Ibnu Mas’uud dan Al-Mu’awwidzatain


Al-Bukhaariy rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابةَ، عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ، وحَدَّثَنَا عَاصِمٌ، عَنْ زِرٍّ، قال: سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، قُلْتُ: يَا أَبَا المُنْذِرِ إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ، يَقُولُ: كَذَا وَكَذَا، فقال أبي: سألت رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لِي: " قِيلَ لِي، فَقَلْتُ". قَالَ: فَنَحْنُ نَقُولُ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Abi Lubaabah, dari Zirr bin Hubaisy. Dan telah menceritakan kepada kami ‘Aashim, dari Zirr, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’b. Aku berkata : “Wahai Abul-Mundzir, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’uud telah berkata begini dan begitu. Ubay berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda kepadaku : “Telah dikatakan (Jibriil) kepadaku, lalu aku pun mengatakannya”. Lalu Ubaiy berkata : “Maka kami pun mengatakannya sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy : 4977].

Dalam riwayat tersebut tidak dijelaskan masalah apa yang dikatakan Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu. Namun dalam riwayat lain dijelaskan, di antaranya :
حَدَّثنا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثنا عَبْدَةُ بْنُ أَبِي لُبَابَةَ، وَعَاصِمُ ابْنُ بَهْدَلَةَ، أَنَّهُمَا سَمِعَا زِرَّ بْنَ حُبَيْشٍ، يَقُولُ: سَأَلْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ عَنِ الْمُعَوِّذَتَيْنِ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا الْمُنْذِرِ ! إِنَّ أَخَاكَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَحْكِهِمَا مِنَ الْمُصْحَفِ، قَالَ: إِنِّي سَأَلَتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قِيلَ لِي: قُلْ، فَقُلْتُ، فَنَحْنُ نَقُولُ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdah bin Abi Lubaabah dan ‘Aashim bin Bahdalah, keduanya mendengar Zirr bin Hubaisy berkata : Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’b tentang surat Al-Mu’awwidzatain (QS. Al-Falaq dan An-Naas). Aku berkata : “Wahai Abul-Mundzir, sesungguhnya saudaramu Ibnu Mas’uud menghapusnya dari mushhaf”. Ubay berkata : “Sesungguhnya aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : ‘Dikatakan kepadaku : Qul (katakanlah), lalu akupun mengatakannya. Lalu kami pun mengatakannya sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Al-Humaidiy no. 378; sanadnya hasan].
أَخْبَرَنَا عِمْرَانُ بْنُ مُوسَى بْنِ مُجَاشِعٍ، حَدَّثَنَا هُدْبَةُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، قَالَ: قُلْتُ لأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: إِنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ لا يَكْتُبُ فِي مُصْحَفِهِ الْمُعَوِّذَتَيْنِ، فَقَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَالَ لِي جِبْرِيلُ: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ فَقُلْتُهَا، وَقَالَ لِي: قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ فَقُلْتُهَا ".فَنَحْنُ نَقُولُ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Imraan bin Muusaa bin Mujaasyi’ : Telah menceritakan kepada kami Hudbah bin Khaalid : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari ‘Aashim, dari Zirr, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Ubay bin Ka’d : “Sesungguhnya Ibnu Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf”. Lalu ia (Ubay) berkata : “Telah berkata kepadaku Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Jibriil telah berkata kepadaku : Qul a’uudzu bi-rabbil-falaq. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya). Dan dikatakan kepadaku : Qul a’uudzu birabbin-naas. Lalu aku mengatakannya (mengikuti bacaannya)’. Maka kami pun mengatakan apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 797; sanadnya hasan].
Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi riwayat Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu di atas. Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
كل ما روى عن ابن مسعود من أن المعوذتين وأم القرءان لم تكن في مصحفه فكذب موضوع لا يصح وانما صحت عنه قراءة عاصم عن زر بن حبيش عن ابن مسعود وفيها أم القرءان والمعوذتان
“Semua yang riwayat yang berasal dari Ibnu Mas’uud yang menyatakan bahwa surat Al-Mu’awwidzatain dan Ummul-Qur’aan (Al-Faatihah) tidak ada dalam mushhaf, maka itu dusta, palsu, dan tidak shahih. Yang shahih dari Ibnu Mas’uud hanyalah qira’aat (Al-Qur’an) ‘Aashim, dari Zirr bin Hubaisy, dari Ibnu Mas’uud yang padanya terdapat Ummul-Qur’aan dan Al-Mu’awwidzatain” [Al-Muhallaa, 1/13].
Perkataan Ibnu Hazm di atas disepakati oleh An-Nawawiy rahimahumallah dalam Al-Majmuu’, 3/396. Akan tetapi sebagaimana yang Pembaca dapat lihat, perkataan Ibnu Hazm – yang diikuti oleh An-Nawawiy – itu keliru, karena riwayat tersebut hasan/shahih.
Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وزعم ابن مسعود أنهما دعاء تعوذ به، وليستا من القرآن؛ خالف به الإجماع من الصحابة وأهل البيت. قال ابن قتيبة: لم يكتب عبدالله بن مسعود في مصحفه المعوذتين؛ لأنه كان يسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يعوذ الحسن والحسين - رضي الله عنهما - بهما
“Ibnu Mas’uud menyangka bahwa Al-Mu’awwidzatain merupakan doa untuk ta’awwudz (memohon perlindungan), dan bukan bagian dari Al-Qur’an. Dengan pendapat tersebut, ia telah menyelisihi kesepakatan para shahabat dan ahlul-bait (bahwa Al-Mu’awwidzatain merupakan bagian dari mushhaf Al-Qur’an). Ibnu Qutaibah berkata : ‘’Abdullah bin Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf karena ia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan (kepada Allah) dengan membaca Al-Mu’awwidzatain untuk Al-Hasan dan Al-Husain radliyallaahu ‘anhumaa” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 20/251].
Apa yang dikatakan Al-Qurthubiy rahimahullah mempunyai dasar, yaitu riwayat :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا الأَزْرَقُ بْنُ عَلِيٍّ، ثنا حَسَّانُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الصَّلْتِ بْنِ بَهْرَامَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، " أَنَّهُ كَانَ يَحُكُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ مِنَ الْمَصَاحِفِ، وَيَقُولُ: إِنَّمَا أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُتَعَوَّذَ بِهِمَا، وَلَمْ يَكُنْ يَقْرَأُ بِهِمَا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin hanbal : Telah menceritakan kepada kami Al-Azraq bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Hassaan bin Ibraahiim, dari Ash-Shalt bin Bahraam, dari Ibraahiim, dari ‘Alqamah, dari ‘Abdullah (bin Mas’uud) : Bahwasannya ia menghapus surat Al-Mu’awwidzatain dari mushhaf-mushhaf, dan berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanyalah memerintahkan kita untuk ber-ta’awwudz dengannya”. Dan ia (Ibnu Mas’uud) tidak membacanya (dalam mushhaf)” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir no. 9152; sanadnya hasan].
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ عَبْدةَ، وَعَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، قَالَ: قُلْتُ لِأُبَيٍّ، إِنَّ أَخَاكَ يَحُكُّهُمَا مِنَ الْمُصْحَفِ، قِيلَ لِسُفْيَانَ ابْنِ مَسْعُودٍ؟ فَلَمْ يُنْكِرْ، قَالَ: سَألتُ رَسُول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: " قِيلَ لِي، فَقُلْتُ " فَنحن نَقُولُ كَمَا قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سُفْيَان يُحُكُّهُمَا المَعُوذِّتين، وَلَيْسَا فِي مُصْحَفِ ابْنِ مَسْعُودٍ، كَانَ يَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَوِّذُ بِهِمَا الْحَسَنَ وَالْحُسَيْنَ، وَلَمْ يَسْمَعْهُ يَقْرَؤُهُمَا فِي شَيْءٍ مِنْ صَلَاتِهِ، فَظَنَّ أَنَّهُمَا عُوذَتَانِ، وَأَصَرَّ عَلَى ظَنِّهِ، وَتَحَقَّقَ الْبَاقُونَ كَوْنَهُمَا مِنَ الْقُرْآنِ.....
Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari ‘Abdah dan ‘Aashim, dari Zirr, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Ubay : “Sesungguhnya saudaramu menghapus keduanya (Al-Mu’awwidzatain) dari mushhaf”. Dikatakan kepada Sufyaan : “Ibnu Mas’ud kah (yang dimaksudkan dari pertanyaan Zirr) ?”. Ia tidak mengingkarinya. Ubay berkata : “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda : ‘Telah dikatakan kepadaku, dan aku pun kemudian mengatakannya’. Dan kami mengatakannya sebagaimana yang dikatakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Sufyaan berkata : “Ia menghapus keduanya, yaitu Al-Mu’awwidzatain. Dan keduanya tidak terdapat dalam mushhaf Ibnu Mas’uud. Ibnu Mas’uud melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa memohon perlindungan (ber-ta’awwudz) dengan keduanya untuk Al-Hasan dan Al-Husain, dan ia tidak pernah mendengar beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam membacanya sedikitpun dalam shalatnya. Oleh karena itu, ia menyangka dua surat itu hanyalah doa untuk perlindungan saja, dan ia tetap berpegang dengan sangkaannya tersebut. Adapun para shahabat lain menetapkan Al-Mu’awwidzatain merupakan bagian dari Al-Qur’an.....  [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/130; sanadnya hasan].
Al-Bazzaar rahimahullah berkata :
وهذا الكلام لم يتابع عبد الله عليه أحد من أصحاب النبي وقد صح عن النبي أنه قرأ بهما في الصلاة وأثبتتا في المصحف
“Perkataan ini (bahwasannya Al-Mu’awwidzatain bukan bagian dari Al-Qur’an), tidak ada seorang shahabat Nabi pun yang mengikuti ‘Abdullah (bin Mas’uud). Dan telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau membaca Al-Mu’awwidzatain dalam shalat, dan menetapkannya dalam mushhaf” [Bahruz-Zakhaar no. 1586].
أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: رَأَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ يَحُكُّ الْمُعَوِّذَتَيْنِ مِنَ الْمُصْحَفِ، وَيَقُولُ: لَا تَخْلِطُوا بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ. وَهُمْ يَرْوُونَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ قَرَأَ بِهِمَا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ، وَهُمَا مَكْتُوبَتَانِ فِي الْمُصْحَفِ الَّذِي جُمِعَ عَلَى عَهْدِ أَبِي بَكْرٍ، ثُمَّ كَانَ عِنْدَ عُمَرَ، ثُمَّ عِنْدَ حَفْصَةَ، ثُمَّ جَمَعَ عُثْمَانُ عَلَيْهِ النَّاسَ، وَهُمَا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهِمَا فِي صَلَاتِي.
Telah mengkhabarkan kepada kami Wakii’, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, dari Ishaaq, dari ‘Abdurrahmaan bin Yaziid, ia berkata : “Aku pernah melihat ‘Abdullah (bin Mas’uud) menghapus surat Al-Mu’awwidzatain dari mushhaf, dan berkata : ‘Jangan kalian campurkan apa yang tidak terdapat dalam mushhaf’. Padahal para shahabat pernah melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau membaca keduanya (Al-Mu’awwidzatain) pada shalat Shubuh[1], dan keduanya tertulis dalam mushhaf yang dikumpulkan di jaman Abu Bakr, yang kemudian disimpan oleh ‘Umar, dan kemudian disimpan oleh Hafshah. Kemudian ‘Utsmaan mengumpulkan manusia padanya, dan keduanya termasuk bagian dari Kitaabullah ‘azza wa jalla. Dan aku senang membaca keduanya dalam shalatku” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm 1/207; sanadnya shahih].
Namun apapun itu, Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu telah rujuk dari pendapatnya terdahulu dan kemudian menyepakati apa yang dikatakan jama’ah shahabat radliyallaahu ‘anhum. Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وهذا مشهور عند كثير من القراء والفقهاء: أن ابن مسعود كان لا يكتب المعوذتين في مصحفه، فلعله لم يسمعهما من النبي صلى الله عليه وسلم، ولم يتواتر عنده، ثم لعله قد رجع عن قوله ذلك إلى قول الجماعة، فإن الصحابة، رضي الله عنهم، كتبوهما في المصاحف الأئمة، ونفذوها إلى سائر الآفاق كذلك، ولله الحمد والمنة
“Aku katakan : Ini masyhuur menurut kebanyakan qurra’ dan fuqahaa’ bahwasannya Ibnu Mas’uud tidak menuliskan surat Al-Mu’awwidzatain dalam mushhaf-nya. Barangkali ia tidak pernah mendengar sebelumnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak mutawatir riwayat tersebut darinya (Ibnu Mas’uud). Dan sungguh ia telah rujuk dari pendapatnya itu kepada pendapat jama’ah, karena para shahabat radliyallaahu ‘anhum telah menuliskannya (Al-Mu’awwidzatain) dalam mushhaf-mushhaf para imam dan menyebarluaskannya ke seluruh pelosok negeri. Walillaahil-hamd wal-minnah” [Tafsiir Ibni Katsiir, 8/531].
Bukti mudah bahwasannya Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu rujuk dari perkataannya terdahulu adalah bahwa qira’at Al-Qur’an yang mutawatir sampai pada kita (yang di dalamnya terdapat Al-Mu’awwidzatain) salah satunya bersumber pada Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu. Di antara imam qira’at tujuh yang mutawatir itu adalah ‘Aashim bin Abin-Nujuud rahimahullah (yang sekaligus sebagai salah seorang perawi yang membawakan riwayat yang dibahas). ‘Aashim mengambil qira’at dari Zirr bin Hubaisy, dari ‘Abdullah bin Mas’uud [Ghaayatun-Nihaayah fii Thabaqaatil-Qurraa’, 1/316 no. 1496].
Kemudian dibuktikan pula dengan pernyataan Al-Aswad bin Yaziid An-Nakha’iy rahimahullah yang notabene merupakan kibaaru ashhaab (murid) Ibnu Mas’uud dan mengambil qira’aat darinya [Ghaayatun-Nihaayah fii Thabaqaatil-Qurraa’, 1/155 no. 796]; yang menetapkan Al-Mu’awwidzatain sebagai bagian dari Al-Qur’an.
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: قُلْتُ لِلْأَسْوَدِ: "مِنْ الْقُرْآنِ هُمَا؟: قَالَ: نَعَمْ. يَعْنِي: الْمُعَوِّذَتَيْنِ"
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Al-A’masy, dari Ibraahiim, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Aswad : “Apakah keduanya termasuk bagian dari Al-Qur’an ?”. Ia menjawab : “Ya” – yaitu surat Al-Mu’awwidzatain [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 7/194; sanadnya shahih].
‘Abdullah bin Mas’uud radliyallaahu ‘anhu – betapapun ketinggian kedudukannya di kalangan shahabat – bukanlah manusia yang ma’shum. Ia berkata hanya sebatas apa yang diketahui dan dipahami saja, sehingga (pernah) berpendapat Al-Mu’awwidzatain bukan termasuk bagian dari Al-Qur’an yang dibaca dalam shalat. Namun ia telah keliru. Yang menjadi hujjah adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bukan selainnya. Oleh karena itu, setelah mengetahuinya, Ibnu Mas’uud tidak segan-segan rujuk kepada kebenaran. Adapun qiraa’at-nya, maka itulah yang sampai kepada kita yang memasukkan padanya surat Al-Mu’awwidzatain dalam Al-Qur’an. Alhamdulillaahi rabbil-‘aalamiin.
Ini saja yang dapat saya tuliskan. Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’ – wonokarto, wonogiri – 03022012].


