Tata Cara Wudlu Menurut Madzhab Ahlul-Bait


Artikel ini sedikit akan mengupas bagaimana tata cara wudlu yang diajarkan oleh Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, khususnya dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Tentu saja, apa yang diajarkan oleh Ahlul-Bait – yaitu ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu – merupakan cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Harapannya, kita akan semakin cinta kepada sunnah dan semakin cinta kepada Ahlul-Bait Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang shaalih. Berikut riwayat-riwayatnya:
1.     Riwayat Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa
عَن ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: دَخَلَ عَلَيَّ  عَلِيٌّ  بَيْتِي، فَدَعَا بِوَضُوءٍ، فَجِئْتُهُ بِقَعْبٍ يَأْخُذُ الْمُدَّ أَوْ قَرِيبَهُ، حَتَّى وُضِعَ بَيْنَ يَدَيْهِ، وَقَدْ بَالَ، فَقَالَ: يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، أَلَا أَتَوَضَّأُ لَكَ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ: بَلَى، فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي، قَالَ: فَوُضِعَ لَهُ إِنَاءٌ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ، ثُمَّ مَضْمَضَ، وَاسْتَنْشَقَ، وَاسْتَنْثَرَ، ثُمَّ أَخَذَ بِيَدَيْهِ فَصَكَّ بِهِمَا وَجْهَهُ، وَأَلْقَمَ إِبْهَامَهُ مَا أَقْبَلَ مِنْ أُذُنَيْهِ، قَالَ: ثُمَّ عَادَ فِي مِثْلِ ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ بِيَدِهِ الْيُمْنَى، فَأَفْرَغَهَا عَلَى نَاصِيَتِهِ، ثُمَّ أَرْسَلَهَا تَسِيلُ عَلَى وَجْهِهِ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى، إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثًا، ثُمَّ يَدَهُ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ مِنْ ظُهُورِهِمَا، ثُمَّ أَخَذَ بِكَفَّيْهِ مِنَ الْمَاءِ، فَصَكَّ بِهِمَا عَلَى قَدَمَيْهِ، وَفِيهِمَا النَّعْلُ، ثُمَّ قَلَبَهَا بِهَا، ثُمَّ عَلَى الرِّجْلِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، قَالَ: فَقُلْتُ: وَفِي النَّعْلَيْنِ؟ قَالَ: وَفِي النَّعْلَيْنِ، قُلْتُ: وَفِي النَّعْلَيْنِ؟ قَالَ: وَفِي النَّعْلَيْنِ، قُلْتُ: وَفِي النَّعْلَيْنِ؟ قَالَ: وَفِي النَّعْلَيْنِ
Dari Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah masuk ke rumahku, lalu meminta air untuk berwudlu. Kemudian aku bawakan satu bejana untuknya. Ia mengambil (airnya) satu mudd atau kurang lebih seukuran itu, sampai kemudian diletakkan di hadapannya, sementara dia selesai buang air kecil. Kemudian ia berkata : “Wahai Ibnu ‘Abbaas, maukah aku berwudlu untuk mengajarimu dengan cara berwudlu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam?”. Aku menjawab : “Ya, bapak dan ibuku sebagai tebusannya”. Kemudian bejana tersebut diletakkan untuknya (‘Aliy). Lalu membasuh kedua tangannya, kemudian berkumur-kumur, ber-istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), dan ber-istintsar (mengeluarkannya dari hidung). Kemudian ia mengambil air dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya, lalu meletakkan ibu jarinya dibelakang daun telinganya. Ia mengulanginya tiga kali. Lalu ia mengambil segenggam air dengan tangan kanannya dan menuangkannya di atas ubun-ubunnya dan membiarkannya mengalir di wajahnya. Kemudian ia membasuh tangan kanannya sampai siku sebanyak tiga kali, kemudian tangan kirinya seperti itu juga. Lalu ia mengusap kepalanya dan kedua telinganya dari luarnya. Kemudian ia mengambil air dengan kedua tangannya dan menuangkannya kepada kedua kakinya yang masih mengenakan sandal, kemudian membalikkan kaki kanannya, dan begitu juga dengan kaki yang lain seperti itu juga. Aku (Ibnu ‘Abbaas) berkata : “Dengan memakai sandal?”. ‘Aliy menjawab : “Ya, dengan memakai sandal”. Aku bertanya lagi :  “Dengan memakai sandal?”. Ia menjawab : “Ya dengan memakai sandal”. Aku bertanya lagi : “Dengan memakai sandal?”. Ia menjawab : “Ya, dengan memakai sandal” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/82; hasan].
2.     Riwayat Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa.
