Takhrij Hadits : "Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk".


-->
Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
اللهم اجْعَلْه هادياً مَهْدياً، واهْدِ به
“Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk. Berikanlah petunjuk padanya dan petunjuk (bagi umat) dengan keberadaannya”.
TAKHRIJ HADITS :
Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam At-Taariikh (5/240)[1], At-Tirmidziy (no. 3842)[2], Ibnu Sa’d (7/418)[3], Ibnu Abi ‘Aashim dalam Al-Aahaadul-Matsaaniy (2/358 no. 1129)[4], Al-Baghawiy dalam Mu’jamush-Shahaabah (4/491)[5], At-Tarqufiy dalam Juz-nya (45/أ), Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin (1/190-191 no. 334)[6], Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah (3/498-500 no. 1974-1976)[7], Abu Nu’aim dalam Ash-Shahaabah (4/1836 no. 4634)[8], Al-Khathiib dalam Taariikh-nya (1/207)[9] dan Talkhiishul-Mutasyaabih (1/406) dan Taaliy Talkhiishil-Mutasyaabih (2/539), Al-Jurqaaniy dalam Al-Abaathil (hal. 105-106 no. 182)[10], Ibnu ‘Asaakir (6/62, 59/81-82)[11], Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (1/275 no. 442)[12], Ibnul-Atsiir dalam Usdul-Ghaabah (3/313)[13], serta Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar (3/125, 8/37)[14] dari jalan Abu Mus-hir[15].
Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhariy dalam At-Taariikh (7/327)[16], Ibnu Abi ‘Aashim (2/358)[17], Al-Baghawiy (4/490)[18], Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin bi-Ashbahaan (2/343), Abu Nu’aim dalam Akhbaaru Ashbahaan (1/180)[19], Ibnu ‘Asaakir (59/80-81)[20], dan Al-Mizziy dalam Tahdziibul-Kamaal (17/321-322)[21] dari jalan Marwaan bin Muhammad Ath-Thaathariy[22].
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Qaani’ dalam Mu’jamush-Shahaabah (2/146)[23], Al-Khallaal dalam As-Sunnah (2/450 no. 697)[24], dan Ibnu ‘Asaakir (59/82-83)[25] dari jalan ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid[26] (di dalamnya ada kisah).
Diriwayatkan pula oleh Ibnu ‘Asaakir (59/83)[27] dari jalan Muhammad bin Sulaimaan Al-Harraaniy[28].
Keempatnya (Abu Mus-hir, Marwaan bin Muhammad Ath-Thaathariy, ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, dan Muhammad bin Sulaimaan Al-Harraaniy) dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz[29], dari Rabii’ah bin Yaziid[30], dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkankan Mu’awiyyah dan berkata :
اللهم اجْعَلْه هادياً مَهْدياً، واهْدِ به
“Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk. Berikanlah petunjuk padanya dan petunjuk (bagi umat) dengan keberadaannya”.
Setiap thabaqah sanad secara jelas menyebutkan penyimakannya. Sanad hadits tersebut shahih, rijalnya tsiqat atsbaat. Sanad hadits ini sampai pada ‘Abdurrahman (bin Abi ‘Amiirah) sesuai dengan persyaratan Muslim, dimana ia (Muslim) berhujjah dengan riwayat Abu Mus-hir, dari Sa’iid, dari Rabii’ah.
Diriwayatkan pula melalui jalan Al-Waliid bin Muslim, dari Sa’iid; dengan dua jalur :
a. Diriwayatkan oleh Ahmad (4/216)[31] dan dari jalannya Ibnu ‘Asaakir (59/83)[32], dari ‘Aliy bin Bahr : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid – sebagaimana diriwayatkan jama’ah di atas.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir (6/61-62)[33] dari jalan Muhammad bin Jariir Ath-Thabariy : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Al-Waliid : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar dan Shafwaan bin Shaalih, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid – sebagaimana riwayat jama’ah.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir (59/81)[34] dari jalan As-Saajiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Shafwaan bin Shaalih : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim dan Marwaan bin Muhammad – selanjutnya sebagaimana sanad di atas.
b. Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah (2/451-452 no. 699)[35], Ibnu Qaani’ (2/146)[36], Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath (no. 656)[37], Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (8/358)[38], dan Al-Ashbahaaniy dalam Al-Hujjah (2/377-378)[39] dari jalan Zaid bin Abiz-Zarqaa’ (ح).
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin (1/181, 3/254)[40] dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (8/358)[41] – dari jalan keduanya (Ath-Thabaraniy dan Abu Nu’aim) Ibnu ‘Asaakir (59/83)[42] dan Adz-Dzahabiy dalam As-Siyar (8/37-38)[43] meriwayatkan dari jalan ‘Aliy bin Sahl.
Keduanya (Zaid bin Abi Zarqaa’ dan ‘Aliy bin Sahl) dari Al-Waliid bin Muslim, Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah[44], dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah.
Dua sanad Al-Waliid bin Muslim di atas adalah shahih dan mahfudh, karena para perawinya adalah tsiqah lagi dlabth. Masyhur dalam kitab-kitab hadits bahwa Sa’iid mempunyai jalur periwayatan dari Yunus bin Maisarah (selain dari hadits ini). Anggapan adanya idlthirab pada riwayat Al-Waliid bin Muslim di atas – yang dikatakan berasal dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz – adalah tidak benar sebagaimana akan datang penjelasannya tidak lama lagi.[45]
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir (59/80) dari jalan Muhammad bin Mushaffaa : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad : Telah menceritakan kepadaku : Sa’iid bin ‘Abdul-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari Abu Idriis, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah secara marfu’.[46]
Sanad hadits ini munkar, karena adanya tambahan Abu Idriis antara Rabii’ah bin Yaziid dan ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah. Kekeliruan ini berasal dari Muhammad bin Mushaffaa. Ia, walaupun seorang yang jujur, tapi mempunyai kekeliruan dan riwayat-riwayat yang diingkari.[47] Oleh karena itu, Ibnu ‘Asaakir menolak tambahan sanad ini dengan berkata :
كذا رُوي عن محمد بن المصفى عن مروان، ورواه سلمة بن شبيب، وعيسى بن هلال البلخي، وأبوالأزهر، وصفوان بن صالح؛ عن مروان، ولم يذكروا أبا إدريس في إسناده، وكذلك رواه أبومسهر، وعمر بن عبد الواحد، ومحمد بن سليمان الحراني، والوليد بن مسلم؛ عن سعيد
“Begitulah yang diriwayatkan dari Muhammad bin Mushaffaa, dari Marwaan. Padahal riwayat Salamah bin Syabiib, ‘Isa bin Hilaal Al-Balkhiy, Abul-Azhar, dan Shafwaan bin Shaalih dari Marwaan sama sekali tidak menyebutkan Abu Idris dalam sanadnya. Begitu pula yang diriwayatkan oleh Abu Mus-hir, ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, Muhammad bin Sulaiman Al-Harraaniy, dan Al-Waliid bin Muslim dari Sa’iid”.
Perselisihan yang lain :
Selain riwayat di atas, Ibnu ‘Asaakir juga menyebutkan riwayat lain dari jalan yang ghariib, dimana ia berkata (59/84) : “Telah diriwayatkan oleh Al-Muhallab bin ‘Utsmaan, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari ‘Abdurrahman secara mursal, tanpa menyebut Yunus ataupun Rabii’ah. Sanad ini keliru”.
Apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Asaakir adalah benar. Sanad riwayat tersebut tidak shahih, karena Al-Muhallab ini seorang pendusta [Lisaanul-Miizaan, 8/182 no. 7967].
Diriwayatkan oleh Al-Baghawiy dalam Mu’jamush-Shahaabah (5/367)[48], Ibnu Baththah dalam Al-Ibaanah, Ibnu ‘Asaakir (59/85-86)[49], dan Ibnul-Jauziy dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (1/275)[50] dari jalan Al-Waliid bin Sulaiman, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab, secara marfu’.
Ibnu ‘Asaakir berkata : Al-Waliid bin Sulaiman tidak berjumpa dengan ‘Umar”. Adz-Dzahabiy berkata dalam As-Siyar (3/126) : “Sanad hadits ini munqathi’”. Ibnu Katsiir berkata : “Sanad hadits ini munqathi’, namun dikuatkan oleh hadits sebelumnya” (At-Taariikh, 11/409).
Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin (3/254)[51], dan dari jalannya Ibnu ‘Asaakir (59/84)[52] – dari hadits Musa bin Muhammad Al-Balqaawiy : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Yaziid bin Shubaih Al-Murriy, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin (Abi) ‘Amiirah.
Sanad hadits ini sangat lemah, karena Musa Al-Balqaawiy. Ia seorang yang matruk, dituduh melakukan kedustaan.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam At-Taariikh (7/328)[53], At-Tirmidziy (no. 3843)[54], dan Ar-Raafi’iy dalam At-Tadwiin (3/455) dari hadits ‘Amr bin Waaqid, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari Abu Idris Al-Khaulaaniy, dari ‘Umair bin Sa’d secara marfu.
At-Tirmidzi berkata : “Hadits ghariib, dan ‘Amr bin Waqiid dilemahkan (oleh ulama)”.
Bahkan ia seorang yang matruk !! – sehingga sanad hadits tersebut sangat lemah (lihat At-Taqriib hal. 748 no. 5167).
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir (59/84-85)[55] dari dua jalan yang di dalamnya ada ‘Amr bin Waaqid juga, sehingga tidak dipakai.
Diriwayatkan juga dari hadits Waatsilah oleh As-Suqthiy dalam Al-Fadlaail (19), Ibnu ‘Asaakir (59/74), dan Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat (2/19), serta hadits Abu Hurairah oleh As-Suqthiy (22) dan Ibnu ‘Asaakir (59/88) dengan makna yang dapat menjadi syaahid. Namun sayang kedua sanadnya rusak, dan padanya tambahan yang munkar..
PERKATAAN ULAMA
Menshahihkannya
At-Tirmidziy berkata setelah membawakan riwayat yang mahfudh : “Hadits hasan ghariib”.
Al-Jurqaaniy berkata : “Hadits ini hasan”.
Adz-Dzahabiy berkata dalam Talkhiish Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (no. 225) setelah menjelaskan kekeliruan Ibnul-Jauziy dalam mencacat hadits tersebut : “Sanad hadits ini kuat (hadza sanadun qawiyyun)”.
Ibnu Hajar Al-Haitamiy berkata dalam Ash-Shawaa’iqul-Muhriqah (2/626) : “Hadits ini hasan”.
Al-Aaluusiy berkata dalam Shabbul-‘Adzaab (hal. 427) : “Hadits ini mempunyai syawaahid yang banyak yang menjadikannya shahih”.
Dan lain-lain.
Melemahkannya
Ibnu ‘Abdil-Barr berkata dalam Al-Isti’aab (6/67) : “Di antara mereka ada yang me-mauquf-kan haditsnya ini dan tidak me-marfu’­-kannya. Dan tidak sah riwayat marfu’ menurut mereka…”. Kemudian ia berkata mengenai ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah : “Tidak benar status pershahabatannya, dan tidak shahih pula hadits-haditsnya”.
Pernyataan Ibnu ‘Abdil-Barr ini dinukil dan disepakati oleh Ibnul-Atsiir dalam Usdul-Ghaabah (3/313).
Ibnul-Jauziy berkata dalam Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (1/275) setelah membawakan hadits dari jalan Al-Waliid bin Sulaiman : “Dua hadits ini tidak shahih, dimana berporos pada Muhammad bin Ishaaq bin Harb Al-Lu’lu’iy Al-Balkhiy. Ia bukan seorang yang tsiqah”. Lalu ia menyebutkan secara panjang kelemahan Al-Balkhiy. Kemudian ia membawakan jalan yang lain dari Abu Mus-hir, dan ia mencacatnya dengan sebab Isma’il bin Muhammad. Ad-Daaruquthni telah mendustakannya.
Ibnu Hajar berkata dalam Al-Ishabah (6/309) : “Hadits ini tidak mempunyai cacat, namun yang ada adalah idlthirab (kegoncangan), karena para perawinya adalah tsiqah”.
Sebagian ulama juga mencacat hadits ini dengan alasan berubahnya hapalan Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz.
Abu Haatim mengisyaratkan kemursalan hadits ini [Al-‘Ilal, 6/382].
Pendiskusian
Telah berlalu takhrij hadits tersebut yang diriwayatkan melalui lima orang shahabat, yaitu : ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah, ‘Umar bin Al-Khaththaab, ‘Umair bin Sa’d, Waatsilah, dan Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhum. Tiga hadits terakhir tidak layak dipakai untuk i’tibaar. Sedangkan riwayat ‘Umar bin Al-Khaththaab padanya terdapat inqithaa’ yang kemudian – menurut Ibnu Katsir – dikuatkan oleh hadits ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah.
Memang benar bahwa hadits ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah terdapat beberapa perselisihan. Namun setelah dilakukan tarjih, maka nampaklah jalur yang shahih dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman secara marfu’ – yang merupakan riwayat jama’ah. Juga dari jalan Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman secara marfu’. Inilah yang shahih, sebagaimana telah dituliskan. Adapun yang lain, maka sanadnya adalah lemah, munkar, atau syadz.
Dakwaan adanya idlthirab adalah dakwaan yang sangat lemah. Idlthiraab hanya dapat dipertimbangkan apabila tarjih tidak dapat dilakukan dan kekuatan masing-masing riwayat adalah sama.[56]
Adapun perkataan Ibnu Abi Haatim dalam Al-‘Ilal (6/381-382 no. 2601) :
قال أبي : روى مروان، وأبو مُسهِر، عن سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن ابن أبي عَمِيرة، عن معاوية؛ قال لي النبي صلى الله عليه وسلم......
“Telah berkata ayahku (Abu Haatim) : ‘Diriwayatkan oleh Marwaan dan Abu Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari Abu ‘Amiirah, dari Mu’awiyyah : Telah berkata kepadaku Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ……….”.
Ini adalah kekeliruan dari Abu Haatim. Abu Haatim saat membawakan perkataan di atas tidak mengatakan berdasarkan sanad yang ia miliki. Tidak ada satupun hadits yang berasal dari Marwaan ataupun Abu Mus-hir menyebutkan Mu’awiyyah dalam sanadnya sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga Al-Waliid dan yang lainnya. Yang benar, sanad hadits ini adalah dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah secara marfu’, sebagaimana telah berlalu penyebutannya. Harap diperhatikan !!
Tentang dakwaan Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz bahwa ia telah berubah hapalannya (secara mutlak – sehingga harus ditolak periwayatannya), maka ini merupakan pencacatan yang berlebihan. Tidak ada satupun ulama mutaqaddimiin yang mendakwa Sa’iid telah bercampur hapalannya (ikhtilaath) secara asal. Ia termasuk orang Syaam yang paling teguh/tsabt (atsbatusy-Syaamiyyiin) dan yang paling shahih haditsnya – sebagaimana dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal dan yang lainnya. Bahkan beliau (Ahmad) menyamakannya dengan Al-Auza’iy. Bahkan Abu Mus-hir mendahulukan Sa’iid daripada Al-Auza’iy.
Perkataan bahwa Sa’id telah berubah/tercampur hapalannya sebelum wafatnya adalah berasal dari Abu Mus-hir yang notabene merupakan muridnya [lihat Tahdziibut-Tahdziib 4/60. Lihat juga Taariikh Ibnu Ma’iin – riwayat Ad-Duuriy no. 5377]. Padahal hadits keutamaan Mu’awiyyah di sini dibawakan oleh Abu Mus-hir – dan ia merupakan riwayat jam’ah (bersama Abu Mus-hir, Marwaan bin Muhammad Ath-Thaathariy, ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, Muhammad bin Sulaimaan Al-Harraaniy, dan Al-Waliid bin Muslim) !!!. Lantas, bagaimana bisa dikatakan bahwa Abu Mus-hir mengambil riwayat Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz setelah tercampur/berubah hapalannya ?! padahal Abu Mus-hir telah mengunggulkan riwayat Sa’’id daripada Al-Auza’iy……
Muslim dalam Shahih-nya telah menggunakan riwayat Abu Mus-hir, Al-Waliid bin Muslim, dan Marwaan bin Muhammad dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz. Tentu saja mereka semua mengambil riwayat Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz sebelum tercampur hapalannya di akhir hayatnya.
Dan Al-Waliid bin Muslim di sini mempunyai dua jalan periwayatan Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz sampai pada ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah yang shahih, yaitu melalui perantaraan Rabii’ah bin Yaziid dan Yunus bin Maisarah.
Oleh karena itu, ta’lil (pencacatan) mereka atas diri Sa’iid dalam hadits ini sangat tidak bisa diterima.
Adapun perkataan Ibnu ‘Abdil-Barr yang kemudian diikuti oleh Ibnul-Atsiir dengan mempermasalahkan status pershahabatannya ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah adalah hal yang sangat mengherankan !! Pertama, pada sebagian riwayat disebutkan ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah telah menggunakan lafadh yang jelas (tashrih) penyimakan riwayat dari Nabi shallllaahu ‘alaihi wa sallam seperti sanad Ath-Thabaraniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin (1/190-191 no. 334) :
حدثنا أبو زرعة، ثنا أبو مُسهر، ثنا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة ابن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني، قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية
“Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’awiyyah”.
Tentu saja, orang yang telah melihat, mendengar, dan meriwayatkan hadits dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah dari kalangan shahabat.
Kedua, perawi yang membawakan riwayat (yaitu Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz) telah menegaskan bahwa ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah adalah shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Misalnya sanad Al-Khathiib dalam Taariikh-nya (1/207) :
أخبرنا الحسين بن عمر بن بزهان الغزال قال أنبأنا إسماعيل بن محمد الصفار قال نبأنا عباس بن عبد الله الترقفي قال نبأنا أبو مسهر قال نبأنا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال سعيد وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاوية
“Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin ‘Umar bin Bazhaan Al-Ghazzaaliy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Isma’il bin Muhammad Ash-Shaffaar, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Abbaas bin ‘Abdillah At-Tarqufiy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy – Sa’iid berkata : ‘Ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau bersabda tentang diri Mu’awiyyah”.
Perawi lebih mengetahui tentang apa yang diriwayatkannya dibanding selainnya. Dan kami tidak memandang dalam hal ini Ibnu ‘Abdil-Barr – yang diikuti oleh Ibnul-Atsiir – lebih mengetahui tentang diri ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah dibanding Sa’iid. Apalagi beliau tidak mempunyai pendahulu dan telah menyelisihi jumhur ahli hadits yang menegaskan ‘Abdurrahman termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[57]
Dua alasan di atas sekaligus menjawab syubhat adanya inqitha’ bahwa ‘Abdurrahman tidak mendengar riwayat/hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[58]
Kalaupun kita terima alasan mereka bahwa ‘Abdurrahman tidak mendengar hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – setelah tetapnya pershahabatnya dengan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam – maka mursal shahabiy adalah hujjah menurut muhadditsiin.
Para ulama berselisih pendapat tentang nama ‘Abdurrahman dan penisbatannya. Ada yang mengatakan Ibnu ‘Amiirah[59], Ibnu ‘Amiir[60], dan Ibnu Abi ‘Amiirah. Yang benar adalah yang terakhir (Ibnu Abi ‘Amiirah) dimana ini merupakan pendapat jumhur ulama membawakan riwayat bahwa ia adalah Ibnu Abi ‘Amiirah, dengan fat-hah pada huruf ‘ain dan kasrah pada huruf miim, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Maakulaa dalam Al-Ikmaal (6/276, 279). Ibnu ‘Asaakir telah berpanjang lebar dalam menjelaskan biografinya dalam Taariikh Dimasyq (35/231-dst.). Abu Haatim menegaskan kebenaran nama ini dalam Al-‘Ilal (6/382). Tentang penisbatannya, ada yang mengatakan Al-Murriy[61], Al-Azdiy[62], dan Al-Muzanniy. Yang benar adalah nisbah ketiga yang merupakan pendapat jumhur dalam sebagian besar riwayat. [63] Perbedaan nama ‘Abdurrahman dan penisbatannya ini tidaklah mempengaruhi keshahihan hadits, karena yang ditunjukkan oleh nama-nama tersebut tertuju satu orang yang sama, sebagaimana dalam kitab-kitab biografi. Selain itu, perbedaan tersebut tetap dapat di-tarjih berdasarkan riwayat mayoritas dari jalur yang shahih, sebagaimana terlihat.[64]
Adapun ta’lil Ibnul-Jauziy yang mengatakan bahwa hadits di atas berporos pada Muhammad bin Ishaaq, dan ia adalah Ibnu Harb Al-Balkhiy, bukan seorang yang tsiqah – maka ini adalah kekeliruan dan kealpaan beliau yang sangat jelas. Muhammad bin Ishaaq di sini adalah Ash-Shaaghaaniy, seorang yang tsiqah sebagaimana dijelaskan oleh Adz-Dzahabiy Talkhiish Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah (225). Kesalahan ini serupa dengan penyandaran pelemahan riwayat dikarenakan perawi yang bernama Isma’il bin Muhammad. Beliau katakan bahwa ia adalah perawi yang telah didustakan Ad-Daaruquthniy. Lagi-lagi ini keliru, sebab Isma’il di sini adalah Ash-Shaffaar, seorang yang tsiqah; sedangkan yang didustakan oleh Ad-Daaruquthniy adalah Al-Muzanniy yang meriwayatkan dari Abu Nu’aim.
Terakhir, kami ingin ingatkan kepada Pembaca semua tentang nukilan sebagian ulama/pihak yang dinisbatkan kepada Ishaq bin Rahawaih rahimahullah sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Fawaaidul-Majmuu’ah oleh Asy-Syaukaniy (hal. 362) :
وقال الحاكم: سمعت أبا العباس مُحمَّد بن يعقوب بن يوسف يقول: سمعت إسحاق بن إبراهيم الحنظلي يقول: لا يصح في فضل معاوية حديث
“Telah berkata Al-Haakim : Aku mendengar Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub bin Yuusf berkata : Aku mendengar Ishaq bin Ibrahim Al-Handhaliy (Ishaq bin Rahawaih) berkata : ‘Tidak shahih hadits tentang keutamaan Mu’awiyyah”.
Sanad riwayat ini munqathi’, sebab Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub (lahir tahun 247 H) tidak pernah mendengar dari Ishaq bin Rahawaih (wafat tahun 238 H).
Namun Adz-Dzahabiy membawakannya dengan penukilan sebagai berikut :
الاصم: حدثنا أبي، سمعت ابن راهويه يقول: لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم في فضل معاوية شئ
“Al-Asham (Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub) : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Aku mendengar Ishaq bin Rahawaih berkata : “Tidak shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hadits tentang keutamaan Mu’awiyyah sedikitpun” [As-Siyar, 3/132].
Riwayat ini pun lemah, karena Ya’quub bin Yuusuf bin Ma’qil Abul-Fadhl An-Naisaburiy – ayah dari Al-Asham – adalah seorang perawi yang tidak mendapatkan tautsiq oleh satu imam pun.
Kalaupun misalnya ditaqdirkan perkataan Ibnu Rahawaih ini shahih, maka ini pun tidak bisa menolak keberadaan hadits yang menjelaskan keutamaan Mu’awiyyah sebagaiamana di atas. Ada kemungkinan bahwa yang sampai kepada beliau ada jalur yang lemah sehingga beliau mendla’ifkannya. Wallaahu a’lam.
Kesimpulan : Hadits tentang keutamaan Mu’awiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhu ini adalah shahih tanpa ada keraguan sedikitpun.
[Ditulis oleh Abul-Jauzaa’ – 6 Ramadlan 1430 H di Perumahan Ciomas Permai, Bogor].



