ‘Umair Al-Hamdaaniy, Abu ‘Amru/’Umair/Sa’iid Al-Kuufiy; termasuk
thabaqah ke-6, dan wafat tahun 144 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah.
Hampir semua muhadditsiin men-dla’if-kan
Mujaalid. Yahyaa Al-Qaththaan mendla’ifkannya. Ibnul-Mahdiy tidak meriwayatkan
hadits darinya. Ahmad berkata : “Mujaalid tidak ada apa-apanya (laisa
bi-syai’)”. Di tempat yang lain ia (Ahmad) berkata : “Semua hadits Mujaalid
dibuang”. Al-Bukhariy berkata : “Aku tidak menulis hadits Mujaalid dan Musa bin
‘Ubaidah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah, jaaizul-hadiits,
hasanul-hadiits”. Abu Zur’ah menyebutkannya dalam Asaamiyudl-Dlu’afaa’
(334). At-Tirmidziy berkata : “Sebagian ulama mendla’ifkan Mujaalid, dan ia
seorang yang banyak salahnya”. Di lain tempat ia berkata : “Mujaalid bin Sa’iid
diperbincangkan oleh sebagian ulama karena faktor hapalannya”. An-Nasaa’iy
berkata : “Orang Kuffah, dla’iif”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Orang
Kuffah, tidak kuat (laisa bi-qawiy)”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak
tsiqah”. [Lihat Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 2/431-432 no. 3738].
Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tidak boleh berhujjah dengan
haditsnya (laa yuhtaju bi-hadiitsihi)”. Di lain tempat ia berkata : “Dla’iif,
waahiyul-hadiits”. Abu Haatim : “Mujaalid bukan seorang yang kuat
haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 8/biografi no. 1653]. Dalam riwayat
Ad-Duuriy, Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah” [At-Taariikh,
2/549]. Dalam riwayat Ad-Daarimiy, ia berkata : “Shaalih” [At-Taariikh,
biografi no. 811]. Ibnu Hibbaan dan Al-‘Uqailiy memasukkannya dalam jajaran
perawi dla’iif. Al-Juuzajaaniy mendla’ifkannya [Ahwalur-Rijaal, hal. 89
no. 126].
Ibnu Hajar memberikan kesimpulan : “Tidak kuat haditsnya
(laisa bil-qawiy), berubah hapalannya di akhir umurnya” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 920 no. 6520].
Ibnu ‘Adiy berkata : “Sebagian huffaadh berkata : Mujaalid
mencuri hadits ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu ia menceritakan dengannya dari
Abul-Wadaak”. Apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Adiy, juga disebutkan oleh
Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat (2/26). Salah satu sumber perkataan
Ibnu ‘Adiy dan Ibnul-Jauziy adalah perkataan Al-Jurqaaniy dimana ia berkata :
“Mujaalid ini adalah dla’iif, munkarul-hadiits. Ia telah mencuri hadits
ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak, dari
Abu Sa’iid dengan lafadh ini” [lihat Al-Abaathiil, 1/354].
b.
Bayaan bin Bisyr
Al-Ahmasiy.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah[18]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 470 dari jalan Zaaidah bin
Qudaamah, dan Al-Laalikaa’iy[19]
dalam Al-Karaamaat no. 70 dari jalan Jariir; keduanya dari Bayaan, dari
‘Aamir Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Sanad riwayat ini shahih
hingga Asy-Sya’biy.
Keterangan para perawinya
adalah sebagai berikut :
b.1.
Zaaidah
bin Qudaamah Ats-Tsaqafiy, Abush-Shalt Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi shaahibus-sunnah. Termasuk thabaqah ke-7, dan
wafat tahun 160 H atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 333 no. 1993].
b.2.
Jariir bin ‘Abdil-Hamiid
bin Qurth Adl-Dlabbiy, Abu ‘Abdillah Ar-Raaziy Al-Kuufiy Al-Qaadliy; seorang
yang tsiqah shahiihul-kitaab (107/110-188 H). Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat
tahun 188 H. Dipakai Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 196 no. 924].
b.3.
Bayaan bin Bisyr
Al-Ahmasiy Al-Bajaliy Abu Bisyr Al-Kuufiy Al-Mu’allim; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-5. Dipakai Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 180 no. 797].
c.
Katsiir An-Nawaa’.
Diriwayatkan oleh Al-Qathii’iy[20]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 711 dari jalan Abu ‘Aqiil, dan Al-Muhaamiliy[21]
dalam Al-Amaaliy no. 167 dari jalan Asbaath ;
Sanad riwayat ini
lemah karena kelemahan Katsiir bin An-Nawaa’.
Keterangan para
perawinya adalah sebagai berikut :
c.1.
Abu
‘Aqiil, namanya adalah : Yahyaa bin Al-Mutawakkil Al-‘Umariy, Abu ‘Aqiil Al-Madaniy/Al-Kuufiy
Al-Hadzdzaa’ Adl-Dlariir; seorang yang dla’iif. Termasuk thabaqah ke-8,
dan wafat tahun 167 H. Dipakai oleh Muslim dalam muqaddimah Shahih-nya dan Abu Daawud [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1065 no.
7683].
c.2.
Asbaath bin
Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Khaalid bin Maisarah Al-Qurasyiy, Abu Muhammad
bin Abi ‘Amru Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah,
namun dilemahkan dalam hadits Ats-Tsauriy. Termasuk thabaqah ke-9,
dan wafat tahun 200 H di Kuufah. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 124 no. 322].
c.3.
Katsiir bin
Ismaa’iil atau bin Naafi’ An-Nawaa’, Abu Ismaa’iil At-Taimiy Al-Kuufiy; seorang
yang dla’iif. Termasuk thabaqah ke-6, dan dipakai oleh
At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 807 no. 5640].
Asy-Syaibaaniy
dan Ismaa’iil bin Abi Khaalid diselisihi oleh Yahyaa bin Ayyuub
Al-Bajaliy yang meriwayatkan dari Asy-Sya’biy, dari Abu Juhaifah, dari
‘Aliy bin Abi Thaalib.
Diriwayatkan
oleh ‘Abdullah bin Ahmad[22]
dalam Zawaaid Al-Musnad 1/106 & dalam Zawaaid
Fadlaailish-Shahaabah no. 50 & dalam As-Sunnah no. 1374 dari
jalan Muhammad bin ‘Ubaid Ath-Thanaafisiy, Abu Nu’aim[23]
dalam Al-Hilyah 1/42 dari jalan Marwaan bin Mu’aawiyyah, dan ‘Abdul-Wahhaab
bin Mandah[24]
dalam Al-Fawaaid no. 51 dari jalan Muhammad bin Yuusuf Al-‘Adnaaniy;
ketiga dari Yahyaa bin Ayyuub Al-Bajaliy, Asy-Sya’biy, dari Wahb As-Suwaaiy (Abu
Juhaifah), ia berkata :
خَطَبَنَا
عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ: مَنْ خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ
نَبِيِّهَا؟ فَقُلْتُ: أَنْتَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: لَا، خَيْرُ
هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، وَمَا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
‘Aliy
radliyallaahu ‘anhu pernah berkhutbah kepada kami, lalu ia berkata :
“Siapakah sebaik-baik umat setelah Nabinya ?”. Aku (Abu Juhaifah) berkata : “Engkau
wahai Amiirul-mukminiin”. ‘Aliy menjawab : “Tidak. Akan tetapi
sebaik-baik umat setelah Nabinya adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar radliyallaahu
‘anhu. Dan kami tidaklah menjauh bahwa ketenangan ada pada lisan ‘Umar radliyallaahu
‘anhu” [Al-Musnad, 1/106].
Dhahir
sanad riwayat ini shahih.
Berikut
keterangan para perawinya :
a.
Muhammad bin ‘Ubaid
bin Abi Umayyah Ath-Thanaafisiy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-Ahdab; seorang yang tsiqah lagi hapal riwayat.
Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 124 H, dan wafat tahun 204 H di
Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 875 no. 6154].
b.
