Fiqh Syi’ah (6) – Tidak Boleh Mencium Tangan Seseorang


Kata imam Syi’ah, itu tidak boleh.
عَلِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ مُوسَى عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) قَالَ لَا يُقَبَّلُ رَأْسُ أَحَدٍ وَ لَا يَدُهُ إِلَّا يَدُ رَسُولِ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) أَوْ مَنْ أُرِيدَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) .
‘Aliy bin Ibraahiim, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari Rifaa’ah bin Muusaa, dari Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), ia berkata : “Tidak boleh mencium kepala seseorang dan tangannya, kecuali tangan Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalih) atau orang yang dikehendaki Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalih)” [Al-Kaafiy oleh Al-Kulainiy, 2/185].
Al-Majlisiy berkata : “Hasan seperti shahih (hasan kash-shahiih)” [Mir’atul-‘Uquul, 9/79].
Maksud dari ‘orang yang dikehendaki Rasulullah’ adalah para imam.
Al-Mazandaraaniy berkata :
قوله (أو من أريد به رسول الله (صلى الله عليه وآله)) أريد به الوصي وسيصرح به في الخبر التالي
“Dan perkataannya (imam) : ‘atau orang yang dikehendaki Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa aalihi’, yang dimaksudkan dengannya adalah al-washiy (imam). Dan hal itu akan dijelaskan lebih lanjut pada riwayat berikutnya”.
Maksud riwayat berikutnya adalah :
عَلِيٌّ عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ أَبِي عُمَيْرٍ عَنْ زَيْدٍ النَّرْسِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مَزْيَدٍ صَاحِبِ السَّابِرِيِّ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى أَبِي عَبْدِ اللَّهِ ( عليه السلام ) فَتَنَاوَلْتُ يَدَهُ فَقَبَّلْتُهَا فَقَالَ أَمَا إِنَّهَا لَا تَصْلُحُ إِلَّا لِنَبِيٍّ أَوْ وَصِيِّ نَبِيٍّ
‘Aliy, dari ayahnya, dari Ibnu Abi ‘Umair, dari zaid An-Narsiy, dari ‘Aliy bin Maziid shaahib As-Saabiriy, ia berkata : “Aku masuk menemui Abu ‘Abdillah (‘alaihis-salaam), lalu aku mengambil tangannya, lalu aku menciumnya. Ia (Abu ‘Abdillah) berkata : ‘Adapun hal itu (mencium tangan) tidak diperbolehkan kecuali untuk Nabi atau washiy-nya Nabi (imam)” [Al-Kaafiy, 2/185].
Kemudian ia melanjutkan :
قوله (أما إنها لا تصلح إلا لنبي أو وصي نبي) ظاهره عدم جواز قبلة اليد لغيرهما
“Dan perkataannya : ‘Adapun hal itu (mencium tangan) tidak diperbolehkan kecuali untuk Nabi atau washiy-nya Nabi (imam)’; dhahirnya menunjukkan meniadaan kebolehan mencium tangan selain keduanya” [Syarh Ushuulil-Kaafiy].
Saya tidak mengarang kesimpulan, karena As-Sistaaniy menolak dicium tangannya.


Tapi namanya orang,.... wajar jika punya rasa senang dicium tangannya oleh orang lain sebagaimana gambar di awal dan video berikut :


[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 09041435/08022014 – 23:10].

Comments