Tanya : Saya mempunyai seorang istri
yang ingin menunaikan ibadah haji musim ini. Karena tabungan tidak
mencukupi, saya terpaksa tidak bisa ikut bersamanya. Selain itu, saya
sebenarnya telah menunaikan ibadah haji beberapa tahun lalu. Apakah boleh istri saya pergi
sendiri tanpa saya ? Terima kasih.
Jawab : Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi
wa sallam telah menetapkan satu ketentuan bahwa wajib
bagi seorang wanita yang bepergian jauh untuk disertai mahramnya[1]. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
لا
يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة ليس معها حرمة
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman
kepada Allah dan hari akhir untuk bersafar (bepergian jauh) selama sehari
semalam tanpa didampingi mahram” [HR. Al-Bukhari nomor 1088 dari Abi Hurairah radliyallaahu
‘anhu].
Masuk dalam perkara ini
adalah dalam melaksanakan ibadah haji.
عن
بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال النبي صلى الله عليه وسلم لا تسافر المرأة
إلا مع ذي محرم ولا يدخل عليها رجل إلا ومعها محرم فقال رجل يا رسول الله إني أريد
أن أخرج في جيش كذا وكذا وامرأتي تريد الحج فقال اخرج معها
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu
‘anhuma ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
: “Janganlah wanita bersafar (bepergian
jauh) kecuali bersamanya mahram, dan janganlah seorang (laki-laki) menemuinya
melainkan wanita itu disertai mahram”. Maka
seorang laki-laki berkata : “Ya
Rasulullah, sesungguhnya aku ingin pergi mengikuti perang ini dan itu,
sedangkan istriku ingin menunaikan ibadah haji”. Maka beliau bersabda : “Keluarlah (pergilah haji) bersamanya
(istrimu)” [HR. Al-Bukhari nomor 1862].
Dalam hadits di atas
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi keringanan kepada orang
tersebut untuk tidak ikut berperang untuk menemani istrinya menunaikan ibadah
haji. Padahal, perang bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada saat itu hukumnya
adalah wajib. Tidak lain hal tersebut beliau perintahkan karena mahram bagi
seorang istri dalam safar ibadah haji itu hukumnya wajib.
Oleh karena itu, apabila ada
seorang wanita yang ingin beribadah haji namun belum berkesanggupan
menghadirkan mahram, atau uangnya belum cukup untuk membiayai dua orang;
hendaklah ia bersabar, dan insyaAllah ia akan mendapatkan ganjaran
dengan niatnya tersebut. Ia tergolong
sebagai orang yang belum mampu menunaikan ibadah haji. Allah ta’ala berfirman
:
وَللّهِ
عَلَى النّاسِ حِجّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan
ke Baitullah“ [QS. Aali Imraan : 97].
‘Atha’ dan Al-Hasan menafsirkan ayat {
مَنِ اسْتَطَاعَ إلَـيْهِ سَبِـيلاً} “bagi orang-orang yang
mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah”; yaitu
من
وجد شيئاً يبلغه، فقد وَجد سبيلاً
“Siapa
saja yang mendapatkan sesuatu yang dapat mengantarkannya menuju Baitullah”
[lihat Tafsir Ath-Thabari 4/13].
Dan
keumuman dari penafsiran tersebut adalah adanya mahram bagi seorang wanita. Dengan
mendapatkan mahram yang menyertai, berarti ia mendapatkan sesuatu yang yang
dapat mengantarkan ia ke sana. Jika tidak, maka kewajibannya menjadi gugur atas
sebab ini.
Bagi suami, ia tidak boleh
membiarkan istrinya untuk pergi sendiri tanpa mahram. Jika ia membiarkannya,
berarti ia telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga dalam
beramar ma’ruf nahi munkar kepada anggota keluarganya. Allah ta’ala telah berfirman :
يَأَيّهَا
الّذِينَ آمَنُواْ قُوَاْ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاّ يَعْصُونَ اللّهَ مَآ
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” [QS. At-Tahrim : 6].
عن
أبي سعيد الخدري رضي الله تعالى عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك
أضعف الإيمان
Dari Abi Sa’id Al-Khudry radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Aku mendengar
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan
tangannya. Apabila ia tidak sanggup, maka (ubahlah) dengan lisannya. Dan
apabila ia tidak sanggup, maka (ingkarilah) dengan hatimu, dan itu adalah
selemah-lemah iman” [HR. Muslim, lihat Al-Arba’un
An-Nawawy hadits nomor 34].
Kesimpulan : Istri
Saudara tidak boleh pergi menunaikan ibadah haji sendiri tanpa mahram yang
menyertai. Jika Saudara tidak bisa menemani karena tabungan belum mencukupi
untuk berangkat berdua, maka carilah anggota keluarga dekat Saudara atau
keluarga dekat istri Saudara (yang termasuk mahram istri) yang kebetulan juga
hendak menunaikan ibadah haji untuk menemani. Dan jika ini pun tidak dapat
Saudara dapatkan, maka nasihatilah istri Saudara untuk menunda tahun depan
sampai tabungan Saudara mencukupi untuk membiayai keberangkatan haji Saudara
dan istri Saudara. Semoga Allah memberikan kemudahan pada kita semua.
Wallaahu a’lam.
[1] Dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah telah dijelaskan beberapa mahram yang haram untuk
dinikahi. Khusus untuk safar, maka mahram tersebut harus telah berakal dan
baligh. Mahram-mahram tersebut adalah :
a)
Mahram karena nasab : anak laki-laki, saudara
laki-laki, bapak, paman dari bapak, paman dari ibu, kakek, anak dari saudara
laki-laki (keponakan), anak dari saudara perempuan (keponakan), saudara
laki-laki seayah seibu, saudara laki-laki seayah, dan saudara laki-laki seibu.
b)
Mahram
karena pernikahan : suami puterinya (menantu); suami cucu dari puterinya (terus
ke bawah); putra suaminya (anak tiri); anak laki-laki dari putra suaminya
(terus ke bawah), anak laki-laki dari putri suaminya (terus ke bawah), baik
istri sebelum dia, setelah dia, atau bersama dia; ayah atau kakek suami (terus
ke atas), baik dari pihak ayah suami atau ibu suami.
c)
Mahram karena susuan, yaitu
sama seperti mahram karena nasab.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
عن بن عباس رضى الله تعالى عنهما قال قال النبي صلى
الله عليه وسلم..... يحرم من الرضاع ما يحرم من النسب
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu
‘anhuma ia berkata : Telah bersabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “……Penyusuan itu mengharamkan sebagaimana
yang diharamkan karena nasab” [HR. Al-Bukhari nomor 2645].
Comments
Assalamu'alaikum,
Ustadz, kami memiliki simpanan LM yg hanya cukup untuk DP rumah atau ada lebih jika membayar ONH reguler berdua. Saat ini kami tinggal disebelah orang tua dgn menempati rumah petak milik beliau. Yang mana yg lebih baik di dahulukan, membeli rumah dulu atau membayar ONH..?
terima kasih atas jawabannya, semoga Allah selalu menjaga ustadz sekeluarga.
Posting Komentar