Allah
ta’ala berfirman:
وَلا تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلا
بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا
صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan
janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang
menyebabkan tergelincir kaki-(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
bagimu adzab yang besar” [QS. An-Nahl : 94].
Ibnu
Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah menjelaskan:
دخلا مكرا وخيانة هو من تفسير قتادة وسعيد
بن جبير أخرجه عبد الرزاق عن معمر عن قتادة قال خيانة وغدرا وأخرجه بن أبي حاتم من
طريق سعيد بن جبير قال يعني مكرا وخديعة وقال الفراء يعني خيانة وقال أبو عبيدة
الدخل كل أمر كان على فساد وقال الطبري معنى الآية لا تجعلوا ايمانكم التي تحلفون
بها على انكم توفون بالعهد لمن عاهدتموه دخلا أي خديعة وغدرا ليطمئنوا اليكم وأنتم
تضمرون لهم الغدر انتهى ومناسبة ذكر هذه الآية لليمين الغموس ورود الوعيد على من
حلف كاذبا متعمدا
“(Makna)
‘dakhalan’ (dalam ayat tersebut) adalah makar (tipu-daya) dan khianat.
Ini adalah tafsir Qataadah dan Sa’iid bin Jubair yang diriwayatkan oleh
‘Abdurrazzaaq dari Ma’mar, dari Qataadah, ia berkata : ‘Khianat dan penipuan’.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dari jalan Sa’iid bin Jubair, ia berkata : ‘Yaitu,
makar (tipu-daya) dan tipuan’. Al-Farraa’ berkata : ‘Yaitu khianat’. Abu
‘Ubaidah berkata : ‘Ad-dakhal adalah semua perkara yang berada di atas
kerusakan’. Ath-Thabariy berkata : ‘Makna ayat tersebut adalah : janganlah
engkau menjadikan sumpah-sumpahmu yang engkau ucapkan sebagai alat penipu/tipu
daya, yang seakan-akan engkau menunaikan janji itu kepada orang lain. Tujuannya
(dengan sumpah tersebut), agar mereka percaya kepadamu, padahal engkau menyimpan
tipu daya terhadap mereka’ – selesai perkataan Ath-Thabariy. Konteks penyebutan
ayat ini untuk sumpah palsu (al-yamiinul-ghamuus) karena terdapat
ancaman terhadap orang yang sengaja bersumpah dusta” [Fathul-Baariy, 11/556].
Itulah
sumpah palsu yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan al-yamiinul-ghamuus.
Sumpah palsu termasuk diantara dosa-dosa besar.
‘Abdullah
bin ‘Amru radliyallaahu ‘anhumaa berkata:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا الْكَبَائِرُ؟، قَالَ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ،
قَالَ: ثُمَّ مَاذَا؟، قَالَ: ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ
مَاذَا؟، قَالَ: الْيَمِينُ الْغَمُوسُ، قُلْتُ: وَمَا الْيَمِينُ الْغَمُوسُ؟،
قَالَ: الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ هُوَ فِيهَا كَاذِبٌ "
“Seorang
‘Arab Baduwi pernah mendatangi Nabi ﷺ, lalu ia berkata : ‘Wahai Rasulullah,
apakah dosa-dosa besar itu ?’. Beliau ﷺ menjawab : ‘Berbuat syirik kepada Allah’.
Ia berkata : ‘Lalu apa ?’. Beliau ﷺ menjawab : ‘Lalu durhaka kepada kedua
orang tua’. Ia berkata : ‘Lalu apa ?’. Beliau ﷺ menjawab : ‘Sumpah palsu
(al-yamiinul-ghamuus)”. Aku berkata : “Apa sumpah palsu itu ?”. Beliau ﷺ menjawab : “Orang yang mengambil harta
seorang muslim, dan ia melakukan kedustaan dalam hal itu” [Diriwayatkan
Al-Bukhaariy no. 6920].