Marwaan bin Mu’aawiyyah bin Al-Haarits bin
Asmaa’ bin Khaarijah Al-Fazaariy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah
lagi haafidh, namun ia sering melakukan tadlis pada nama-nama
syuyuukh. Termasuk thabaqah ke-8, dan wafat tahun 193 H. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 932 no. 6619].
c.
Muhammad bin Yuusuf
Al-‘Adnaaniy, ia adalah : Muhammad bin Yuusuf bin Waaqid bin ‘Utsmaan Adl-Dlabbiy, Abu ‘Abdillah
Al-Firyaabiy; seorang yang tsiqah lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-9, lahir
tahun 120 H, dan wafat tahun 212 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 911 no.
6455].
d.
Yahyaa
bin Ayyuub bin Abi Zur’ah bin ‘Amru bin Jariir bin ‘Abdillah Al-Bajaliy
Al-Jurairiy Al-Kuufiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : ‘Tidak mengapa
dengannya (laa ba’sa bih)’. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Abu Daawud, dan At-Tirmidziy [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1049 no. 7560].
e.
Asy-Sya’biy, telah lewat keterangan tentangnya.
f.
Wahb
bin ‘Abdilah/Wahb, Abu Juhaifah As-Siwaaiy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang mulia. Termasuk thabaqah ke-1, dan wafat
tahun 74 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Khalqu Af’aalil-‘Ibaad,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1044 no. 7529].
Perselisihan
riwayat itu menimbulkan pertanyaan : Apakah riwayat maushul dengan
menyebutkan Abu Juhaifah antara Asy-Sya’biy dan ‘Aliy dapat memperbaiki riwayat
mursal sebelumnya ?. Saya tidak akan membahas lebih jauh, meski dalam
hal ini, riwayat mursal Asy-Sya’biy lebih kuat daripada yang maushul.
Ad-Daaruquthniy merajihkan riwayat mursal sebagaimana yang dikatakan
dalam Al-‘Ilal 4/137.
Ada
jalan lain dari riwayat ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu ini,
yaitu :
1.
Zirr bin Hubaisy.
Diriwayatkan oleh Ma’mar
bin Raasyid[25]
dalam Al-Jaami’ no. 20380 dan darinya Al-Aajurriy[26]
dalam Asy-Syarii’ah 3/96 no. 537 (1420) dan Al-Qathii’iy[27]
dalam Zawaaid Fadlaailish-Shahaabah no. 522 : Dari ‘Aashim, dari Zirr
bin Hubaisy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib.
Berikut keterangan
para perawinya :
a.
Ma’mar bin Raasyid
Al-Azdiy, Abu ‘Urwah Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faadlil. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 154 H. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 961 no.
6857].
b.
‘Aashim bin Bahdalah/Ibnu
Abin-Nujuud Al-Asadiy Al-Kuufiy, Abu Bakr Al-Muqri’; seorang yang shaduuq, namun mempunyai beberapa keraguan (wahm). Termasuk thabaqah ke-6, wafat
tahun 128 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 471 no. 3071].
c.
Zirr bin Hubaisy bin
Habaasyah bin Aus bin Bilaal/Hilaal bin Sa’d bin Nashr bin Ghaadlirah Al-Asadiy
Al-Kuufiy, Abu Maryam/Abu Mutharrif; seorang yang tsiqah lagi jaliil dari
kalangan muhdlaram. Termasuk thabaqah ke-2, dan wafat tahun 81
H/82 H/83 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 336 no. 2019].
Dhahir sanad
riwayat ini hasan, hanya saja ma’lul. Yahyaa bin Ma’iin mengatakan riwayat
Ma’mar dari ‘Aashim adalah mudltharib.
2.
Zaadzaan Al-Kindiy.
Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy[28]
dalam Al-‘Ilal 4/139 : Telah menceritakan kepada kami Abu Wahb Al-Ailiy
Yahyaa bin Muusaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin
Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Jahm, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Qais, dari A’yan bin ‘Abdillah,
dari Abu Yaqdhaan, dari Zaadzaan, dari ‘Aliy.
Sanad riwayat ini
lemah dengan sebab :
a.
Muusaa bin Sufyaan;
belum ditemukan biografinya.
b.
A’yun bin ‘Abdillah
Al-Qaadliy; belum ditemukan biografinya.
c.
Abul-Yaqdhaan,
namanya : ‘Utsmaan
bin ‘Umair/Ibni Qais Al-Bajaliy, Abul-Yaqdhaan Al-Kuufiy Al-A’maa; seorang yang
dla’iif, mengalami ikhtilaath, sering melakukan tadlis,
dan berlebih-lebihan dalam tasyayyu’. Termasuk thabaqah k-6, dan
wafat tahun 150 H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 667-668 no. 4539].
Diriwayatkan juga
oleh Ibnu Basyraan[29]
dalam Al-Amaaliy no. 926 : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy
Ahmad bin Al-Fadhl bin Khuzaimah : Telah menceritakan kepada kami Ya’quub bin
Yuusuf Al-Qazwiiniy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’iid bin Saabiq
: Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Abi Qais, dari Abul-Yaqdhaan, dari
Zaadzaan, dari ‘Aliy. Dalam sanad ini tidak disebutkan A’yan bin ‘Abdillah
antara ‘Amru bin Abi Qais dan Abu Yaqdhaan – dan sanad ini lebih kuat daripada
yang pertama, karena shahih hingga ‘Amru bin Qais. Akan tetapi sanad ini lemah
karena keberadaan Abul-Yaqdhaan.
3.
‘Amru bin Maimuun.
Diriwayatkan oleh Al-Fasawiy[30]
dalam Al-Ma’rifah 1/462, Abu Nu’aim[31]
dalam Al-Hilyah 1/42 dan 4/152, serta dalam Tatsbiitul-Imaamah no.
65, Al-Baihaqiy[32]
dalam Dalaailun-Nubuwwah 6/369, dan Ath-Thabaraaniy[33]
dalam Al-Ausath (Majma’ul-Bahrain 6/246-247 no. 3664); semuanya
dari jalan Abu Israaiil Al-Kuufiy, dari Al-Waliid bin Al-‘Aizaar, dari ‘Amru
bin Maimuun, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, ia berkata
:
Berikut keterangan para
perawinya :
a.
Abu Israaiil Al-Kuufiy,
namanya adalah : Yuunus bin Abi Ishaaq ‘Amru bin ‘Abdillah Al-Hamdaaniy
As-Sabii’iy, Abu Israaiil Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, dan sedikit ragu
(yahimu qaliilan). Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 152 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Qiraa-ah, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1097 no.
7956]
b.
Al-Waliid
bin ‘Aizaar bin Huraits Al-‘Abdiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah
ke-5. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1040 no. 7496].
c.
‘Amru
bin Maimuun Al-Audiy, Abu ‘Abdillah/Abu Yahyaa Al-Kuufiy; seorang muhdlaram yang tsiqah lagi masyhuur.
Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 74 H, atau dikatakan setelah itu. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 746 no. 5157].
Sanad riwayat ini
hasan. Dishahihkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal 4/138.
4.
Thaariq bin
Syihaab.
Diriwayatkan oleh
Abu Nu’aim[34]
dalam Al-Hilyah 1/42 & dalam Tatsbiitul-Imaamah no. 90 :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Makhlad : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuunus Al-Kudaimiy : Telah menceritakan
kepada kami ‘Utsmaan bin ‘Umar : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari
Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy :
كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ مَلَكًا يَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ
“Kami dulu berkata
bahwa malaikat berbicara pada lisan ‘Umar radliyallaahu ‘anhu”.
Keterangan para
perawinya :
a.
Muhammad bin Yuunus bin
Muusaa bin Sulaimaan bin ‘Ubaid bin Rabii’ah bin Kudaim As-Saamiy Al-Kudaimiy,
Abul-‘Abbaas Al-Bashriy; seorang yang dla’iif. Termasuk thabaqah ke-11,
lahir tahun 183 H, dan wafat tahun 286 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 912 no. 6459].
b.
