Menjahrkan Basmalah Bid’ah ?


Tanya : Apakah men-jahr-kan (mengeraskan) basmalah Surat Al-Faatihah dalam shalat berjama’ah oleh imam termasuk bid’ah ?
Jawab : Telah tetap dalam beberapa hadits bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat mengimami para shahabat membaca surat Al-Fatihah dan memulainya dengan bacaan alhamdulillaahi-rabbil-‘aalamiin....dst.
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ، وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلَاةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin ‘Umar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qataadah, dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dulu membuka shalat dengan membaca : alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 743].

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَابْنُ بَشَّارٍ كِلَاهُمَا، عَنْ غُنْدَرٍ، قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَال: سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: " صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa dan Ibnu Basysyaar, keduanya dari Ghundar – Ibnul-Mutsannaa berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah : Aku mendengar Qataadah menceritakan dari Anas, ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan, dan aku tidak pernah mendengar salah seorang pun di antara mereka membaca bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 399].
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ يَعْنِي الأَحْمَرَ، عَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ، قَالَ: ح وحَدَّثَنَا إِسْحَاق بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لَهُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ بُدَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair : Telah menceritakan kepada kami Abu Khaalid Al-Ahmar, dari Husain Al-Mu’allim, ia berkata : (ح). Dan telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim – dan lafadh hadits ini adalah miliknya - , ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Iisaa bin Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Husain Al-Mu’allim, dari Budail bin Maisarah, dari Abul-Jauzaa’, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuka shalat dengan takbir dan bacaan : alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 498].
Ibnu ‘Adiy (2/107-108 no. 225) mengkritik bahwasannya Abul-Jauzaa’ – namanya adalah Aus bin ‘Abdillah Ar-Rib’iy, tsiqah – tidak mendengar riwayat dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa. Inilah yang dikuatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalam Tahdziibut-Tahdziib (1/384). Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Abul-Jauzaa’ mengutus utusan kepada ‘Aaisyah untuk menanyakan hadits di atas.[1] Namun klaim keterputusan riwayat ini perlu didiskusikan lebih lanjut.[2]
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ إِيَاسٍ الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَايَةَ، عَنِ ابْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي، وَأَنَا أَقُولُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ، إِيَّاكَ قَالَ: " وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَبْغَضَ إِلَيْهِ حَدَثًا فِي الْإِسْلَامِ مِنْهُ فَإِنِّي قَدْ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَمَعَ عُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَلَا تَقُلْهَا، إِذَا أَنْتَ قَرَأْتَ، فَقُلْ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ "
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Iyaas Al-Jurairiy, dari Qais bin ‘Abaayah, dari Ibnu ‘Abdillah bin Mughaffal bin Yaziid bin ‘Abdillah, ia berkata : Ayahku mendengarku yang ketika itu aku berkata (dalam shalat) : ‘bismillahir-rahmaanir-rahiim’. Ia (ayahku) berkata : “Wahai anakku, jangan engkau lakukan itu. Aku tidak pernah melihat seorang pun dari shahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih marah terhadap hal yang diada-adakan dalam Islam daripadanya. Sesungguhnya aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan, namun aku tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka membacanya (basmalah). Maka, jangan engkau lakukan. Apabila engkau membaca (Al-Fatiihah), katakanlah : alhamdulillahi rabbil-‘aalamiin” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/85].
Sanad hadits ini lemah karena Ibnu ‘Abdillah bin Al-Mughaffal adalah majhuul.
Saya kira, riwayat-riwayat yang seperti ini sudah mayhuur di sebagian besar rekan-rekan.
Namun ada riwayat lain yang menyatakan di-masyru’-kannya mengeraskan bacaan basmalah :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الْحَكَمِ، حَدَّثَنَا أبِي، وَشُعَيْبُ بْنُ اللَّيْثِ، قَالا: أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلالٍ، عَنْ نُعَيْمٍ الْمُجْمِرِ، أنَّهُ قَالَ: " صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ، قَالَ: آمِينَ، وَقَالَ النَّاسُ: آمِينَ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: اللَّهُ أَكْبَرُ وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ مِنَ اثْنَتَيْنِ، قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".