Dalil-Dalil Larangan Ikhtilaath


Ikhtilaath (الاختلاط) secara istilah didefinisikan sebagai bercampur-baurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram-nya secara fisik dalam satu tempat tanpa penghalang, yang dapat menimbulkan fitnah. Ada tiga keadaan ikhtilaath sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim rahimahullah :

اختلاط الرجال بالنساء له ((ثلاث حالات)) :
الأولى : اختلاط النساء بمحارمهن من الرجال ، وهذا لا إشكال في جوازه .
الثانية : اختلاط النساء بالأجانب لغرض الفساد ، وهذا لا إشكال في تحريمه .
الثالثة : اختلاط النساء بالأجانب في : دور العلم ، والحوانيت والمكاتب ، والمستشفيات ، والحفلات ، ونحو ذلك ، فهذا في الحقيقة قد يظن السائل في بادئ الأمر أنه لا يؤدي إلى إفتتان كل واحد من النوعين بالآخر
Ikhtilaath-nya laki-laki dan wanita ada tiga keadaan :
1.    Ikhtilaath-nya wanita dengan mahramnya dari kalangan laki-laki, ini diperbolehkan.
2.    Ikhtilaath-nya wanita dengan laki-laki asing (bukan mahramnya) untuk tujuan yang rusak, ini diharamkan.
3.    Ikhtilaath-nya wanita dengan laki-laki asing dalam tempat-tempat pengajaran ilmu, toko, kantor, rumah sakit, perayaan/pesta, dan yang semisal; pada hakekatnya Penanya[1] menyangka pada awal perkaranya tidak menimbulkan fitnah antara satu dengan yang lainnya (padahal, ikhtilaath jenis ini merupakan ikhtilaath yang sangat berpotensi menimbulkan fitnah sehingga terlarang – Abul-Jauzaa’)” [Al-Fataawaa, no. 1118, tanggal 14-5-1388 H].
Di sini akan kami bawakan dalil-dalil yang menyatakan larangan ikhtilaath jenis ketiga[2] yang diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalil dari Al-Qur’an
Allah ta’ala berfirman :
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” [QS. Al-Ahzaab : 53].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
أي وكما نهيتكم عن الدخول عليهن كذلك لا تنظروا إليهن بالكلية ولو كان لأحدكم حاجة يريد تناولها منهن فلا ينظر إليهن ولا يسألهن حاجة إلا من وراء حجاب 
“Yaitu, dan sebagaimana Kami larang kalian untuk masuk menemui mereka (istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam), begitu pula janganlah kalian melihat mereka semuanya. Dan seandainya salah seorang di antara kalian mempunyai keperluan untuk mengambil sesuatu dari mereka, maka jangan kalian melihat mereka dan jangan pula meminta satu hajat kepada mereka kecuali dari belakang tabir” [Tafsir Ibni Katsiir, 6/455].
Adanya hijab/tabir mencegah adanya ikhtilaath antara laki-laki dan wanita.
Allah ta’ala berfirman :
وَلَمَّا وَرَدَ مَاء مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya" [Al-Qashshash : 23].
Kalimat {مِن دُونِهِمُ} ‘di belakang mereka’ ; menunjukkan bahwa dua wanita tersebut jauh dari rombongan laki-laki yang sedang meminumkan ternaknya.
Adapun perkataan dua wanita tersebut {لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاء} ‘sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya)’ ; menunjukkan bahwa dua wanita tidak mau ikhtilaath bersama dengan kaum laki-laki ketika memberi minum hewan ternak mereka.
Allah ta’ala berfirman :
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung” [QS. Yuusuf : 23].
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahiim rahimahullah berkata :
وجه الدلالة : أنه لما حصل اختلاط بين إمرأة عزيز مصر وبين يوسف عليه السلام ظهر منها ما كان كامناً فطلبت منه أن يوافقها ، ولكن أدركه الله برحمته فعصمه منها ، وذلك في قوله تعالى : (( فاستجاب له ربه فصرف عنه كيدهن إنه هو السميع العليم )) [يوسف:34] وكذلك إذا حصل اختلاط بالنساء اختار كل من النوعين من يهواه من النوع الآخر ، وبذلك بعد ذلك الوسائل للحصول عليه
“Sisi pendalilannya : Ketika terjadi ikhtilaath antara istri ‘Aziiz Mesir dan Yuusuf ‘alaihis-salaam, muncullah pada wanita itu apa-apa yang dulu terpendam, lalu ia meminta Yuusuf untuk memenuhinya. Akan tetapi Allah memberikan rahmat-Nya kepadanya, dan menjaganya dari godaan wanita tersebut. Hal itu terdapat dalam firman-Nya {فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ} ‘Maka Tuhannya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’ (QS. Yuusuf : 34). Begitu juga jika terjadi ikhtilaath antara laki-laki dengan wanita, maka keduanya akan (cenderung) saling memilih pasangan yang ia sukai. Dan setelah itu, ia akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkannya keinginannya tersebut” [Al-Fataawaa, no. 1118, tanggal 14-5-1388 H].
Allah ta’ala berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya” [QS. An-Nuur : 30-31].
Sisi pendalilannya : Allah ta’ala telah memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan kepada lain jenis yang bukan mahram kita. Perintah di situ maknanya wajib, sehingga mafhum-nya kita dilarang mengumbar pandangan kita. Adanya ikhtilaath menyebabkan pandangan tidak terjaga, sehingga menghindari ikhtilaath menjadi salah satu konsekuensi yang dituntut berdasarkan ayat ini.
Dalil dari As-Sunnah
حدثنا عبيد الله بن معاذ العنبري وسويد بن سعيد ومحمد بن عبد الأعلى. جميعا عن المعتمر. قال ابن معاذ: حدثنا المعتمر بن سليمان قال: قال أبي: حدثنا أبو عثمان عن أسامة بن زيد بن حارثة وسعيد بن زيد بن عمرو بن نفيل؛ أنهما حدثا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم؛ أنه قال "ما تركت بعدي في الناس، فتنة أضر على الرجال من النساء".
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Mu’aadz Al-‘Anbariy, Suwaid bin Sa’iid, dan Muhammad bin ‘Abdil-A’laa, semuanya dari Mu’tamir. Ibnu Mu’aadz berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir bin Sulaimaan, ia berkata : Telah berkata ayahku : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Utsmaan, dari Usaamah bin Zaid bin Haaritsah dan Sa’iid bin Zaid bin ‘Amru bin Nufail, bahwasannya keduanya menceritakan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Tidaklah aku tinggalkan satu fitnah sepeninggalku kepada manusia yang lebih berbahaya atas laki-laki daripada wanita” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2741].
حدثنا محمد بن المثنى ومحمد بن بشار، قالا: حدثنا محمد بن جعفر. حدثنا شعبة عن أبي مسلمة. قال: سمعت أبا نضرة يحدث عن أبي سعيد الخدري، عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال "إن الدنيا حلوة خضرة. وإن الله مستخلفكم فيها. فينظر كيف تعملون. فاتقوا الدنيا واتقوا النساء. فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء"