[1] Sanad :
قال أبو مسهر حدثنا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن بن أبي عميرة قال النبي صلى الله عليه وسلم لمعاوية :
Telah berkata Abu Mus-hir : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari Ibni Abi ‘Amiirah, ia berkata : Telah bersabda (berdoa) Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk Mu’awiyyah.
[2] Sanad :
حدثنا محمد بن يحيى حدثنا أبو مسهر عبد الأعلى بن مسهر عن سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir ‘Abdul-A’laa bin Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
[3] Sanad :
قال وحدث أبو مسهر عن سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاوية :
Abu Mus-hir telah menceritakan dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam -, bahwasannya beliau pernah bersabda tentang Mu’awiyyah.
[4] Sanad :
حدثنا محمد بن عوف نا مروان بن محمد وأبو مسهر قالا : نا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية :
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Auf : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad dan Abu Mus-hir, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Mu’awiyyah.
[5] Sanad :
فقال ابن عسكر : نا أبو مسهر، عن سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية :
Ibnu ‘Asaakir berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[6] Sanad :
حدثنا أبو زرعة، ثنا أبو مُسهر، ثنا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة ابن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني، قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية
Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[7] Sanad :
وأنبأنا أبو محمد عبد الله بن محمد بن ناجية، قال : حدثنا أحمد بن إبراهيم الدورقي، قال : حدثنا يحيى بن معين، قال : حدثنا أبو مسهر.
قال : ابن ناجية. وحدثنا محمد بن رزق الله الكلوذاني، قال : حدثنا أبو مسهر، عن سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يدعو لمعاوية رحمه الله :
Telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Naajiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim Ad-Durqiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ma’iin, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir.
Telah berkata Ibnu Naajiyyah : Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rizqullah Al-Kaluudzaaniy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - : Bahwasannya ia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Mu’awiyyah rahimahullah.
Sanad :
حدثنا أبو القاسم عبد الله بن محمد البغوي، قال : حدثنا محمد بن إسحاق، قال : أخبرنا يحيى بن معين، قال : حدثنا أبو مسهر، قال : أخبرني سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، قال : سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يدعو لمعاوية رحمه الله فقال :
Telah menceritakan kepada kami Abul-Qaasim ‘Abdullah bin Muhammad Al-Baghawiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaaq, ia berkata : Telah menkhabarkan kepada kami Yahya bin Ma’iin, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dn ia termasuk shhaabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Mu’awiyyah.
Sanad :
وحدثنا أبو بكر عبد الله بن محمد بن عبد الحميد الواسطي، قال : حدثنا العباس بن عبد الله الترقفي، قال : حدثنا أبو مسهر وذكر مثل الحديثين قبله.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdil-Hamiid Al-Waasithiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-‘Abbaas bin ‘Abdillah At-Tarqufiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir – lalu ia menyebutkan seperti dua hadits sebelumnya.
[8] Sanad :
قال : ثنا سليمان بن أحمد، ثنا أبو زرعة الدمشقي. ثنا أبو مسهر
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Abu Zur’ah Ad-Dimasyqiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir.
[9] Sanad :
أخبرنا الحسين بن عمر بن بزهان الغزال قال أنبأنا إسماعيل بن محمد الصفار قال نبأنا عباس بن عبد الله الترقفي قال نبأنا أبو مسهر قال نبأنا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال سعيد وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاوية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin ‘Umar bin Bazhaan Al-Ghazzaal, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Isma’il bin Muhammad Ash-Shaffaar, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Abbaas bin ‘Abdillah At-Tarqufiy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy – Sa’iid berkata : ‘Abdurrahman termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau bersabda tentang Mu’awiyyah.
[10] Sanad :
أخبرنا أحمد بن نصر بن أحمد قال : أخبرنا يوسف بن محمد بن يوسف، قال : حدثنا عبيد الله بن محمد بن أحمد بن أبي مسلم الفرضي، قال حدثنا إسماعيل بن محمد بن أسماعيل الصفار، قال : حدثنا عباس بن عبد الله الترقفي، أخبرنا أبو مسهر، قال : حدثنا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني، قال سعيد - كان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم - عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاوية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Nashr bin Ahmad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Yusuf bin Muhammad bin Yusuf, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Ahmad bin Abi Muslim Al-Faradliy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Muhammad bin Isma’il Ash-Shaffaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaas bin ‘Abdillah At-Tarqufiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy – Sa’iid berkata : Ia (‘Abdurrahman) termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau pernah bersabda tentang Mu’awiyyah.
[11] Sanad :
أخبرناه أعلى من هذا بدرجتين : أبو القاسم بن السمرقندي، أنا أبو الحُسين بن النقور، أنا عيسى بن علي، أنا عبد الله بن محمد، حدثني محمد بن سهل بن عَسكر، نا أبو مسهر، عن سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Qaasim bin As-Samarqandiy sanad yang lebih tinggi dua derajat dari hadts ini : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Husain bin An-Naquur : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Isa bin ‘Aliy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sahl bin ‘Askar : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy berkata : Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah.
Sanad :
فأخبرناه أبو علي الحداد - في كتابه - وحدثنا أبو مسعود المعدّل عنه، أنا أبو نُعيم أحمد بن عبد الله، أنا سليمان بن أحمد، نا أبو زرعة، نا أبو مسهر، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Haddaad – dalam kitabnya - , dan telah menceritakan kepada kami Abu Mas’uud Al-Mu’addal darinya : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abdillah : Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaiman bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Zur’ah : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amirah Al-Mzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
Sanad :
وأخبرناه أبو الفتح يوسف بن عبد الواحد، أنا شجاع بن علي، أنا أبو عبد الله بن مندة، أنا إسماعيل بن محمد الصفار، نا العباس التَّرْقُفي.
قال : وأنا أحمد بن سليمان، نا أبو زرعة عبد الرحمن بن عمرو.
قالا : نا أبو مسهر، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة، وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم - عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه ذكر معاوية فقال :
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fat-h Yusuf bin ‘Abdil-Waahid : Telah mengkhabarkan kepada kami Syujaa’ bin ‘Aliy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Mandah : Telah mengkhabarkan kepada kami Isma’il bin Muhammad bin Ash-Shaffaar : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-‘Abbaas At-Tarqufiy.
Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Zur’ah ‘Abdurrahman in ‘Amr.
Mereka berdua (Al-‘Abbaas At-Tarqufiy dan Abu Zur’ah) berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau menyebutkan Mu’awiyyah lalu bersabda.
Sanad :
وأخبرنا أبو الحسن بن قبيس، نا - وأبو منصور بن خيرون، أنا - أبو بكر الخطيب، أنا الحُسين بن عمر بن برهان الغزال، أنا إسماعيل بن محمد الصفار، نا عباس بن عبد الله التَّرْقُفي، نا أبو مسهر، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني - قال سعيد، وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم - عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاوية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan bin Qabiis : Telah mengkhabarkan kepada kami – Dan Abu Manshuur bin Khairuun : Telah memberitakan kepada kami – Abu Bakr Al-Khathiib : Telah memberitakan kepada kami Al-Husain bin ‘Umar bin Buhaan Al-Ghazzaal : Telah mengkhabarkan kepada kami Isma’il bin Muhammad Ash-Shaffaar : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abbaas bin ‘Abdillah At-Tarqufiy : telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy – Berkata Sa’iid : Ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda tentang Mu’awiyyah.
Sanad :
وأخبرناه أبو محمد بن حمزة، نا أبو بكر الخطيب، أنا عبد الله بن عبد الجبار، أنا إسماعيل، نا الترقفي، نا أبو مسهر، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني - قال سعيد بن عبد العزيز : وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه سلم - عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في معاية :
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad bin Hamzah : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Khathiib : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abdil-Jabbaar : Telah memberitakan kepada kami Isma’il : Telah mengkhabarkan kepada kami At-Tarqufiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy – Sa’id bin ‘Abdil-‘Aziiz berkata : Ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau bersabda tentang Mu’awiyyah.
Sanad :
وأخبرناه أبو القاسم بن السمرقندي، نا أبو الحُسين بن النَّقور، أنا عيسى بن علي، أنا أبو القاسم البغوي، حدثني محمد بن سهل بن عسكر، نا أبو مسهر، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد - بإسناده نحوه - ...
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim bin As-Samarqandiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Husain bin An-Naquur : Telah memberitakan kepada kami ‘Isa bin ‘Aliy : Telah memberitakan kepada kami Abul-Qaasim Al-Baghawiy : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Sahl bin ‘Askar : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mus-hir : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid – (selanjutnya) dengan sanad seperti sebelumnya - .
[12] Sanad :
قال : نا علي بن عبيد الله قال : أخبرنا علي قال : أنبأنا ابن بطة قال : حدثنا القافلاني وابن مخلد ((قالا)) : [نا] محمد بن إسحاق قال : نا يحيى بن معين قال : نا أبو مسهر قال : أخبرني سعيد بن عبد العزيز، عن ربعة بن يزيد ((عن)) عبد الرحمن بن أبي عميرة قال : سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يدعو لمعاوية فقال :
Telah memberitakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Ubaidillah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Ibnu Baththah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Qaafilaaniy dan Ibnu Makhlad, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahya bin Ma’in, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mushir, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah, ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Mu’awiyyah dan bersabda.
[13] Sanad :
أخبرنا إبراهيم بن محمد وغير واحد بإسنادهم إلى محمد بن عيسى السلمي، حدثنا محمد بن يحيى، حدثنا أبو مسهر، عن سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة - وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم- عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لمعاوية : ....
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad dan yang lainnya dengan sanad mereka sampai kepada Muhammad bin ‘Isa As-Sulamiy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - , dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[14] Ia menukil sanad :
وقال أبو زرعة النصري، وعباس الترقفي : حدثنا أبو مسهر، حدثنا سعيد نحوه، وفيه: سمعت رسول الله.
وبه حدثنا أبو زرعة، حدثنا أبو مسهر، حدثني سعيد، عن ربيعة بن بزيد، عن عبدالرحمن بن أبي عميرة المزني، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية: ....
Abu Zur’ah An-Nashriy dam ‘Abbaas At-Tarqufiy berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid – dengan sanad seperti sebelumnya - : Aku (‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah) telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[15] Ia adalah ‘Abdul-‘A’laa bin Mus-hir Al-Ghassaaniy Ad-Dimasyqiy, seorang yang tsiqah lagi mempunyai keutamaan. Wafat pada tahun 219 H.
[16] Sanad :
وقال لي بن أزهر يعني أبا الأزهر نا مروان بن محمد الدمشقي نا سعيد نا ربيعة بن يزيد سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني يقول سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية بن أبي سفيان : ....
Telah berkata kepadaku Ibnu Azhar, yaitu Abul-Azhar : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad Ad-Dimasyqiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid : Telah mengkhabarkan kepada kami Rabii’ah bin Yaziid : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy berkata : Aku mendengar Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah bin Abi Sufyaan.
[17] Sanad :
حدثنا محمد بن عوف نا مروان بن محمد وأبو مسهر قالا : نا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية : ....
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Auf : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad dan Abu Mus-hir, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bun Abi ‘Amiirah, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulllah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) tentang Mu’awiyyah.
[18] Sanad :
حدثنا ابن زنجويه، نا سلمة بن شبيب، نا مروان، يعني ابن محمد، نا سعيد يعني ابن [عبد العزيز، عن ربيعة] بن يزيد قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة، أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية : .....
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Zanjuwaih : Telah mengkhabarkan kepada kami Salamah bin Syabiib : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan – yaitu Ibnu Muhammad – : telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid, yaitu Ibnu ‘Abdirrahman, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendehgar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[19] Sanad :
حدثنا أبو محمد ابن حيان ثنا أحمد بن محمد المدينى البزاز ثنا إبراهيم بن عيسى ثنا مروان ابن محمد ثنا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبى عميرة وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يدعو لمعاوية :
Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin Hayyaan : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad Al-Madiiniy Al-Bazzaaz : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin ‘Isa : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Mu’awiyyah.
[20] Sanad :
فأخبرناه أبو القاسم بن السمرقندي، أنا أبو الحُسين بن النَّقور، أنا عيسى بن علي، أنا عبد الله بن محمد، حدثني ابن زنجويه، نا سلمة بن شبيب، نا مروان - يعني - ابن محمد، نا سعيد - يعني - ابن عبد العزيز، حدثني ربيعة بن يزيد قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة المُزَني.
ح وأخبرنا أبو القاسم أيضاً، أنا ابن النقور، أنا محمد بن عبد الله الحُسين، نا عبد الله بن سليمان، نا عيسى بن هلال السليحي، نا مروان بن محمد، أنا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني.
قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية : ......