‘Utsmaan bin ‘Umar bin
Faaris bin Laqiith Al-‘Abdiy, Abu Muhammad/Abu ‘Adiy/Abu ‘Abdillah Al-Bashriy;
seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 209 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 667 no.
4536].
c.
Syu’bah bin Al-Hajjaaj bin
Al-Ward Al-‘Atakiy Al-Azdi, Abu Busthaam Al-Waasithiy; seorang yang tsiqah, haafidh, mutqin, dan disebut Ats-Tsauriy
sebagai amiirul-mukminiin fil-hadiits. Termasuk thabaqah ke-7, wafat tahun 160 H di Bashrah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 436 no. 2805].
d.
Qais bin Muslim Al-Jadaliy
Al-‘Udwaaniy , Abu ‘Amru Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, namun dituduh
berpemikiran irjaa’. Termasuk thabaqah k-6, dan wafat tahun 120
H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 806 no. 5626].
e.
Thaariq bin Syihaab bin ‘Abdisy-Syams
Al-Bajaliy Al-Ahmasiy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy; salah seorang yang pernah
melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, namun belum pernah mendengar
riwayat darinya (sebagaimana dikatakan Abu Daawud). Termasuk thabaqah ke-1,
dan wafat tahun 82 H/83 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 461 no. 3017].
Sanad riwayat ini
lemah dengan sebab Al-Kudaimiy. Selain itu, riwayat Al-Kudaimiy dari ‘Utsmaan,
dari Syu’bah ini diselisihi oleh Yahyaa bin Abi Bukair, Asad bin Muusaa, dan ‘Aashim
bin ‘Aliy dimana ketiganya meriwayatkan dari Syu’bah yang menisbatkan perkataan
pada Thaariq bin Syihaab (bukan pada ‘Aliy). Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah[35]
dalam Al-Mushannaf 12/35 no. 32674 dan Ath-Thabaraaniy[36]
dalam Al-Kabiir 8/320-321 no. 8202. Sanad riwayat ini shahih. Oleh
karena itu, penisbatan riwayat ini kepada ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu adalah
keliru. Wallaahu a’lam.
Jika
kita ringkas jalan riwayat ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu di
atas terdiri dari :
a.
Riwayat Asy-Sya’biy
dari ‘Aliy; dengan sanad mursal shahih (hingga sampai Asy-Sya’biy).
b.
Riwayat Zirr bin
Hubaisy dari ‘Aliy; dengan sanad lemah karena faktor periwayatan Ma’mar dari ‘Aashim.
Baik digunakan sebagai i’tibar.
c.
Riwayat Zaadzaan
Al-Kindiy dari ‘Aliy; dengan sanad lemah, karena kelemahan Abul-Yaqdhaan. Baik
digunakan sebagai i’tibaar.
d.
Riwayat ‘Amru bin
Maimuun dari ‘Aliy; dengan sanad hasan.
e.
Riwayat Thaariq bin
Syihaab dari ‘Aliy; dimana riwayat yang benar dinisbatkan pada perkataan
Thaariq, bukan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa.
Walhasil,
riwayat ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu ini secara keseluruhan
adalah shahih (lighairihi).
Wallaahu
a’lam.
[alhamdulillah,
takhrij ini selesai pada hari Kamis 24052012, 01:36 WIB – perum ciomas
permai, ciapus, ciomas, bogor].
[1] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إدْرِيسَ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، وَإِسْمَاعِيلَ، عَنِ
الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ بِلِسَانِ عُمَرَ "
[2] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى، قثنا حُمَيْدُ بْنُ الأَصْبَغِ
بِعَسْقَلانَ، قثنا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسَ، نا قَيْسُ بْنُ الرَّبِيعِ، نا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو
الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْزِلُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ "
Penyebutan : Ismaa’iil bin Abi Khaalid, dari
Abu ‘Amru Asy-Syaibaaniy, dari ‘Aliy; adalah keliru, karena yang benar
adalah : Ismaa’iil bin Abi Khaalid dan Abu ‘Amru Asy-Syaibaaniy, dari Asy-Sya’biy,
dari ‘Aliy.
Kekeliruan ini kemungkinan berasal dari :
a.
Qais bin Ar-Rabii’
Al-Asadiy, Abu Muhammad Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, namun berubah
hapalannya ketika tua. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 165 H/166
H/167 H/168 H. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 804 no. 5608]. Tidak diketahui apakah Aadam bin Abi Iyaas mendengar
riwayat darinya setelah atau sebelum berubah hapalannya.
b.
Humaid bin Al-Asbagh;
seorang yang majhuul.
Wallaahu a’lam.
[3] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أنَا شَرِيكٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ "
[4] Riwayatnya adalah :
No.
310 :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قثنا الْحَسَنُ بْنُ
حَمَّادٍ سَجَّادَةُ، قثنا سُفْيَانُ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ،
عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ عَلَى الْمِنْبَرِ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ "
No.
601 :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ، قثنا الرَّبِيعُ
بْنُ ثَعْلَبٍ، قثنا أَبُو إِسْمَاعِيلَ الْمُؤَدِّبُ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ
أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنْ تَكُونَ السَّكِينَةُ تَنْطِقُ
بِلِسَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ "
[5] Riwayatnya adalah :
No.
523 :
حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، قثنا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ، قثنا
خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ
الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
No. 614 :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ، قثنا أَبِي، قَالَ: قُرِئَ
عَلَى ابْنِ السَّمَّاكِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ
الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
No. 627 :
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ عُمَرَ، قثنا مُحَمَّدُ
بْنُ الْعَلاءِ، قثنا أَبُو مُحَمَّدٍ يَعْنِي أُسَيْدًا، قثنا هُرَيْمُ بْنُ
سُفْيَانَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ،
قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " إِنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ
أَوَّاهًا حَلِيمًا، وَإِنَّ عُمَرَ نَاصَحَ اللَّهَ فَنَصَحَهُ اللَّهُ، وَقَدْ
كُنَّا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ نَرَى أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ، يَعْنِي عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ، وَقَدْ كُنَّا نَرَى أَنَّ الشَّيْطَانَ يَهَابُهُ أَنْ
يَأْمُرَهُ بِالْخَطِيئَةِ "
[6] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، أَنَّ عَلِيًّا، قَالَ: مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
[7] Riwayatnya adalah :
3/96
no. 535 (1418) :
وَحَدَّثَنَا الْفِرْيَابِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا وَهْبُ
بْنُ بَقِيَّةَ الْوَاسِطِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
الْوَاسِطِيُّ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ عَامِرٍ
الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
3/96
no. 536 (1419) :
وأخبرنا
أحمد بن يحيى الحلواني، قال : حدثنا أحمد بن عبد الله بن يونس، قال : حدثنا أبو شهاب
- يعني الحناط - عن إسماعيل ابن أبي خالد، عن شعبي أن عليا رضي الله عنه قال
: "ما كنا نبعد أن السكينة تنطق على لسان عمر رضي الله عنه".
[8] Riwayatnya adalah :
4/328
:
حَدَّثَنَا حَبِيبُ بْنُ الْحَسَنِ، ثنا يُوسُفُ
الْقَاضِي، ثنا عَمْرُو بْنُ مَرْزُوقٍ. ح وَحَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ مُحَمَّدُ
بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِسْحَاقَ الأَنْمَاطِيُّ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ النَّضْرِ، ثنا
سَعِيدُ بْنُ حَفْصٍ النُّفَيْلِيُّ، قَالا: ثنا زُهَيْرٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ،
كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ، قَالَ: " مَا كُنَّا
نَشُكُّ إِلا أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
تَعَالَى عَنْهُمَا "
8/211
:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ الْيَقْطِينِيُّ،
وَمُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ سَلْمٍ، قَالا: ثنا الْحُسَيْنُ بْنُ عُمَرَ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ، ثنا أَبِي، ثنا عَلِيُّ بْنُ السَّمَّاكِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ،
عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " مَا
كُنَّا نَعُدُّ إِلا أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْزِلُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
"
[9] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ الْفَضْلِ، ثنا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، ثنا يَعْقُوبُ بْنُ سُفْيَانَ، ثنا عُبَيْدُ
اللَّهِ بْنُ مُوسَى، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ
الشَّعْبِيِّ، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ "
[10] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَحْمَدَ
الْمَلِيحِيُّ، أَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي شُرَيْحٍ، أَنَا أَبُو
الْقَاسِمِ الْبَغَوِيُّ، نا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، أَنَا شَرِيكٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ "
[11] Riwayatnya adalah :
ثنا مَحْمُودٌ، قَالَ: ثنا أَسْبَاطٌ، أَنْبَأَ إِسْمَاعِيلُ
بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنْ تَكُونَ السَّكِينَةُ تَنْطِقُ
بِلِسَانِ عُمَرَ "
[12] Riwayatnya adalah :
No.