عَن الْحُسَيْن بْن عَلِيٍّ، قال: دَعَانِي أَبِي عَلِيٌّ بِوَضُوءٍ، فَقَرَّبْتُهُ لَهُ فَبَدَأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهُمَا فِي وَضُوئِهِ، ثُمَّ مَضْمَضَ ثَلَاثًا وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثًا ثُمَّ الْيُسْرَى كَذَلِكَ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ مَسْحَةً وَاحِدَةً، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ الْيُسْرَى كَذَلِكَ، ثُمَّ قَامَ قَائِمًا، فَقَالَ: نَاوِلْنِي، فَنَاوَلْتُهُ الْإِنَاءَ الَّذِي فِيهِ فَضْلُ وَضُوئِهِ، فَشَرِبَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ قَائِمًا ".فَعَجِبْتُ، فَلَمَّا رَآنِي، قَالَ: لَا تَعْجَبْ، فَإِنِّي رَأَيْتُ أَبَاكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ مِثْلَ مَا رَأَيْتَنِي صَنَعْتُ، يَقُولُ: لِوُضُوئِهِ هَذَا وَشُرْبِ فَضْلِ وَضُوئِهِ قَائِمًا
Dari Al-Husain bin ‘Aliy, ia berkata : Ayahku, yaitu ‘Aliy, pernah menyuruhku untuk mengambilkan air wudlu. Maka aku membawakannya untuknya. Maka ia mulai (berwudlu), lalu membasuh kedua telapak tangannya tiga kali sebelum memasukkan keduannya ke dalam air wudlu. Kemudian berkumur-kumur tiga kali dan ber-istintsar tiga kali. Lalu membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian membasuh tangannya yang kanan sampai kedua siku tiga kali, lalu yang kiri seperti itu pula. Kemudian mengusap kepalanya sekali usap, lalu membasuh kakinya yang kanan sampai dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu juga. Kemudian ia berdiri seraya berkata : ”Ambilkan (bejana itu) kepadaku!”. Lalu aku mengambilkan bejana itu untuknya yang di dalamnya terdapat sisa air wudlu. Lalu ia minum dari sisa air wudlunya sambil berdiri. Aku merasa heran. Maka ketika ia melihatku, ia berkata : ”Janganlah engkau merasa heran karena sesungguhnya aku pernah melihat kakekmu yaitu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan seperti yang engkau melihatku melakukannya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbuat kepada air wudlunya seperti ini dan meminum sisa air wudlunya sambil berdiri” [Diriwayatkan oleh An-Nasaaiy no. 95; shahih].
3.     Riwayat ‘Abdu Khair rahimahullah
عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ، قَالَ: أَتَانَا عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَقَدْ صَلَّى، فَدَعَا بِطَهُورٍ، فَقُلْنَا: مَا يَصْنَعُ بِالطَّهُورِ، وَقَدْ صَلَّى؟ مَا يُرِيدُ إِلَّا لِيُعَلِّمَنَا، فَأُتِيَ بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ وَطَسْتٍ فَأَفْرَغَ مِنَ الْإِنَاءِ عَلَى يَمِينِهِ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلَاثًا، ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا، فَمَضْمَضَ وَنَثَرَ مِنَ الْكَفِّ الَّذِي يَأْخُذُ فِيهِ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَغَسَلَ يَدَهُ الشِّمَالَ ثَلَاثًا، ثُمَّ جَعَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَرِجْلَهُ الشِّمَالَ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: " مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَعْلَمَ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ هَذَا "
Dari ‘Abdu Khair, ia berkata : ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah mendatangi kami sedangkan ia telah shalat. Lalu ia meminta untuk didatangkan air untuk bersuci. Kami berkata : "Apa yang hendak ia lakukan dengan air sedangkan ia telah shalat?. Ia tidak berkehendak kecuali untuk mengajari kita". Lalu didatangkan bejana berisi air, kemudian ia menuangkan air dari bejana tersebut pada tangan kanannya. Ia membasuh kedua tangannya tiga kali, lalu berkumur-kumur, (ber-istinsyaq), dan ber-istintsar tiga kali. Ia berkumur dan ber-istinsyaq dari telapak tangan yang ia gunakan untuk mengambil air (yaitu dengan tangan kanannya). Lalu ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya tiga kali dan membasuh tangan kirinya tiga kali. Lalu berkata : "Barangsiapa yang ingin mengetahui wudhu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka yang seperti ini" [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 111; shahih].
Dalam riwayat lain ada tambahan:
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ مُقَدَّمَهُ وَمُؤَخِّرَهُ مَرَّةً
“Kemudian ia (‘Aliy) mengusap kepalanya, bagian depan dan bagian belakangnya sekali” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 112; shahih].
Dalam riwayat lain dibawakan lebih lengkap, yaitu setelah mengusap kepala sekali disebutkan:
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى ثَلَاثًا وَرِجْلَهُ الشِّمَالَ ثَلَاثًا ".ثُمَّ قَالَ: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَعْلَمَ وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ هَذَا
