Di kalangan ulama madzhab Hanafiyyah, setidaknya terdapat 3 (tiga) kitab ‘aqidah yang dinisbatkan kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullahu ta’ala, yaitu :
1. Al-Washiyyah.
2. Al-Fiqhul-Absath.
3. Al-Fiqhul-Akbar.
Namun, di kalangan muhaqqiq terdapat pembicaraan mengenai kebenaran nisbah kitab-kitab tersebut kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah. Berikut penjelasannya :
1. Kitab Al-Washiyyah.
Sebagian ulama Hanafiyyah muta’akhkhiriin beranggapan bahwa Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’maan telah menuliskan sebuah kitab menjelang wafatnya, seperti halnya sebuah wasiat, kepada para shahabatnya. Kitab tersebut berisi tentang permasalahan ushuuluddiin (pokok-pokok agama). Ia merupakan ‘aqidah yang dipegang oleh (sebagian) kalangan Hanafiyyah. Berkata Al-Murtadlaa Az-Zubaidiy :
وذكر هذه الوصية بتمامها الإمام صارم المصري في (نظم الجمان) ومن المتأخرين القاضي تقي الدين التميمي في (الطبقات السنية)
“(Kitab) Al-Washiyyah ini disebutkan secara lengkap oleh Al-Imam Shaarim Al-Mishriy dalam Nadhmul-Jumaan, dan dari kalangan muta’akhkhiriin adalah Al-Qaadliy Taqiyyuddin At-Tamiimiy dalam Ath-Thabaqaatus-Saniyyah”.
Benarkah kitab ini shahih dinisbatkan kepada Abu Hanifah ?
Pertama : Kitab ini diriwayatkan melalui jalan Abu Thaahir Muhammad bin Al-Mahdiy Al-Husainiy, dari Ishaaq bin Manshuur Al-Mis-yaariy, dari Ahmad bin ‘Aliy As-Sulaimaniy, dari Haatim bin ‘Aqiil Al-Jauhariy, dari Abu ‘Abdillah Muhammad bin Simaa’ah At-Tamimiy, dari Abu Yusuf, dari Al-Imam Abu Hanifah.
Sanad riwayat ini secara berturut-turut terdapat beberapa perawi majhul, yaitu : Muhammad bin Al-Mahdiy Al-Husainiy, Ishaq Al-Mis-yaariy, Ahmad As-Sulaimaniy, dan Haatim Al-Jauhariy. Keempat orang tersebut adalah majhul yang tidak ditemukan biografinya dalam kitab-kitab rijaal, bahkan dalam kitab-kitab Thabaqaat Al-Hanafiyyah. Dengan keadaan sanad seperti ini, tidak mungkin kitab Al-Washiyyah dinisbatkan kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Kedua : Dalam kitab ini terdapat banyak hal yang bertentangan dengan i’tiqad Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Bahkan bertentangan dengan yang ternukil secara ma’ruf dari Abu Hanifah dalam kitab Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah – dimana ia merupakan nukilan yang lebih shahih dari periwayatan ‘aqidah beliau dan dua orang shahabatnya (abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan) rahimahumullah. Isi kitab Al-Washiyyah ini berkesesuaian dengan ‘aqidah Asy’ariyyah yang merupakan ‘aqidah yang baru muncul lebih dari satu setengah abad setelah wafatnya Abu Hanifah. Abu Hanifah berlepas diri dari kitab ini dan apa-apa yang diadakan setelah wafat beliau yang menyelisihi ushul ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.
Dengan dua faktor di atas, maka tidak boleh kita menisbatkan kitab Al-Washiyyah dan apa-apa yang terdapat di dalamnya kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah.
2. Kitab Al-Fiqhul-Absath.
Para muhaqqiq juga menegaskan bahwa Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah tidak menulis kitab yang berjudul Al-Fiqhul-Absath. Kitab dikenal dengan nama ini diriwayatkan oleh Abu Muthi’ Al-Balkhiy, dari Abu Hanifah, namun dengan nama/judul Al-Fiqhul-Akbar (sebagaimana dinukil Ibnu Taimiyyah dalam Al-Hamawiyyah 5/46, Ibnul-Qayyim dalam Ijtimaa’ul-Juyuusy hal. 76, dan Adz-Dzahabiy dalam Al-‘Uluuw hal. 135 – dimana mereka menamakan dengan Al-Fiqhul-Akbar).
