Usaha
apapun pada asalnya adalah diperbolehkan dan halal, termasuk dalam hal ini
usaha pangkas rambut. Kaidah fiqhiyyah mengatakan :
الأصل في العقود والمعاملات الصّحّة حتّى
يقوم دليل على البطلان والتحريم
“Asal
dari satu akad dan mu’amalah adalah diperbolehkan hingga tegak dalil
yang menunjukkan kebathilan dan keharamannya”.[1]
Seseorang
boleh melakukan inovasi apapun dalam dengan syarat : tidak ada nash syari’at
yang melarangnya. Oleh karena itu, tulisan akan mengulas secara singkat
beberapa hal yang harus diperhatikan bagi mereka yang ingin atau telah terjun
dalam usaha pangkas rambut (terutama hal-hal yang dimakruhkan dan diharamkan).
Beberapa hal tersebut antara lain :
1.
Tidak boleh seorang
laki-laki memangkas rambut wanita ajnabiyyah.
Rambut termasuk aurat
bagi wanita yang seorang laki-laki diharamkan untuk memandangnya, apalagi
menyentuhnya.[2]
Allah ta’ala
berfirman :
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ
أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ
يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya” [QS. An-Nuur : 30-31].
Rasulullah ﷺ bersabda
:
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ أدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ،
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَالْأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ،
وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلَامُ، وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ
زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ
الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
”Telah dituliskan
atas Bani Adam bagian dari zina yang pasti ia melakukannya, tidak bisa tidak.
Maka, zina kedua mata adalah melihat (yang diharamkan), zina kedua telinga
adalah mendengar (yang diharamkan), zina lisan adalah berkata-kata (yang
diharamkan), zina tangan adalah memegang (yang diharamkan), zina kaki adalah
melangkah (ke tempat yang diharamkan), hati berkeinginan dan berangan-angan,
dan kemaluan membenarkan itu semua atau mendustakannya” [HR. Al-Bukhari no.
6243 dan Muslim no. 2657].
2.
Tidak boleh memangkas
rambut dengan model-model rambut khas orang kafir (baik dari kalangan Yahudi,
Nashrani, dan yang lainnya) atau orang fasiq.
Misalnya model rambut
sirip ikan (punk), model menggaris-garis kepala, dan yang lainnya. Rasulullah ﷺ telah
bersabda :
من
تشبه بقوم فهو منهم
”Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” [HR. Ahmad
2/50,92; ’Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab – tahqiq Al-’Adawiy
no. 846; Ibnu Abi Syaibah 7/150/1; dan yang lainnya. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwaaul-Ghaliil 5/109-111 no. 1269].
ليس
منا من تشبه بغيرنا لا تشبهوا باليهود ولا بالنصارى
”Tidaklah termasuk
golongan kami siapa saja yang menyerupai selain dari kami. Janganlah kalian
menyerupai orang-prang Yahudi dan Nashrani” [HR. At-Tirmidzi no. 2695,
Ath-Thabarani dalam Al-Ausath no. 7376, dan Ibnul-Jauzi dalam Al-’Ilal
no. 1201; dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan
At-Tirmidzi 3/77 dan Silsilah Ash-Shahihah no. 2194].
3.
Tidak boleh memangkas
rambut dengan model menyerupai kaum wanita.
Dari Ibnu ’Abbas radliyallaahu
’anhuma ia berkata :
لعن
رسول الله ﷺ المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات من النساء بالرجال
”Rasulullah ﷺ melaknat laki-laki yang menyerupai wanita,
dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhari no. 5885].
Larangan ini
merupakan larangan mutlak yang mencakup seluruh model yang merupakan ciri khas
kaum wanita.
4.
Tidak boleh mencukur
model qaza’.
Dari ’Abdullah bin
’Umar radliyallaahu ’anhuma (ia berkata) :
أن
رسول الله ﷺ نهى عن القزع
”Bahwasannya
Rasulullah ﷺ
melarang qaza’ [HR. Al-Bukhari no. 5921 dan Muslim no. 2120].
