Larangan Memungut Barang Tercecer Milik Penduduk Makkah dan Jama'ah Haji


عن عبد الرحمن بن عثمان التيمي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن لقطة الحاج
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Utsman At-Taimi radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang memungut barang jama’ah haji (HR. Muslim no. 1724).
عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة إن هذا البلد حرمه الله لا يعضد شوكه ولا ينفر صيده ولا يلتقط لقطته إلا من عرفها
Dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hari Fathu Makkah : “Sesungguhnya Allah telah memuliakan negeri ini, tidak boleh dicabut durinya, diburu binatangnya, dan dipungut barang yang tercecer di dalamnya kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya” (HR. Bukhari no. 1834).

عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه قال لما فتح الله على رسوله صلى الله عليه وسلم مكة قام في الناس فحمد الله وأثنى عليه ثم قال ........ولا تحل ساقطتها إلا لمنشد....
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Ketika Allah membukakan Makkah (Fathu Makkah) bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berdiri di hadapan manusia. Kemudian beliau mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah seraya bersabda : “…..Dan tidak halal barang yang tercecer di dalamnya kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya….” (HR. Bukhai no. 2434).
Kandungan Bab :
1.    Tidak halal memungut barang yang tercecer milik jama’ah haji atau penduduk Makkah untuk memilikinya meskipun setelah mengumumkannya.
2.    Boleh mengambil barang yang tercecer milik jama’ah haji dan penduduk Makkah untuk diumumkan atau dipublikasikan.
Berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
ولا تحل ساقطتها إلا لمنشد
“Dan tidak halal barang yang tercecer di dalamnya kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya”
Dan dalam hadits lain berbunyi :
ولا يلتقط لقطته إلا من عرفها
“Dan tidak boleh dipungut barang yang tercecer di dalamnya kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya”
Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul-Authar (6/96) :“Pengkhususan barang tercecer milik jama’ah haji memunculkan kerumitan dalam masalah seperti ini. Padahal barang yang tercecer harus diumumkan tanpa dibedakan antara barang milik jama’ah haji atau selainnya. Kerumitan ini dapat dijawab sebagai berikut : Bahwa maknanya adalah barang tercecer milik jama’ah haji tidak halal kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya saja tanpa boleh memilikinya (memanfaatkannya). Adapun bagi orang yang ingin mengumumkannya tanpa memiliki atau memanfaatkannya, maka dibolehkan”.
Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata dalam kitab Fathul-Bari (5/88) : “Hadits Abdullah bin ‘Abbaas dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhum yang dicantumkan dalam bab ini dapat diangkat sebagai dalil bahwa barang yang tercecer di Makkah dilarang dipungut untuk dimiliki, namun hanya boleh diambil untuk diumumkan. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Perkara ini dkhususkan karena tidak ada kemungkinan mencari pemiliknya. Jika barang itu milik penduduk Makkah, maka urusannya tentu sudah jelas. Namun, apabila barang itu milik orang asing yang berasal dari luar negeri, maka biasanya negeri-negeri tersebut dikunjungi oleh para musafir. Apabila penemu barang mengumumkannya tiap tahun, maka akan lebih memudahkan untuk mengetahui pemilik barang tersebut. Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Baththal”.
[Ditulis kembali oleh Abul-Jauzaa’ dari buku Ensiklopedi Larangan Jilid 2 karangan Syaikh Salim Al-Hilaly; Pustaka Imam As-Syafi’I, Cet. I; 1426/2005; halaman 355-356].

Comments