Tidak dikenal dengan nama Al-Fiqhul-Al-Absath, kecuali dari sebagian ulama Hanafiyyah muta’akhkhiriin seperti Al-Bayaadliy dalam kitabnya Isyaaraatul-Maraam, Az-Zubaidiy dalam Ittihaafus-Saadatil-Muttaqiin – dimana keduanya lebih mengutamakan nama Al-Fiqhul-Absath (dari riwayat Abu Muthi’ Al-Balkhiy), daripada Al-Fiqhul-Akbar yang berasal dari riwayat Hammaad bin Abi Haniifah.
Adapun Abu Muthii’ Al-Balkhiy, ia adalah Al-Hakam bin ‘Abdillah Al-Balkhiy, termasuk perawi hadits yang dla’if. Bahkan dituduh memalsukan (hadits). Al-Haafidh Ibnu Hajar dalam Lisaanul-Miizaan (2/335) berkata : “Telah berkata Abu Haatim Ar-Raaziy : Ia seorang Murji’ lagi pendusta”. Al-Haafidh Adz-Dzahabiy menegaskan bahwa Al-Balhkiy ini telah melasukan hadits. Abu Dawud berkata : “Ia seorang Jahmiy”. Dan yang lainnya. Intinya, ia merupakan seorang perawi yang lemah, bahkan sangat lemah menurut jumhur ahli hadits.
Kitab ini dianggap sebagai kitab mu’tamad bagi kalangan Hanafiyyah Maturidiyyah. Berkata Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Abdirrahman Al-Khumais :
ويظهر أن الكتاب من تخريج أبي مطيع على كلام أبي حنيفة, فما فيه من مخالف لما قرره أبو جعفر الطحاوي في عقيدته التي نقلها عن أبي حنيفة وأبى يوسف ومحمد بن الحسن فنجزم أن أبا مطيع كذب على أبي حنيفة، إلا إذا خالف بدعة أبي مطيع في التجهم و تعطيل الصفات فنقبلها إذ ليس فيها نصرة لمذهبه
“Yang nampak adalah bahwa kitab ini dikeluarkan oleh Abu Muthi’ (Al-Balkhiy) dari perkataan Abu Hanifah. Adapun yang terdapat pada kitab tersebut menyelisihi apa-apa yang ditegaskan oleh Abu Ja’far Ath-Thahawiy dalam kitab ‘aqidahnya (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah) yang ia nukil dari (perkataan) Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Al-Hasan. Oleh karena itu, kami memastikan bahwa Abu Muthi’ telah berdusta atas nama Abu Hanifah dalam hal ini. Terkecuali bila terdapat penyelisihan bid’ah Abu Muthi’ dalam tajahhum (paham Jahmiyyah) dan ta’thil (peniadaan) shifat Allah; maka kami menerimanya jika memang tidak ada faktor pembelaan terhadap madzhab (bid’ah)-nya”.
3. Kitab Al-Fiqhul-Akbar.
Kitab Al-Fiqhul-Akbar adalah kitab yang paling masyhur dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Kitab ini lebih berkesesuaian dengan ‘aqidah Ahlus-Sunnah dibanding dua kitab sebelumnya. Namun para muhaqqiq pun memberikan kritikan atas penisbatan kitab ini pada Abu Hanifah. Kitab Al-Fiqhul-Akbar dibawakan melalui riwayat Hammad bin Abi Hanifah, dari Hammaad diriwayatkan oleh ‘Aashim bin Yusuf Al-Balkhiy, dan dari ‘Aashim diriwayatkan oleh Muhammad bin Muqaatil. Ketiga orang ini termasuk jajaran perawi yang dla’if, sebagaimana dijelaskan oleh Adz-Dzahabi rahimahullah dalam Al-Miizaan.[1]
Inilah sedikit informasi yang dapat disampaikan kepada para Pembaca. Apa yang ternukil di atas hanya merupakan ringkasan saja dari pembahasan para muhaqqiqiin. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan, dan… semoga ada manfaatnya.