Dalam riwayat Ahmad
disebutkan :
أن
النبي ﷺ رأى صبيا قد حلق بعض شعره وترك بعضه فنهى عن ذلك وقال احلقوا كله أو
اتركوا كله
Bahwasannya Nabi ﷺ melihat seorang anak-anak yang dicukur
sebagian rambutnya dan dibiarkan sebagian yang lainnya. Maka beliau melarangnya
dengan bersabda : “Cukurlah seluruhnya atau biarkan seluruhnya” [HR.
Ahmad 2/88; shahih – lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 1123].
Para ulama berbeda
pendapat tentang makna qaza’. Namun dengan melihat seluruh penjelasan
yang ada, maka larangan qaza’ ini ada empat macam :
- mencukur
rambut kepala pada bagian-bagian tertentu secara acak;
- mencukur
bagian tengah kepala dan membiarkan kedua belah sisinya;
- mencukur
kedua belah sisi kepala dan membiarkan bagian tengahnya;
- mencukur
bagian depan dan membiarkan bagian belakang.
Masuk dalam larangan
ini adalah sebagian model rambut cepak ABRI dimana rambut seseorang dicukur
habis (sisi samping dan belakang), namun menyisakan sedikit rambut di bagian
atas.
5.
Makruh mencukur
rambut laki-laki dalam keadaan masih panjang melebihi pundak.
عن
وائل بن حجر قال : أتيت النبي ﷺ ولي شعر طويل فلما رآني رسول الله ﷺ قال ذباب ذباب
قال فرجعت فجززته ثم أتيته من الغد فقال إني لم أعنك وهذا أحسن
Dari Waail bin Hujr
ia berkata : ”Aku pernah mendatangi Nabi ﷺ yang pada saat itu rambutku masih panjang.
Ketika Rasulullah ﷺ melihatku, maka beliau bersabda : ”dzubaabun
dzubaabun”. Maka akupun pulang dan menggunting rambutku. Keesokan harinya
aku kembali mendatangi beliau, kemudian beliau bersabda : ”Sesungguhnya aku
bukan bermaksud (menjelak-jelekkan) dirimu, akan tetapi (penampilanmu) ini
lebih baik” [HR. Abu Dawud no. 4190; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/542].
نعم
الرجل خريم الأسدي لولا طول جمته وإسبال إزاره فبلغ ذلك خريما فجعل يأخذ شفرة يقطع
بها شعره إلى إنصاف أذنيه ورفع إزاره إلى إنصاف ساقيه
“Sebaik-baik
laki-laki adalah Khuraim Al-Asady jika saja dia tidak panjang rambutnya dan
isbal kain sarungnya”. Maka perkataan beliau ini disampaikan kepada
Khuraim, maka ia segera memendekkan rambutnya hingga pertengahan telinga, dan
mengangkat kain sarungnya hingga pertengahan betis [HR. Ahmad 4/179 dan Abu
Dawud 4089; dihasankan oleh Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth dalam takhrij-nya
terhadap Musnad Ahmad].
Panjang rambut jika
sampai pada pundak disebut jummah. Jika panjangnya antara telinga dan
pundak disebut lummah. Dan apabila rambut sejajar dengan telinga disebut
wafrah. Adapun panjang rambut Rasulullah ﷺ antara jummah dan wafrah,
sebagaimana tertera dalam hadits shahih.
6.
Makruh hukumnya
mencukur bulu tengkuk.
Sebagian salaf
membenci perbuatan ini. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah menukil riwayat sebagai
berikut :
وقال
المروزي : سألت أبا عبد الله - يعني أحمد بن حنبل - عن حلق القفا ؟ فقال : هو من
فعل المجوس، ومن تشبه بقوم فهو منهم.....وذكر الخلال عن المعتمر بن سليمان التميمي
قال : كان أبي إذا جز شعره لم يلحق قفاه، قيل له : لم ؟ قال : كان يكره أن يتشبه
بالعجم
”Berkata Al-Marwazi :
’Aku bertanya kepada Abu ’Abdillah – yaitu Ahmad bin Hanbal – tentang mencukur
bulu tengkuk ?’. Maka beliau menjawab : ’Itu merupakan perbuatan orang-orang
Majusi. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk
golongannya’....