هَذَا صَحِيحٌ وَرُوَاتُهُ كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr An-Naisaabuuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Hakam : Telah menceritakan kepada kami ayahku dan Syu’aib bin Al-Laits, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Laits bin Sa’d, dari Khaalid bin Yaziid, dari Sa’iid bin Abi Hilaal, dari Nu’aim Al-Mujmir, bahwasannya ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah. Lalu ia membaca : bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Kemudian membaca Ummul-Qur’aan (yaitu Al-Faatihah), hingga ketika sampai pada ayat : ghairil-maghdluubi ‘alaihim, waladl-dlaaalliin, ia membaca : aamiin. Orang-orang pun membaca : aamiin. Apabila ia sujud membaca : allaahu akbar, dan apabila berdiri dari duduk pada raka’at kedua, ia membaca : allaahu akbar. Lalu ia berkata ketika usai salam : ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku yang paling mirip di antara kalian dalam shalat dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 1168; dan ia berkata : “Hadits ini shahih, para perawinya semua tsiqaat”].
Sisi pendalilannya : Nu’aim bin Mujmir rahimahullah yang berposisi sebagai makmum mendengar bacaan basmalah Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, sehingga dapat dipahami ia (Abu Hurairah) memang mengeraskan bacaan tersebut. Dan perkataan Abu Hurairah bahwa ia adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan apa yang dilakukannya itu berdasarkan contoh yang ia dengar atau lihat dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Ada beberapa ulama (misal : Az-Zaila’iy rahimahullah) yang men-ta’lil riwayat ini dengan alasan tafarrud-nya Nu’aim bin Al-Mujmir yang menyebutkan shalatnya Abu Hurairah dengan ziyadah membaca basmalah. Namun ta’lil ini tidaklah diterima karena Nu’aim adalah tsiqah dan ia mempersaksikan shalat yang pernah ia alami bersama Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu. Oleh karena itu, ziyaadah ini adalah shahih dan diterima.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ صَاعِدٍ، ومُحَمَّدُ بْنُ مَخْلَدٍ، قَالا: نا جَعْفَرُ بْنُ مُكْرَمٍ، ثنا أَبُو بَكْرٍ الْحَنَفِيُّ، ثنا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي نُوحُ بْنُ أَبِي بِلالٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا قَرَأْتُمِ: الْحَمْدُ فَاقْرَءُوا: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّهَا أُمُّ الْقُرْآنِ، وَأُمُّ الْكِتَابِ، وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي، وَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أحَدُ ايَاتِهَا ".
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Muhammad bin Shaa’id dan Muhammad bin Makhlad, mereka berdua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ja’far bin Mukram : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Al-Hanafiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ja’far : Telah mengkhabarkan kepadaku Nuuh bin Abi Hilaal, dari Sa’iid bin Abi Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kalian membaca ‘alhamdulillah, maka bacalah ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Sesungguhnya ia adalah Ummul-Qur’aan, Ummul-Kitaab, dan As-Sab’ul-Matsaaniy (Al-Faatihah). Dan ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’ merupakan salah satu ayatnya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 1990].
Sanad hadits ini hasan. Tapi riwayat ini diperselisihkan kemarfu’annya[3], karena setelah membawakan riwayat ini, Ad-Daaruquthniy membawakan perkataan Abu Bakr Al-Hanafiy :
ثُمَّ لَقِيتُ نُوحًا فَحَدَّثَنِي، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَرْفَعْهُ
“Kemudian aku menemui Nuuh (bin Abi Hilaal), lalu ia menceritakan kepadaku dari Sa’iid bin Abi Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah semisal hadits tersebut tanpa memarfu’kannya” [idem].
Al-Albaaniy menshahihkan baik yang marfuu’ maupun mauquuf dalam Ash-Shahiihah 3/179-180. Ad-Daaruquthniy memasukkan hadits ini dalam Bab : Mengeraskan Bacaan Bismillahir-rahmaanir-rahiim. Riwayat ini menjadi petunjuk sebab Abu Hurairah mengeraskan bacaan basmalah di riwayat sebelumnya – wallaahu a’lam.
Juga riwayat dari beberapa shahabat yang lain :
حَدَّثنا عَلِيُّ، قَالَ: ثنا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا شُعْبَةُ، عَنِ الأَزْرَقِ بْنِ قَيْسٍ، قَالَ: " صَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ الزُّبَيْرِ، فَاسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَلَمَّا قَرَأَ: غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ قَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy (bin ‘Abdil-‘Aziiz Al-Baghawiy), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibraahiim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Azraq bin Qais, ia berkata : “Aku pernah shalat di belakang Ibnuz-Zubair, lalu ia membuka bacaan dengan ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’. Dan ketika ia selesai membaca : ‘ghairil-maghdluubi ‘alaihim wa laadl-dlaaalliin’, ia berkata : ‘bismillaahir-rahmaanir-rahiim’” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 1357; sanadnya shahih].
حَدَّثنا مُوسَى بْنُ هَارُونَ، قَالَ: ثنا أَبُو بَكْرٍ، قَالَ: ثنا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ذَرٍّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ عُمَرَ كَانَ يَجْهَرُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin Haaruun, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Khaalid bin Makhlad, dari ‘Umar bin Dzarr, dari ayahnya, dari Sa’iid bin ‘Abdirrahmaan bin Abzaa, dari ayahnya : Bahwasannya ‘Umar mengeraskan bacaan bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 1358; sanadnya shahih].
