Adz-Dzahabiy dan ‘Udzur Kejahilan


Adz-Dzahabiy rahimahullah pernah berkata tentang kondisi orang-orang yang terjatuh dalam dosa-dosa besar:
اعلم أن كثيرا من الكبائر بل عامتها إلا الأقل يجهل خلقٌ كثير من الأمة تحريمه ، وما بلغه الزّجر فيه و لا الوعيد ، فهذا الضَّرب فيهم تفصيل:
فينبغي للعالم أن لا يستعجل على الجاهل بل يرفق به ، ويعلّمه مما علّمه الله ، ولاسيما إذا كان قريب عهد بجاهلية ، قد نشأ في بلاد الكفر البعيدة ، وأُسر وجُلب إلى أرض الإسلام ، وهو تُركي أو كرجي مشرك لا يعرف النطق بالعربي ، فاشتراه أميرٌ تركي لا علم عنده ولا فهم ، فبالجهد إن تلفّظ بالشّهادتين ، فإن فهم بالعربي حتى يفقه معنى الشهادتين بعد أيام وليال فبها ونعمت ، ثم قد يصلي وقد لا يصلي ، وقد يُلقَّن الفاتحة مع الطول إن كان أستاذه فيه دينٌ ما ، فإن كان أستاذه نسخة منه فمن أين لهذا المسكين أن يعرف شرائع الإسلام والكبائر واجتنابها ، والواجبات وإتيانها؟ فإن عُرِّف هذا موبقات الكبائر وحُذِّر منها ، وأركان الفرائض واعتقدها ، فهو سعيد ، وذلك نادرٌ ، فينبغي للعبد أن يحمد الله تعالى على العافية.
 فإن قيل: هو فرّط لكونه ما سأل عمّا يجب عليه.
 قيل : هذا ما دار في رأسه ، ولا استشعر أن السؤال من يُعلِّمه يجب عليه ، {ومَن لم يجعلِ اللهُ له نورا فما له من نورٍ}(النور: الآية40) ، فلا يأثم أحدٌ إلا بعد العلم ، وبعد قيام الحجة عليه ، والله لطيف بعباده ، رؤوف بهم قال الله تعالى : { وما كُنَّا مُعذِّبين حتى نبعثَ رسولا}(الإسراء: الآية15).
وقد كان سادةُ الصّحابة بالحبشة وينزل الواجب والتحريم على النبي صلى الله عليه وسلم فلا يبلغهم تحريمُه إلاّ بعد أشهر ، فهم في تلك الأشهر معذورون بالجهل حتى يبلغهم النص ، فكذا يعذر بالجهل كلُّ من لم يعلم حتى يسمع النص ، والله تعالى أعلم.
“Dan ketahuilah banyak diantara dosa-dosa besar, bahkan mayoritasnya kecuali sedikit diantaranya, tidak diketahui keharamannya oleh banyak orang dari umat ini dan tidak sampai larangan dan ancaman itu kepada mereka. Pada orang seperti ini terdapat perincian (dalam hukum dan vonisnya). Sudah seharusnya seorang ‘alim tidak terburu-buru (memvonis) kepada seorang yang jahil, akan tetapi hendaknya ia bersikap lemah-lembut kepadanya dan mengajarkan apa yang Allah ajarkan kepada dirinya. Khususnya, apabila orang tersebut baru keluar dari masa Jahiliyyah, dimana sebelumnya ia hidup di negeri kufur yang jauh lalu tertawan dan dibawa ke negeri Islam, dan ia adalah orang Turki atau orang Kurji yang musyrik yang tidak tahu bahasa ‘Arab, lalu ia dibeli oleh seorang amir Turki yang tidak mempunyai ilmu dan pemahaman. Maka dengan usaha keras, seandainya orang tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat, sedangkan ia sendiri memahami bahasa ‘Arab sehingga ia dapat memahamkannya dua kalimat syahadat setelah beberapa hari atau beberapa malam; maka itu bagus. Kemudian, mungkin ia shalat dan mungkin pula ia tidak shalat. Kadang ia diajarkan Al-Faatihah dalam waktu yang panjang, padahal orang yang mengajarkannya tidak memiliki pemahaman agama yang memadai. Seandainya ustadznya itu satu cetakan dengan dirinya (yaitu : sama-sama bodoh), lantas dari mana orang miskin ini mengetahui syari’at-syari’at Islam, dosa-dosa besar sehingga ia menjauhinya, dan kewajiban-kewajiban sehingga ia melakukannya ?. Seandainya ia diberitahukan dosa-dosa besar yang membinasakan ini dan diberikan peringatan terhadapnya, lalu diajarkan kepadanya berbagai kewajiban-kewajiban dan kemudian ia meyakininya; maka ia adalah orang yang berbahagia. Akan tetapi itu sangatlah jarang. Maka, seorang hamba sudah seharusnya memuji Allah ta’ala atas anugerah ‘afiyah (kepada dirinya).
Apabila dikatakan : ‘Orang tersebut lalai karena tidak bertanya tentang apa yang diwajibkan kepadanya’.
Dikatakan : Inilah yang ada di dalam pikirannya, dan ia tidak merasa bahwa bertanya kepada orang yang dapat mengajarkannya diwajibkan kepadanya. ‘(Dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun’ (QS. An-Nuur : 40). Seseorang tidaklah berdosa kecuali setelah ia mengetahui dan setelah tegak padanya hujjah. Dan Allah Maha Lembut dan Maha Penyayang atas hamba-Nya. Allah ta’ala berfirman : ‘dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul’ (QS. Al-Israa’ : 15).
Dulu beberapa pembesar shahabat yang berada di negeri Habasyah dimana pada waktu bersamaan turun kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka tidaklah sampai kepada mereka pengharaman-pengharaman tersebut kecuali setelah lewat beberapa bulan. Maka, mereka diberikan ‘udzur dalam bulan-bulan tersebut atau ketidaktahuan mereka hingga sampai kepada mereka nash. Begitu pula setiap orang yang tidak mengetahui diberikan ‘udzur kejahilan hingga ia mendengar nash (dan memahaminya), wallaahu a’lam.
[Al-Kabaair, hal. 19-20, tahqiq : ‘Abdurrazzaaq Mahdiy; Daarul-Kitaab Al-‘Arabiy, Cet. Thn. 1425 H].

[Abul-Jauzaa’ – perumahan ciomas permai – 09122014 – 22:20].

Comments

Anonim mengatakan...

Assalamu 'alaykum ustadz, oot ni..
Sy belum paham, mengenai alamat/tanda kebaikan orang yg meninggal pada hari jumat..
Apakah hadits itu mutlak? jika tidak,
apakah ia khusus muslim? bagaimana dengan orang kafir? Seandainya khusus muslim, apakah berlaku utk ahli maksiat/ pelaku bid'ah? Misal pezina/ tukang mabuk meninggal hari jumat.
Mohon jawaban ustadz, syukron.