Imsak-Imsak….. Saatnya Berhenti Makan !!


Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Di bawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapa hadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasa untuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari’at Islam.
عَنْ انس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال: تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ.
قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِ وَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ.
Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : ”Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur?”. Ia (Zaid) menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga, sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekati iqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayat sebagai berikut :
1.     Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
2.     Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
3.     Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Abu Zubair, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengar adzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
“Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda : ‘Hendaklah ia minum’” [Diriwayatkan oleh Ahmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Lahi’ah].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Isnad ini tidak mengapa (dapat dipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannya dari Ibnu Lahi’ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalam Nuskhah Abul-‘Abbas Thahir bin Muhammad]”.
Perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi’ah, karena jelek hafalannya. Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma’ (3/153) : “Diriwayatkan oleh Ahmad dan isnadnya hasan”. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : “Hasan lighairihi, dan sanad hadits ini adalah dla’if karena jeleknya hapalan Ibnu Lahi’ah”.
4.     Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla’if, karena tidak diketahui penyimakan ‘Abdullah bin Ma’qil Al-Muzanniy dari Bilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja’far bin Barqan dari Syaddaad maula ‘Iyadl bin ‘Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karena jahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
5.     Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar. Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan ia berkata : “Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anas kecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan dua hadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi’].
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : “Isnad hadits ini hasan”. Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga (seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma’ (3/152)”.
6.     Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia (‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimana dalam Al-Majma’ 3/153 dan ia berkata : “Qais bin Ar-Rabi’ dianggap tsiqah oleh Syu’bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais – ada pembicaraan].
Asy-Syaikh Al-Albani berkata : “Haditsnya (Qais) hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur). Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila ia meriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya, haditsnya dapat dipakai”.
Dr. Muhammad bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy (pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : “Sanadnya dla’if, karena ke-dla’if-an Qais bin Ar-Rabii’”.
7.     Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269 membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupun ta’dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihat keseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].
Dengan melihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampai hampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak ada jeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayat itu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalat shubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulah sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatan mengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatan bid’ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaan imsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
من البدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجر بنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكل والشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولا يعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعد الغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفوا السنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].
Hal di atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandangan adzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagai tanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid’ah dalam agama.
Wallaahu a’lam.
Catatan Penting :
1.     Apa yang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambat makan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh. Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid, maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harus tertinggal shalat berjama’ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaan mengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
2.     Untuk menghindari salah paham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkan kaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Atau bahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokan pada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma’ ulama.
Tulisan ini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak ada dalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzan Shubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangan keutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa’ dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]




[1]      Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanya kekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.

Comments

Unknown mengatakan...

KebanyaKan ngikut RRI.Terutama DIY.Terimakasih

abu aisyah mengatakan...

Alhamdulillah, di Malang ini, terutama di kampung ana banyak yang sudah faham kalau batas sahur itu bukan Imsak, tapi Adzan Subuh.

Wallahu'alam.

Rigih mengatakan...

assalamu'alaykum
ustadz, sebagaimana yg sedang rame dibicarakan mengenai adzan subuh, dimana dikabarkan bahwa adzan subuh mendahului sekian menit dari fajar shodiq. dengan demikian, bagaimana hukum2 syar'i yang berhubungan dengan fajar?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Akh Rigih, silakan baca tulisan yang berjudul : Minum Setelah Adzan Shubuh (yang merupakan penjelasan dari Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah).

Klik : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/09/minum-setelah-adzan-shubuh.html

Sa'ad mengatakan...

Izin mengcopy artikel di atas di blog ana, akh. Sumbernya tetap ana cantumkan dari blog antum.

Syukron ...

Admin mengatakan...

http://warkopmbahlalar.com/2011/08/imsak-pun-dibidahkan-oleh-wahabi/

Haryo ksatrio utomo mengatakan...

Imsak artinya adalah batas wkt makan dan minum atau sahur..dan kita mengakhiri puasa dng azan..begitu juga dng mengawali puasa dng azan. apakah wahabi membidahkan imsak?ya dan tidak. ya, kalo menganggap imsak berarti tdk boleh lagi sahur sebelum azan subuh..maka jelas syariah melarangnya. tidak apabila imsak itu berarti azan subuh itu sendiri.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

@Luqman,... terima kasih atas link kritikannya. Namun saya lihat, penulis tersebut tidak memahami hakekat permasalahan dan justru menggunakan dalil-dalil pembelaan yang tidak pada tempatnya.

