Nabi Luth Menyuruh Kaumnya yang Homoseksual untuk Menikahi Anak Perempuannya ?


Allah ta’ala berfirman:
وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ قَبْلُ كَانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَا قَوْمِ هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلا تُخْزُونِي فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ * قَالُوا لَقَدْ عَلِمْتَ مَا لَنَا فِي بَنَاتِكَ مِنْ حَقٍّ وَإِنَّكَ لَتَعْلَمُ مَا نُرِيدُ
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap putri-putrimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki" [QS. Huud : 78-79].
قَالَ هَؤُلاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ
“Luth berkata: "Inilah putri-putriku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)" [QS. Al-Hijr : 71].
Sebagian orang telah salah paham terhadap ayat ini dimana mereka menganggap Nabi Luuth ‘alaihis-salaam memberikan saran kepada kaumnya yang homoseksual itu untuk menikahi anak perempuannya. Ini keliru, karena yang dimaksud dalam ‘putri-putriku’ dalam dua ayat di atas adalah para wanita di negerinya.
حَدَّثَنَا بِشْرٌ، قَالَ: ثنا يَزِيدُ، قَالَ: ثنا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، " قَالَ هَؤُلاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ ". أَمَرَهُمْ نَبِيُّ اللَّهِ لُوطٌ أَنْ يَتَزَوَّجُوا النِّسَاءَ، وَأَرَادَ أَنْ يَقِيَ أَضْيَافَهُ بِبَنَاتِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Bisyr, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid, dari Qataadah tentang firman-Nya : ‘Luth berkata: ‘Inilah putri-putriku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)’ (QS. Al-Hijr : 71), ia berkata : “Nabiyullah Luth memerintahkan mereka agar menikahi para wanita. Dan ia berkehendak untuk melindungi tamu-tamunya (yang laki-laki) dengan putri-putrinya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy 17/118; shahih].
حَدَّثَنَا ابْنُ وَكِيعٍ، قَالَ: ثَنَا أَبِي. وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، قَالَ: ثَنَا وكيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ: "هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ، قَالَ: لَمْ يَكُنَّ بَنَاتُهُ، وَلَكِنْ كُنَّ مِنْ أُمَّتِهِ، وَكُلُّ نَبِيٍّ أَبُو أُمَّتِهِ "
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku. Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan, dari Laits, dari Mujaahid tentang firman-Nya : ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu’ (QS. Huud : 78), ia berkata : “Yang dimaksudkan bukanlah putri-putri kandungnya, akan tetapi mereka adalah wanita-wanita dari umatnya, karena setiap nabi adalah ayah bagi umatnya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan 15/413-414; sanadnya lemah karena faktor Laits, namun dikuatkan dari jalan riwayat Ibnu Abi Najiih sehingga hasan].
حَدَّثَنَا أَبِي، ثنا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، ثنا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ شَبِيبٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ أُبَيٍّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، فِي قَوْلِ اللَّهِ: يَا قَوْمِ هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ قَالَ: إِنَّمَا دَعَاهُمْ إِلَى نِسَائِهِمْ، قَالَ: وَكُلُّ نَبِيٍّ هُوَ أَبُو أُمَّتِهِ، وَكَانَ فِي بَعْضِ الْقِرَاءَةِ النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَهُوَ أَبٌ لَهُمْ
Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Muhammad bin Syabiib, dari Ja’far bin Ubaiy[1], dari Sa’iid bin Jubair tentang firman Allah : ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu’ (QS. Huud : 78), ia berkata : “Sesungguhnya Luuth hanyalah menyeru mereka untuk (menikahi) wanita-wanita mereka. Setiap nabi adalah bapak bagi umatnya. Dalam sebagian qira’at disebutkan : ‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka, dan ia adalah bapak bagi mereka’ (QS. Al-Ahzaab : 6)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Haatim dalam Tafsiir-nya hal. 2062 no. 11067].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
وقوله: { قَالَ يَا قَوْمِ هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ } يرشدهم إلى نسائهم، فإن النبي للأمة بمنزلة الوالد [للرجال والنساء]، فأرشدهم إلى ما هو أنفع لهم في الدنيا والآخرة، كما قال لهم في الآية الأخرى: { أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ } [الشعراء: 165، 166]، وقوله في الآية الأخرى: { قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ } [الحجر:70] أي: ألم ننهك عن ضيافة الرجال { قَالَ هَؤُلاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ . لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ } [الحجر:71، 72]، وقال في هذه الآية الكريمة: { هَؤُلاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ }
قال مجاهد: لم يكن بناته، ولكن كن من أمَّتِهِ، وكل نبي أبو أمَّتِه.
وكذا روي عن قتادة، وغير واحد
“Dan firman-Nya : ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu (QS. Huud : 78), ia (Luuth) mengarahkan mereka pada wanita-wanita mereka, karena (kedudukan) Nabi bagi umatnya, karena Nabi bagi umatnya seperti kedudukan orang tua dari laki-laki dan wanita. Maka Luuth mengarahkan mereka kepada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi mereka di dunia dan akhirat. Sebagaimana Luuth berkata kepada kaumnya dalam ayat yang lain : ‘Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas" (QS. Asy-Syu’araa’ : 165-166). Dan juga firman-Nya dalam ayat yang lain : ‘Mereka berkata: "Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?" (QS. Al-Hijr : 70), yaitu : Bukankah kami telah melarangmu dari menjamu laki-laki?. Firman Allah : ‘Luth berkata: "Inilah putri-putriku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". (Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)"(QS. Huud : 71-72). Dan Allah juga telah berfirman dalam ayat-Nya yang mulia : ‘Hai kaumku, inilah putri-putriku mereka lebih suci bagimu (QS. Huud : 78).
Mujaahid berkata : ‘Yang dimaksudkan bukanlah anak-anak perempuan Nabi Luuth, akan tetapi wanita-wanita dari umatnya, karena setiap nabi adalah ayah bagi umatnya’.
Demikian pula yang diriwayatkan dari Qataadah dan yang lainnya” [Tafsiir Ibnu Katsiir, 4/337].
Wallaahu a’lam.
Semoga tulisan singkat ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – 25042014 – 01:25].