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa dan Muhammad bin Basyaar, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Maslamah, ia berkata : Aku mendengar Abu Nadlrah menceritakan hadits dari Abu Sa’iid Al-Khudriy, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan kalian khalifah di dalamnya. Maka, perhatikanlah bagaimana kalian beramal. Hati-hatilah terhadap dunia, dan hati-hatilah kalian terhadap wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama bagi Bani Israaiil berasal dari wanita” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2742].
Sisi pendalilannya : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mensifatkan wanita sebagai fitnah bagi kaum laki-laki. Bagaimana bisa diperbolehkan berkumpulnya sesuatu yang menjadi sebab fitnah dengan sesuatu yang lain yang menjadi objek yang terfitnah ?.
حدثنا مسدد: حدثنا أبو عوانة، عن عبد الرحمن بن الأصبهاني، عن أبي صالح ذكوان، عن أبي سعيد: جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله، ذهب الرجال بحديثك، فاجعل لنا من نفسك يوماً نأتيك فيه، تعلمنا مما علمك الله، فقال: (اجتمعن في يوم كذا وكذا، في مكان كذا وكذا). فاجتمعن، فأتاهنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم فعلمهنَّ مما علمه الله، ...
Telah menceritakan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awaanah, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Ashbahaaniy, dari Abu Shaalih Dzakwaan, dari Abu Sa’iid : Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata : “Wahai Rasulullah, laki-laki telah pergi dengan haditsmu. Maka jadikanlah untuk kami satu hari yang kami (para wanita) akan mendatangimu pada hari itu untuk memperlajari apa yang Allah ajarkan kepadamu”. Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Berkumpullah kalian pada hari ini dan ini, di tempat ini dan ini”. Maka, berkumpullah mereka, yang kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang menemui mereka untuk mengajari apa-apa yang telah Allah ajarkan kepada beliau….” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 7310].
Sisi pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh kaum wanita agar bercampur bersama ber-ikhtilaath bersama kaum laki-laki dalam majelis-majelis beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, padahal itu sangat mungkinkan dilakukan. Selain itu, shahabiyyah yang meminta waktu dan hari khusus kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan rasa malu mereka, dan bahwasannya ikhtilaath dalam majelis-majelis ilmu di kala itu bukanlah sesuatu hal yang lazim bagi mereka.
حدثنا عبد الله بن عمر وأبو معمر ثنا عبد الوارث ثنا أيوب عن نافع عن بن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو تركنا هذا الباب للنساء قال نافع فلم يدخل منه بن عمر حتى مات
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu Ma’mar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waarits : Telah menceritakan kepada kami Ayyuub, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Seandainya kita tinggalkan pintu (masjid) ini khusus untuk wanita”. Naafi’ berkata : “Maka Ibnu ‘Umar tidak pernah masuk melewati pintu itu hingga ia meninggal[3]” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 462; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 1/136].
Sisi pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memisahkan pintu bagi laki-laki dan wanita agar mereka tidak bercampur satu dengan yang lainnya ketika masuk atau keluar.
حدثنا يحيى بن قزعة قال: حدثنا إبراهيم بن سعد، عن الزهري، عن هند بنت الحارث، عن أم سلمة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم، قام النساء حين يقضي تسليمه، ويمكث هو في مقامه يسيرا قبل أن يقوم. قال: نرى - والله أعلم - أن ذلك كان لكي ينصرف النساء، قبل أن يدركهن أحد من الرجال.
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Qaza’ah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sa’d, dari Az-Zuhriy, dari Hind bintu Al-Haarits, dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila telah selesai salam di akhir shalatnya, maka para wanita segera berdiri (untuk pulang), dan beliau diam sejenak di tempatnya sebelum berdiri”. Az-Zuhriy berkata : “Kami berpendapat – wallaahu a’lam – bahwasannya hal itu beliau lakukan agar supaya para wanita dapat pergi pulang sebelum mereka mendapati salah seorang dari laki-laki pulang[4]” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 875].
Sisi pendalilan : Sebagaimana dikatakan oleh Az-Zuhriy, bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam duduk sejenak agar jama’ah laki-laki dan wanita tidak ber-ikhtilaath ketika pulang.
حدثنا زهير بن حرب. حدثنا جرير عن سهيل، عن أبيه، عن أبي هريرة؛ قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "خير صفوف الرجال أولها. وشرها آخرها. وخير صفوف النساء آخرها. وشرها أولها".
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sebaik-baik shaff bagi laki-laki adalah bagian awalnya (paling depan), dan yang paling jelek adalah bagian akhirnya (paling belakang). (Sebaliknya), sebaik-baik shaff bagi wanita adalah bagian akhirnya (paling belakang) dan yang paling jelek adalah bagian awalnya (paling depan)” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 440].
Sisi pendalilannya : Hadits ini menunjukkan bahwa kebaikan semakin bertambah dengan semakin jauhnya jarak fisik antara laki-laki dan wanita. An-Nawawiy rahimahullah berkata :
وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن عن مخالطة الرجال ورؤيتهم
“Hanya saja keutamaan shaff paling belakang bagi wanita yang menghadiri shalat berjama’ah bersama laki-laki karena jauhnya mereka dari percampuran dengan laki-laki dan pandangan laki-laki kepada mereka” [Syarh Shahih Muslim, 4/159].
حدثنا مسدد قال: حدثنا يحيى، عن سفيان قال: حدثني عبد الرحمن بن عباس قال: سمعت ابن عباس قيل له: أشهدت العيد مع النبي صلى الله عليه وسلم؟ قال: نعم، ولو لا مكاني من الصغر ما شهدته، حتى أتى العلم الذي عند دار كثير بن الصلت، فصلى، ثم خطب، ثم أتى النساء، ومعه بلال، فوعظهن وذكرهن وأمرهن بالصدقة، فرأيتهن يهوين بأيديهن، يقذفنه في ثوب بلال، ثم انطلق هو وبلال إلى بيته.