Dalam
riwayat lain, beliau ﷺ menjawab :
الَّذِي يَقْتَطِعُ مَالَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
بِيَمِينٍ صَبْرٍ، وَهُوَ فِيهَا كَاذِبٌ
“Orang
yang mengambil harta seorang muslim dengan sumpah palsu, dan ia melakukan
kedustaan dalam hal itu” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 5562].
Sumpah
palsu adalah sengaja berdusta dalam sumpah, terutama dipergunakan untuk
mengambil harta orang lain dengannya tanpa hak.
Ibnu
‘Abdil-Barr rahimahullah berkata:
وهي أن يحلف الرجل على الشيء الماضي، وهو يعلم
أنه كاذب في يمينه يتعمد ذلك
“(Sumpah
palsu) adalah seseorang yang bersumpah tentang sesuatu yang telah lalu,
sedangkan ia mengetahui dirinya berdusta dalam sumpahnya dan ia melakukannya
dengan sengaja” [At-Tamhiid, 21/249].
Al-Baghawiy
rahimahullah berkata:
الْيَمِينُ الْغَمُوسُ هِيَ الْيَمِينُ الْكَاذِبَةُ
يَقْتَطِعُ الرَّجُلُ بِهَا مَالَ غَيْرِهِ، سُمِّيَتْ غَمُوسًا لأَنَّهَا تَغْمِسُ
صَاحِبَهَا فِي الإِثْمِ، ثُمَّ فِي النَّارِ.
“Al-Yamiinul-ghamuus
adalah sumpah dusta dimana seseorang mengambil harta orang lain dengan
sumpah itu. Dinamakan ghamuus karena sumpah itu menenggelamkan pelakunya
ke dalam dosa, kemudian ke dalam neraka” [Syarhus-Sunnah, 1/85].
Adz-Dzahabiy
rahimahullah berkata:
ولايمين الغموس : التي يتعمد فيها الكذب،
لأنها تغمس الحالف في الإثم
“Al-Yamiinul-ghamuus
(sumpah palsu) adalah sengaja berdusta dalam sumpahnya. (Disebut al-yamiinul-ghamuus)
karena orang yang bersumpah tenggelam di dalam dosa” [Al-Kabaair, hal.
61].
Jumhur
ulama berpendapat tidak ada kaffarat bagi orang yang mengucapkan sumpah
palsu.
Inilah
madzhab para shahabat sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu
‘anhu. Ia berkata:
كُنَّا نَعُدُّ مِنَ الذَّنْبِ الَّذِي لا كَفَّارَةَ
لَهُ الْيَمِينَ الْغَمُوسَ "، فَقِيلَ: مَا الْيَمِينُ الْغَمُوسُ؟ قَالَ:
" اقْتِطَاعُ الرَّجُلِ مَالَ أَخِيهِ بِالْيَمِينِ الْكَاذِبَةِ "
“Kami
menganggap dosa yang tidak ada kaffaarah-nya adalah sumpah palsu”. Lalu
dikatakan kepada beliau : “Apakah sumpah palsu itu?”. Ibnu Mas’uud menjawab : “Seseorang
mengambil harta saudaranya dengan sumpah dusta” [Diriwayatkan oleh
Al-Baihaqiy 10/38 no. 19883; shahih].
Adapun
Al-Imaam Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy dan para ulama madzhabnya rahimahumulllah
berpendapat adanya kaffarah. Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata:
وَمَنْ حَلَفَ عَامِدًا الْكَذِبَ، فَقَالَ:
وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَمْ يَكُنْ كَفَّرَ وَأَثِمَ وَأَسَاءَ حَيْثُ
عَمَدَ الْحَلِفَ بِاللَّهِ بَاطِلًا، فَإِنْ قَالَ قَائِلٌ: وَمَا الْحُجَّةُ في أَنْ
يُكَفِّرَ وَقَدْ عَمَدَ الْبَاطِلَ؟ قِيلَ: أَقْرَبُهَا قَوْلُ النَّبِيِّ ﷺ:
" فَلْيَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ "، فَقَدْ
أَمَرَهُ أَنْ يَعْمِدَ الْحِنْثَ.