Al-Khalaal juga
menyebutkan dari Al-Mu’tamir bin Sulaiman dimana ia berkata : ’Biasanya ayahku
apabila memangkas rambutnya, ia tidak mencukur tengkuknya’. Ada yang bertanya
kepadanya : ’Mengapa ?’. Ia menjawab bahwa ia membencinya karena menyerupai
perbuatan orang-orang ’Ajam’ [lihat Jilbab Mar’atil-Muslimah oleh
Al-Albani hal. 187; Darus-Salam, Cet. Tahun 2002].
7.
Tidak boleh
memberikan jasa tambahan untuk memangkas jenggot.
Haram hukumnya.
Rasulullah ﷺ
bersabda :
أحفوا
الشوارب وأعفوا اللحى
”Potonglah kumis
kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Muslim no. 259].
Menurut kaidah
ushul-fiqh, semua lafadh yang mengandung perintah menunjukkan makna wajib
kecuali ada dalil yang memalingkannya. Sebagian ulama memandang bahwa tidak
boleh mencukur atau memangkas jenggot sama sekali, dan bahkan membiarkannya.
Ini merupakan pendapat Asy-Syafi’i dalam satu nukilan (Al-’Iraqi), sebagian
ulama Syafi’iyyah, sebagian ulama Hanabilah, dan beberapa ulama yang lainnya.
Namun sebagian ulama lain membolehkan mencukur jenggot yang telah lebih dari
satu genggaman tangan dengan dasar :
عن
نافع عن بن عمر عن النبي ﷺ قال خالفوا المشركين وفروا اللحى وأحفوا الشوارب وكان
بن عمر إذا حج أو اعتمر قبض على لحيته فما فضل أخذه
Dari Nafi’, dari Ibnu
’Umar radliyallaahu ’anhuma dari Nabi ﷺ, beliau bersabda : ”Selisilah oleh
kalian orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan potonglah kumis”.
(Nafi’ berkata : ) ”Adalah Ibnu ’Umar, jika ia menunaikan ibadah haji atau
’umrah, maka ia menggenggam jenggotnya. Maka apa-apa yang melebihi dari
genggaman tersebut, ia potong” [HR. Al-Bukhari no. 5892].
Ini merupakan
pendapat mayoritas tabi’in, Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, Hanafiyyah, Malikiyyah,
sebagian Syafi’iyyah, sebagian Hanabillah, dan yang lainnya.
Adapun memotong
jenggot lebih pendek dari genggaman tangan, maka haram hukumnya. Dan para ulama
telah sepakat (ijma’) tentang haramnya memangkas habis jenggot sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Hazm :
واتفقوا
أن حلق جميع اللحية مثلة لا تجوز
”Para ulama sepakat
(ijma’) bahwa mencukur seluruh jenggot adalah tidak diperbolehkan (haram)” [Maraatibul-Ijmaa’
hal 157].[3]
Termasuk larangan ini
adalah mencukur semua rambut yang tumbuh di depan telinga dan pipi.[4]
8.
Tidak boleh
memberikan jasa tambahan untuk menyemir rambut dengan warna hitam.
Larangan ini
didasarkan pada dhahir perkataan beliau ﷺ kepada
Abu Quhafah – ayah Abu Bakr Ash-Shiidiq – ketika beliau melihat rambut dan
jenggotnya yang telah memutih semua :
غيروا
هذا بشيء واجتنبوا السواد
”Ubahlah ini
dengan sesuatu (dengan pewarna rambut), dan jauhilah warna hitam” [HR.
Muslim no. 2102].[5]
9.
Tidak boleh ’iseng’
mencabut uban orang yang dipangkas rambutnya.
Diriwayatkan dari
’Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata : Rasulullah ﷺ bersabda :
لا
تنتفوا الشيب ما من مسلم يشيب شيبة في الإسلام إلا كانت له نورا يوم القيامة
”Jangan kalian
mencabut uban ! Tidak ada seorang muslim yang mempunyai uban di dalam Islam
kecuali uban tersebut akan menjadi cahaya di hari kiamat kelak” [HR. Abu
Dawud no. 4202, At-Tirmidzi no. 2821, dan yang lainnya; dihasankan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/543].