Kemudian ‘Aliy mencuci/membasuh kaki kanannya tiga kali dan kaki kirinya tiga kali, lalu berkata : “Barangsiapa yang ingin mengetahui wudhu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka yang seperti ini” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 92; shahih].
4.     Riwayat Zirr bin Hubaisy rahimahullah.
عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَسُئِلَ عَنْ وُضُوءِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْحَدِيثَ، وَقَالَ: وَمَسَحَ عَلَى رَأْسِهِ حَتَّى لَمَّا يَقْطُرْ وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Zirr bin Hubaisy, bahwasannya ia mendengar ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu pernah ditanya tentang cara wudlu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ia (Zirr bin Hubaisy) menyebutkan hadits ‘Abdu Khair di atas dan berkata : “Ia (‘Aliy) mengusap kepalanya hingga air tidak menetes darinya. Kemudian ia mencuci/membasuh kedua kakinya tiga kali tiga kali, lalu berkata : “Demikianlah cara wudlu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 114; shahih].
5.     Abu Hayyaah Al-Waadi’iy rahimahullah.
عَنْ أَبِي حَيَّةَ الْوَادِعِيِّ، قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَالَ فِي الرَّحَبَةِ، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ، فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا، وَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا، وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ، وَغَسَلَ قَدَمَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَالَّذِي رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ
Dari Abu Hayyah Al-Waadi’iy, ia berkata : Aku pernah melihat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu buang air kecil/kencing di Rahabah, kemudian meminta air dan kemudian berwudhu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, berkumur-kumur dan ber-istinsyaq tiga kali, membasuh wajahnya tiga kali, membasuh kedua lengannya tiga kali-tiga kali, mengusap kepalanya, serta membasuh kedua kakinya tiga kali-tiga kali. Kemudian ia berkata : "Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal yang kalian lihat aku melakukannya" [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaid Al-Musnad 1/157; hasan].
6.     Riwayat ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa rahimahumallah.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، قَالَ: رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari ‘Abdurrahmaan bin Abi Lailaa, ia berkata : Aku pernah melihat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu berwudhu. Ia membasuh wajahnya tiga kali, membasuh kedua lengannya tiga kali, dan mengusap kepalanya satu kali, kemudian berkata : “Demikianlah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwudlu” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 115; shahih].
7.     Nazzaal bin Sabrah rahimahullah.
عَنْ النَّزَّال بْن سَبْرَةَ، قال: رَأَيْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ قَعَدَ لِحَوَائِجِ النَّاسِ، فَلَمَّا حَضَرَتِ الْعَصْرُ، أُتِيَ بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ فَأَخَذَ مِنْهُ كَفًّا فَمَسَحَ بِهِ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ وَرَأْسَهُ وَرِجْلَيْهِ، ثُمَّ أَخَذَ فَضْلَهُ فَشَرِبَ قَائِمًا. وَقَالَ: إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُونَ هَذَا، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ، وَهَذَا وُضُوءُ مَنْ لَمْ يُحْدِثْ
Dari Nazzaal bin Sabrah, ia berkata : “Aku pernah melihat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu shalat Dhuhur. Kemudian ia duduk untuk memenuhi kebutuhan/hajat orang-orang. Ketika tiba waktu ‘Ashar, didatangkan kepadanya bejana kecil berisi air. Kemudian ia mengambil air darinya satu genggam, lalu mengusapkannya ke wajahnya, kedua lengannya, kepalanya, dan kedua kakinya. Kemudian ia mengambil sisa air (dalam bejana tersebut) lalu meminumnya sambil berdiri. Ia berkata : “Sesungguhnya orang-orang tidak suka yang seperti ini[1], padahal aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukannya. Dan inilah cara wudlu bagi orang yang berhadats (batal)” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 130; shahih].