وَكَمَا حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّهْشَلِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ الْفَقِيرُ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، " أَنَّهُ كَانَ يَفْتَتِحُ الْقِرَاءَةَ بِ " بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakrah (Bakkaar bin Qutaibah), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Daawud (Ath-Thayaalisiy), ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr An-Nahsyaliy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yaziid Al-Faqiir, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : Bahwasannya ia biasa membuka bacaan surat dengan bismillaahir-rahmaanir-rahiim” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar no. 727; sanadnya hasan. Yaziid mempunyai mutaba’ah dari Naafi’ sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Wahb dalam Al-Muwaththa’ no. 352].
Juga tabi’iin :
حَدَّثنا ابن قتيبة، ثنا ابن أبي السري، ثنا معتمر بن سليمان، ثنا النعمان بن أبي شيبة، عن ابن طاوس أنه كان يجهر ببسم الله الرحمن الرحيم قبل الفاتحة وقبل السورة
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abis-Sariy : Telah menceritakan kepada kami Mu’tamir bin Sulaimaan : Telah menceritakan kepada kami An-Nu’maan bin Abi Syaibah, dari Ibnu Thaawuus, bahwasannya ia mengeraskan bacaan bismillaahir-rahmaanir-rahiim sebelum Al-Faatihah dan sebelum surat [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan dalam Ats-Tsiqaat, 5/545; sanadnya hasan].
Juga atbaa’ut-taabi’iin :
وَحَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ حَمْدَانَ الْجَلابُ بِهَمْدَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ خُرَّزَادَ الأَنْطَاكِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيِّ الْعَسْقَلانِيُّ، قَالَ: " صَلَّيْتُ خَلْفَ الْمُعْتَمِرِ بْنِ سُلَيْمَانَ مَا لا أُحْصِي صَلاةَ الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ، فَكَانَ يَجْهَرُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَبْلَ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَبَعْدَهَا "
Dan telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad bin ‘Abdirrahmaan bin Hamdaan Al-Jalaab di negeri Hamdaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Khurraazaadz Al-Anthaakiy, ia berkata : Teleh menceritakan kepada kami Muhammad bin Abis-Sariy Al-‘Asqalaaniy, ia berkata : Aku pernah shalat di belakang Al-Mu’tamir bin Sulaimaan shalat Maghrib dan shalat Shubuh tidak terhitung banyaknya. Dan ia mengeraskan bismillaahir-rahmaanir-rahiim sebelum Al-Fatihah dan setelahnya” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Ma’rifah no. 788; sanadnya hasan].
At-Tirmidziy menjelaskan perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini. Setelah membawakan hadits ‘Abdullah bin Al-Mughaffal (no. 244), ia berkata :
وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ وَغَيْرُهُمْ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ، وَبِهِ يَقُولُ: سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، وَابْنُ الْمُبَارَكِ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاق، لَا يَرَوْنَ أَنْ يَجْهَرَ بِ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالُوا: وَيَقُولُهَا فِي نَفْسِهِ
“Dan hadits ini diamalkan oleh mayoritas ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, ‘Aliy, dan yang lainnya, dan juga ulama setelah mereka dari kalangan taabi’iin. Hadits itulah yang dipegang oleh Sufyaan Ats-Tsauriy, Ibnul-Mubaarak, Ahmad, dan Ishaaq dimana mereka tidak berpendapat mengeraskan bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Mereka berkata : ‘Hendaknya mereka mengucapkannya untuk dirinya sendiri (secara pelan)” [As-Sunan, 1/285].
Begitu juga setelah membawakan hadits Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa (no. 245), ia berkata :
وَقَدْ قَالَ: بِهَذَا عِدَّةٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ أَبُو هُرَيْرَةَ وَابْنُ عُمَرَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَابْنُ الزُّبَيْرِ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ رَأَوْا الْجَهْرَ بْ:بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، وَبِهِ يَقُولُ الشَّافِعِيُّ
“Dan sejumlah ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkata dengan hadits ini, di antaranya : Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbaas, Ibnuz-Zubair, dan orang-orang setelahnya dari kalangan tabi’iin; dimana mereka berpendapat untuk mengeraskan bismillahir-rahmaanir-rahiim. Inilah pendapat yang dipegang oleh Asy-Syaafi’iy” [As-Sunan, 1/285].
Jadi kesimpulannya – setelah mencermati riwayat-riwayat yang ada (di antaranya yang disebut di atas) –, membaca basmalah bagi imam ketika membaca Al-Faatihah itu boleh dan disyari’atkan. Bukan bid’ah. Ia pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam – walaupun yang paling sering dari beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah melirihkannya sebagaimana riwayat Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu di atas[4] -. Mengeraskan basmalah dilakukan juga oleh beberapa shahabat dan ulama setelahnya.
Wallaahu a’lam.
Ini saja yang dapat dijawab. Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri, 17032012 - revised : 20032012].