[1]      Begitulah yang tertulis dalam riwayat, yaitu Ja’far bin Ubay (جعفر بن أبي). Ada kemungkinan maksudnya adalah Ja’far bin Abi Wahsyiyyah (جعفر بن أبي وحشية). Ia adalah perawi yang dikenal meriwayatkan dari dari Sa’iid bin Jubair, dan darinya diriwayatkan oleh Muhammad bin Syabiib. Kata ‘Wahisyyyah’ ada kemungkinan terhapus dalam penulisan. Wallaahu a’lam.
Jika orang tersebut adalah Ibnu Abi Wahsiyyah, maka sanadnya shahih.

Comments

Mesin Pencari Islami mengatakan...

Ustadz, mohon penjelasan hubungan antara hadits dan ayat berikut ini karena musuh Islam menyerang dari sisi ini. Jazakallahu khair.

“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.” (Al-Haqah: 44-47).

Dengan:

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika menderita penyakit yang akhirnya beliau meninggal dunia karenanya, “Wahai ‘Aisyah, aku senantiasa merasakan nyeri akibat makanan yang aku makan ketika aku berada di daerah Khaibar, dan sekarang ini adalah saatnya urat nadiku terputus karena pengaruh racun itu” (Bukhari)

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah ilmu baru,..

Anonim mengatakan...

Katakan saja mas..
Pahamilah Al-Qur'an dengan pemahaman yang benar.
Tiliklah Asbabun Nuzul ayat itu turun karena apa..
Antara ayat itu dan sakitnya Rasul menjelang meninggal itu jauh sekali.