فأخبرناه أبو القاسم زاهر بن طاهر، أنا أبو نصر عبد الرحمن بن علي بن محمد بن موسى، أنا أبو زكريا يحيى بن إسماعيل بن يحيى الحربي، أنا أبو حاتم مكي بن عبدان، نا أبو الأزهر، نا مروان بن محمد الطَّاطَري، نا سعيد بن عبد العزيز، حدثني ربيعة بن يزيد قال : سمعت عبد الرحمن بن عميرة يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية : .....
فأخبرناه أبو محمد هبة الله بن أحمد الأكفاني، نا عبد العزيز الكتاني، أنا تمام بن محمد، أنا أبو عبد الله بن مروان، نا زكريا بن يحيى، نا صفوان بن صالح، نا الوليد بن مسلم، ومروان بن محمد، قالا : نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية بن أبي سفيان : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim bin As-Samarqandiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan – yaitu Ibnu Muhammad - : Telah memberitakan kepada kami Abul-Husain bin An-Naquur : Telah memberitakan kepada kami ‘Isa bin ‘Aliy : Telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepadaku Ibnu Zanjuwaih : Telah mengkhabarkan kepada kami Salamah bin Syabiib : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwan – yaitu Ibnu Muhammad - : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid – yaitu Ibnu ‘Abdil-‘Aziiz - : Telah menceritakan kepadaku Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah Al-Muzanniy.
Jalan lain : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim juga : Telah memberitakan kepada kami Ibnun-Naquur : Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah Al-Husain : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Sulaiman : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Isa bin Hilaal As-Saliihiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad : Telah memberitakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah.
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim Zaahir bin Thaahir : Telah memberitakan kepada kami Abu Nashr ‘Abdurrahman bin ‘Aliy bin Muhammad bin Musa : Telah memberitakan kepada kami Abu Zakariyya Yahya bin Isma’il bin Yahya Al-Harbiy : Telah emmberitakan kepada kami Abu Haatim Makkiy bin ‘Abdaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Azhar : telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad Ath-Thaathariy : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz : Telah menceritakan kepadaku Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah berkata : Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad Hibatullah bin Ahmad Al-Akfaaniy : telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz Al-Kattaniy : Telah memberitakan kepada kami Tammaam bin Muhammad : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Marwaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Zakariyya bin Yahya : telah mengkhabarkan kepada kami Shafwaan bin Shaalih : telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim dan Marwaan bin Muhammad, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah bin Abi Sufyaan.
[21] Sanad :
أخبرنا به أبو الفرج بن قُدامة، وأبو الحسن بن البخاري، قالا : أخبرنا أبو اليُمن الكندي، قال : أخبرنا الحُسين بن علي، قال : أخبرنا أبو الحسين بن النَّقور، قال : أخبرنا أبو الحسن ابن أخي ميمي، قال : حدثنا عبد الله بن سليمان، قال : حدثنا عيسى بن هلال السّيلِيحي، قال : حدثنا مروان بن محمد، قال : حدثنا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المُزَنّي، قال : سمعتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami dengannya Abul-Faraj bin Qudaamah dan Abul-Hasan bin Al-Bukhaariy, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Yumn Al-Kindiy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Husain bin ‘Aliy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Husain bin An-Naquur, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan bin Akhi Miimiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Sulaiman, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Isa bin Hilaal As-Siiliihiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Muhammad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah.
[22] Ia adalah Marwaan bin Muhammad bin Hassaan Al-Asadiy Ath-Thaathariy Ad-Dimasyqiy. Seorang yang tsiqah. Wafat pada tahun 210 H. Muslim dan Ashaabus-Sunan meriwayat darinya.
[23] Sanad :
حدثنا إسحاق بن إبراهيم الأنماطي : نا محمود بن خالد : نا عمر بن عبد الواحد : نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة، عن النبي : .....
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibrahim Al-Anmaathiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Mahmuud bin Khaalid : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah, dari Nabi.
[24] Sanad :
أخبرنا يعقوب بن سفيان أبو يوسف الفارسي قال ثنا محمود بن خالد الأزرق قال ثنا عمر بن عبد الواحد قال ثنا سعيد بن عبدالعزير عن ربيعة بن يزيد عن عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية
Telah mengkhabarkan kepada kami Ya’quub bin Sufyaan Abu Yusuf Al-Faarisiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Mahmuud bin Khaalid Al-Azruq, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[25] Sanad :
فأخبرناه أبو محمد بن الأكفاني، حدثنا أبو محمد الكتاني، نا تمام بن محمد أبو عبد الله بن مروان، نا أبو بكر أحمد بن المعلى، أنا محمود، نا عمر بن عبد الواحد، عن سعيد - يعني - ابن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني، قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لمعاوية : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad bin Al-Akfaaniy : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al-Kattaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Tammaam bin Muhammad Abu ‘Abdillah bin Marwaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Al-Mu’allaa : Telah memberitakan kepada kami Mahmuud : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, dari sa’iid – yaitu Ibnu ‘Abdil-‘Aziiz - , dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (berdoa) untuk Mu’awiyyah.
[26] Ia adalah ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid bin Qais As-Sulamiy Ad-Dimasyqiy, seorang yang tsiqah. Wafat pada tahun 200 H – ada yang mengatakan setelahnya.
[27] Sanad :
فأخبرناه أبو القاسم زاهر، وأبو بكر وجيه ابنا طاهر بن محمد، وأبو الفتوح عبد الوهاب بن شاه بن أحمد، قالوا : أنا أحمد بن الحسن بن محمد الأزهري، أنا الحسن بن أحمد المخلدي، أنا أبو بكر عبد الله بن محمد بن مسلم الإسفرايني، نا محمد بن غالب الأنطاكي، نا محمد بن سليمان، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن ابن أبي عميرة المزني - وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم - أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim Zaahir dan Abu Bakr Wajiih – yang keduanya anak dari Thaahir bin Muhammad, serta Abul-Futuuh ‘Abdul-Wahhaab bin Syaah bin Ahmad; mereka bertiga berkata : Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Al-Hasan bin Muhammad Al-Azhariy : Telah memberitakan kepada kami Al-Hasan bin Ahmad Al-Makhladiy : Telah memberitakan kepada kami Abu Bakr ‘Abdullah bin Muhammad bin Muslim Al-Isfiraayiniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ghaalib Al-Anthaaqiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Sulaiman : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amirah Al-Muzanniy – dan ia termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
[28] Ia adalah Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud Al-Harraaniy, shaduuq (jujur). Wafat tahun 213 H.
[29] Ia adalah Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz At-Tanuukhiy Ad-Dimasyqiy, seorang yang tsiqah lagi imam. Ahmad menyamakan kedudukannya dengan Al-Auza’iy. Wafat pada tahun 167 H – ada yang mengatakan setelahnya. Al-Bukhari meriwayat haditsnya dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim dalam Shahih-nya, dan Ashhaabus-Sunan.
[30] Ia adalah Rabii’ah bin Yaziid Ad-Dimasyqiy, seorang yang tsiqah dan ‘aabid (ahli ibadah). Wafat pada tahun 121 H. Jama’ah ahli hadits meriwayatkan darinya.
[31] Sanad :
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا علي بن بحر ثنا الوليد بن مسلم ثنا سعيد بن عبد العزيز عن ربيعة بن يزيد عن عبد الرحمن بن أبي عميرة الأزدي عن النبي صلى الله عليه وسلم : انه ذكر معاوية وقال : .....
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Bahr : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Azdiy, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau menyebut Mu’awiyyah dan bersabda.
[32] Sanad :
فأخبرناه أبو القاسم بن الحصين، أنا أبو علي بن المذهب، أنا أحمد بن جعفر، نا عبد الله بن أحمد، حدثني أبي نا علي بن بحر، نا الوليد بن مسلم، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن عبد الرحمن بن عميرة الأزدي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه ذكر معاوية فقال : ......
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Qaasim bin Al-Hushain : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Aliy bin Al-Madzhab : Telah memberitakan kepada kami Ahmad bin Ja’far : telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad : Telah menceritakan kepadaku ayahku : telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Bahr : telah mengkhabarkan kepada kami Al-Walid bin Muslim : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah Al-Azdiy, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Bahwasannya beliau menyebutkan Mu’awiyyah dan bersabda.
[33] Sanad :
أنبأنا أبو محمد بن الأكفاني - ونقلته من خطه - أنا أبو الفتح عبد الجبار بن عبد الله بن إبراهيم بن بُرزة، نا أبو علي الحسن بن شهاب العكبري - بعكبرا - أنا أبو جعفر بن علي الكاتب، عن محمد بن جرير بن يزيد الطبري، نا أحمد بن الوليد، نا هشام بن عمار وصفوام بن صالح، قالا : نا الوليد بن مسلم، نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، قال : عبد الرحمن بن أبي عميرة المري يقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية : ....
Telah memberitakan kepada kami Abu Muhammad bin Al-Akfaaniy – dan aku menukilnya dari tulisannya - : Telah memberitakan kepada kami Abul-Fat-h ‘Abdul-Jabbaar bin ‘Abdillah bin Ibrahim bin Burzah : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hasan bin Syihaab Al-‘Ukbariy – di ‘Ukbar - : Telah memberitakan kepada kami Abu Ja’far bin ‘Aliy Al-Kaatib, dari Muhammad bin Jariir bin Yaziid Ath-Thabariy : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Al-Waliid : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar dan Shfwaan bin Shaalih, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Berkata ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Murriy : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu’awiyyah.
Perhatian !!
Penyebutan ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Murriy dalam sanad ini adalah keliru, sebab dalam Al-Mukhtashar disebutkan Al-Muzanniy. Dan inilah yang benar sebagaimana riwayat jumhur.
[34] Sanad :
فأخبرناه أبو محمد هبة الله بن أحمد الأكفاني، نا عبد العزيز الكتاني، أنا تمام بن محمد، أنا أبو عبد الله بن مروان، نا زكريا بن يحيى، نا صفوان بن صالح، نا الوليد بن مسلم، ومروان بن محمد، قالا : نا سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، قال : سمعت عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول في معاوية بن أبي سفيان : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad Hibatullah bin Ahmad Al-Akfaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz Al-Kattaaniy : Telah memberitakan kepada kami Tammaam bin Muhammad : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Marwaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Zakariyya bin Yahya : telah mengkhabarkan kepada kami Shafwan bin Shaalih : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Walid bin Muslim dan Marwaan bin Muhammad, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, ia berkata : Aku mendengar ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Mu;awiyyah bin Abi Sufyaan.
[35] Sanad :
وأخبرنا أبو بكر المروذي قال : ثنا أبو الفتح، قال : قال أبو نصر يعني بشر حدثني زيد بن أبي الزرقاء قال : حدثني الوليد بن مسلم قال : سمعت سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس عن عبد الرحمن أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Al-Marwadziy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-Fat-h, ia berkata : Telah berkata Abu Nashr, yaitu Bisyr : telah menceritakan kepadaku Zaid bin Abiz-Zarqaa’, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin Muslim, ia berkata : Aku mendengar Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebut Mu’awiyyah - lalu beliau bersabda.
[36] Sanad :
حدثنا أحمد بن علي بن مسلم : نا أبو الفتح نصر بن منصور : نا بشر بن الحارث، نا زيد بن أبي الزرقاء : نا الوليد بن مسلم قال : سمعت سعيد بن عبد العزيز يحدث، عن يونس بن ميسرة بن حَلبس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة الأزدي : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم - وذكر معاوية - فقال : ....
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Aliy bin Muslim : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fat-h Nashr bin Manshuur : Telah mengkhabarkan kepada kami Bisyr bin Al-Haarits : Telah mengkhabarkan kepada kami Zaid bin Abiz-Zarqaa’ : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, ia berkata : Aku mendengar Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz mengatakan, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Azdiy : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebut Mu’awiyyah - lalu beliau bersabda.
[37] Sanad :
حدثنا أحمد، قال : نا أبو الفتح نصر بن منصور، عن بشر بن الحارث الحافي، قال : حدثني زيد بن أبي الزرقاء، قال : نا الوليد بن مسلم، عن سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة، أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم - وذكر معاوية - ، فقال : ......
Telah menceritakan kepada kami Ahmad, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fat-h Nashr bin Manshuur, dari Bisyr bin Al-Haarits Al-Haafiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Zaid bin Abiz-Zarqaa’, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebut Mu’awiyyah - lalu beliau bersabda.
[38] Sanad :
حدثنا سليمان بن أحمد، حدثنا أحمد بن علي الأبار، حدثنا أبو الفتح نصر بن منصور، عن بشر بن الحارث، حدثني زيد بن أبي الزرقاء، حدثنا الوليد بن مسلم، عن سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة، عن عبد الرحمن ابن أبي عميرة المزني أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Aliy Al-Abaar : Telah menceritakan kepada kami Abul-Fat-h Nashr bin Manshuur, dari Bisyr bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepadaku Zaid bin Abiz-Zarqaa’ : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebut Mu’awiyyah - lalu beliau bersabda.
[39] Sanad :
أخبرنا أبو المظفر السمعاني، حدثنا هبة الله بن محمد بن زاذان، حدثني عمّي عبد الله بن عمر، حدثنا أحمد بن جعفر بن مسلم، حدثنا أحمد بن علي الآبار، حدثنا أبو الفتح نصر بن منصور، حدثنا بشر بن الحارث، حدثني زيد بن أبي الزرقاء، حدثنا الوليد بن مسلم قال : سمعت سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني : أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : ......
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Mudhaffar As-Sam’aniy : Telah menceritakan kepada kami Hibatullah bin Muhammad bin Zaadzaan : Telah menceritakan kepadaku pamanku ‘Abdullah bin ‘Umar : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ja’far bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bn ‘Aliy bin Aabaar : Telah menceritakan kepada kami Abul-Fat-h Nashr bin Manshuur : Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al-Haarits : Telah menceritakan kepadaku aid bin Abiz-Zarqaa’ : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, ia berkata Aku mendengar Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebutkan Mu’awiyyah – lalu beliau bersabda.