Dalam riwayat lain, Nazzaal bin Sabrah berkata:
صَلَّيْنَا مَعَ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ الظُّهْرَ، فَانْطَلَقَ إِلَى مَجْلِسٍ لَهُ يَجْلِسُهُ فِي الرَّحَبَةِ، فَقَعَدَ وَقَعَدْنَا حَوْلَهُ، ثُمَّ حَضَرَتْ الْعَصْرُ، فَأُتِيَ بِإِنَاءٍ، فَأَخَذَ مِنْهُ كَفًّا، فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَذِرَاعَيْهِ، وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ، وَمَسَحَ بِرِجْلَيْهِ، ثُمَّ قَامَ فَشَرِبَ فَضْلَ إِنَائِهِ، ثُمَّ قَالَ: إِنِّي حُدِّثْتُ أَنَّ رِجَالًا يَكْرَهُونَ أَنْ يَشْرَبَ أَحَدُهُمْ وَهُوَ قَائِمٌ، إِنِّي رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا فَعَلْتُ
Kami pernah shalat Dhuhur bersama ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu. (Setelah usai), ia pergi ke sebuah majlis di Rahabah. (Sesampainya di sana), ia duduk dan kami duduk di sekitarnya. Kemudian tiba waktu ‘Ashar. Didatangkan kepadanya bejana berisi air (untuk berwudlu). Ia mengambil satu genggam air, lalu berkumur-kumur dan ber-istinsyaq, lalu mengusap wajahnya, kedua lengannya, kemudian mengusap kepalanya dan mengusap kedua kakinya. Setelah itu meminum sisa dalam bejana tersebut dan berkata : "Aku diberitahu bahwa ada beberapa orang yang tidak suka apabila salah seorang di antara mereka minum sambil berdiri. Padahal aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan sebagaimana yang aku lakukan" [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/159; shahih].
Sebagian faedah dari beberapa riwayat di atas:
1.     Keutamaan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu dalam menjaga sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam meskipun orang lain tidak mengamalkan atau tidak menyukainya.
2.     Bolehnya berwudlu dalam rangka pengajaran bagi orang lain.
3.     Sah berwudlu dengan satu mudd air[2]. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Anas radliyallaahu ‘anhu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ
“Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mandi dengan 1 shaa’ hingga 5 mudd air, dan berwudlu dengan 1 mudd air” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 201].
Islam melarang berlebih-lebihan dan boros dalam menggunakan air, meski untuk bersuci sekalipun. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ
Sesungguhnya kelak akan ada satu kaum dari umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdoa” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 96, Ibnu Maajah no. 3864, dan yang lainnya; dinyatakan shahih oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/35-36].
Allah ta’ala berfirman:
وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [QS. Al-An’aam : 141].
4.     Kaifiyat (tata cara) wudlu yang wajib dalam syari’at Islam adalah :
a.      Membasuh kedua telapak tangan tiga kali.
b.      Berkumur-kumur tiga kali serta ber-istinsyaq dan ber-istintsar tiga kali. Istinsyaq dan istintsar dilakukan bersamaan dengan kumur-kumur dengan menggunakan air yang ada di telapak tangan kanan.
c.      Membasuh wajahnya tiga kali.
d.      Membasuh tangan kanan dan tangan kiri hingga siku masing-masing tiga kali
e.      Mengusap kepala bagian depan dan belakang, serta kedua telinga dengan sekali usapan.
f.      Membasuh kaki kanan dan kaki kiri sampai dua mata kaki masing-masing tiga kali.
5.     Boleh meringankan wudlu yang bersifat sunnah/anjuran – bukan untuk menghilangkan hadats kecil, lebih-lebih hadats besar - dengan hanya mengusap anggota-anggota badan yang wajib untuk dibasuh/dicuci sebagaimana riwayat Nazzaal bin Sabrah [lihat : Al-Furuu’ oleh Ibnu Muflih, 1/151].[3]
6.     Boleh berwudlu dengan mengenakan sandal.
7.     Diperbolehkannya minum sambil berdiri, meski duduk tetap lebih utama[4].
Inilah wudlu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi amalan Ahlul-Baitnya, dan juga menjadi sunnah yang tetap bagi kaum muslimin di seluruh dunia hingga akhir jaman.
Bagaimana dengan orang-orang Syi’ah Raafidlah ?. Apakah mereka mengamalkan sunnah tersebut di atas ?. Untuk lebih jelasnya, silakan baca ulang artikel di blog ini berjudul : Cara Wudlu Orang Syi’ah Ternyata Tidak Sesuai dengan Contoh Imam ‘Aliy.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – senayan, 23042015 – 13:33].