549 :
أَخْبَرَتْنَا زَيْنَبُ بِنْتُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
الْحَسَنِ بْنِ أَحْمَدَ، بِقِرَاءَتِي عَلَيْهَا بِنَيْسَابُورَ، قُلْتُ لَهَا:
أَخْبَرَكُمْ وَجِيهُ بْنُ طَاهِرٍ الشَّحَّامِيُّ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، أَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُوسَى، أَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ يَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّا بْنِ حَرْبٍ، أَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ الشَّرْقِيِّ، أَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
هَاشِمِ بْنِ حَيَّانَ الطُّوسِيُّ، ثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ هُوَ ابْنُ
مَلِيحٍ الرُّؤَاسِيُّ، ثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ
عَامِرٍ، قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا أَبْيَضَ اللِّحْيَةِ قَدْ مَلأَتْ مَا بَيْنَ
مَنْكِبَيْهِ، قَالَ: وَقَالَ عَلِيٌّ: مَا كُنَّا
نَبْعُدُ أَنَّ السَّكِينَةَ كَانَت تَنْطِقُ بِلِسَانِ عُمَرَ.
No.
550 :
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَلِيٍّ
الصُّوفِيُّ، بِبَغْدَادَ، أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُمْ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ، أَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الصَّرِيفِينِيُّ، أَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ
حُبَابَةَ، ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، ثَنَا عَلِيٌّ، أَنَا شَرِيكٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: مَا كُنَّا نَبْعُدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ
[13] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْجَبَّارِ، ثنا سُفْيَانُ، عَنِ ابْنِ
أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ
تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
[14] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
دَلُّوَيْهِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَسِيدُ بْنُ زَيْدٍ الْجَمَّالُ، قَالَ:
حَدَّثَنِي هُرَيْمٌ، يَعْنِي: ابْنَ سُفْيَانَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي
خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
" كَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَوَّاهًا حَلِيمًا، وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مُخْلِصًا، نَاصَحَ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَنَصَحَهُ، وَاللَّهِ إِنْ كُنَّا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ مُتَوَافِرُونَ لَنَعُدُّ أَنَّ السَّكِينَةَ
لَتَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ شَيْطَانَ عُمَرَ
يَهَابُهُ أَنْ يَأْمُرَهُ بِالْخَطِيئَةِ "
[15] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ أَحْمَدُ بْنُ الْفَضْلِ بْنِ
الْعَبَّاسِ بْنِ خُزَيْمَةَ، ثنا عِيسَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ زَغَاثٌ، ثنا
أُسَيْدُ بْنُ زَيْدٍ الْجَمَّالُ، ثنا هُرَيْمُ بْنُ سُفْيَانَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: " كَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَوَّاهًا حَلِيمًا، وَكَانَ عُمَرُ مُخْلِصًا نَاصِحًا لِلَّهِ فَنَصَحَهُ،
وَاللَّهِ إِنْ كُنَّا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
وَنَحْنُ مُتَوَافِرُونَ، وَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ السَّكِينَةَ
تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ، وَإنْ كُنَّا لَنَرَى شَيْطَانَ عُمَرَ يَهَابُهُ
أَنْ يَأْمُرَهُ بِالْخَطِيئَةِ يَعْمَلُهَا "
[16] Riwayatnya adalah :
وَحَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، أنا
ابْنُ الْجُنَيْدِ، نا قُتَيْبَةُ، نا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: قَالَ
عَلِيٌّ: " كُنَّا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ لا نَشُكُّ
أَنَّ السَّكِينَةَ تَكَلَّمُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
"
[17] Riwayatnya adalah :
ثنا حَمَّادٌ، عَنْ مُجَالِدٍ،
عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: إِنَّ عَلِيًّا، قَالَ: " كُنَّا أَصْحَابَ محَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَشُكُّ
أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "،
وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ: ثَنَا عَبَّادُ بْنُ
عَبَّادٍ، عَنْ مُجَالِدٍ، بِهِ
نَحْوَهُ
[18] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي هَارُونُ
بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، نا بَيَانٌ،
عَنْ عَامِرٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: إِنْ كُنَّا
لَنَتَحَدَّثُ: " أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
[19] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُمَرَ بْنِ
أَحْمَدَ، قَالَ: ثنا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: ثنا يُوسُفُ بْنُ
مُوسَى، قَالَ: ثنا جَرِيرٌ، عَنْ بَيَانٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ:
قَالَ عَلِيٌّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " كُنَّا
نُحَدَّثُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ "
[20] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى، قثنا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ،
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، قثنا أَبُو عَقِيلٍ، قثنا أَبُو إِسْمَاعِيلَ كَثِيرٌ، قَالَ: حَدَّثَنِي
الشَّعْبِيُّ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ: " مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى فَمِ عُمَرَ، وَقَدْ كُنَّا نَرَى
فِيمَا نَرَى أَنَّ شَيْطَانَ عُمَرَ يَهَابُ عُمَرَ أَنْ يَأْمُرَ بِمَعْصِيَةٍ
"
[21] Riwayatnya adalah :
ثنا الْحُسَيْنُ، ثنا مَحْمُودٌ، قَالَ: ثنا أَسْبَاطٌ،
قَالَ: ثنا كَثِيرٌ أَبُو إِسْمَاعِيلَ
النَّوَّاءُ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ زَادَ فِي الْحَدِيثِ، قَالَ: " أَلا إِنِّي أَرَى
فِيمَا يُرَى أَنَّ شَيْطَانَ عُمَرَ يَهَابُ عُمَرَ أَنْ يَأْمُرَهُ بِمَعْصِيَةٍ
"
[22] Riwayatnya adalah :
Zawaaid
Al-Musnad no. 813 :
حَدَّثَنِي أَبُو صَالِحٍ هَدِيَّةُ بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ بِمَكَّةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الطَّنَافِسِيُّ،
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْبَجَلِيُّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ
وَهْبٍ السُّوَائِيِّ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
فَقَالَ: مَنْ خَيْرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا؟ فَقُلْتُ: أَنْتَ يَا
أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: لَا، خَيْرُ هَذِهِ
الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
وَمَا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ "
Zawaaid
Fadlaailish-Shahaabah no. 50 :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي هَدِيَّةُ
بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ أَبُو صَالِحٍ، بِمَكَّةَ، قثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ
الطَّنَافِسِيُّ، قثنا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْبَجَلِيُّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ،
عَنْ وَهْبٍ السُّوَائِيِّ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِي، فَقَالَ: " مَنْ
خَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا؟ "، فَقُلْنَا: أَنْتَ يَا
أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَقَالَ: " لا، خَيْرُ
هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ، وَمَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
As-Sunnah no.