[40] Sanad :
حدثنا عبدان بن أحمد، ثنا علي بن سهل الرملي، ثنا الوليد بن مسلم، عن سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس، عن عبد الرحمن بن عمير المزني أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Sahl Ar-Ramliy : Telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiir Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – kemudian ia menyebutkan Mu’awiyyah – lalu beliau bersabda.
حدثنا عبدان بن أحمد، ثنا علي بن سهل الرملي، ثنا الوليد بن مسلم، ثنا سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس، عن عبد الرحمن بن عميرة المزني أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Sahl Ar-Ramliy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – kemudian ia menyebutkan Mu’awiyyah – lalu beliau bersabda.
[41] Sanad :
حدثنا سليمان بن أحمد، حدثنا عبدان بن أحمد، حدثنا علي بن سهل، حدثنا أبو الوليد بن مسلم، عن سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حليس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم مثله
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bn Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Sahl : Telah menceritakan kepada kami Abul-Waliid bin Muslim, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti riwayat sebelumnya.
Perhatian !!
Penulisan Abul-Waliid bin Muslim oleh Abu Nu’aim di atas adalah keliru. Yang benar adalah Al-Waliid bin Muslim – sebagaimana tersebut dalam sanad-sanad yang lainnya. Apalagi Ibnu ‘Asaakir (59/83) telah meriwayatkan dari sanad Abu Nu’aim ini dengan menyebutkan : Al-Waliid bin Muslim.
[42] Sanad :
أخبرناه أبو علي المقريء - في كتابه - وحدثني أبو مسعود عنه، أنا أبو نُعَيم، نا سليمان ابن أحمد، نا عبدان بن أحمد، نا علي بن سهل الرملي، نا الوليد بن مسلم، عن سعيد بن عبد العزيز، عن يونس بن ميسرة بن حلبس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة المزني أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول - وذكر معاوية - فقال : ....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Muqri’ – dalam kitabnya – dan telah menceritakan kepadaku Abu Mas’ud darinya : Telah memberitakan kepada kami Abu Nu’aim : Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaiman bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdaan bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Sahl Ar-Ramliy : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy : Bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam - dan ia menyebutkan Mu;awiyyah – lalu bersabda.
[43] Adz-Dzahabiy menukil sanad :
وبه حدثنا عبدان، حدثنا علي بن سهل الرملي، حدثنا الوليد بن مسلم، حدثنا سعيد عن يونس، هو ابن ميسرة، عن عبدالرحمن بن أبي عميرة، أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم، وذكر معاوية، فقال: .......
Dan dengannya : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Sahl Ar-Ramliy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Yunus – ia adalah Ibnu Maisarah - , dari ‘Abdurrahman bn Abi ‘Amiirah : Bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebutkan Mu’awiyyah – lalu beliau bersabda.
[44] Ia adalah Abu Halbas. Dikatakan juga Abu ‘Abdillah Ad-Dimasyqiy. Seorang tsiqah lagi ahli ibadah. Wafat pada tahun 132 H.
[45] Sebenarnya riwayat Al-Waliid bin Muslim ini diikuti oleh ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid. Disebutkan Ibnu Hajar dalam Al-Ishaabah (6/309) bahwasannya Ibnu Syaahin meriwayatkannya dari jalan Mahmuud bin Khaalid, dari Al-Waliid bin Muslim dan ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, dari Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah.
Namun sanad Ibnu Syaahin dari jalur ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid adalah keliru (syaadz), karena menyelisihi riwayat jama’ah yang meriwayatkan dari Mahmuud. Al-Khallaal telah meriwayatkan dari Ya’quub bin Sufyan, Ibnu Qaani’ dari jalan Ishaaq bin Ibraahim Al-Anmaathiy, dan Ibnu ‘Asaakir dari jalan Ahmad bin Al-Mu’allaa; ketiganya dari Mahmuud bin Khaalid, dari ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, dari Sa’iid, dari Rabii’ah, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah.
Tambahan :
Adz-Dzahabiy menyebutkan sanad dari Abu Bakr bin Abi Dawud (ia adalah guru/syaikh dari Ibnu Syaahin) : Telah menceritakan kepada kami Mahmuud bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid dan ‘Umar bin ‘Abdil-Waahid, dari Sa’iid, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari Abu Idriis, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah [As-Siyar 3/126].
Sanad ini juga keliru (syadz) karena menyelisihi jama’ah yang meriwayatkan dari Mahmuud yang tanpa menyebutkan Abu Idriis antara Rabii’ah dan ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah.
[46] Sanad :
وأخبرناه أبو محمد بن الأكفاني، نا أبو محمد الكتاني، أنا تمام بن محمد، أنا أبو عبد الله بن مروان، نا زكريا بن يحيى، حدثني محمد بن المصفى، نا مروان بن محمد، حدثني سعيد بن عبد العزيز، عن ربيعة بن يزيد، عن أبي إدريس، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة : أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا لمعاوية فقال : ......
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Muhammad bin Al-Akfaaniy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Mhammad Al-Kattaaniy : Telah memberitakan kepada kami Tammaam bin Muhammad : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Marwaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Zakariyya bin Yahya : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al-Mushaffaa : Telah mengkhabarkan kepada kami Marwaan bin Muhammad : Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, dari Rabii’ah bin Yaziid, dari Abu Idriis, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Mu’awiyyah dan bersabda.
[47] Ibnu Hajar berkata :
قال أبو حاتم صدوق وقال النسائي صالح وقال صالح بن محمد كان مخلطا وأرجو أن يكون صدوقا وقد حدث بأحاديث مناكير وذكره ابن حبان في الثقات وقال كان يخطىء.......
“Abu Hatim berkata : ‘Shaduuq’. An-Nasa’iy berkata : ‘Shaalih’. Shaalih bin Muhammad : ‘Ia adalah seorang yang tercampur hapalannya, namun aku berharap ia jujur’. Ia telah menceritakan beberapa hadits yang diingkari. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Dan ia (Ibnu Hibban) pun berkata : ‘Terkadang salah’” [selengkapnya lihat At-Tahdziib, 9/161].
[48] Sanad :
أخبرنا عبد الله قال : نا محمد بن إسحاق قال : نا هشام ابن عمار، قال : نا عبد العزيز بن الوليد بن سليمان بن أبي السائب القرشي، عن أبيه عن عمر بن الخطاب عن النبي صلى الله عليه وسلم.
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Waliid bin Sulaiman bin Abis-Saaib Al-Qurasyiy, dari ayahnya, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[49] Sanad :
أخبرناه أبو الحسن علي بن المسلم، أنا نصر وابن فضيل، قالا : أنا ابن عوف، أنا ابن منير، أنا ابن خُريم، نا هشام، نا ابن أبي السائب - وهو عبد العزيز بن الوليد بن سليمان - قال : وسمعت أبي، عن عمر بن الخطاب، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan ‘Aliy bin Al-Muslim : Telah memberitakan kepada kami Nashr dan Ibnu Fudlail, mereka berdua berkata : Telah memberitakan kepada kami Ibnu ‘Auf : Telah memberitakan kepada kami Ibnu Muniir : Telah memberitakan kepada kami Ibnu Khuraim : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam : Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Abis-Saaib – ia adalah ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Waliid bin Sulaiman – ia berkata : Dan aku mendengar ayahku, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab, dari Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[50] Sanad :
قال نا علي بن عبيد الله قال أنا علي بن أحمد قال أنبأنا ابن بطة قال نا البغوي قال حدثني محمد بن إسحاق قال أخبرني هشام ابن عمار قال نا عبد العزيز بن الوليد بن سليمان بن أبي السائب القرشي عن أبيه، عن عمر بن الخطاب عن رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin ‘Ubaidillah, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami ‘Aliy bin Ahmad, ia berkata : Telah memberitakan kepada kami Ibnu Baththah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Baghawiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ishaaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Hisyaam bin ‘Ammaar, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Al-Waliid bin Sulaiman bin Abis-Saaib Al-Qurasyiy, dari ayahnya, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
[51] Sanad :
حدثنا أحمد بن يحيى بن خالد بن حبان الرقي، ثنا موسى بن محمد البلقاوي، ثنا خالد بن يزيد بن صبيح المري، عن يونس بن ميسرة، عن عبد الرحمن بن عميرة [قال] : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yahya bin Khaalid bin Hibbaan Ar-Raqiy : Telah menceritakan kepada kami Musa bin Muhammad Al-Balqaawiy : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Yaziid bin Shabiih Al-Murriy, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebutkan Mu’awiyyah – lalu beliau bersabda.
[52] Sanad :
أخبرناه أبو علي الحداد - إذنا - وحدثني أبو مسعود عنه، أنا أبو نعيم، نا سليمان بن أحمد، نا أحمد بن يحيى بن خالد بن حيان الرقي، نا موسى بن محمد البلقاوي، نا خالد بن يزيد بن صبيح المري، عن يونس بن ميسرة، عن عبد الرحمن بن أبي عميرة قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم وذكر معاوية فقال : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Al-Haddaad – dengan ijin periwayatan – , dan telah menceritakan kepadaku Abu Mas’uud dengannya : Telah memberitakan kepada kami Abu Nu’aim : Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaiman bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Yahya bin Khaalid bin Hayyaan Ar-Raqiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Musa bin Muhammad Al-Balqaawiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Khaalid bin Yaziid bin Shabiih Al-Murriy, dari Yunus bin Maisarah, dari ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amirah, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – dan ia menyebutkan Mu;awiyyah – lalu beliau bersabda.
[53] Sanad :
حدثني أحمد عن النفيلي أنه حدثهم عن عمرو بن واقد أنه حدثهم عن يونس بن حلبس عن أبي إدريس الخولاني عن عمير بن سعد قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ........
Telah menceritakan kepadaku Ahmad, dari An-Nufaili, bahwasannya ia telah meceritakan kepada mereka, dari ‘Amr bin Waaqid, bahwasannya ia menceritakan mereka, Yunus bin Halbas, dari Abu Idris Al-Khaulaniy, dari ‘Umair bin Sa’d, ia berkata : Aku medengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
[54] Sanad :
حدثنا محمد بن يحيى حدثنا عبد الله بن محمد النفيلي حدثنا عمرو بن واقد عن يونس بن حلبس عن أبي إدريس الخولاني عن عمير بن سعد فقال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ....
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad An-Nufailiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Waaqid, dari Yunus bin Halbas, dari Abu Idris Al-Khaulaniy, dari ‘Umair bin Sa’d, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
[55] Sanad :
أخبرناه أبو الفرج عبد الخالق بن أحمد بن عبد القادر بن محمد، أنا أبو نصر الزينبي، أنا محمد بن عمر بن علي بن خلف بن زنبور، نا محمد بن السري بن عثمان التمار.
ح وأخبرناه أبو الفتح بن عبد الواحد، أنا أبو منصور شجاع بن علي، أنا أبو عبد الله ابن مندة، أنا خيثمة بن سليمان، قالا : نا أبو عوف عبد الرحمن بن مرزوق الطبري البزوري، نا الوليد بن الفضل، أخبرني القاسم بن الوليد، عن عمرو بن واقد القرشي، عن يونس بن حلبس، عن عميرة الأنصاري قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : .....
Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Faraj ‘Abdul-Khaaliq bin Ahmad bin ‘Abdil-Qaadir bin Muhammad : Telah memberitakan kepada kami Abu Nashr Az-Zainabiy : Telah memberitakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar bin ‘Aliy bin Khalaf bin Zanbuur : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin As-Sirriy bin ‘Utsman At-Tammaar.
n Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fath bin ‘Abdil-Waahid : Telah memberitahukan kepada kami Abu Manshuur Syujaa’ bin ‘Aliy : Telah memberitakan kepada kami Abu ‘Abdillah bin Mandah : Telah memberitakan kepada kami Khaitsamah bin Sulaiman, mereka berdua (Muhammad As-Sirriy berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Auf ‘Abdurrahman bin Marzuuq Ath-Thabariy Al-Bazuuriy : Telah megkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Al-Fadhl : Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Qaasim bin Al-Waliid, dari ‘Amr bin Waaqid Al-Qurasiy, dari Yunus bin Halbas, dari ‘Amiirah Al-Anshariy, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
[56] Para ulama telah menjelaskan dua syarat yang harus dipenuhi satu hadits dikatakan mudltharib :
a. Riwayat-riwyaat hadits saling berselisih yang tidak mungkin dilakukan kompromi (jama’).
b. Sama kekuatan riwayat-riwayat haditsnya, yang tidak memungkinkan dilakukan tarjih yang satu dengan yang lainnya.
Jika salah satu riwayat dapat di-tarjih atau memungkinkan dilakukan pen-jama’-an, maka sifat idlthirab yang ada pada hadits tersebut terangkat (hilang).
[57] Yaitu : Rabii’ah bin Yaziid, Ibnu Sa’d, Duhaim, Sulaiman bin ‘Abdil-Hamiid Al-Bahraaniy, Ahmad, Al-Bukhariy, Baqiy bin Mikhlad [dalam muqaddimah Musnad-nya no. 355], At-Tirmidzi [Tasmiyyatush-Shahaabah no. 388], Abu Haatim, Ibnu Sakan [Al-Ishaabah], Ibnu Abi ‘Aashim, Ya’qub bin Sufyaan [Al-Ma’rifah 1/287 – lihat juga 1/238], Abul-Qaasim Al-Baghawiy [Mu’jamush-Shahaabah 4/489], Ibnu Abi Haatim [Al-Jarh 5/273], Ibnu ‘Asaakir [At-Taariikh 35/231], Ibnu Hibban [Ats-Tsiqaat 3/252], Al-Khathiib [Taaliy Talkhiish Al-Mutasyaabih 2/539], An-Nawawiy [Tahdziibu Asmaa’ wal-Lughah 2/407], Adz-Dzahabiy [Taariikhul-Islam 4/309 dan At-Tajriid 1/353], Ibnu Hajar [Al-Ishaabah 6/309], dan yang lainnya.
Tidak ada yang menyelisihi mereka kecuali Ibnu ‘Abdil-Barr dan yang mengikutinya setelahnya seperti Ibnul-Atsiir.
[58] Sebagaimana dikatakan Abu Haatim :
وإنما هو ابن أبي عَمِيْرة ، ولم يسمع من النبي صلى الله عليه وسلم هذا الحديث
“Hanya saja ia bernama Ibnu Abi ‘Amiirah, tidak pernah mendengar hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-‘Ilal, 6/382].
[59] Lihat catatan kaki no. 20, 32, 40, dan 51.
[60] Lihat catatan kaki no. 40.
[61] Lihat catatan kaki no. 33.
[62] Lihat catatan kaki no. 31, 32, dan 36.
[63] Ibnu ‘Asaakir berkata : “Abdurrahman bin ‘Amiirah Al-Azdiy, diriwayatkan darinya sebuah hadits dan disebutkan padanya hadits Mu’awiyyah : ‘Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk’. Ini adalah kekeliruan, karena ia adalah Al-Muzanniy, bukan Al-Azdiy” [At-Taarikh, 35/231-232].
Al-Mizziy berkata : “ ‘Abdurrahman bin Abi ‘Amiirah Al-Muzanniy. Dikatakan juga Al-Azdiy Al-Barqiy. Ini keliru, sebab (yang benar) ia adalah Al-Muzanniy, bukan Al-Azdiy. Ia adalah saudara dari Muhammad bin Abi ‘Amiirah. Seorang shahabat. Tinggal di daerah Himsh” [Tahdziibul-Kamaal, 17/231 no. 3921].
[64] Pengunggulan riwayat jama’ah/jumhur/mayoritas sudah menjadi hal yang ma’ruf jika terjadi kontradiksi dari beberapa riwayat.