Dalam riwayat lain
disebutkan :
إلا
كتب الله له بها حسنة وحط عنه بها خطيئة
”Kecuali dengannya
Allah akan menuliskan satu kebaikan dan menghapus satu kejelekan”.
10. Tidak
boleh sembarangan membuang sampah rambut di sembarang tempat.
Sebagian salaf
menganjurkan agar potongan rambut dipendam di dalam tanah. Hal itu ditujukan
untuk menghindari pemanfaatan potongan rambut tersebut untuk tujuan jahat,
seperti sihir dan sejenisnya.[6]
11. Tidak
boleh menyediakan bacaan atau media-media lainnya yang mengandung kemaksiatan
bagi para pelanggan.
Seringkali pemilik
usaha menyediakan koran-koran atau majalah-majalah yang tidak bermanfaat
sebagai bahan bacaan bagi pelanggan yang sedang menunggu/mengantri giliran.
Padahal dalam koran atau majalah tersebut banyak termuat kata-kata tidak
senonoh, gosip/ghibah, celaan, gambar-gambar wanita yang membuka aurat, dan
yang lainnya. Allah ta’ala telah berfirman :
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
”Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” [QS. Al-Maaidah : 2].
12. Menyediakan
berbagai sarana maksiat sebagaimana di atas termasuk saling tolong-menolong
dalam perbuatan dosa dan pelanggaran/kemaksiatan.
Selain itu, sering
juga kita temui beberapa tempat pangkas rambut – terutama pangkas rambut Madura
– yang memutar alunan musik (dangdut ?). Ini juga diharamkan. Allah ta’ala
telah berfirman :
وَمِنَ
النّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلّ عَن سَبِيلِ اللّهِ بِغَيْرِ
عِلْمٍ وَيَتّخِذَهَا هُزُواً أُوْلَـَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مّهِينٌ
”Dan di antara
manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”
[QS. Luqman : 6].
Kata ’lahwal-hadiits’
yang dicela dalam ayat di atas maksudnya adalah nyanyian.[7]
Rasulullah ﷺ telah bersabda :
ليكونن
من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف ولينزلن أقوام إلى جنب علم
يروح عليه بسارحة لهم يأتيهم يعني الفقير لحاجة فيقولوا ارجع إلينا غدا فيبيتهم
الله ويضع العلم ويمسخ آخرين قردة وخنازير إلى يوم القيامة
“Akan ada di
kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik
(al-ma’aazif). Dan sungguh beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak
di dekat gunung tinggi lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk
suatu keperluan. Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok”. Pada malam
harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain
dikutuk menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat” [HR. Al-Bukhari no.
5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir
no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221;
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19 dan yang lainnya.
Hadits ini memiliki banyak penguat].[8]
13. Tidak
boleh memasang gambar makhluk bernyawa sebagai peraga model rambut.
Tidak perlu seseorang
memasang gambar-gambar model di ruang pangkas rambutnya. Semua gambar makhluk
bernyawa yang menampakkan kepalanya adalah diharamkan. Rasulullah ﷺ pernah menegur keras ’Aisyah radliyallaahu
’anhaa ketika ia menyediakan bantal bergambar (makhluk hidup) :
أما
علمت أن الملائكة لا تدخل بيتا فيه صورة ؟ وأن من صنع الصورة يعذب يوم القيامة
فيقول : أحيوا ما خلقتم!
”Tidakkah engkau tahu bahwa para
malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu
gambar makhluk hidup bernyawa) ? Dan siapa saja yang membuat gambar niscaya ia
akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya : ’Hidupkanlah apa yang
kalian ciptakan itu!” [HR. Al-Bukhari 3224 dan Muslim no. 2107].
Beliau ﷺ juga bersabda :
كل
مصور في النار، يجعل له بكل صورة صورها نفسا فتعذبه في جهنم
”Setiap tukang
gambar (makhluk yang bernyawa) tempatnya di neraka. Akan diberikan jiwa kepada
semua gambar yang telah dibuatnya lalu gambar-gambar itu mengadzabnya dalam
neraka Jahannam” [HR. Al-Bukhari no. 2225 dan Muslim no. 2110].[9]
Nah,
itulah rambu-rambu ringkas bagi ikhwah yang terjun pada usaha pengkas rambut.