1374 :
حَدَّثَنِي أَبُو صَالِحٍ هَدِيَّةُ بْنُ عَبْدِ
الْوَهَّابِ الْخُرَاسَانِيُّ بِمَكَّةَ، نا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ
الطَّنَافِسِيُّ، نا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْبَجَلِيُّ، عَنْ وَهْبٍ
السُّوَائِيِّ، قَالَ: خَطَبَنَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ:
" مَنْ خَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نَشُكُّ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ
عُمَرَ "، قُلْنَا: أَنْتَ
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، قَالَ: لا، خَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ
نَبِيِّهَا أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ، وَمَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ
تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
Sanad yang disebutkan dalam As-Sunnah tidak
memasukkan Asy-Sya’biy, dan ini keliru; karena yang benar Yahyaa bin Ayyuub
meriwayatkan dari Abu Juhaifah Wahb bin As-Sawaaiy melalui perantaraan
Asy-Sya’biy – sebagaimana riwayat dalam Az-Zawaaid.
[23] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ،
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ، عَنْ يَحْيَى
بْنِ أَيُّوبَ الْبَجَلِيِّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ،
قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ
السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ
"
[24] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ مَرْوَانَ،
بِقَيْسَارِيَّةَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُعَاوِيَةَ بْنِ ذَكْوَانَ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ الْعَدْنَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
أَيُّوبَ الْبَجَلِيُّ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّهُ قَالَ: "
إِنَّا كُنَّا لَنَعُدُّ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ "
[25] Riwayatnya adalah :
عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرِّ
بْنِ حُبَيْشٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: " مَا
كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
[26] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا الْفِرْيَابِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلانَ الْمَرْوَزِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ،
قَالَ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ،
عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: مَا كُنَّا
نُبْعِدُ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
[27] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، قثنا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلانَ
الْمَرْوَزِيُّ، قثنا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: أنا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ،
عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي
طَالِبٍ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُبْعِدُ أَنَّ
السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
[28] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ الْأَيْلِيُّ يَحْيَى بْنُ
مُوسَى، قَالَ: ثنا مُوسَى بْنُ سُفْيَانَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْجَهْمِ،
قَالَ: ثنا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ، عَنْ أَعْيَنَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ
أَبِي الْيَقْظَانِ، عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ " إِنَّ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ، وَإِنَّ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ شَيْطَانَهُ يَخَافَهُ أَنْ
يَجُرَّهُ إِلَى مَعْصِيَةِ اللَّهِ تَعَالَى "
[29] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو عَلِيٍّ أَحْمَدُ بْنُ الْفَضْلِ بْنِ
خُزَيْمَةَ، ثنا يَعْقُوبُ بْنُ يُوسُفَ الْقَزْوِينِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ
سَعِيدِ بْنِ سَابِقٍ، ثنا عَمْرُو بْنُ أَبِي قَيْسٍ، عَنْ أَبِي الْيَقْظَانِ،
عَنْ زَاذَانَ، عَنْ عَلِيٍّ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " إِنْ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرَى أَنَّ شَيْطَانَهُ يَخَافُهُ أَنْ
يَجُرَّهُ إِلَى مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ "
[30] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، ثَنَا أَبُو
إِسْرَائِيلَ كُوفِيٌّ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ الْعَيْزَارِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: مَا كُنَّا نُنْكِرُ وَنَحْنُ مُتَوَافِرُونَ عَلَى أَصْحَابِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ
عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
[31] Riwayatnya adalah :
Al-Hilyah
1/42
:
حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا طَاهِرُ
بْنُ أَبِي أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ، عَنِ
الْوَلِيدِ بْنِ الْعَيْزَارِ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ مَيْمُونٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللَّهُ
وَجْهَهُ، قَالَ: مَا كُنَّا نُنْكِرُ وَنَحْنُ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ أَنَّ
السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ
Al-Hilyah 4/152
:
حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ مُحَمَّدٍ النَّاقِدُ، قَالَ:
ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، قَالَ: ثنا طَاهِرُ بْنُ أَبِي
أَحْمَدَ الزُّبَيْرِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، قَالَ: ثنا أَبُو
إِسْرَائِيلَ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ الْعَيْزَارِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ
أَبِي طَالِبٍ، كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ، قَالَ: " إِذَا
ذُكِرَ الصَّالِحُونَ فَحَيَّ هَلا بِعُمَرَ، مَا كُنَّا نُنْكِرُ وَنَحْنُ
أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ مُتَوَافِرُونَ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ
عُمَرَ "
Tatsbiitul-Imaamah
no.
65 :
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ،
حَدَّثَنَا أَبُو إِسْرَائِيلَ الْمُلائِيُّ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ
الْعَيْزَارِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ،
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: " إِذَا ذُكِرَ الصَّالِحُونَ فَحَيِّ هَلا بِعُمَرَ، كُنَّا
نَعُدُّ أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
[32] Riwayatnya adalah :
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحُسَيْنِ بْنُ الْفَضْلِ
الْقَطَّانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ
بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا أَبُو
إِسْرَائِيلَ كُوفِيٌّ، عَنِ الْوَلِيدِ بْنِ الْعِيزَارِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ، عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: " مَا كُنَّا نُنْكِرُ
وَنَحْنُ مُتَوَافِرُونَ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ السَّكِينَةَ تَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
"
[33] Riwayatnya adalah :
حدثنا محمد بن عثمان بن أبي شيبة، ثنا أحمد بن يونس، ثنا
أبو إسرائيل الملائي، عن الوليد بن العيزار، عن عمرو بن ميمون، عن علي، قال : إذا ذكر
الصالحون فحي هلا بعمر، ما كنا نبعد أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم إن السكينة تنطق
على لسان عمر في غضبه ورضاه
[34] Riwayatnya adalah :
Al-Hilyah
1/42
:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مَخْلَدٍ،
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُونُسَ الْكَدِيمِيُّ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ
عُمَرَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ،
قَالَ: قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ كَرَّمَ اللَّهُ وَجْهَهُ: " كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ مَلَكًا يَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ "
Tatsbiitul-Imaamah
no.
90 :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ
مَخْلَدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ،
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ،
قَالَ: قَالَ عَلِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "
كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ مَلَكًا يَنْطِقُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ "
[35] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ قَالَ:
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ،
قَالَ: " كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ
السَّكِينَةَ تَنْزِلُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ
[36] Riwayatnya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو يَزِيدَ الْقَرَاطِيسِيُّ، ثنا أَسَدُ
بْنُ مُوسَى، ح وَحَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ السَّدُوسِيُّ، ثنا عَاصِمُ بْنُ
عَلِيٍّ، قَالا: ثنا شُعْبَةُ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ
شِهَابٍ، قَالَ: " كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ
السَّكِينَةَ تَنْزِلُ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ "
Comments
Yaa Subhanallah...ridho Allah subhanahuawata'ala atas mereka,orang2mu'min yang selalu tegak di atas sunnah,yang istiqomah diatas manhaj yang haq,.....barokallahu fik
nafa'allahu bik..afwan ustadz, antum mentakhrij riwayat atsar di atas dari pribadi atau melihat pembahasan takhrij ulama sebelum antum? kata sebagian masyayikh diantara sifat tawadhu thalibul ilmu adalah menyandarkan tashih atau tadh'if hadits kepada ulama yang lebih alim dari kita..jika memang kesimpulan pembahasannya sama..allahua'lam
Itu adalah takhrij yang saya tulis, bukan dari terjemahan atau semisalnya. Ada beberapa ulama yang telah mentakhrij, tapi hanya ringkas saja, dan saya mengambil faedah dari mereka (dari mukharrij atau muhaqqiq kitab).
Di atas telah saya tulis penshahihan ulama mutaqaddimiin, yaitu Ad-Daaruquthniy :
Dishahihkan oleh Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal 4/138.
NB : Boleh saya tahu nash perkataan ulama yang antum maksud ?. Karena selama ini yang saya tahu adalah menyandarkan ilmu pada pemiliknya.
Ada yang seorang Raafidliy yang mengkritik tulisan di atas. Saya ucapkan terima kasih. Namun saya lihat, seperti biasa,.... yang ia tuju awal memang pelemahan hadits. Jadi alasan-alasan yang ia buat pun cenderung mengada-ada. Ada empat point yang ingin saya angkat :
1. Jalan riwayat Asy-Sya'biy dari 'Aliy radliyallaahu 'anhu.
Ia berkata :
Apalagi Asy Sya’biy dikenal sering memursalkan hadis dari Aliy yang sebenarnya ia ambil dari Harits Al A’war seorang yang dhaif dan pendusta. Maka terdapat kemungkinan riwayat ini diambil Asy Sya’bi dari Al Harits [selesai].