Abu Al-Jauzaa’ – Perumahan Ciomas Permai, Bogor.
[1] Di kalangan ulama ada dua penisbatan riwayat kitab Al-Fiqhul-Akbar. Pertama dari riwayat Abu Muthi’ Al-Balkhiy yang kemudian lebih terkenal di kalangan Hanafiyyah dengan nama Al-Fiqhul-Absath; dan kedua, dari riwayat Hammaad bin Abi Hanifah (yang tetap dengan nama Al-Fiqhul-Akbar). Wallaahu a’lam.
Comments
wah ilmu tingkat tinggi...
semoga Allah mmberkahi ilmu Anda
Akhi karim Kitab Fiqh akbar nampaknya memang sudah mashur di nisbatkan kepada Abu hanifah....
Syaikh Albani sendiri dalam tahrij kitab Aqidah Thohawiyah masih menisbatkan Fiqh Akbar kepada Abu hanifah...
وليس المراد نفي الصفات كما يقول أهل البدع فمن كلام أبي حنيفة رحمه الله في " الفقه الأكبر " : لا يشبه شيئا من خلقه ولا يشبهه شيء من خلقه . ثم قال بعد ذلك : وصفاته كلها خلاف صفات المخلوقين يعلم لا كعلمنا ويقدر لا كقدرتنا ويرى لا كرؤيتنا . انتهى
Syaikhul islam juga mengakui bahwa kitab tersebut mahsyur dikalangan Hanafiyah
وَفِي كِتَابِ " الْفِقْهِ الْأَكْبَرِ " الْمَشْهُورِ عِنْدَ أَصْحَابِ أَبِي حَنِيفَةَ ؛ الَّذِي رَوَوْهُ بِالْإِسْنَادِ عَنْ أَبِي مُطِيعٍ " الْحَكَمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ البلخي " قَالَ : سَأَلْت أَبَا حَنِيفَةَ عَنْ الْفِقْهِ الْأَكْبَرِ فَقَالَ
di kitab
الْفَتْوَى الحموية الكبرى
Dan Kitab terkini yang dikarang oleh DOKTOR. Muhammad Bin Abdulrahman. I'tiqod Aimatul Arba' ...dalam bab Imam Abu Hanifah tentang masalah Aqidah banyak menukil dari kitab Fiqh Akbar dan Fiqh Absath...pada footnotenya..
(2) الفقه الأبسط ص56
(3) الفقه الأكبر ص302
Jika kitab itu mahsyur dikenal bahkan oleh syaikhul islam bahwa abu hanifah memiliki faham murjiah fuqoha tentunya semua itu diketahui dari kitab-kitab aqidahnya...seperti pembahasan dalam kitabnya Furqon bainal haq wal bathil. Dari mana lagi mereka tau bahwa abu hanifah condong pada murjiah fuqoha jika bukan dari kitab2 aqidahnya tentunya salah satunya dari kitab Fiqh Akbar..
dan para ulama dan syaikh albani tentu lebih alim tentang sanad dan rijal hadits dan tau kritik dz-Dzahabi rahimahullah dalam Al-Miizaan. Tapi toh mereka tetap menggunakan kitab Fiqh Akbar dalam penisbatannya kepada abu hanifah...ya kita serahkan saja urusan pada ahlinya.
wallahu 'alam
Penyandaran kitab Al-Fiqhul-Akbar kepada Al-Imam Abu Haniifah memang bukan sesuatu hal yang baru lagi aneh. Kitab Al-Fiqhul-Akbar yang dikenal itu ada dua riwayat, yaitu riwayat Abu Muthi’ Al-Balkhiy dan Hammad bin Abi Haniifah. Yang pertama sebenarnya berjudul Al-Fiqhul-Absath, yang kedua berjudul Al-Fiqhul-Akbar. Silakan baca kembali artikel di atas.