Telah menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari Sufyaan, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahmaan bin ‘Abbaas, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbaas, dikatakan kepadanya : “Apakah engkau pernah menyaksikan/menghadiri shalat ‘Ied bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Ia menjawab : “Ya, seandainya bukan karena kedudukanku dari kalangan shahabat junior, niscaya aku tidak menyaksikannya. Hingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi bendera/panji yang ada di rumah Katsiir bin Ash-Shalt , lalu beliau shalat, kemudian berkhutbah. Kemudian beliau mendatangi para wanita, dan bersama beliau Bilaal. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menasihati mereka, mengingatkan mereka, dan memerintahkan mereka untuk bershadaqah. Maka aku lihat mereka mengulurkan tangan mereka dan melemparkan perhiasan mereka ke kain (yang dibentangkan) Bilaal. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Bilaal beranjak pergi ke rumah beliau” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 977].
Tentang perkataan Ibnu ‘Abbaas {ثم أتى النساء} ‘kemudian beliau mendatangi para wanita’ ; diketahui bahwa jama’ah wanita berada di tempat tersendiri terpisah dari laki-laki tanpa ada percampuran/ikhtilaath dengan mereka [lihat : Fathul-Baariy, 2/466].
وقال عمرو بن علي: حدثنا أبو عاصم قال: ابن جريج أخبرنا قال: أخبرني عطاء: إذ منع ابن هشام النساء الطواف مع الرجال، قال: كيف يمنعهن، وقد طاف نساء النبي صلى الله عليه وسلم مع الرجال؟ قلت: أبعد الحجاب أو قبل؟ قال: إي لعمري، لقد أدركته بعد الحجاب. قلت: كيف يخالطن الرجال؟ قال: لم يكن يخالطن، كانت عائشة رضي الله عنها تطوف حجرة من الرجال، لا تخالطهم،
Telah berkata ‘Amru bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aashim, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Athaa’ ketika Ibnu Hisyaam melarang wanita untuk thawaf bersama laki-laki, ia berkata : "Bagaimana bisa ia melarang mereka (para wanita), padahal para istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah thawaf bersama laki-laki ?”. Aku berkata : “Apakah setelah turun perintah hijab ataukah sebelumnya ?”. Ia berkata : “Wahai demi umurku, sungguh aku mendapatinya setelah turun perintah hijab”. Aku berkata : “Bagaimana bisa mereka (para istri Nabi) bercampur (ikhtilaath) dengan laki-laki ?”. Ia berkata : “Mereka tidaklah bercampur. Adalah ‘Aaisyah radliyllaahu ‘anhaa thawaf di samping laki-laki tanpa bercampur dengan mereka” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1618].
حدثنا إسماعيل: حدثنا مالك، عن محمد بن عبد الرحمن بن نوفل، عن عروة بن الزبير، عن زينب بنت أبي سلمة، عن أم سلمة رضي الله عنها، زوج النبي صلى الله عليه وسلم، قالت: شكوت إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم أني أشتكي، فقال: (طوفي من وراء الناس وأنت راكبة).
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil : Telah menceritakan kepada kami Maalik, dari Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Naufal, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, dari Zainab bintu Abi Salamah, dari Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa, istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata : “Aku pernah mengeluh kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya aku sakit, lalu beliau bersabda : ‘Berthawaflah dengan naik kendaraan di belakang manusia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1619].
Al-Bukhaariy menempatkan hadits itu dalam Baab : Thawaafun-Nisaa’ ma’ar-Rijaal (Thawafnya para wanita bersama laki-laki). An-Nawawiy berkata :
إنما أمرها صلى الله عليه وسلّم بالطواف من وراء الناس لشيئين: أحدهما أن سنة النساء التباعد عن الرجال في الطواف
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanyalah memerintahkannya (Ummu Salamah) thawaf di belakang orang-orang karena dua hal : Pertama, bahwasannya sunnah bagi wanita adalah menjauhkan diri dari laki-laki ketika thawaf....” [Syarh Shahih Muslim].
حدثنا قتيبة بن سعيد: حدثنا ليث، عن يزيد بن أبي حبيب، عن أبي الخير، عن عقبة بن عامر، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (إياكم والدخول على النساء).
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Laits, dari Yaziid bin Abi Habiib, dari Abul-Khair, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jauhilah kalian masuk menemui wanita” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5232].
Sisi pendalilan : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita agar tidak bermudah-mudah masuk menemui wanita (yang bukan mahram). Mafhum-nya, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita menjauhi mereka, yang itu bisa diwujudkan dengan menjauhi ikhtilaath.
حدثنا عبد الله بن مسلمة ثنا عبد العزيز يعني بن محمد عن أبي اليمان عن شداد بن أبي عمرو بن حماس عن أبيه عن حمزة بن أبي أسيد الأنصاري عن أبيه : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول وهو خارج من المسجد فاختلط الرجال مع النساء في الطريق فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم للنساء استأخرن فأنه ليس لكن أن تحققن الطريق عليكن بحافات الطريق فكانت المرأة تلتصق بالجدار حتى إن ثوبها ليتعلق بالجدار من لصوقها به
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz, yaitu Ibnu Muhammad, dari Abul-Yamaan, dari Syaddaad bin Abi ‘Amru bin Hammaas, dari ayahnya, dari Hamzah bin Abi Usaid Al-Anshaariy, dari ayahnya : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau keluar dari masjid dimana laki-laki bercampur (ikhtilaath) bersama wanita di jalan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita : “Berlambat-lambatlah kalian. Karena sesungguhnya tidak ada hak bagi kalian berjalan di tengah jalan. Hak kalian adalah di pinggir jalan”. Maka ada wanita berjalan menempel ke dinding hingga pakaiannya melekat di dinding karena saking rapatnya dengan dinding itu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 5272; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 3/295].
Itulah beberapa nash yang menunjukkan larangan ikhtilaath antara laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya.[5]
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – sidabowa, banyumas, 1432 H].