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: وَلا يَأْتَلِ أُولُو
الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى، نَزَلَتْ فِي رَجُلٍ
حَلَفَ أَنْ لا يَنْفَعَ رَجُلًا فَأَمَرَهُ اللَّهُ أَنْ يَنْفَعَهُ، وَقَوْلُ اللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ: وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا، ثُمَّ
جَعَلَ فِيهِ الْكَفَّارَةَ
“Barangsiapa
yang bersumpah dusta secara sengaja, lalu ia berkata : ‘Demi Allah, sungguh
telah demikian dan demikian’, padahal yang sebenarnya tidak demikian; maka ia
wajib membayar kafarah, berdosa, dan berbuat kejelekan ketika ia sengaja
bersumpah dengan nama Allah secara batil. Apabila ada yang berkata : ‘Apa
hujjah/dalil kewajiban membayar kaffarah padahal ia sengaja melakukan kebatilan
?’. Dikatakan : Yang paling dekat adalah sabda Nabi ﷺ : ‘Maka hendaknya ia melakukan sesuatu
yang lebih baik dan membayar kaffaarah sumpahnya’[1].
(Dalam hadits ini) beliau ﷺ memerintahkan untuk sengaja melanggar
sumpahnya.
Dan
juga firman Allah ta’ala : ‘Dan janganlah orang-orang yang mempunyai
kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan
memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya)’ (QS. An-Nuur : 22). Ayat ini
turun pada seorang laki-laki yang bersumpah untuk tidak menolong orang lain.
Maka Allah memerintahkannya untuk menolongnya. Juga firman Allah ‘azza wa
jalla : ‘Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu
perkataan yang mungkar dan dusta’ (QS. Al-Mujaadilah : 2), kemudian Ia
memerintahkan padanya untuk membayar kaffarah[2]”
[Ma’rifatus-Sunan wal-Aatsaar, hal. 752].
Pendapat
yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat jumhur ulama, karena dalil-dalil
yang disebutkan dalam penetapan kaffarah adalah dalam hal orang yang
berniat dari awal untuk memenuhi sumpahnya. Selain itu, peniadaan kaffarah
adalah madzhab para shahabat yang sangat berat untuk diselisihi.
Para
ulama Lajnah Daaimah berkata:
اليمين الغموس من كبائر الذنوب ، ولا تجدي
فيها الكفارة لعظيم إثمها ، ولا تجب فيها الكفارة على الصحيح من قولي العلماء ،
وإنما تجب فيها التوبة والاستغفار
“Sumpah
palsu termasuk diantara dosa-dosa besar. Tidak ada kaffarat yang dapat mencukupinya
dikarenakan besarnya dosa (atas perbuatan tersebut). Tidak wajib membayar kaffarat
berdasarkan pendapat yang benar dari dua pendapat di kalangan ulama. Kewajiban
yang ada padanya hanyalah taubat dan istighfar” [Al-Fataawaa, 23/133].
Sebagaimana
dikatakan ulama Lajnah Daaimah, baik ada kaffarah maupun tidak ada kaffarah,
kaffarah itu sendiri tidak dapat menebus dosa besar sumpah palsu,
sehingga pelakunya harus benar-benar bertaubat kepada Allah ta’ala.
Wallaahu
a’lam.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– 26 Dzulqa’dah 1438].
[1] Yaitu hadits :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَى
غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، فَلْيَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah ﷺ : “Barangsiapa yang bersumpah dengan suatu
sumpah, lalu ia melihat yang lain lebih baik daripadanya, hendaklah ia
melakukan sesuatu yang lebih baik tersebut dan kemudian membayar kaffaratnya”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 1650].
[2] Yaitu pada ayat selanjutnya:
وَالَّذِينَ
يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ
رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ
مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ
مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
“Orang-orang
yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
(budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum
keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi
makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan
yang sangat pedih” [QS. Al-Mujaadilah : 3-4].
Comments
Posting Komentar