[1]      Ibnu Hajar menyebutkan riwayat yang ia sandarkan kepada Al-Firyaabiy dalam kitab Ash-Shalaah :
ثنا مزاحم بن سعيد ثنا ابن المبارك ثنا ابراهيم بن طهمان ثنا بديل العقيلي عن أبي الجوزاء قال أرسلت رسولا إلى عائشة يسألها فذكر الحديث
Telah menceritakan kepada kami Muzaahim bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Ibnul-Mubaarak : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Thahmaan : Telah menceritakan kepada kami Budail Al-‘Uqailiy, dari Abul-Jauzaa’, ia berkata : “Aku mengutus utusan kepada ‘Aaisyah untuk menanyakan kepadanya – kemudian ia menyebutkan hadits tersebut [At-Tahdziib, 1/384].
Diriwayatkan juga oleh Abul-Husain Al-‘Aththaar dalam Ghurarul-Fawaaid Al-Majmuu’ah, dan ia mengatakan sanadnya jayyid (hal. 366).
[2]      Abul-Husain Al-‘Aththaar menjelaskan bahwa perjumpaan Abul-Jauzaa’ dengan ‘Aaisyah adalah ma’luum tanpa ada perselisihan. Penyimakan riwayatnya dari ‘Aaisyah pun mungkin, karena ia semasa – dan inilah madzhab Muslim sebagaimana disebutkan dalam muqaddimah Shahiih-nya. Ini dikecualikan jika ada bukti valid bahwa perawi tidak pernah bertemu atau tidak pernah mendengar riwayat dari syaikhnya [Al-Ghurar, hal. 364].
Selain itu, riwayat dengan tambahan : ‘Aku mengutus utusan kepada ‘Aaisyah...dst’; hanyalah berasal dari jalur Muzaahim, dari Ibnul-Mubaarak, dari Ibraahiim bin Thahmaan; dan Muzaahim bin Sa’iid – syaikh dari Al-Firyaabiy – adalah majhuul. Adapun perawi lain yang meriwayatkan dari Budail (seperti : ‘Abdurrahmaan bin Budail, Abaan, Sa’iid bin Abi ‘Aruubah, Syu’bah, Husain bin Dzakwaan) tidak menyebutkan tambahan itu. Oleh karenanya, tambahan lafadh itu lemah dan tidak bisa dipakai hujjah. Wallaahu a’lam.
[3]      Al-Baihaqiy rahimahullah lebih menguatkan riwayat mauquuf [Al-Kubraa, 2/45].
[4]      Sebenarnya ada pembicaraan menarik mengenai riwayat Anas radliyallaahu ‘anhu ini.