Silakan perhatikan 'illat tulisan di atas (yang kemudian menjadi 'illat bid'ah amalan imsak) :

"Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuh berkumandang….. Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atau peringatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid. Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkan lagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagian lain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum)" [selesai].

Apakah artikel warkopmbahlalar itu menjawab permasalahan ini ?. Jawabnya tidak.

Saya kira saya tidak perlu mengulang penulisan artikel di atas. Tapi intinya,... kebiasaan imsak itu tidak ada ada dalilnya. 15 menit sebelum adzan bukanlah waktu makruh atau diharamkan untuk makan dan mengunyah makanan. Bahkan ia masih termasuk keumuman sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam :


ثلاث من أخلاق النبوة : تعجيل الإفطار و تأخير السحور و وضع اليمين على الشمال في الصلاة

“Tiga (perkara) termasuk akhlaq kenabian (yaitu) : menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat” (HR. Thabarani dalam Al-Kabiir sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma’uz-Zawaaid 2/105, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihu Al-Jami’ish-Shaghiir 1/583 no. 3038).

Buktinya telah saya tuliskan di atas.

Imsak makan dan minum yang disyari'atkan adalah sebagaimana firman Allah ta'ala :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” [QS. Al-Baqarah : 187].

Saya kira ini jelas.

Adapun perkara seseorang berhenti makan beberapa saat sebelum adzan untuk mempersiapkan menuju masjid shalat berjama'ah, maka itu lain perkara.

Perkataan dalam artikel warkopmbahlalar bahwa dalam perkataan Ibnu Hajar yang saya kutip di atas sama sekali tidak menyebutkan kata 'imsak', maka itu kembali ke pernyataan di awal komen : Karena penulis itu tidak memahami hakekat permasalahan.

Coba Anda perhatikan kata-kata Ibnu Hajar :

"Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan” [Fathul-Baariy, 4/199].

Semoga Anda memahami....

Aqil mengatakan...

Imsak adalah hanya peringatan, lebih jelasnya silahkan kunjngi kami di www.warkopmbahlalar.com

Anonim mengatakan...

Wahabi membidahkan imsyak (sblum adzan
ibnu hajar membidah mungkar imsyak ini
kesimpulannya "dan Ibnu hajar beraliran Wahabbi..."
Arif Rahmman H

Anonim mengatakan...

salam ostaz, moga ditanggapi artikel ini

http://www.aswj-rg.com/2015/06/analisis-ilmiah-dan-menjawab-syubhat-abul-jauzaa-terhadap-waktu-imsak.html

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Tidak perlu. Saya kira artikel di atas sudah jelas menggambarkan kebiasaan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat adalah mengakhirkan makan sahur hingga menjelang waktu Shubuh. Bahkan sebagian di antara mereka ketika tengah melakukan sahur, dikumandangkan adzan. Silakan baca : Hadits Sahur Ketika Adzan Berkumandang.

Yang jadi point di sini adalah kebiasaan imsak. Ada tidak dalilnya ?.

Puasa dimulai dari fajar shadiq hingga tenggelam matahari. Semenit sebelum terbitnya fajar (adzan Shubuh), masih termasuk waktu utama makan sahur. Bukan waktu makruh. So, penyariatan waktu imsak ini tidak ada dalilnya. Bid'ah dalam agama.

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Sebagai tambahan, silakan baca : Maksud 50 ayat.

hukum puasa mengatakan...

tambah semangat puasa
terima kasih infonya

Anonim mengatakan...

Inti nya.. Rosululloh adlah orng yg plng mngerti syariat, dn stiap syariat yg d.cntohkan bliau bkan dr (nafsu) keinginn bliau sndri. Stiap syariat nya adlah dr Alloh. bliau orng yg pling berhti2 dlm mnjlankan syariat ini. Jd jgn jdikan imsak sbgai alsan qt tuk lbh berhti2. Adkah orng dr qt ini yg lbih berhti2 dr pd Rosululloh? Yg pnya syariat ini Alloh. Ya akhi. Ckupkanlah ibdah qt hnya dg yg sdh d.cntohkan Beliau. Tdk perlu qt mnambah2 nya lg.. agama ini sdh smpurna. Qt tdk lbih pintar dr Rosululloh..