Tentu saja ia akan berkata begitu karena itulah jalan yang paling mungkin ia tempuh agar jalan riwayat Asy-Sya'biy ini tidak bisa dijadikan i'tibar. Basi.
Benar bahwasannya ia punya riwayat dari 'Aliy melalui perantaraan Al-Haarits. Namun selain Al-Haarits, ia juga terkenal meriwayatkan dari 'Aliy melalui perantaraan Abu Juhaifah. Juga dari Abu Waail, 'Abdullah bin Ma'qil, dan yang lainnya.
Lagi pula Al-Haarits ini - dengan melihat kesimpulan seluruh imam al-jarh wat-ta'dil terhadapnya - bukanlah seorang pendusta - meskipun riwayatnya lemah
2. Riwayat 'Amru bin Maimuun dari 'Aliy radliyallaahuu 'anhu.
Ia mengatakan :
"Riwayat ‘Amru bin Maimun dari Aliy kedudukannya dhaif dan tidak tsabit sanadnya hingga ‘Amru bin Maimun karena kelemahan Abu Israail Al Mala’iy. Selain itu riwayat ‘Amru dhaif karena Abu Israail seorang mudallis dan riwayatnya disini dengan ‘an anah" [selesai].
Ia mengelirukan tulisan di atas yang menisbatkan Abu Israaiil Al-Kuufiy kepada Yuunus bin Abi Ishaaq, dimana yang benar - katanya - adalah Abu Israaiil Al-Mulaa'iy.
Dalam catatan kaki no. 31 (riwayat Abu Nu'aim dalam Tatsbiitul-Imaamah) dan no. 33 (riwayat Ath-Thabaraaniy) telah saya sebutkan dengan riwayat yang menyebutkan Abu Israaiil Al-Mulaa'iy.
Tapi kenapa di atas saya sebutkan Yuunus bin Abi Ishaaq ?. Tentu saja ada sebabnya, yaitu :
Perhatikan catatan kaki 30 - 33. Di situ Abu Israaiil disebutkan dalam tiga lafadh, yaitu Abu Israaiil Al-Kuufiy, Abu Israaiil, dan Abu Israaiil Al-Mulaa'iy. Tapi satu yang pasti, bahwa Abu Israaiil di situ adalah Abu Israaiil yang mengambil riwayat dari Al-Waliid bin 'Aizaar.
Perincian penisbatan Abu Israaiil adalah sebagai berikut :
1. 'Ubaidullah bin Muusaa.
Ia menyebutkan gurunya adalah Abu Israaiil Al-Kuufiy (riwayat Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah 1/462 dan Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah 6/369). 'Ubaidullah seorang yang tsiqah. Sanad riwayat ini shahih sampai 'Ubaidullah. Di antara syaikh 'Ubaidullah bin Muusaa adalah Yuunus bin Abi Ishaaq (Tahdziibul-Kamaal, 19/166].
Bukankah salah satu guru ‘Ubaidullah juga bernama Abu Israaiil Al-Mulaa’iy ?.
Benar. Oleh karena itu, ‘Ubaidullah bin Muusaa membedakan dua gurunya itu dengan penyebutan Abu Israaiil Al-Kuufiy (untuk Yuunus bin Abi Ishaaq) dan Abi Israaiil Al-Mulaa’iy (untuk Ismaa’iil bin Khaliifah – misal : dalam riwayat Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 790, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 3388, dll.).
2. Abu Ahmad Az-Zubairiy.
Ia menyebutkan gurunya bernama Abu Israaiil (riwayat Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 1/42 dan 4/152). Abu Ahmad Az-Zubairiy ini namanya Muhammad bin 'Abdillah bin Az-Zubair, seorang yang tsiqah. Abu Ahmad jika memutlakkan nama Abu Ishaaq, maka maksudnya adalah Al-Mulaa'iy. Ada catatan jalan riwayat no. 2 ini bersama no. 3 di bawah.
3. Ahmad bin Yuunus.
Ia menyebutkan nama gurunya adalah Abu Ishaaq Al-Mulaa'iy (riwayat Abu Nu'aim dalam At-Tatsbiit no. 65 dan Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath).
Antara jalan riwayat no. 2 dan 3 sama-sama diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Utsmaan bin Abi Syaibah. Ia seorang imam lagi haafidh, namun beberapa ulama mengkritik haditsnya. Sebagian ulama mutaqaddimiin mendustakannya, namun pendustaan ini tidaklah benar. Yang benar, haditsnya hasan, kecuali jika terbukti kuat ada penyelisihan. Dan di sini ia goncang dalam membawakan riwayat.
Dalam sanad jalan sanad no. 2, ia membawakan riwayat dari Thaahir bin Abi Ahmad, dari ayahnya, dari Abu Israaiil Al-Mulaa'iy. Dalam sanad no. 3, ia membawakan riwayat dari Ahmad bin Yuunus, dari Abu Ishaaq Al-Mulaa'iy. Idlthraab yang seperti ini tidaklah memudlaratkan riwayatnya, karena beredar di kalangan perawi tsiqah. Hanya saja, idlthiraab ini menunjukkan bahwa sebenarnya Muhammad bin 'Utsmaan hanya mempunyai satu jalan riwayat saja yang tsabit dari Abu Israaiil Al-Mulaa'iy. Mungkin berasal dari jalaur sanad no. 2 atau no. 3.
[Dan hanya mengingatkan saja, karena orang Raafidlah ini kadang lupa-lupa ingat kalau sedang asik mengkritik riwayat yang merugikan keyakinannya. Dulu, ia merajihkan pelemahan Muhammad bin 'Utsmaan bin Abi Syaibah, dan bahkan merajihkan pendustaan para ulama kepadanya. Nah, kalau memakai logika orang Syi'ah ini yang tempo dulu, maka jalan riwayat no. 2 dan no. 3 yang menyebutkan Abu Israaiil Al-Mulaa'iy jelas sangat lemah, sehingga tersisa jalan riwayat no. 1].
Jika demikian, maka tersisa pembicaraan, apakah yang meriwayatkan dari Al-Waliid bin 'Aizaar ini Abu Israaiil Al-Kuufiy Yuunus bin Abi Ishaaq, ataukah Abu Israaiil Al-Malaaiy Ismaa'iil bin Khaliifah ?.
Dalam kitab Tahdziibul-Kamaal (31/64), jajaran murid Al-Waliid bin 'Aizaar adalah Yuunus bin Abi Ishaaq. Tidak disebutkan padanya Ismaa'iil bin Khaliifah Abu Israaiil Al-Mulaa'iy. Maka dari sinilah saya lebih condong bahwa Abu Ishaaq Al-Kuufiy ini adalah Yuunus, sehingga sanad hasan.
Taruhlah kita sepakat dengan apa yang dikatakan oleh rekan Raafidliy kita itu bahwa Abu Ishaaq ini adalah Al-Mulaa'iy. Tapi mari kita tengok komentarnya tentang Abu Ishaaq Al-Mulaa'iy ini :
Ahmad mengatakan ia ditulis hadisnya dan telah meriwayatkan hadis mungkar. Ibnu Ma’in terkadang berkata “shalih” terkadang berkata “dhaif”. Bukhari berkata Ibnu Mahdi meninggalkannya dan ia dihaifkan Abu Waliid. Abu Zur’ah berkata shaduq. Abu Hatim berkata hasanul hadis tetapi tidak bisa dijadikan hujjah ditulis hadisnya dan buruk hafalannya. Nasa’i berkata “tidak tsiqat” dan terkadang berkata “dhaif”. Al Uqailiy berkata “dalam hadisnya terdapat waham dan idhthirab”. At Tirmidzi berkata “tidak kuat disisi ahli hadis”. Abu Ahmad Al Hakim berkata “matruk al hadits”. Ibnu Hibban menyatakan ia mungkar al hadits. Abu Israiil dikenal sebagai perawi yang mencela dan mengkafirkan Utsman bin ‘Affan [At Tahdzib juz 1 no 545].