Kok banyak sekali ya larangannya ? Apa iya kalau kita benar-benar komitmen
dengan aturan di atas jasa pelayanan yang kita tawarkan akan ada peminatnya ?
Sebagai seorang muslim tentu saja tidak mengambil prinsip menghalalkan segala
cara sekedar mendapatkan beberapa receh rupiah. Allah telah berfirman :
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ
الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
”Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS.
Al-Mukminun : 51].
Rasulullah
ﷺ
pun telah memperingatkan :
لا تستبطئوا الرزق، فإنه لن تموت العبد حتى
يبلغه أخر رزق هو له، فأجملوا في الطلب، أخذ الحلال وترك الحرام
”Janganlah
kalian menganggap rezeki kalian itu lambat turun. Sesungguhnya, tidak ada
seorang pun meninggalkan dunia ini melainkan setelah sempurna rezekinya.
Carilah rezeki yang baik (dengan) mengambil yang halal dan meninggalkan perkara
yang haram” [HR. Ibnu Hibban no. 3239, 3241; Al-Hakim 2/4; Al-Baihaqi
5/264-265; Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 3/156-157; dan Ibnu Majah no. 2144;
shahih].
Terus
optimis dan pantang menyerah dalam mencari rizki yang
halal.......................
Semoga
ada manfaatnya.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
Abul-Jauzaa’
– selesai ditulis pada hari Senin/01-12-2008, pukul 19.42 WIB.
[1] Al-Qawaaidul-Fiqhiyyah Al-Mustakhrajah min
Kitaabi I’laamil-Muwaqqi’iin oleh ‘Abdul-Majid Al-Jazaairiy (taqdim : Bakr
bin ‘Abdillah Abu Zaid), hal. 546-556; Daar Ibnil-Qayyim, Cet. 1/1421.
[2] An-Nawawi mengatakan : “Dan kawan-kawan kami
(dari para ulama madzhab Syafi’iyyah) telah mengatakan : Setiap yang diharamkan
untuk melihatnya, maka diharamkan pula untuk menyentuhnya, (dan) menyentuh itu
lebih dahsyat daripada sekedar memandang” [Al-Adzkar hal. 228].
[3] Hal yang sama dikatakan oleh Abul-Hasan bin
Qaththaan Al-Maliki dalam kitab Al-Iqnaa’ fii Masaailil-Ijmaa’ 2/3953.
[4] Hal itu dikarenakan rambut-rambut yang tumbuh
di daerah tersebut masih masuk dalam definisi jenggot (al-lihyah).
Jenggot dalam bahasa Arab disebut Al-Lihyah (اَللِّحْيَةُ). Al-Fairuz Abadi berkata tentang definisi dari Al-Lihyah
: {شعْرُ الخدَّيْن و الذَّقنِ} ”rambut (yang tumbuh) di kedua pipi dan dagu” [Al-Qamus
Al-Muhith 4/387]. Hal yang sama dinukil dari Ibnu Mandhur dalam Lisaanul-’Arab
: {
اسم يجمع من الشعر ما نبت على الخدّين والذقَن } ”nama bagi semua rambut yang tumbuh pada kedua pipi dan
dagu”.
[5] Beberapa ulama’ mengatakan bahwa dhahir
perintah dalam hadits di atas adalah sunnah (mustahab), karena dinukil
dari beberapa shahabat tidak melakukannya, seperti Ali bin Abi Thalib, Ubay bin
Ka’b, dan Anas. Namun perlu diperhatikan bahwa bagi orang yang menyemir rambut
agar dijauhi warna hitam sebagaimana telah shahih dalam riwayat Muslim di atas.