Comments

Ibnu Sabil mengatakan...

Alhamdulillah, artikel antum ini telah mematahkan syubhat yg dilancarkan orang syi'ah mengenai keshahihan hadits ini..

Jazakallahu Khaer

Syaikhul mengatakan...

Alhamdulillah.

Jazakallahu Khoir, Ustadz

Anonim mengatakan...

Ada sebuah tulisan yg menjelaskan kebenarang hadits dimana Rasulullah saw memerintahkan untuk membunuh Mu'awiyah bila berada di mimbar beliau dan haditsnya hasan lighairih karena saling menguatkan.
lihat: http://secondprince.wordpress.com/2009/08/08/kedudukan-hadis-%E2%80%9Cjika-kamu-melihat-muawiyah-di-mimbarku-maka-bunuhlah-ia%E2%80%9D/
Makalah ini tidak mampu dijawab oleh Ahlus sunnah sehingga mereka harus mengakui hadits itu hujjah.
Silahkan dibahas.
salam damai.



[NB : Komentar ini (dari saudara Anonymous) saya pindah dari Halaman Daftar Artikel ke Halaman ini agar lebih nyambung - Admin].

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Ya, saya sudah membacanya tulisan orang Rafidlah itu. Namun – sebagaimana nampak dalam beberapa tulisan bersangkutan – ia tidak menampilkan beberapa perkataan dari para ulama al-jarh wat-ta’dil dalam penilaian yang mungkin tidak menguntungkan baginya. Akan saya nukil secara ringkas, yang akan dimulai dari dari riwayat Al-Balaadzuriy yang ia nilai sebagai hadits hasan li-dzaatihi.

Al-Baladzuriy :

Tsiqah, wafat : 279 H.

Ibraahiim bin ‘Allaaf Al-Bashriy :

Namanya Ibraahiim bin Al-Hasan bin Najiih Al-Baahiliy Al-Bashriy : tsiqah (Tahdziibul-Kamaal 1/73) Wafat : 235 H.

Sallaam Abul-Mundzir

Namanya : Sallaam bin Sulaimaan Abul-Mundzir Al-Muzanniy Al-Bashriy. Ibnu Ma’iin berkata : “Laa ba’sa bihi”. Dalam riwayat yang lain : “Laa syai’ (tidak ada apa-apanya)”. Abu Haatim : “Shaduuq shaalihul-hadiits”. Al-‘Uqailiy memasukkannya ke dalam Adl-Dlu’afaa’ dan berkata : “Haditsnya tidak ada mutaba’ah-nya”. [Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 2/177 no. 3345].

Untuk perkataan Ibnu Ma’iin : “Laa ba’sa bihi” ; maka ini tidak ada asal penukilannya. Dalam Al-Jarh wat-Ta’diil (4/biografi no. 1119) disebutkan : Telah berkata Abu Bakr bin Abi Khaitsamah : Aku mendengar Yahyaa bin Ma’iin ditanya tentang As-Sallaam Abul-Mundzir, maka ia berkata : “Laa syai’ (tidak ada apa-apanya)”. Dan inilah yang tsabt dari perkataan Ibnu Ma’iin. Wallaahu a’lam [ta’liq Tahdziibul-Kamaal, 12/289]. Ini diperkuat dari riwayat : Telah berkata Ibraahiim bin ‘Abdillah bin Al-Junaid : Aku bertanya kepada Yahyaa bin Ma’iin tentang Sallaam Abul-Mundzir, apakah ia seorang yang tsiqah ?. Maka ia menjawab : “Tidak” [Tahdziibul-Kamaal, 12/289].

As-Saajiy berkata : “Shaduuq yahimu, laisa bi-mutqinin fil-hadiits (jujur kadang salah, tidak mutqin dalam hadiits)”. Abu Dawud berkata : “Laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya)” [Tahdziibut-Tahdziib, 4/285].

Adz-Dzahabiy memasukkannya dalam jajaran perawi lemah (lihat Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’, 1/421 no. 2497 dan Dzail Diiwaan Adl-Dlu’afaa’, hal. 36 no. 43].

Al-Haafidh berkata tentangnya : “Shaduuq yahimu (jujur, kadang salah)” [At-Taqriib]. Jika perkatan Ibnu Hajar ini ‘dikoreksi’ dengan : “shaduuq hasanul-hadiits” – maka dari sisi mana penafikan “kadang tersalah” yang ada pada Sallaam bin Sulaiman ini ? Padahal As-Saajiy telah menjelaskan makna “yahimu” di sini menunjukkan kekurangan sifat mutqin pada diri Sallaam. Dan telah jelas bahwa Sallaam ini dipermasalahkan dari sisi hapalannya.

Al-Albaniy memutlakkan padanya dengan predikat : “Shaduuq” – mengikuti perkataan Abu Haatim [lihat Ash-Shahiihah no. 1809].

Wafat : 171 H.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

‘Aashim bin Bahdalah

Ia adalah ‘Aashim bin Abin-Nujuud.

Yahyaa Al-Qaththaan melemahkan hapalannya. An-Nasaa’iy berkata : “Laisa bi-haafidh”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Pada hapalan ‘Aashim ada sesuatu (fii hifdhi ‘Aashim syai’)”. Abu Haatim berkata : “Tempatnya kejujuran”. Ibnu Khiraasy berkata : “Dalam haditsnya ada pengingkaran (fii hadiitsihi nukrah)”. Ahmad dan Abu Zur’ah berkata : “Tsiqah”. Di lain tempat Ahmad berkata : “Tsiqah, aku memilih qira’atnya”. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah, namun ia banyak salah dalam haditsnya”. Adz-Dzahabiy berkata : “Hasanul-hadiits” [Miizaanul-I’tidaal, 2/356-357].

Pemutlakan tsiqah oleh Abu Zur’ah di atas ditentang oleh Abu Haatim, karena Ibnu ‘Ulayyah memperbincangkannya hapalannya. [Tahdziibul-Kamaal, 13/477].

Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Di lain riwayat ia berkata : “Laisa bil-qawiy fil-hadiits” [Taariikh Dimasyq – lihat catatan kaki muhaqqiq Tahdziibul-Kamaal, 13/477].

Ya’qub bin Sufyaan berkata : “Haditsnya goncang, namun ia seorang yang tsiqah”. Al-‘Uqailiy berkata : “Tidak ada padanya sesuatu kecuali jeleknya hapalan”. Ibnu Hibban dan Ibnu Syaahiin menyebutkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat-nya.

Al-Mizziy berkata : “Ia dipakai oleh Al-Bukhariy dan Muslim dalam hadits bersamaan dengan yang lainnya (rawaa lahu Al-Bukhariy wa Muslim maqruunan bi-ghairihi….” [Tahdziibul-Kamaal, 13/480]. Di sini mengandung isyarat bahwa hadits ‘Aashim ini (dalam Shahih Al-Bukhariy dan Shahih Muslim) shahih dengan adanya penyerta dari yang lainnya. Atau dengan kata lain, Syaikhaan tidak berhujjah dengannya jika ia bersendirian karena padanya ada ke-dla’if-an.

Az-Ziir bin Hubaisy

Ia seorang yang tsiqah.

*********

Jika kita lihat para perawinya, maka pembicaraan ada pada Sallaam bin Sulaimaan Abul-Mundzir dan ‘Aashim bin Bahdalah (‘Aashim bin Abin-Nujuud). Kedua-duanya dibicarakan dalam hal hapalan. ‘Aashim lebih baik daripada Sallaam, dan ia (‘Aashim) haditsnya hasan selama tidak ada pertentangan dan pengingkaran. Adapun Sallaam, yang raajih ia adalah perawi dla’if.

Lantas, bagaimana bisa dikatakan bahwa hadits ini adalah hasan li-dzaatihi ? Apalagi dalam hal ini para imam jarh wa ta’dil mengingkari hadits ini seperti Ayyuub As-Sikhtiyaaniy (Al-Kaamil oleh Ibnu ‘Adiy 5/101 dan yang lainnya), Ahmad bin Hanbal (Al-‘Ilal oleh Al-Khallaal, 138), Abu Bakr bin Abi Syaibah, Abu Zur’ah Ar-Raaziy (Adl-Dlu’afaa’, 2/427), Ibnu Hibbaan dalam Al-Majruuhiin (1/157, 250 & 2/172), Al-Bukhariy (At-Taariikh Al-Ausath 1/256), Al-‘Uqailiy (1/259), Ibnu ‘Adiy (2/146, 209 & 5/101, 200, 314 & 7/83), dan yang lainnya. Aneh bukan kesimpulannya ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Adapun hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy yang ia bawakan dalam dua jalur, yaitu (Pertama) jalur Mujaalid dari Abul-Wadaak dari Abu Sa’iid, dan (Kedua) jalur ‘Aliy bin Zaid bin Jud’aan dari Abu Nadlrah dari Abu Sa’iid; maka ia juga tidak bisa dijadikan hujjah. Berikut keterangannya :

Jalur Mujaalid

1. ‘Aliy bin Al-Mutsannaa

Disebutkan Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat, dan beberapa perawi tsiqaat meriwayatkan darinya [Tahdziibul-Kamaal, 21/114-116]. Namun Adz-Dzahabiy mengatakan bahwa ia didla’ifkan oleh Al-Azdiy [Miizaanul-I’tidaal, 3/152 no. 5918]. Ibnu Hajar berkata : “Maqbuul” [At-Taqriib]. Wafat : 256 H.

2. Al-Waliid bin Al-Qaasim bin Al-Waliid Al-Hamdaaniy

Ia ditsiqahkan oleh Ahmad, namun didlaifkan oleh Yahya bin Ma’iin. Ibnu ‘Adiy berkata : “Apabila ia meriwayatkan dari perawi tsiqah, maka tidak mengapa dengannya” - (tapi sayangnya di sini ia meriwayatkan dari Mujaalid, seorang perawi dla’iif). Wafat : 203 H [Miizaanul-I’tidaal, 4/344 no. 9395 dan Al-Jarh wat-Ta’diil 9/13 no. 58]. Ibnu Qaani’ berkata : “Shaalih” [Tahdziibut-Tahdziib, 11/146].
Al-Mizziy menukil perkataan Ibnu ‘Adiy : “Apabila ia meriwayatkan dari perawi tsiqah dan meriwayatkan darinya perawi tsiqah, maka tidak apa dengannya (idzaa rawaa ‘an tsiqah wa rawaa ‘anhu tsiqah, falaa ba’sa bihi)” [Tahdziibul-Kamaal, 31/67]. Dan memang begitulah yang terdapat dalam Al-Kaamil (8/368).

Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq yukhthi’ (jujur, terkadang salah)” [At-Taqriib]. Adz-Dzahabiy memasukkannya dalam jajaran perawi dla’iif [Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’, 2/500 no. 6881]. Ibnu Syaahiin memasukkannya dalam Adl-Dlu’afaa’ (no. 664). Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat, namun bersamaan dengan itu ia juga memasukkannya dalam Al-Majruuhiin.

Perkataan pertengahan mengenai Al-Waliid adalah perkataan Ibnu ‘Adiy. Di sini ia meriwayatkan dari Mujaalid, seorang perawi dla’iif, sehingga haditsnya ini adalah dla’if.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

3. Mujaalid bin Sa’iid Al-Hamdaaniy.

Hampir semua muhadditsiin men-dla’if-kan Mujaalid. Yahyaa Al-Qaththaan mendla’ifkannya. Ibnul-Mahdiy tidak meriwayatkan hadits darinya. Ahmad berkata : “Mujaalid tidak ada apa-apanya (laisa bi-syai’)”. Di tempat yang lain ia (Ahmad) berkata : “Semua hadits Mujaalid dibuang”. Al-Bukhariy berkata : “Aku tidak menulis hadits Mujaalid dan Musa bin ‘Ubaidah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Kuffah, jaaizul-hadiits, hasanul-hadiits”. Abu Zur’ah menyebutkannya dalam Asaamiyudl-Dlu’afaa’ (334). At-Tirmidziy berkata : “Sebagian ulama mendla’ifkan Mujaalid, dan ia seorang yang banyak salahnya”. Di lain tempat ia berkata : “Mujaalid bin Sa’iid diperbincangkan oleh sebagian ulama karena faktor hapalannya”. An-Nasaa’iy berkata : “Orang Kuffah, dla’iif”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Orang Kuffah, tidak kuat (laisa bi-qawiy)”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak tsiqah”. [Lihat Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 2/431-432 no. 3738].

Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tidak boleh berhujjah dengan haditsnya (laa yuhtaju bi-hadiitsihi)”. Di lain tempat ia berkata : “Dla’iif, waahiyul-hadiits”. Abu Haatim : “Mujaalid bukan seorang yang kuat haditsnya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 8/biografi no. 1653]. Dalam riwayat Ad-Duuriy, Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah” [At-Taariikh, 2/549]. Dalam riwayat Ad-Daarimiy, ia berkata : “Shaalih” [At-Taariikh, biografi no. 811]. Ibnu Hibbaan dan Al-‘Uqailiy memasukkannya dalam jajaran perawi dla’iif. Al-Jauzajaaniy mendla’ifkannya [Ahwalur-Rijaal, hal. 89 no. 126].

Ibnu Hajar memberikan kesimpulan : “Tidak kuat haditsnya (laisa bil-qawiy), berubah hapalannya di akhir umurnya” [At-Taqriib].

Ibnu ‘Adiy berkata : “Sebagian huffaadh berkata : Mujaalid mencuri hadits ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu ia menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak”. Apa yang dikatakan oleh Ibnu ‘Adiy, juga disebutkan oleh Ibnul-Jauziy dalam Al-Maudluu’aat (2/26). Salah satu sumber perkataan Ibnu ‘Adiy dan Ibnul-Jauziy adalah perkataan Al-Jurqaaniy dimana ia berkata : “Mujaalid ini adalah dla’iif, munkarul-hadiits. Ia telah mencuri hadits ini dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak, dari Abu Sa’iid dengan lafadh ini” [lihat Al-Abaathiil, 1/354].

‘Amr bin ‘Ubaid lahir tahun 80 H, meninggal 142 H. Mujaalid wafat 144 H. ---- aqraan.

NB : Jika ada yang berhujjah bahwa Syu’bah meriwayatkan hadits darinya, sehingga ia berstatus tsiqah karena Syu’bah hanya meriwayatkan dari perawi tsiqah. Saya katakan : Memang benar sebagian huffadh mengatakan bahwa Syu’bah ini hanya meriwayatkan dari perawi tsiqah. Namun jika ada orang yang ingin membahas dan meneliti tanpa sikap taqlid, niscaya akan menemui banyak hadits Syu’bah yang ia riwayatkan dari perawi dla’if.

4. Abul-Wadaak Jabr bin Nauf Al-Kuufiy.

Seorang tsiqah.