Metode penelitian seperti di atas sebenarnya bukan sesuatu yang asing di kalangan muhaqqiqiin. Saya tidak menampik bahwa banyak ulama yang menyandarkan kitab tersebut kepada Abu Haniifah. Bahkan pengetahuan itu bagi saya telah ada sebelum saya menuliskan artikel di atas.
Perlu antum ketahui bahwa satu kitab itu biasanya dibawaqkan dengan sanadnya. Antum bisa buka dibagian awal kitab-kitab salaf (terbitan kontemporer dengan tahqiq) yang biasanya di situ disebutkan sanad kitab sampainya kepada muallif. Dan untuk kitab Al-Fiqhul-Akbar, maka sanadnya adalah sebagaimana di atas dan hasilnya juga telah tertera di atas.
Jika antum tidak merasa tenang dengan tulisan/artikel di atas dan lebih 'tenang' dengan Asy-Syaikh Al-Albaniy dan yang lainnya; silakan. Saya tidak memaksa. Antum pun bisa meneliti ulang itu semua. Kritik tetap terbuka bagi siapa saja dan dari siapa saja.
Anyway, mengetahui manhaj seorang ulama tidak selalu melalui kitab karangannya. Apalagi bagi ulama mutaqaddimiin yang tidak punya banyak karya kitab, atau punya banyak karya namun sebagian besar di antaranya tidak sampai pada kita. Termasuk dalam hal ini Abu Haniifah. ‘Aqidah dan manhaj beliau dapat juga kita ketahui dari karya-karya murid-murid beliau atau ulama-ulama madzhab Hanafiyyah yang punya periwayatan Abu Haniifah. Telah masyhur pula di kalangan ulama bahwa Al-Imam Abu Haniifah mempunyai ‘aqidah Murjia’atul-Fuqahaa’. Itu banyak ternukil dalam kitab-kitab ‘aqidah yang ditulis oleh ulama madzhab Hanafiyyah. Misalnya saja Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah.
Al-Imam Ibnu Abil-‘Izz Al-Hanafiy berkata saat mengomentari perkataan Al-Imam Ath-Thahawiy Al-Hanafiy (dalam kitab Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah) :
والإيمان : هو الإقرار باللسان ، والتصديق بالجنان
‘Iman itu adalah pengakuan/ucapan dengan lisan dan pembenaran dengan hati’
sebagai berikut :
. وذهب كثير من أصحابنا إلى ما ذكره الطحاوي رحمه الله : أنه الإقرار باللسان ، والتصديق بالجنان . ومنهم من يقول : إن الإقرار باللسان ركن زائد ليس بأصلي ، وإلى هذا ذهب أبو منصور الماتريدي رحمه الله ، ويروى عن أبي حنيفة رضي الله عنه
“Dan kebanyakan shahabat kami (yaitu ulama Hanafiyyah) berpendapat sebagaimana yang disebutkan oleh Ath-Thahawiy rahimahullah bahwasannya iman itu adalah pengakuan/ucapan dengan lisan dan pembenaran dengan hati. Dan di antara mereka ada yang mengatakan : Sesungguhnya pengakuan dengan lisan itu rukun yang ditambahkan, bukan rukun asal. Inilah yang dipegang oleh Abu Manshuur Al-Maturidiy rahimahullah dan yang diriwayatkan dari Abu Haniifah radliyallaahu ‘anhu….”.
[Syarh Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah].
Semoga sedikit komentar ini dapat memberikan penjelasan.
Wallaahu a'lam bish-shawwaab.
NB : Bisa juga antum baca artikel terkait : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/apakah-kitab-al-fiqhul-akbar-merupakan.html. Di situ dijelaskan bahwa Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam kitab Mukhtashar Al-'Ulluw punya kecenderungan pendapat bahwa kitab Al-Fiqhul-Akbar bukan karangan Abu Haniifah. Silakan diperiksa.
Posting Komentar