Hadits
di atas menyatakan pelarangan Rasulullah ﷺ menyemir rambut dengan warna hitam. Al-Hafidh Ibnu Hajar
menukil pembolehan dari sebagian ulama untuk menyemir rambut dengan warna hitam
dalam keadaan tertentu, dimana beliau berkata,”Sebagian ulama’ ada yang
memberikan keringanan (menyemir dengan warna hitam) ketika berjihad. Sebagian
lagi memberikan keringanan secara mutlak. Yang lebih utama hukumnya adalah
makruh. Bahkan Al-Imam An-Nawawi menganggapnya makruh yang lebih dekat kepada
haram. Sebagian ulama’ salaf memberikan keringanan (menyemir dengan warna
hitam) misalnya Sa’d bin Abi Waqqash, ‘Uqbah bin Amir, Al-Hasan, Al-Husain,
Jarir, dan lainnya. Inilah yang dipilih Ibnu Abi ‘Ashim. Mereka membolehkan
untuk wanita dan tidak untuk pria, inilah yang dipilih oleh Al-Hulaimi. Ibnu
Abi ‘Ashim memahami dari hadits Nabi ﷺ : ‘Jauhi warna hitam’, karena menyemir dengan warna
hitam merupakan tradisi mereka” [Fathul-Baari 10/354-355].
Telah
ada riwayat shahih yang menjelaskan bahwa Al-Hasan dan Al-Husain menyemir
rambutnya dengan warna hitam [Tuhfatul-Ahwadzi Syarah Jaami’ At-Tirmidzi
5/442, Kairo, Al-Madani, tanpa tahun; oleh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim
Al-Mubarakfuri].
Ibnul-Qayyim
berkata,”Larangan menyemir rambut dengan warna hitam, bila (yang digunakan)
adalah warna hitam pekat (murni). Apabila tidak hitam pekat seperti mencampur
antara katam dengan hina’, maka tidak mengapa, karena akan membuat rambut
menjadi merah kehitam-hitaman”.
Pendapat
yang terpilih, hati-hati, dan selamat; hukum menyemir rambut dengan warna hitam
minimal adalah makruh. Dan selayaknya itulah yang dipegang oleh setiap muslim
untuk mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ. Wallahu a’lam.
[6] Dalam hadits shahih (Shahih Al-Bukhari
no. 5763 dan Shahih Muslim no. 2189) telah disebutkan bahwa ketika
Rasulullah ﷺ disihir oleh Labid bin Al-A’sham, maka sarana yang dipergunakan
adalah beberapa helai rambut beliau ﷺ yang diletakkan di kulit serbuk sari kurma jantan yang kemudian
dikubur di sumur Dzarwaan. Rambut tersebut diperoleh dari seorang wanita yang
pernah pergi ke tempat beliau ﷺ.
[7] Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhu ketika
menafsirkan {لَهْوَ الْحَدِيثِ} juga dengan Nyanyian {الغناء}.
حدثنا
حفص بن عمر قال أخبرنا خالد بن عبد الله قال أخبرنا عطاء بن السائب عن سعيد بن جبير
عن بن عباس ومن الناس من يشتري لهو الحديث قال الغناء وأشباهه
Telah
menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘UMar, ia berkata : Telah mengkhabarakan
kepada kami Khalid bin ‘Abdillah, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Athaa’ bin As-Saaib, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu
‘anhuma : “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan
yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah” ; beliau
berkata : “Al-Ghinaa’ (nyanyian) dan yang menyerupainya” [HR. Al-Bukhari
dalam Al-Adaabul-Mufrad no. 786 dan 1265; shahih].
Penafsiran
yang sama juga didapatkan dari perkataan Ibnu Mas’ud, Mujahid, ‘Ikrimah, Jabir,
Sa’id bin Jubair, Mak-hul, ‘Amr bin Syu’aib, dan ‘Ali bin Nadiimah rahimahumullah.
[8] Ada sebagian orang yang melemahkan hadits
ini. Pendapat ini merupakan pendapat yang sangat lemah dan tidak perlu untuk
diperhatikan karena sangat jauh dari kebenaran.