*******

Kesimpulan penghukuman hadits dari jalur ini dla’iif karena Al-Waliid bin Al-Qaasim dan Mujaalid. Apalagi telah ternukil bahwa dalam hadits ini Mujaalid mencuri hadits dari ‘Amr bin ‘Ubaid. Oleh karena itu, hadits ini tidak bisa dijadikan i’tibar.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Jalur ‘Aliy bin Zaid bin Jud’aan

Ia telah dicacat oleh sejumlah muhadditsiin seperti : Ibnu Ma’in, An Nasa’iy, Abu Haatim, Abu Zur’ah, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Ad-Daaruquthniy, dan lain-lain. Al-‘Ijliy berkata : “Ia ber-tasyayyu’ (condong pada Syi’ah), tidak mengapa dengannya”. Di kesempatan lain ia berkata : “Ditulis haditsnya, namun ia tidak kuat”. Abu Haatim juga menyifatinya dengan tasyayyu’. At-Tirmidziy berkata : “Shaduuq, namun kadangkala ia memarfu’kan sesuatu yang dimauqufkan oleh perawi lainnya”. Bahkan Ibnu ‘Adiy mensifatinya sebagai orang yang berlebih-lebihan (ghulluw) dalam tasyayyu’. Yaziid bin Zurai’ mensifatinya sebagai seorang Raafidliy. Wafat 129 H. [Tahdziibul-Kamaal, 20/434-445 dan Tahdziibut-Tahdziib, 7/322-324].

Kesimpulannya, ia seorang perawi dla’iif. Pada asalnya, haditsnya ditulis dan dapat digunakan sebagai i’tibar. Sebagian ulama mutaqaddimiin – sebagaimana telah kita lihat – telah mensifatinya dengan tasyayyu’, bahkan Ibnu ‘Adiy menjarhnya dengan sifat ghulluw (berlebih-lebihan). Jarh atas sifat bid’ah tasyayyu’ yang disematkan padanya mempengaruhi sifat ‘adalah-nya. Oleh karena itu, hadits-haditsnya yang condong pada bid’ah tasyayyu’ (Syi’ah/Raafidlah), maka tidak diterima. Hadits ini salah satu di antaranya, karena sudah menjadi pengetahuan umum bagi Ahlus-Sunnah tentang kebencian Syi’ah terhadap Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radliyallaahu ‘anhu. Jadi, cacat yang ada pada diri ‘Aliy bin Zaid bukan sekedar dari sisi hapalan saja.

Memutlakkan sifat shaduq pada diri ‘Aliy bin Zaid dalam semua hadits-haditsnya tentu saja tidak tepat. Ini namanya hanya mengambil sebagian perkataan saja tanpa mengambil perkataan yang lain. Harus dirinci.

Konsekuensi dari hal di atas, hadits yang ia bawakan tidak bisa dijadikan i’tibar (baik sebagai muttabi’ ataupun syaahid). Tidaklah mengherankan jika Ibnu Hajar mengatakan hadits dalam bahasan ini termasuk hadits yang diingkari oleh para ulama.

Oleh karena itu, jika ada yang mengatakan :

” Pada dasarnya para ulama mengingkari hadis tersebut dan cukup dengan melihat matannya mereka menyatakan hadis itu bathil. Oleh karenanya harus ada yang bertanggung jawab untuk kebatilan hadis di atas dan tuduhan disematkan pada Ali bin Zaid”.

adalah perkaaan yang ngawur, asal-asalan, lagi tidak intelek.

Jika kalangan Rafidlah tidak menerima jarh di sisi ini, tidak mengherankan bagi kita. Seekor serigala tentu akan melindungi anaknya.

Pengingkaran ini tidaklah semata-mata hanya karena melihat matan-nya, baru kemudian dicari kambing hitam perawinya, sebagaimana dikatakan dengan seenaknya oleh orang Rafidlah ini. Namun dua-duanya dilihat secara bersamaan.

********

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Apalagi jika kita lihat secara keseluruhan matan haditsnya, ia jelas-jelas bertentangan dengan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

اللهم اجْعَلْه هادياً مَهْدياً، واهْدِ به

“Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah pembawa petunjuk yang memberikan petunjuk. Berikanlah petunjuk padanya dan petunjuk (bagi umat) dengan keberadaannya”.

Ini adalah hadits shahih tanpa ada keraguan.

Apakah mungkin beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh membunuh Mu’awiyyah padahal ia berdoa agar ia diberikan petunjuk dan dapat memberikan petunjuk bagi orang lain ? Apalagi Mu’awiyyah juga seorang sekretaris Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam. Haditsnya shahih, walau ini juga diingkari oleh Syi’ah seperti kebiasaan mereka terhadap Mu’awiyyah. Semoga satu saat nanti saya dimudahkan untuk menulis bahasannya. Hanya saja, dalam kitab mereka (Syi’ah) juga tertulis riwayat sebagai berikut (yang dinisbatkan pada Abu Ja’far Al-Baaqir) :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم - ومعاوية يكتب بين يديه..

“Telah bersabda Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam – dan Mu’awiyyah menulis di hadapan beliau - ….” [Diriwayatkan oleh Ash-Shaduq dalam Ma’aanil-Akhbaar, hal. 346, terbitan Insyiraat Islaamiy dengan tahqiq ‘Aliy Al-Ghifaariy atau 2/438 terbitan Najaf; dengan sanad shahih, para perawinya tsiqah satu persatu sampai Al-Baaqir. Dinukil juga oleh Al-Majlisiy dalam Bihaarul-Anwaar 33/166, 89/36. Ulama mereka yang bernama Al-Ahmadiy Al-Mayaanijiy : “Sesungguhnya sanadnya shahih”. Lihat Makaatibur-Rasuul, 1/119, Daarul-Hadiits].

Dan juga riwayat-riwayat shahih lainnya tentang Mu’awiyyah bin Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhuma.

Maka, sangat sulit dipahami jika beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh Mu’aawiyyah bin Abi Sufyaan (jika berdiri di atas mimbarnya) dengan data-data valid seperti di atas. Lha wong kepada gembong munaafiq yang sudah jelas kemunafiqannya yang bernama Ibnu Saluul saja beliau tidak memerintahkan membunuhnya, apalagi kepada Mu’aawiyyah !! Semua itu hanya dapat dipahami dengan logika ala Syi’ah saja…….

Jadi ini bukan sekedar tuduhan yang tidak jelas tentang logika sirkuler, bahwa jika matannya sudah bathil, maka harus dicari biang keladi penyebabnya dari para perawinya.

CATATAN KECIL :

Coba kita perhatikan tulisan yang antum tunjukkan itu. Pada tulisannya, penulis Rafidlah itu berkata saat membicarakan ‘Aliy bin Al-Mutsannaa :

”Pernyataan ini lebih tepat karena Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat dan telah meriwayatkan darinya sekumpulan perawi tsiqat.

Juga saat membicarakan Mujaalid bin Sa’iid :

” Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 65 bahwa dia salah satu perawi Muslim yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya.

Bagi yang sering mengikuti diskusi saya dengan Penulis Rafidlah tersebut di Blog ini tentu akan mengetahui inkonsistensi pernyataan di atas dengan bahasan-bahasan lain yang ia tulis di Blognya. Atau dengan bahasa sederhana, manhajnya dalam jarh dan ta’dil tidak jelas. Mengambil perkataan yang hanya mendukung bid’ah Rafidlahnya saja…..

Wallaahu a’lam

Anonim mengatakan...

Ustadz, ada tulisan dari secondprince yg sudah lama, tapi belum ada yg membantah yaitu di: http://secondprince.wordpress.com/2008/12/20/kedudukan-hadis-%E2%80%9Cya-allah-jadikanlah-muawiyah-seorang-yang-memberi-petunjuk%E2%80%9D/
Intinya, dia tetap berpegang kepada alasan bahwa riwayat ini mudhtharib. Bisakah antum menjawabnya satu persatu? Supaya hilang syubhat ttg keabsahan hadits ini. Syukran.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebenarnya,.... jika antum perhatikan benar-benar artikel saya di atas sudah cukup untuk menjawab tulisan tersebut. Karena sewaktu menulis, saya juga menggunakan referensi tulisannya.

Anshari Taslim mengatakan...

Ada satu hadits lagi dari Abdurrahman bin Abu Amirah atau Umairah, yaitu dgn redaksi, "Ya Allah ajarkan padanay (Muawiyah) Al Kitab dan hisab, dan bebaskan dia dari azab".
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam At Taarikh Al Kabir dan Ath Thabarani dalam Musnad Syaamiyyiin dari Abu Mus-hir dgn sanad yg sama.
Dengan itu, berarti hadits ini sanadnya shahih, hanya saja gharib dari Abdurrahman bin Umairah sebagaimana kata Ibnu Asakir. Tapi kalaupun gharib namun perawinya tsiqah tetap bisa dijadikan hujjah. Sekaligus menjadi dikuatkan oleh riwayat Irbadh bin Sariyah yg lemah lantaran ke-majhul-an Al Harits bin Ziyad.
Wallahu a'lam.

Anonim mengatakan...

secondprince kembali menjawab krtikan antum tuh...........

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Makasih,…. Sedikit saya jawab sebagai berikut :

Pembicaraan tentang ‘Aliy bin Al-Mutsannaa.

Mengenai Sallaam bin Sulaimaan Abul-Mundzir Al-Muzanniy Al-Bashriy. Orang Raafidlah tersebut mempermasalahkan jarh Ibnu Ma’iin yang katanya perkataannya laisa syai’ ini tidak selalu mengkonsekuensikan jarh. Ini terlalu mengada-ada. Lantas apa artinya perkataan Ibnu Ma’in saat ia ditanya : “Apakah ia seorang yang tsiqah ?. Maka Ibnu Ma’in menjawab : “Tidak”.

Perkataan laa syai’ atau laisa bi-syai’ secara umum merupakan bentuk jarh Ibnu Ma’in pada perawi yang matruuk atau muttaham (tertuduh) atau laisa bi-tsiqah (tidak tsiqah). Buktinya adalah dalam kitab Al-Jarh wat-Ta’diil-nya Ibnu Abi Haatim, biografi Khaalid bin Ayyuuub Al-Bashriy, bahwa saat mengomentari Khaalid, Ibnu Ma’iin berkata : “Laa syai’, ya’niy annahu laisa bi-tsiqah (tidak ada apa-apanya,maksudnya yaitu ia bukan seorang yang tsiqah)” [Taisiru ‘Ulumil-Hadiits oleh ‘Amru bin ‘Abdil-Mun’in, hal. 181].
Perkataan ini sangat cocok dengan jawaban Ibnu Ma’in atas pertanyaan Ibraahiim bin Junaid bahwa Sallaam ini tidak tsiqah.

Begitu juga Ibnu Thuhmaan yang meriwayatkan dari Ibnu Ma’in ketika berkomentar tentang ketsiqahannya, bahwa ia berkata : “Laisa bi-dzaaka” [As-Suaalaat, no. 379]. Yaitu ia (Sallaam) ma’ruuf dengan kedla’ifannya [Al-Khulashah fii ‘Ilmil-Jarh wat-Ta’diil, hal. 318 – ada beberapa makna laisa bi-dzaaka dari Yahyaa bin Ma’iin dimana maknanya tergantung pada qarinah-qarinah yang ada].

Apakah ini bukan bentuk jarh ? Bahkan jarh yang sangat jelas dan berat. Lebih jelas dari matahari yang bersinar.

Adapun perkataan bahwa salah satu makna laisa bi-syai’ dari Ibnu Ma’iin adalah haditsnyaberjumlah sedikit, maka itu bersumber dari Ibnul-Qaththaan Al-Faasiy yang tidak bersanad sampai pada Ibnu Ma’iin. Oleh karena itu, sebagian ulama menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan ijtihaad penafsiran dari Ibnul-Qaththaan sendiri atas perkataan Ibnu Ma’iin [Taisiru ‘Uluumil-Hadiits, hal 181 dan Raf’ut-Takmiil hal. 213-220]. Sedangkan makna perkataan Ibnu Ma’iin pertama yang saya sebutkan telah disebutkan oleh para ulama muhadditsiin yang bersumber dari penjelasan Ibnu Ma’iin sendiri. Tentu saja, jika kita ingin mentarjih, perkataan Ibnu Ma’iin sendiri yang menjelaskan maksud perkataannya lebih dikedepankan daripada selainnya.

Perkataannya pula bahwa tidak setiap ungkapan jarh wat-ta’dil itu ada asal penukilannya. Ini memang betul. Makanya itu, kita perlu meneliti, mana yang benar dari ungkapan-ungkapan jarh dan ta’dil tersebut saat kita ingin melakukan pentarjihan. Apalagi di sini jelas ternukil dua perkataan yang saling bertolak-belakang dari Ibnu Ma’iin. Jika kita dihadapkan pada perkataan Ibnu Ma’iin yang satu ada sumber penukilannya dan yang lain tidak ada, mana kira-kira yang akan kita pilih ? Kalau orang Raafidlah tersebut tentu akan memilih sumber yang tidak memiliki asal penukilannya, karena kebetulan sesuai dengan apa yang ditujunya.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sedangkan perkataan Abu Haatim : “Shaduuq shaalihul-hadiits", maka Ibnu Abi Haatim telah menjelaskan berbagai peristilahan jarh dan ta’diil dalam kitabnya. Ibnu Abi Haatim berkata perihal peristilahan dalam kitabnya Al-Jarh wat-Ta’diil : “Apabila dikatakan : Sesungguhnya ia seorang yang jujur (shaduuq), tempatnya kejujuran (mahaluhush-shidq), atau tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bihi); maka ia termasuk orang yang ditulis haditsnya, dan harus dilihat/diteliti padanya (wa yandhuru fiih)”.
Maksud diteliti di sini adalah sifat kedlabth-annya. Jika diketahui ia seorang yang bermasalah dengan ke-dlabth-annya, maka haditsnya dla’iif – sebagaimana dijelaskan Ibnu Shalaah dalam Muqaddimah-nya (hal. 158). Namun jika sebaliknya, haditsnya hasan.
Sebagian ulama lain mengatakan bahwa lafadh shaduuq ini menunjukkan diterima haditsnya sebagai hujjah dengan martabat hasan, karena Abu Haatim sendiri beberapa kali berhujjah dengan perawi yang ia sifati dengan shaduuq.

Adapun perkataan ‘shaalihul-hadiits’, Ibnu Abi Haatim berkata : “Apabila dikatakan ia seorang yang shaalihul-hadiits, maka ia ditulis haditsnya untuk i’tibar”. Oleh karena itu, kalimat shaalihul-hadiits ini merupakan penjelas dari kata shaduuq yang dimaksudkan oleh Abu Haatim, yaitu orang tersebut jujur dan haditsnya ditulis untuk i’tibar.

Penilaian Abu Dawud : laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya), maka ini memang jenis lafadh ta’dil. Tapi tentu saja harus dibandingkan dengan komentar para ulama yang lainnya.

Nah, dalam kasus Sallaam bin Sulaimaan bin Abil-Mundzir ini seperti apa ? Telah nyata jarh Ibnu Ma’iin sebagaimana telah lewat. As-Saajiy telah merinci jenis kelemahannya yaitu : “Laisa bi-mutqin fil-hadiits”.

Saya tambah : Terdapat nukilan dari Al-Mughlathaiy bahwa Ibnu ‘Uyainah berkata : “Kaana rajulan ‘aaqilan” [Al-Ikmaal, 2/lembar 150]. Lafadh ini menurut ilmu hadits bukan lafadh ta’dil yang mu’tamad. Sedangkan perkataan Al-Bukhaariy dalam Al-Kabiir bahwa Sallaam ini lebih hapal hadits ‘Aashim daripada Hammaad bin Zaid, maka dalam hal ini ia bawakan dengan shighah tamridl dari Hammaad bin Salamah. Shighah ini merupakan shighah periwayatan yang lemah menurut ahli hadits. Atau setidaknya, Al-Bukhariy sendiri tidak memastikan keshahihan penukilan ini.

Maka, sangat jelas kedudukan Sallaam bin Sulaimaan bin Abil-Mundzir adalah seorang perawi yang lemah dari sisi hapalannya (tidak mutqin). Ini termasuk jenis jarh yang dijelaskan (mufassar) – sebagaimana sering ia minta dalam bahasan ini.