Daruquthni berkata “dhaif” [Al Ilal no 1043] dan Daruquthni memasukkan namanya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Daruquthni no 74]. Ibnu Hajar berkata “shaduq buruk hafalannya” [At Taqrib 1/93] tetapi dalam Talkhis Al Habir, Ibnu Hajar berkata “dhaif” [Talkhiish Al Habiir 1/502 no 296]. Adz Dzahabi berkata “dhaif” [Al Kasyf no 370]. Riwayat ini mengandung illat [cacat] lain yaitu Abu Israiil Al Malaa’iy disebutkan Ibnu Hajar sebagai mudallis martabat kelima [Thabaqat Al Mudallisin no 130] dan riwayatnya di atas dibawakan dengan ‘an anah maka kedudukannya dhaif. [selesai].
Anda dapat lihat kecenderungannya untuk menampilkan beberapa jarh yang bertujuan – seperti biasa – agar riwayat Abu Israaiil Al-Mulaa’iy ini lemah dan tidak bisa dijadikan i’tibar. Sama seperti kasus Asy-Sya’biy di atas.
Sedikit akan saya koreksi dengan beberapa penambahan.
Perkataan Ahmad yang benar adalah : "Ditulis haditsnya, dan ia telah meriwayatkan sebuah hadits munkar dalam permasalahan qatill (orang yang terbunuh)". Jadi, riwayat munkarnya ini khusus, yaitu dalam hadits 'Athiyyah, dari Abu Sa'iid. Jelas bedalah antara yang ditulis orang Raafidliy itu dengan yang tertulis dan Tahdziibut-Tahdziib. Diriwayat lain, ketika ia (Ahmad) ditanya : “Apakah ia dla’iif ?”. Ahmad menjawab : “Tidak, tapi ia menyelisihi dalam hadits-hadits”. Riwayat Ahmad dalam At-Tahdziib ini tidak ditulis oleh rekan Raafidliy itu sebab jelas akan merugikannya.
Tentang perkataan Ibnu Ma’iin, riwayat lain dalam At-Tahdziib disebutkan : “Ashhaabul-hadiits, tidak ditulis haditsnya. Dan saya tambahkan, bahwa dalam riwayat Ad-Duuriy, ia berkata : “Tsiqah”. Begitu pula yang dibawakan Ibnu Syaahiin.
‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Bukan termasuk pendusta”. Perkataan ini tidak dibawakan oleh orang Raafidlah itu dalam At-Tahdziib. ‘Amru bin ‘Aliy meriwayatkan sebab ‘Abdurrahmaan bin Mahdiy tidak meriwayatkan haditsnya adalah karena ia mencela/mencela ‘Utsmaan bin ‘Affaan. Dan itulah juga yang dikatakan oleh Al-Bukhaariy.
Perkataan Abu Haatim yang lebih lengkapnya adalah : “Hasanul-hadiits, jayyidul-liqaa’. Ia mempunyai beberapa kekeliruan (aghaalith). Tidak boleh berhujjah dengan haditsnya, namun ditulis haditsnya. Ia mempunyai hapalan yang jelek (sayyi’ul-hifdh)”.
Ibnul-Mubaarak berkata : “Jeleknya hapalannya”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Kebanyakan yang ia riwayatkan menyelisihi perawi tsiqah, dan ia secara umum termasuk orang yang ditulis haditsnya”. Ibnu Sa’d berkata : “Mereka (para ulama) berkata bahwa ia seorang yang shaduuq”. Al-Husain Al-Ju’fiy berkata : “Ia panjang jenggotnya, bodoh”. Abu Daawud berkata : “Ia tidak berdusta. Haditsnya bukan dari hadits Syi’ah, dan tidak terdapat padanya nakarah (pengingkaran)”. Al-Juuzajaaniy : “Pendusta, menyimpang”. Al-Fasawiy berkata : “Tsiqah”.
Jadi,..... kesimpulan Ibnu Hajar yang menyatakan : “Shaduuq, namun jelek hapalannya” adalah benar. Ia dicela sebagian ulama karena madzhabnya yang buruk dalam tasyayyu’.
Adapun pengklasifikasian Ibnu Hajar bahwa ia termasuk mudallis martabat kelima, maka ini perlu diteliti kembali. Ibnu Hajar menyandarkan sifat tadlis ini pada At-Tirmidziy. Ia (Ibnu Hajar) berkata : “Dan At-Tirmidziy mengisyaratkan bahwa ia sering melakukan tadlis” [Ta’rifu Ahlit-Taqdiis, hal. 139 no. 130].
At-Tirmidziy ketika membawakan hadits tatswib berkata : “Hadits Bilaal, aku tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Abu Israaiil Al-Mulaa’iy. Dan Abu Israaiil tidak mendengar hadits ini dari Al-Hakam bin ‘Utaibah”. Ia berkata : “Ia hanyalah meriwayatkan dari Al-Hasan bin ‘Umaarah, dari Al-Hakam bin ‘Utaibah” [As-Sunan no. 198].
Perkataan ini tidak benar, sebab dalam riwayat Ahmad 4/307, Abu Israaiil menyebutkan tashrih penyimakannya dari Al-Hakam bin ‘Utaibah. Ibnul-jauziy pun menolak penisbatan inqitha’ ini. Telah menyebutkan pelemahan sebagian ulama bahwa Abu Israaiil tidak mendengar dari Al-Hakam, ia berkata :
مُجَرَّدُ التَّضْعِيفِ لَا يُقْبَلُ حَتَّى يُبَيَّنَ سَبَبُهُ، وَقَدْ ذَكَرْنَا عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَكَمُ
“Pendla’ifan tersebut tidaklah diterima hingga diterangkan sebabnya. Dan telah kami sebutkan darinya bahwasannya ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Hakam” [At-Tahqiiq, no. 418].
Dalam riwayat Abul-Waliid, Abu Israaiil pun berkata :
حدثنا الحكم عن ابن أبى ليلى أو الحسن بن عمارة ، عن الحكم عن ابن أبى ليلى أن النبى صلى الله عليه وسلم قال لبلال
“Telah menceritakan kepada kami Al-Hakam dari Ibnu Abi Lailaa atau Al-Hasan bin ‘Umaarah dari Al-Hakam, dari Ibnu Abi Lailaa, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilaal”.
Ini menunjukkan bahwa Abu Israaiil tidak melakukan tadlis.
Kesimpulannya, penisbatan tadlis Abi Israaiil ini tidaklah benar. Wallaahu a’lam.
Jadi kelemahan riwayat ‘Amru bin Maimuun ini adalah dengan sebab kelemahan Abu Israaiil Al-Mulaa’iy, dan ia masih dapat dijadikan i’tibar. Ini seandainya kita sepakat bahwa Abu Israaiil tadi adalah Al-Mulaa’iy.
3. Riwayat Zirr bin Hubaisy dari ‘Aliy.
Orang Raafidlah ini mengatakan :
” Ma’mar dalam periwayatan dari ‘Aashim telah menyelisihi Syarik yang meriwayatkan atsar ini dari ‘Aashim dari Musayyab bin Raafi’ dari Abdullah bin Mas’udsebagaimana disebutkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 6/354 no 31981 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya 44/111. Syarik Al Qadhiy adalah perawi yang tsiqat shaduq tetapi diperbincangkan hafalannya, pada dasarnya riwayat Syarik dan Ma’mar dari ‘Aashim masing-masing mengandung kelemahan tetapi riwayat Syarik didahulukan dari riwayat Ma’mar karena ‘Aashim termasuk orang Kufah dan Syarik dikatakan sebagian ulama bahwa ia lebih alim dalam riwayat dari orang-orang Kufah. Jadi Ma’mar dalam riwayatnya dari ‘Aashim telah melakukan kesalahan dalam menisbatkan riwayat ini kepada Aliy bin Abi Thalib.”.