[9] Para ulama berbeda pendapat tentang masalah
foto, apakah ia termasuk dalam larangan dalam hadits-hadits di atas ? Kami
mengambil pendapat bahwa foto tidak termasuk hal yang diancam dalam
hadits-hadits tersebut. Ini merupakan pendapat yang dikuatkan oleh sebagian
ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Asy-Syaikh Ibnu
’Utsaimin, dan yang lainnya. Namun, bukan berarti kami menyepakati penggunaan
foto secara ’bebas’ tanpa ada keperluan sebagaimana banyak dilakukan oleh
kebanyakan orang. Apalagi hanya karena alasan pemampangan model rambut dari
para peragawan untuk melariskan dagangan (yang notabene kebanyakan mereka
adalah dari kalangan orang-orang fasiq dan orang-orang kafir). Kami pun tetap
berpandangan bahwa tidak boleh memajang foto-foto makhluk hidup di dinding
sebagai satu langkah kehati-hatian dalam menyikapi perbedaan pendapat ini. Wallaahu
a’lam.
Comments
hmmm
postingan anda bagus
mudah2an bermanfaat
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Mengenai catatan kaki No.9, antum memasukkan Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim sebagai salah satu ulama yang membolehkan fotografi, apakah ini benar akh?
Yang saya baca malahan sebaliknya, beliau adalah salah satu ulama yang mengharamkan fotografi, berikut adalah referensinya:
http://www.almosleh.com/almosleh/article_155.shtml
dan untuk link di bawah, silahkan lihat di pertanyaan nomor 13633
http://islamport.com/d/2/ftw/1/12/760.html
Allaahu A'lam dan tolong diberi tahu jika saya yang salah dalam hal ini.
JazakAllaahu Khairan
Setelah mengecek kembali di beberapa referensi, antum benar, Abul-Jauzaa salah.
Yang benar di antara masyaikh tersebut adalah Muhammad Hassaan, bukan Muhammad bin Ibraahiim.
Jazakallaahu khairan atas koreksinya.
kenapa pria tidak boleh mencukur jenggot? apakah ada manfaatnya?
kalau wanita memotong pendek rambutnya seperti pria?
hukum mencukur bulu kemaluan dan ketiak?
1. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melarangnya.
2. Mendapatkan keridlaan Allah, insya Allah.
3. Tidak diperbolehkan.
4. Sunnah.
"Namun, bukan berarti kami menyepakati penggunaan foto secara ’bebas’ tanpa ada keperluan sebagaimana banyak dilakukan oleh kebanyakan orang."
ustadz, apakah MENAMPILKAN FOTO di facebook (foto pribadi, keluarga, khususnya bayi) termasuk yang dimaksudkan diatas?
terima kasih
Maksud saya adalah jika menampilkan foto itu bisa menimbulkan fitnah.
Adapun menampilkan foto di facebook, saya tidak bisa mengatakan iya atau tidak.
Berikut penjelasan Syaikh 'Abdullaah al 'Ubaylaan:
"Sebagian lagi berpendapat bahwa hukum foto tidak sama dengan hukum gambar tangan, selama tidak diagungkan. Jika diagungkan, maka haram hukumnya. Mereka berargumentasi bahwa gambar fotografi itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar manusia di dalamnya, namun hanyalah memindahkan obyek suatu benda dan menempatkannya (di tempat lain), yang serupa dengan gambar pada cermin, dimana apabila tampak gambar manusia di dalamnya, tidak ada yang mengatakan bahwa gambar tersebut haram hukumnya.
Sebab, tidak ada unsur penciptaan makhluk Alloh di dalamnya. Keserupaan akan terjadi apabila manusia masuk ke dalam penciptaan makhluk Alloh, namun dalam kondisi ini (yaitu fotografi) tidak sama dengan penciptaan makhluk Alloh.
Walau demikian, TIDAK DISUKAI dan TIDAK DIANJURKAN bagi seseorang untuk memperbanyak suatu hal yang tidak begitu dibutuhkan olehnya."
(Ditranskrip secara bebas oleh abu salma; dari Liqo`ul Maftuh Syaikh al-‘Ubailân, http://www.ryadussalihin.org/videoar/ubeylan16072003.rm)
dapat dilihat pendapat beliau dalam masalah, bahwa penggunaan foto yang BUKAN DARURAT, TIDAKLAH SAMPAI KEPADA DERAJAT HARAM..
hanya saja, tidak disukai dan tidak dianjurkan memperbanyak sesuatu yang tidak begitu dibutuhkan..
wallaahu a'lam
Posting Komentar