Comments

Anonim mengatakan...

Ust, apa bener ada yg berpendapat bhw hadits Anas bin Malik dalam masalah sirr-nya bacaan basmallah merupakan hadits yg idlthirab?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Benar. Sudah saya isyaratkan pada catatan kaki no. 4.

Anonim mengatakan...

ustadz, mau tanya tapi tidak terkait secara langsung dg bacaan basmallah tapi bacaan lain dalam sholat a.l. :
1. hukum membaca surat setelah alfatihah pada rekaat pertama dan kedua, apakah wajib/sunnah
2. Bagaimana jika pada rekaat ketiga/keempat terlanjur membaca surat lain setelah membaca alfatihah, apakah harus melakukan sujud sahwi setelah salam karena melebihi rukun?
3. Apakah membaca doa dalam sholat disyariatkan dalam setiap kesempatan atau hanya pada saat rukuk, sujud dan setelah baca tahiyat sebelum salam?
syukron katsiron sebelumnya

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaikum ustadz Abul Jauzaa'

Dalam kasus ini apakah bisa dipakai kaidah "melaksanakan kedua dalil lebih utama dibanding meninggalkan salah satunya"? Sebab saya pernah dengar penjelasan dari salah seorang ustadz bahwa kadang kita bisa mengeraskan basmalah, dan di lain waktu kita juga bisa men-sirr-kan basmalah. Bagaimana menurut antum?

--Tommi--

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam. Ya, benar, seperti yang beliau (ustadz yang antum dengar) katakan. wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

ustadz -hafidhahullahu- mau tanya ttg ungkapan menyelisihi sunnah. Saya ambil deskripsi singkat : Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- melazimkan qiyamullail pada setiap malam dan sudah menjadi sunnah yg tetap bagi umat beliau. Jika ada seseorang yang tidak melakukannya meski dia tetap meyakini disyari'atkannya ibadah tsb apakah bisa dikatakan dia telah menyelisihi sunnah? identik dg kasus ini spt orang yang tidak pernah membaca dzikir2 setelah sholat fardhu, apakah dia bisa dikatakan menyelisihi sunnah?
Apakah orang yang menyelisihi sunnah dipastikan dia melakukan bid'ah sbgmn perkataan Imam Syfai'i -rahimahullah?
syukron

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

tidak.

Anonim mengatakan...

Jazakallahu khairan ustadz,

Semoga antum diberi kemudahan untuk membahas idhtirab-nya hadits Anas, spt footnote antum yg no. 4

--Tommi--

Anonim mengatakan...

Bgmn dgn membaca qunut ketika jd imam di masjid yg sering qunut subuh dgn alasan tauhidul kalimah?

Anonim mengatakan...

Salam.
Cacatan kaki no. 4 dari Ustadz (Penulis) jadi bikin penasaran. Sudah adakah lanjutannya perihal pembicaraan menarik hadis Anas tersebut?