Begitulah katanya.
Bagaimana bisa dikatakan bahwa Ma’mar keliru, dan Syaarik benar ?. Justru kritikan para ulama kepada Syariik ini adalah ketika ia pindah ke kota Kuufah dan menjabat sebagai qadliy. Aneh-aneh saja orang ini. Jalur periwayatan Ma’mar, dari ‘Aashim, dari Zirr bin Hubaisy ini ma’ruf dalam kutub hadits (misal : Ibnu Maajah no. 226, Ahmad no. 17627, Ibnu Khuzaimah no. 193, Ibnu Hibban no. 85, dan yang lainnya). Bagaimana bisa dikatakan bahwa riwayat Ma’mar dari ‘Aashim ini keliru ?. Bukan tidak mungkin ‘Aashim ini mempunyai dua jalur periwayatan, yaitu dari Zirr bin Hubaisy dan dari Al-Musayyib bin Raafi’.
Al-Baihaqiy mengatakan bahwa riwayat Zirr bin Hubaisy ini merupakan mutaba'ah bagi riwayat lainnya.
Biasa,... Anda akan tahu motif alasannya ini agar jalur periwayatan Zirr bin Hubaisy tidak bisa menjadi i’tibar. Kok anehnya, dikit-dikit bilang ‘menyelisihi’.
4. Riwayat Zaadzaan Al-Kindiy.
Di bagian ini Anda akan menyimak keanehan analisis dari orang Raafidlah itu (seperti biasa). Ia berkata :
Daruquthni berkata
وروي هذا الحديث عن زاذان أبي عمر عن علي حدث به عمرو بن أبي قيس واختلف عنه فرواه محمد بن سعيد بن سابق عن عرمو بن أبي قيس عن أبي اليقظان عن زاذان عن علي وخالفه عبد الله بن الجهم فرواه عن عمرو بن أبي قيس عن أعين بن عبد الله قاضي الري عن أبي اليقظان عن زاذان عن علي وهو الصحيح
Dan diriwayatkan hadis ini dari Zaadzaan Abi Umar dari Aliy, hal ini diceritakan oleh ‘Amru bin Abi Qais dan terdapat perselisihan dalam riwayatnya. Telah meriwayatkan Muhammad bin Sa’id bin Saabiq dari ‘Amru bin Abi Qais dari Abul Yaqzhaan dari Zaadzaan dari Aliy. Dan Abdullah bin Jahm menyelisihinya dimana ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Abi Qais dari A’yan bin ‘Abdullah Qadhi Ray dari Abul Yaqzhaan dari Zaadzaan dari Aliy dan inilah yang shahih [Al Ilal Daruquthni no 471]
Penshahihan Daruquthni terhadap riwayat Abdullah bin Jahm menunjukkan bahwa di sisi Daruquthni, Abul Wahb Yahya bin Musa, Musa bin Sufyan dan Abdullah bin Jahm adalah para perawi tsiqat. Musa bin Sufyaan adalah Musa bin Sufyan bin Ziyad Al Askariy biografinya disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 9/163 no 15787]. Telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat diantaranya Abu Awanah yang memasukkan hadisnya dalam Shahih Abu Awanah” [selesai].
Perhatikan kalimat yang dibold!. Ia menganggap perkataan Ad-Daaruquthniy wahuwa ash-shahiih sebagai bentuk pentashhiihan terhadap jalur riwayat. Namun, ketika mengkritik jalur ‘Amru bin Maimuun dimana Ad-Daaruquthniy mengatakan hal yang sama, ia menganggap itu bukan sebagai bentuk pentashhihan. Ini sih model analisis basi. Kontradiktif..... Padahal kritikannya pada saya atas perkataan Ad-Daaruquthniy pada jalur riwayat ‘Amru bin Maimuun – setelah saya cermati ulang – adalah benar. Itu bukan tashhiih sanad, tapi satu bentuk perajihan atas salah satu jalur sanad dibandingkan yang lain.
Apapun itu, gak usah dibahas lebih lanjut lah. Inti dari riwayat ini ada perselisihan antara Ad-Daaruquthniy dalam Al-‘Ilal 4/139 yang menyebutkan perantara A’yan bin ‘Abdillah; dan riwayat Ibnu Basyraan dalam Al-Amaaliy no. 926 yang tidak menyebutkannya. Manakah yang lebih kuat ?. Menurut Ad-Daaruquthniy merajihkan riwayat yang ia bawakan. Ya ini perlu diteliti ulang. Yahyaa bin Muusaa bin Ishaaq, Abu Wahb Al-Ailiy adalah perawi yang majhuul (haal) [lihat : Taraajim Rijaal Ad-Daaruquthniy oleh Muqbil bin Hadiy Al-Wadii’iy, hal. 489 no. 1267. Muusaa bin Sufyaan, ia hanya ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan. Saya tidak tahu sekumpulan perawi tsiqah yang dimaksudkan orang Raafidlah itu. Seandainya ia menyebutkannya, tentu lebih baik. Seandainya Muusaa ini kita anggap seorang perawi yang shaduuq, tetap saja sanad Ad-Daaruquthniy ini lemah hingga Jahm, karena kemajhulan Abu Wahb dan A’yan. Berbeda halnya dengan sanad Ibnu Basyraan yang shahih hingga ‘Amru bin Qais.
Saya tidak tahu kok tiba-tiba ia jadi taqlid sama Ad-Daaruquthniy ya ?. O iya,.. sebab, kalau ia sepakat dengan tashhiih Ad-Daaruquthniy (padahal bukan tashhiih), maka kedla’ifan jalur riwayat ini jadi tambah, yaitu adanya inqitha’ antara ‘Amru bin Qais dengan Abul-Yaqdhaan. Atau, ‘Amru ini idlthirab. Kadang meriwayatkan melalui perantaraan A’yun bin ‘Abdillah dari Abul-Yaqdhaan; kadang langsung dari Abul-Yaqdhaan.
Walhasil, jalur riwayat ini adalah lemah karena Abul-Yaqdhaan saja sebagaimana disebutkan dalam artikel di atas. Dan ia seorang yang dla’if dan sering melakukan tadlis. Para ulama banyak mengkritik karena madzhabnya yang cenderung ghulluw pada Syi’ah. Memang benar ia seorang yang dla’iif, namun haditsnya tetap ditulis sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Adiy. Wallaahu a’lam.
Kesimpulan :
a. Riwayat Asy-Sya’biy dari ‘Aliy; dengan sanad mursal shahih (hingga sampai Asy-Sya’biy).
b. Riwayat Zirr bin Hubaisy dari ‘Aliy; dengan sanad lemah karena faktor periwayatan Ma’mar dari ‘Aashim. Baik digunakan sebagai i’tibar.
c. Riwayat Zaadzaan Al-Kindiy dari ‘Aliy; dengan sanad lemah, karena kelemahan Abul-Yaqdhaan. Bisa digunakan sebagai i’tibaar.
d. Riwayat ‘Amru bin Maimuun dari ‘Aliy; dengan sanad hasan – jika kita anggap bahwa Abu Israaiil Al-Kuufiy adalah Yuunus bin Abi Ishaaq. Namun jika ia kita anggap adalah Abu Israaiil Al-Mulaa’iy, maka sanadnya lemah. Bisa digunakan sebagai i’tibar.
e. Riwayat Thaariq bin Syihaab dari ‘Aliy; dimana riwayat yang benar dinisbatkan pada perkataan Thaariq, bukan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa.
Seandainya hanya ada riwayat dari Asy-Sya'biy dan Zirr bin Hubaisy saja, itu sudah cukup untuk mengangkat riwayat ini menjadi hasan lighairihi, karena dua riwayat tersebut kelemahannya cukup ringan.
Jadi,.... akhir penghukuman riwayat di atas minimal hasan li-ghairihi (atau bahkan shahih lighairihi). Wallaahu a’lam.
Posting Komentar