Sedangkan penolakannya atas kesimpulan Al-‘Uqailiy bahwa hadits itu tidak mempunyai mutaba’ah, maka kita lihat. Apakah kita lihat mutaba’ah-nya bisa menguatkan apa tidak. Dan sebagai pengingat bahwa orang Raafidliy tersebut telah mengatakan sebab pengingkaran para ahli hadits terhadap hadits tersebut :

“Kebanyakan mereka hanya menyebutkan sanad ‘Amru bin ‘Ubaid, sanad ‘Ali bin Zaid, dan sanad Mujallid”.

Jadi, para ulama ahli hadits menganggap riwayat-riwayat tersebut merupakan riwayat yang munkar.

Dan di sini saya perlu tegaskan makna laa yutaabi’u ‘alaa hadiitsihi jika disematkan pada seorang perawi menurut ahli hadiits adalah bahwa perawi tersebut tidak dikenal sebagai perawi yang tsiqah. Jika perawi tersebut dikenal sebagai perawi tsiqah, maka penyendiriannya diterima dan tidak memudlaratkannya. Ini dikatakan oleh Ibnul-Qaththaan [lihat Bayaanul-Wahm wal-Iihaam, 5/363].

Oleh karena itu, sisi ta’dil mana yang bisa lebih diutamakan dengan perkataan jarh semisal sehingga membawa Sallaam ini ke derajat hasan?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Catatan :

Perkataan Al-Haafidh bahwa Sallaam ini shaduuq yahimu adalah sudah tepat sebagaimana perincian di atas. Adapun perkataan Adz-Dzahabiy bahwa ia men-tsiqah-kan Sallaam - sebagaimana dikatakan oleh orang Raafidlah tesebut - adalah benar. Ada nukilan perkataan dalam Man Tukullima fiihi Wahuwa Muwatstsaq, no. 140. Namun perlu digarisbawahi bahwa Adz-Dzahabiy juga memasukkannya dalam kitab Dlu’afaa’-nya seperti Al-Mughniy, Ad-Diwan, dan Dzail Ad-Diiwaan. Pentarjihan dari perkataan Adz-Dzahabiy tentu harus melihat data jarh dan ta’dil para ulama terdahulu dimana Adz-Dzahabiy menyimpulkannya.

Sedangkan ‘Aashim bin Bahdalah, saya sepakat dengan perkataan orang Raafidlah tersebut. Dan saya pun telah mengatakan bahwa haditsnya hasan, karena ada permasalahan dalam hapalannya. Jadi saya kira tidak perlu buang energy untuk membahasnya.

Oleh karena itu, kesimpulan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baladzuriy ini adalah dla’iif. Bukan hasan li-dzaatihi sebagaimana klaim orang Raafidlah tersebut.

**********

Pembicaraan tentang ‘Aliy bin Al-Mutsannaa..

Ia telah ditsiqahkan oleh Ibnu Hibbaan semata, tanpa diikuti oleh yang lain. Para ulama telah mengkritik tautsiq Ibnu Hibbaan dalam kitab Ats-Tsiqaat. Ia telah membuat satu kaedah dalam kitabnya yang menyelisihi jumhur ulama dimana perawi yang hilang majhul ‘ain-nya, maka ia termasuk tsiqah. Atau kalimat mudahnya, ia sering mentsiqahkan para perawi majhul. Ini manhaj yang mengherankan menurut jumhur. Oleh karena itu, tautsiq Ibnu Hibbaan ini tidak boleh diandalkan jika ia bersendirian – sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dan yang lainnya. Memang benar, jika ada sekumpulan perawi tsiqah meriwayatkan darinya, maka haditsnya bisa dijadikan hujjah. Namun pertanyaannya : “Apakah yang meriwayatkan darinya hanya perawi tsiqah atau campuran antara perawi tsiqah dan dla’iif ? Jika kedudukannya adalah yang kedua, maka ia tidak lebih seperti perawi yang lainnya yang tetap harus ditimbang dengan kaedah jarh dan ta’dil lainnya. Juga, penerimaan tautsiq Ibnu Hibban atas ‘Aliy bin Al-Mutsannaa pun (jika tidak ada ahli hadits lain yang mentautsiqnya) tetap diikat dengan satu persyaratan lain : Jika tidak ada ahli hadits lain yang men-jarh-nya. Nah, bukankah di sini Al-Azdiy mendla’ifkan ‘Aliy bin Al-Mustannaa ? Dan bukankah Ibnu ‘Adiy juga mengisyaratkan kedla’ifannya sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam At-Tahdziib ?

Sebenarnya tautsiq Ibnu Hibbaan ini dapat diterima/dipertimbangkan walau ia bersendirian, jika ia menyebutkan secara jazm lafadh tautsiq-nya sebagaimana dijelaskan oleh Al-Mu’allimiy Al-Yamaaniy dalam At-Tankiil dan yang lainnya dari kalangan muhadditsiin. Namun dalam kitab Ats-Tsiqaat (no. 14493 dan 14508), ia tidak tidak menyebutkan lafadh tautsiq apapun atas diri ‘Aliy bin Al-Mutsannaa.

Oleh karena itu, terlalu terburu-buru jika orang Raafidlah tersebut menyebutkan bahwa jarh Al-Azdiy harus mufassar, karena tautsiq Ibnu Hibbaan itu sendiri belum kokoh untuk diterima. Oleh karena itu, jarh yang mubham pun diterima jika tautsiq-nya sendiri tidak kokoh.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Pembicaraan tentang Al-Waliid bin Al-Qaasim bin Al-Waliid Al-Hamdaaniy

Saya sebenarnya telah membawakan para ulama bahwa ia seorang perawi yang diperselisihkan. Jika orang Raafidlah tersebut mengingkan lafadh jarh yang mufassar, bukankah Ibnu Hibbaan telah mengatakan : “Ia meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan para perawi tsiqah sehingga perkataannya tidak memenuhi syarat sebagai hujjah”.

Perkataan ini menunjukkan bahwa ia sering meriwayatkan hadits-hadits yang munkar. Perkataan Ibnu Qaani’ yang mengatakan bahwa ia shaalih, maka ini jenis ta’diil tingkat rendah dimana haditsnya ditulis sebagai i’tibaar. Ini menggambarkan kekurangan sifat dlabth dari Al-Waliid.

Perkataan Ibnu ‘Adiy yang mensyaratkan adanya pengambilan hadits dari perawi tsiqah dan kemudian diteruskan darinya (Al-Waliiid) perawi tsiqah, maka statusnya laa ba’sa bihi; maka ini menggambarkan keterjagaaan hadits yang ia bawakan dari nakaarah. [silakan baca keterangan peristilahan ini dalam Syifaa’ul-‘Aliil, hal. 125]. Saya dalam keterangan sebelumnya hanya memberikan konsekuensi penghukuman hadits yang ia bawakan. Bukan pada status keadaan dirinya, apakah ia seorang lemah atau kuat/terpercaya.

Sedangkan status dirinya sendiri, maka sudah tepat kesimpulan Ibnu Hajar yang mengatakan : shaduuq yukhthi’ (jujur, tapi kadang salah). Riwayatnya dapat dibenarkan jika ada yang menguatkan (dan di sini terdapat isyarat dari Ibnu Hajar bahwa Al-Walid ini seorang yang lemah dari sisi hapalan). Begitu pula dengan Al-Albaaniy yang menyetujui kesimpulan Ibnu Hajar di atas. Adapun Adz-Dzahabiy, jika orang Raafidlah tersebut menyebutkan bahwa ia (Adz-Dzahabiy) mentsiqahkan dalam Al-‘Ibar, maka ia juga berkata dalam kitabnya yang lain (Al-Jarh wat-Ta’diil no. 2502) : “Maa huwa bil-qawiy (Ia bukanlah seorang yang kuat)”. Bukankah ada korelasinya (masuk akal) jika ia memasukkannya ke kitab Al-Mughniy fidl-Dlu’afaa’ ? Kalau kita ingin menjamak perkataan Adz-Dzahabiy, maka bisa dikatakan bahwa ia bagus dalam ‘adalah-nya, namun kurang dalam ke-dlabth-annya.

Sedangkan penukilan ta’dil Ibnu ‘Imaad (wafat : 1032 H) dalam Syadzdzaratudz-Dzahab, maka itu harus dipahami dari penyimpulannya atas perkataan ulama mutaqaddimiin. Dan ini juga harus ditimbang dengan analisis perkataan ulama mutaqaddimiin.

Adapun penyimpulan At-Tirmidziy atas hadits no. 3590 dengan : “Hadzaa hadiitsun hasanun ghariibun min hadzal-wajh” ; yang dengannya orang Rafidlah tersebut beranggapan sebagai ta’dil kepada Al-Waliid bin Al-Qaasim, maka sangat layak mendapatkan kritik. Telah ramai pembicaraan peristilahan ini dari kalangan muhaqqiqiin bahwa perkataan hasan ghariib dari At-Tirmidziy bisa merupakan bentuk tashiih/tahsin ataupun tadl’iif. Mau contoh bahwa istilah itu bisa diartikan sebagai pendla’ifan sebagian perawinya ? Silakan cek di hadits no. 4033 dimana At-Timridziy berkata : “Ini adalah hadits hasan ghariib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Asy’ats As-Samaan Abur-Rabii’, dari ‘Aashim bin ‘Ubaidillah. Dan Asy’ats ini dilemahkan dalam hadits”.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Pembicaraan tentang Mujaalid bin Sa’iid Al-Hamdaaniy

Telah saya katakan bahwa jumhur muhadditsiin melemahkannya dari sisi hapalannya. Dan ia pun mengakuinya. Tapi aneh kalau sebelum memberikan fakta, orang tersebut memberikan status bagi Mujallid : “perawi yang hasan hadisnya dengan penguat dari yang lain”. Ini namanya pingin membuat opini. Kalau ingin mengetahui status seorang perawi, maka tidak ada hubungannya dengan penguat. Adapun penguat, maka itu dilihat satu persatu dari hadits yang dibawakannya.

Nah, khusus untuk hadits Mu’awiyyah ini, Ibnu ‘Adiy dan Ibnul-Jauziy mengatakan “sebagian huffadh” mengatakan Mujaalid ini mencuri hadits dari ‘Amr bin ‘Ubaid, lalu menceritakan dengannya dari Abul-Wadaak, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy. Salah satunya adalah Al-Jurqaaniy. Lantas, bagaimana jarh ini menjadi sesuatu yang tidak mungkin bagi orang Raafidlah tersebut ? Apalagi ia malah membuat apologi pengandaian ‘Amr bin ‘Ubaid yang mencuri hadits dari Mujaalid. Ada gak data atas perkataan ini ?

Jarh Al-Jurqaaniy, Ibnu ‘Adiy, Ibnul-Jauziy, dan yang lainnya itu bukanlah satu yang tidak mungkin, karena beberapa muhaddits mengalamatkan jarh yang keras kepada Mujaalid. Misal Ahmad bin Hanbal yang berkata : Laisa bi-syai’ [Asamiyudl-Dlu’afaa’, no. 334]. Bukankah ini jarh yang pada asalnya tertuju pada sifat ’adalah-nya ?

Jika orang Raafidlah itu mengatakan : “Lagipula hadis Mujalid itu riwayat Abu Sa’id sedangkan hadis Amru adalah hadis Hasan Al Basri dan hadis Abu Sa’id tidak hanya diriwayatkan oleh Mujalid tetapi juga diriwayatkan oleh Ali bin Zaid. Jadi menuduh Mujalid mencuri hadis ini sungguh mengada-ada”.

Justru yang dikatakan oleh Al-Jurqaaniy, Ibnu ‘Adiy, dan Ibnul-Jauziy itu merupakan salah satu bentuk pencurian hadits. Ia (Mujaalid) mencuri hadits ‘Amru bin ‘Ubaid (yang berasal dari Al-Hasan secara mursal) dan kemudian ia nisbatkan dari Abul-Wadaak. Coba kita kaji kembali tentang makna pencurian hadits.

Orang Raafidlah tersebut tidak menerima jarh Al-Jurqaaniy, Ibnu ‘Adiy, dan Ibnul-Jauziy kepada Mujaalid sah-sah saja. Hak dia untuk itu – sebagaimana kita ‘maklumi’. Namun setidaknya hal ini memberikan informasi pada kita bahwa periwayatan Mujaalid dari Abul-Wadaak tentang hadits Mu’aawiyyah memang sangat bermasalah di sisi muhadditsiin.

Tentang riwayat Al-Hasan Al-Bashriy, maka ia adalah riwayat mursal. Bukan riwayat yang marfu’. Selain itu, bisakah kita dipastikan kebersambungan sanad antara Isma’il bin Abi Khaalid dan Al-A’masy dengan Al-Hasan Al-Bashriy – dengan pengetahuan bahwa keduanya (Isma’il dan Al-A’masy) adalah dua orang mudallis ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Pembicaraan tentang ‘Aliy bin Zaid bin Jud’aan

Orang ini telah dicacat oleh banyak ulama. Dan telah disebutkan, diantara jarh para ulama tersebut adalah adanya penyifatan tasyayyu’. Bahkan Ibnu ‘Adiy telah mengatakan bahwa ia seorang yang berlebih-lebihan dalam paham tasyayyu’-nya itu. Yaziid bin Zura’i mensifatinya sebagai seorang Raafidlah. Jadi kita harus memahami bahwa ‘Aliy bin Zaid ini seorang yang ghulluw (berlebih-lebihan) dalam tasyayyu’-nya dan sekaligus sebagai seorang Raafidlah.

Para ulama telah membahas panjang lebar tentang riwayat seorang berpemahaman bid’ah (ahli bid’ah). Ada yang menghimpun empat pendapat ahli hadits mengenai diterima tidaknya periwayatan dari orang yang disifati dengan kebid’ahan yang tidak mengkafirkan pelakunya (ghairu mukaffirah).

Diantara pendapat yang kuat mengatakan bahwa ia bisa diterima dengan syarat ia seorang yang jujur dan ia tidak membawakan hadits yang menguatkan kebid’ahannya.

Di sini, dengan sifat kelemahan hapalannya dan sifat jujurnya (sebagaimana dikatakan sebagian huffadh), bukankah ia sedang membawakan hadits yang menguatkan kebid’ahannya ? Apalagi tidak ada perawi tsiqah yang mengikuti periwayatannya dari Abu Nadlrah.

[hal yang sama bahwa Ahlus-Sunnah tetap meneliti riwayat orang Naashibiy yang berisi celaan terhadap ‘Aliy bin Abi Thaalib].

‘Amru bin ‘Ubaid tidak Berdusta ?

Orang Raafidlah tersebut mengatakan bahwa ‘Amr bin ‘Ubaid tidak berdusta dalam periwayatan, karena alasannya Al-Hasan Al-Bashriy telah shahih (walaupun mursal) dalam periwayatan hadits ini.

Bagaimana bisa ia ngomong seperti itu ? Para ulama telah menyifati ‘Amr bin ‘Ubaid dengan sifat pendusta dan pemalsu hadits dalam sifat-sifat umum pada dirinya (tidak terbatas hadits ini saja). Maka sudah sangat layak jika Ayyub As-Sikhtiyaaniy mendustakan ‘Amr bin ‘Ubaid.