[1]      Fatwa ini merupakan jawaban atas pertanyaan : “Apakah boleh ikhtilath antara laki-laki dan wanita jika aman dari fitnah ?”.
[2]      Adapun ikhtilaath jenis kedua tidak perlu dibahas, karena sudah jelas (keharamannya).
[3]      Dalam riwayat lain:
حدثنا أبو داود قال حدثنا عبد الله بن نافع عن أبيه عن بن عمر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم لما بنى المسجد جعل بابا للنساء وقال لا يلجن من هذا الباب من الرجال أحد قال نافع فما رأيت بن عمر داخلا من ذلك الباب ولا خارجا منه
Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Naafi’, dari ayahnya, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika membangun masjid, beliau menjadikan satu pintu khusus bagi wanita, dan bersabda : “Jangan ada seorang laki-laki pun yang masuk dari pintu ini”. Naafi’ berkata : “Aku tidak pernah melihat Ibnu ‘Umar masuk dan keluar melewati pintu tersebut” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayaalisiy no. 1829].
[4]      Dalam riwayat lain disebutkan :
فإذا قام رسول الله صلى الله عليه وسلم قام الرجال
“Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri, maka barulah laki-laki ikut berdiri (untuk pulang/bubar)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 866].
[5]      Ada beberapa perkecualian yang tidak termasuk bagian dari ikhtilaath yang diharamkan, silakan baca : http://www.almanhaj.or.id/content/2846/slash/0