[1]      Maksudnya dalam hal minum sambil berdiri.
[2]      Kira-kita 1 1/3 (satu sepertiga) liter untuk ukuran orang Hijaz atau 2 liter untuk ukuran orang ‘Iraaq.
[3]      Selengkapnya dapat dibaca Ahkaamuth-Thaharah oleh Asy-Syaikh Dibyaan bin Muhammad Ad-Dibyaan, 9/445-449; Maktabah Ar-Rusyd, Cet. 1/1425 H.
[4]      Pembahasan lebih lanjut silakan dibaca : Pembahasan : Minum Sambil Berdiri (Perlu Anda Ketahui).

Comments

Unknown mengatakan...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Benar sekali apa yang antum sertakan Ustadz, sungguh saya tidak bertaqlid kepada antum ataupun ustadz fulan dan ulama fulan. Akan tetapi saya bertaqlid kepada al-Qur`an dan as-Sunnah as-Shahihah dengan pemahaman para sahabat radliyallaahu ‘anhu.

“Saya bermanhaj Salaf dan bahkan, saya lebih Syi’ah ketimbang orang Syi’ah Raafidlah itu sendiri.”

Mengapa demikian ?
Itu karena saya berusaha berittiba’ kepada sunah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dimana semua sunnah tersebut selalu dikerjakan oleh para sahabat radliyallaahu ‘anhum (termasuk ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, pent) dari jaman mereka hingga jaman sekarang.

Maka dari itu, jika Syi’ah mengaku-ngaku sebagai pengikut ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Akan tetapi mereka selalu menyelisihi sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang selalu dikerjakan oleh oleh para sahabat radliyallaahu ‘anhum (termasuk ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, pent).

Maka saya katakan, jika saya lebih Syi’ah ketimbang orang-orang Syi’ah itu sendiri.!!

Unknown mengatakan...

Ustadz, dalam hadits-hadits di atas, pengambilan air dari bejananya dengan cara diciduk atau dikucurkan? Syukran.

Anonim mengatakan...

Ustadz, Imam Syaukani di kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa ahlul bait tidak bersedekap saat berdiri dalam sholat.. bahkan tidak ada riwayat Abu Bakar, Umar dan kebanyakan sahabat lainnya bersedekap dalam sholat..
Benarkah demikian ustadz?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

@Jared, dua-duanya boleh.

@Anonim,.... mungkin yang dimaksud Asy-Syaukaaniy adalah madzhab Syi'ah yang sering mengklaim madzhab Ahlul-Bait. Akan tetapi dulu para shahabat shalat dengan bersedekap:


· Posisi tangan ketika berdiri i’tidal adalah bersedekap di dada menurut pendapat yang paling kuat. Hal itu berdasarkan keumuman hadits :

كان الناس يؤمرون أن يضع الرجل اليد اليمنى على ذراعه اليسرى في الصلاة

“Adalah para shahabat diperintahkan (oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam) bahwa seseorang agar meletakkan tangan kanannya di atas hasta kirinya dalam shalat” [HR. Al-Bukhari no. 707 dari Sahl bin Sa’d radliyallaahu ‘anhu].

wallaahu a'lam.