Kedla’ifan Hadits Keutamaan Mu’awiyyah

Inilah satu kekurangcanggihan penilaiannya terhadap hadits ini. Ia mengatakan bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah ini seringkali disebutkan dengan nama lain dalam beberapa riwayat; sehingga dengan itu ia klaim sebagai hadits mudltharib. Ya ini lah dia…. Para ulama ahli hadits telah menjelaskan selama orang tersebut maksudnya adalah satu orang, maka kekeliruan nama tidak masalah dan bukan termasuk idlthirab. Coba deh tengok dalam buku-buku biografi, semua nama yang disebutkan itu adalah nama bagi satu orang : ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah. Jika setiap kekeliruan penyebutan nama disebut sebagai idlthirab, maka banyak sekali riwayat-riwayat idlthirab di mata orang Raafidlah ini. Lagi pula, sudah saya tampilkan sebagian besar riwayat (tidak semua) dalam jalan-jalan sanadnya. Jumhur ulama menyebutkan ‘Abdurrahman bin ‘Amiirah. Jika demikian, apa kita tidak bisa memberikan tarjih dari sisi penisbatan nama ‘Abdurrahman ini ? Mudah sekali,…. Namun dibuat tidak mungkin/susah bagi teman Rafidlah kita ini. Karena, jika jalan pentarjihan bisa ia ditempuh, tentu saja hal itu sangat menggusarkannya. Dalam ilmu ushul, aspek tarjih dengan membandingkannya terhadap riwayat jama’ah adalah sangat dimungkinkan. Tapi tidak mungkin bagi orang Raafidlah tersebut. Maklum,…Syi’ah sih…

Adapun klaim bahwa perbedaan penyebutan nama – yang kemudian ia klaim sebagai bentuk idlthirab – berasal Sa’iid bin ‘Abdil-‘Aziiz, maka tidak berterima. Apalagi orang Raafidlah itu mengatakan bahwa saya tidak paham ta’lil-nya terhadap riwayatnya. Justru dalam artikel di atas menyebutkan jawaban yang pas sesuai dengan ta’lil yang dialamatkan kepadanya. Dari sisi kedudukan, ia adalah imam yang tsabt lagi mutqin dalam hadits. Sebagian ulama mendudukannya lebih tinggi daripada Ats-Tsauriy. Adapun perkataan bahwa ia berubah hapalannya di akhir hayatnya, maka juga telah saya jawab. Silakan baca lagi. Males saya nulisnya kembali….. Lantas apalagi yang tersisa kalau bukan rekayasa ?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Penyimpangan Mu’awiyyah ?

Ia menyebutkan beberapa ‘penyimpangan’ Mu’awiyyah – sebagaimana hobi lamanya – dalam tulisannya tersebut dan mengatakan bahwa hadits doa Nabi bertentangan dengannya.

Kita paham pola pikir Syi’ah Raafidlah yang sangat membenci Mu’awiyyah dan mengkafirkannya. Jadi, sangat wajar bahwa semua hadits yang nyrempet-nyrempet keutamaan Mu’wiyyah ditolak dan dianggap bertentangan. Kita memahami hadits tersebut bahwa ijtihad Mu’awiyyah memerangi ‘Aliy bin Abi Thaalib adalah kekeliruan yang tidak boleh untuk diikuti. ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu adalah pihak yang berada di atas kebenaran dalam pertikaian itu. Dan tahdziir Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun harus dipahami dalam skup itu. Perkataan : “Mengajak ke neraka” bukan berarti kafir ada di neraka.

Akan tetapi, kekeliruan tersebut telah diampuni oleh Allah ta’ala.

عن أم حرام: أنها سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (أول جيش من أمتي يغزون البحر قد أوجبوا). قالت أم حرام: قلت: يا رسول الله أنا فيهم؟ قال: (أنت فيهم)......

Dari Ummu Haraam : Bahwasannya ia mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pasukan pertama dari kalangan umatku yang berperang di lautan, sungguh telah diwajibkan atas mereka (balasan surga)”. Aku berkata : “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka ?”. Beliau bersabda : “Ya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no. 2766 – free program islamspirit].

Sudah diketahui bahwa Mu’awiyyah lah yang pertama kali memimpin pasukan di lautan, dan Ummu Haram ikut bersamanya.

عن أم حرام بنت ملحان قال: نام النبي صلى الله عليه وسلم يوما قريبا مني، ثم استيقظ يبتسم، فقلت: ما أضحكك؟ قال: (أناس من أمتي عرضوا علي، يركبون هذا البحر الأخضر، كالملوك على الأسرة). قالت: فادع الله أن يجعلني منهم، فدعا لها، ثم نام الثانية، ففعل مثلها، فقالت مثل قولها، فأجابها مثلها، فقالت: ادع الله أن يجعلني منهم، فقال: (أنت من الأولين). فخرجت مع زوجها عبادة بن الصامت غازيا، أول ما ركب المسلمون البحر مع معاوية، فلما انصرفوا من غزوهم قافلين فنزلوا الشأم، فقربت إليها دابة لتركبها فصرعتها فماتت

Dari Ummu Haraam binti Milhaan ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidur pada satu hari dekat denganku. Kemudian beliau bangun dan tersenyum. Lalu aku bertanya : “Apa yang membuatmu tertawa (wahai Nabi) ?”. Beliau menajwab : “Sekelompok manusia di dari kalangan umatku ditampakkan kepadaku yang mengarungi lautan biru ini. Seperti halnya raja-raja di atas singgasana”. Aku bertanya : “Berdoalah kepada Allah untukmenjadikanku termasuk di kalangan mereka”. Maka beliau pun berdoa untuknya. Lalu beliau kembali tidur. Beliau pun terbangun dan berkata sebagaimana sebelumnya. Aku pun kembali berkata sebagaimana sebelumnya, dan beliau pun menjawabnya sebagaimana sebelumnya pula. Aku berkata : “Berdoalah kepada Allah untuk menjadikanku termasuk dari kalangan mereka”. Beliau bersabda : “Engkau termasuk golongan yang pertama”. (Anas bin Maalik berkata : ) Ummu Haram pun keluar bersama suaminya ‘Ubaadah bin Ash-Shaamit untuk berperang di pasukan pertama kaum muslimin yang mengarungi lautan bersama Mu’awiyyah. Ketika peperangan tersebut telah usai, mereka singgah di Syaam, lalu diserahkan kepadanya kuda tunggangan. Kuda tersebut membuatnya jatuh hingga meninggal dunia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2646 – free program islamspirit].

Jika kita melihat ini, maka tidak ada yang musykil. Seorang yang didoakan mendapat hidayah dan dapat memberi hidayah kepada orang lain tidak menafikan bahwa ia pernah melakukan kekeliruan yang mendapatkan ancaman dosa.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Dan ngomong-ngomong, Al-Hasan bin ‘Aliy pun akhirnya menyerahkan kekuasaannya pada Mu’awiyyah demi menjaga persatuan di antara kaum muslimin, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kalau memang Mu’awiyyah itu kafir ahli nereka, seharusnya Al-Hasan tidak menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Mu’awiyyah, karena haram hukumnya secara asal menyerahkan kekuasaan pada orang kafir berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ kaum muslimin. Kecuali jika Syi’ah ingin mengatakan bahwa Al-Hasan sedang bertaqiyyah……

Tautsiq Ibnu Hibbaan Dan Al-Bukhariy

Orang Raafidlah tersebut menganggap bahwa ia konsisten dalam hal ini. Kalau ia merefresh pada diskusi hadits ruyah, coba deh diinget-inget saya ia berkata :

Khalid bin Al Lajlaaj disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 215 bahwa tidak ada yang mentsiqahkannya kecuali Ibnu Hibban memasukkannya ke dalam Ats Tsiqat. Hal ini menunjukkan bahwa Khalid tidak dikenal kredibilitasnya atau walaupun ia adil tetapi bisa saja bermasalah dalam hal kedhabitannya (hafalannya).

Ya kalau ini dianggap konsisten, ya terserahlah…… Harusnya kalau mau konsisten, sekarang ia harus mengatakan bahwa orang yang tidak dita’dilkan oleh para ahli hadits selain Ibnu Hibbaan adalah majhuul. Bukan begitu ? Tengok tuh pembahasan 'Aliy bin Al-Mutsannaa.

Mengenai perkataannya : ” Disebutkan dalam At Tahdzib juz 10 no 65 bahwa dia salah satu perawi Muslim yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya ; juga dianggap sudah konsisten…. ya terserah juga. Padahal sebelumnya ia mengkritik pernyataan saya bahwa tashhiih Al-Bukhaariy terhadap satu hadits pada asalnya merupakan isyarat tashhih terhadap sanad sekaligus perawinya (ta’dil). Silakan diingat-ingat kembali….. Maka sangat mengherankan jika orang tersebut berkelit : Perlu diingatkan, perkataan di atas bukanlah hujjah bagi kami karena kami sendiri menyebutkan kalau hadis Mujalid tersebut dhaif tetapi dikuatkan oleh sanad lain sehingga menjadi hasan lighairihi; sangat mengada-ada. Lantas apa arti perkataannya sebelumnya : yang berarti Muslim memberikan predikat ta’dil padanya. Kontradiktif bukan ?

Kalau ia membicarakan perkataan Al-Bukhaariy terhadap ‘Abdurrahmaan bin ‘Aisy, justru sebenarnya ia hanya sekedar mencari-cari alasan saja dan tidak berusaha untuk menjamaknya. Memang ada dua perkataan Al-Bukhaariy terhadap ‘Abdurrahmaan, yang satu menisbatkan bahwa haditsnya mudltharib, dan yang lain menyatakan haditsnya shahih. Bukankah mudah untuk dipahami bahwa beberapa jalur hadits ‘Abdurrahmaan ini adalah mudltharib, namun ada jalur lain yang shahih – menurut Al-Bukhaariy. Bersamaan dengan itu kita pahami bahwa ‘Abdurrahmaan ini tsiqah, namun ia mempunyai hadits yang mudltharib (dalam sebagian jalannya) ? Mudah sebenarnya….tapi jadi susah di mata teman Raafidlah kita ini.

Kesimpulannya

Hadits perintah membunuh Mu’awiyyah itu adalah lemah dari segala jalan sanadnya dan bertentangan dengan akal sehat dan dalil shahih. Selain itu, hadits tersebut merupakan hadits yang diingakri oleh jama’ah ahli hadits mutaqaddimiin dan muta’akhkhiriin. Lantas, bagaimana bisa dikatakan saling menguatkan jika padanya terdapat nakarah (selain sanadnya juga dla’if dan dla’if jiddan) ? Pendek kata, hadits di atas adalah munkar dan tidak bisa dipakai sebagai hujjah dan i’tibar sebagaimana telah diketahui dalam ilmu mushthalah.

Wallaahu a’lam.

Itu saja yang dapat saya komentari. [padahal banyak sekali yang bisa diuraikan dari tulisannya, termasuk tulisan-tulisannya sebelumnya yang saya berhenti untuk menanggapi, karena gak banyak manfaatnya].

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

KOREKSI :

Dalam komentar saya sbelumnya atas perawi Al-Waliid bin Al-Qaasim (yaitu komentar tanggal 22 Desember 2009 17:31), saya menguatkan perkataan Ibnu 'Adiy.

Dan setelah itu, pada komentar saya barusan (tanggal 5 Februari 2010 09:04), saya mengatakan bahwa maksud perkataan Ibnu 'Adiy di atas adalah 'jaminan' atau maka ini menggambarkan keterjagaaan hadits yang ia bawakan dari nakaarah.

Sebagai amanat ilmiah saya sampaikan (dan itu tertinggal dari komentar saya di atas) bahwa maksud perkataan Ibnu 'Adiy : idzaa rawaa ‘an tsiqah wa rawaa ‘anhu tsiqah, falaa ba’sa bihi adalah : Pada asalnya perawi tersebut adalah laa ba'sa bihi (sehingga asal status haditsnya adalah hasan). Namun jika ada nakaarah dalam hadits yang ia bawakan, maka itu berasal dari syaikhnya atau ashhaabnya [Syifaaul-'Aliil, hal 125].
Dan memang semula saya menjustifikasi ia perawi yang laa ba'sa bihi. Hadits dapat diterima jika meriwayatkan dari perawi tsiqah dan meriwayatkan darinya perawi tsiqah.

Namun setelah saya baca kembali, termasuk jarh yang diberikan Ibnu Hibbaan, maka nampak bagi saya bahwa ia adalah perawi dla'iif, bukan laa ba'sa bih. Dla'iif, dengan kedla'ifan di sisi kedlabithannya. Ini sebagaimana penjelasan Al-Albaaniy dalam Adabuz-Zifaaf.

Ini sedikit penegasan dan tambahan keterangan saya dari apa yang dituliskan.

Wallaahu a'lam bish-shawwaab.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

KOREKSI 2 :

Kembali saya memberi catatan tambahan untuk memperjelas. Ada kekeliruan pengetikan. Pada komentar saya tentang Al-Waliid bin Al-Qaasim (tanggal 5 Februari 2010 09:04)tertulis :

Telah ramai pembicaraan peristilahan ini dari kalangan muhaqqiqiin bahwa perkataan hasan ghariib dari At-Tirmidziy bisa merupakan bentuk tashiih/tahsin ataupun tadl’iif. Mau contoh bahwa istilah itu bisa diartikan sebagai pendla’ifan sebagian perawinya ? .

Untuk yang diblod, lebih tepatnya adalah tautsiq.

Jadi maksudnya, penghukuman At-Tirmidziy hasan ghariib itu bukan selalu bermakna hadits tersebut adalah hasan lidziitihi yang perawinya juga berstatus hasan (bukan dla'iif). Peristilahan At-Tirmidziy ini memang banyak membuat 'pusing' sebagian muhaqqiqiin sehingga mereka berbeda pendapat tentangnya. Terutama pembahasan mengenai persyaratan hasan yang diberikan At-Tirmidziy.

Anyway, mereka sepakat bahwa diantara hadits yang dihukumi hasan ghariib oleh At-Tirmidzi, perawinya ada yang didla'ifkan oleh At-Tirmidziy sendiri. Alias, status hasan ghariib bukan sebagai jaminan At-Tirmidziy memberikan mentashhihkan sanadnya atau memberikan tautsiq pada semua perawinya. Kadang hadits itu dihukumi hasan ghariib karena keberadaan syawaahid. Inilah yang sempat saya baca penjelasannya dari Dr. Hamzah Al-Malaibariy. Juga Ibnu Taimiyyah dalam Majmuu' Fataawaa. Dan yang lainnya [mis : dibaca beberapa penjelasan dalam Nuzhatun-Nadhar, Fathul-Mughiits, Al-Ba'itsul-Hatsiits, de el el].

Jadi kalau ada yang ingin menjustifikasi bahwa satu perawi mendapat tautsiq dari At-Tirmidziy berdasarkan penghukuman hasan ghariib hendaknya ia memberikan qarinah/keterangan yang menunjukkannya.

[Maap gak bisa diedit langsung di komen, karena Blogspot tidak menyediakan fasilitas edit terhadap koment. Jadinya tambah2 catatan di bawah, daripada saya harus nulis ulang].

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah... barakallahu fiik..

Anonim mengatakan...

Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dalam At-Taariikh (7/328)[53], At-Tirmidziy (no. 3843)[54], dan Ar-Raafi’iy dalam At-Tadwiin (3/455) dari hadits ‘Amr bin Waaqid, dari Yunus bin Maisarah bin Halbas, dari Abu Idris Al-Khaulaaniy, dari ‘Umair bi...n Sa’d secara marfu.

At-Tirmidzi berkata : “Hadits ghariib, dan ‘Amr bin Waqiid dilemahkan (oleh ulama)”.

Bahkan ia seorang yang matruk !! – sehingga sanad hadits tersebut sangat lemah (lihat At-Taqriib hal. 748 no. 5167).

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir (59/84-85)[55] dari dua jalan yang di dalamnya ada ‘Amr bin Waaqid juga, sehingga tidak dipakai.

Hadis ini ia pastikan bahwa pada mata rantai periwayatannya terdapat seorang yang bernama Amr ibn Wâqid ad-Dimasyqi, ia matrûk/harus dibuang hadisnya. (Baca at-Tuhfah al-Ahwadzi,10/ 339-340. al-Maktabab as-Salafiyah- Madinah munawwarah).

Tentang hadis ini ia menegaskan, “Al-Hâfidz berkata, ‘Sanadnya tidak shahih.’”

coba kamu bela 'Amr bin Waaqid...

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Saya ndak paham maksud Anda.... hadits di atas tidak hanya berasal dari jalur 'Amr bin Waaqid.

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum ustadz,

Saya ingin bertanya apakah benar jika Imam Tirmidziy menghukumi sesuatu hadis itu berderajat "Hasan/Hasan Gharib" berarti beliau ingin mengisyaratkan yg hadis tersebut sebagai dhaif/ma'lul??

Memandangkan Imam At Tirmidziy menghukumi hadis Muawiyah r.a ini sebagai "hasan gharib" jadi apakah Imam At Tirmidziy sebenarnya mahu mengartikan hadis ini dhaif/ma'lul.

Sumbernya saya lihat disini ustadz: http://al-fikrah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=116:istilah-hasan--gharib--hasan-gharib-disisi-al-tirmizi-&catid=42:hadith&Itemid=176

Diharapkan ustadz bisa mencerahkan kekeliruan saya.. Syukran