Comments

abang mengatakan...

kalo di lingkungan kerja, ada saat2 tertentu seorang pegawai mengharuskan 1 ruangan dengan wanita, misalnya Bosnya adalah wanita yg memanggilnya ke ruangan, sehingga terjadi khalwat.

pada asalnya pekerjaan ini halal, namun 'pernak-pernik' di lingkungan kerja ini yg menjadikan banyak pelanggaran, misalnya ikhtilath dan Khalwat.

selama ini sih cuman bisa meminimalisir. Tidak bisa menghindar sama sekali.

1.) Apakah gaji yg saya terima tetap halal dgn kasus demikian ?

2.) Pengennya sih wirausaha. Kalo buka Warung makan / Resto, apakah kita sebagai pemilik bertanggung jawab terhadap ikhtilath di antara pembeli ? atau kita tidak dibebani atas apa yg dilakukan pembeli ?

3.) (maaf tdk sesuai topik). Apakah kalo buka rumah makan mutlak harus tutup di saat jam sholat ? krn tidak memungkinkan menutup Rumah makan saat ada pembeli. Apa boleh mempekerjaan orang2 kuffar yg tidak sholat sehingga mreka bisa melayani pembeli di saat pegawai muslim pergi ke masjid ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

1. Halal.

2. Pada asalnya tidak.

3. Ya, ditutup.

Memungkinkan, banyak yang telah mempraktekkan itu. Caranya, sebelum jam shalat sudah diingatkan bahwa (misal) setengah jam lagi akan istirahat (tutup).

Anda tidak perlu memperkerjakan orang kuffar, karena orang muslim masih banyak. Tidak ada manfaatnya memperkerjakan orang kuffar dalam kasus Anda itu, kecuali manfaat hanya dunia semata. Selain itu jika Anda memperkerjakan orang kafir, maka Anda bisa jadi bahu membahu dalam kemunkaran. Adzan yang seharusnya didatangi malah ditinggalkan hanya karena fasilitas makan di tempat makan tersebut plus ngobrol kesana dan kemari. Insya Allah ditutup seperempat jam sebelum adzan dan dibuka seperempat jam setelah selesai shalat berjama'ah tidak akan membuat usaha bangkrut.