[1]      Sebagaimana riwayat :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُعَافَى الْعَابِدُ، بِصَيْدَا، قَالَ: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَبِي الزَّرْقَاءِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ: " أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّهُمْ بِالْمُعَوِّذَتَيْنِ فِي صَلاةِ الصُّبْحِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Mu’aafiriy Al-‘Aabid di Shaida, ia berkata : Telah menceritakan kepada kemi Haaruun bin Zaid bin Abiz-Zarqaa’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari Mu’aawiyyah bin Shaalih, dari ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, dari ‘Uqbah bin ‘Aamir : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengimami mereka dengan surat Al-Mu’awwidzatain dalam shalat Shubuh [Diriwayatkan Ibnu Hibbaan 5/125-126 no. 1818; sanadnya qawiy - sebagaimana dikatakan Al-Arna'uth].

Comments

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaikum

Ustadz, saya yang ingin sekali bisa belajar menuntut ilmu. Bisakah ustadz membuatkan untuk saya daftar kitab yang bisa saya jadikan panduan untuk belajar kepada guru secara efektif dan efisien. Dimulai dari yang dasar sampai tingkat tinggi berdasarkan bidang ilmu berikut :

1. Bahasa Arab = ....,....
2. Manhaj = ....,.....
3. Ilmu al-Quran = .....,.....
4. Ilmu Hadits = ......,......
5. Fiqih = ....,.....
6. Ushul Fiqh = .....,.....
7. Manhaj = .....,......

Dan mungkin bila ada ilmu lain yang memang penting untuk dipelajari maka mohon diberikan tambahan ilmu tersebut beserta kitab yang dapat dijadikan panduan. Agar saya bisa belajar secara bertahap dan sesuai.

Herry Setiawan - Bogor.

edik mengatakan...

Assalamualaikum,

Ustadz, saya belum begitu tahu apa sih makna 'qiraat' itu?cara membaca al qur'an atau apa ya?

syukron

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Wa'alaikumus-salaam.

# Pak Heri Setiawan, semoga Allah ta'ala memudahkan urusan antum. Saya pernah dikasih tahu tentang buku-buku terkait yang antum tanyakan.

1. Bahasa Arab : An-Nahwul-Waadlih. Sudah ada terjemahannya katanya.

2. 'Aqidah : Tsalaatsatul-Ushuul nya Syaikh Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab. Baca juga syarahnya. Dan alhamdulillah telah ada terjemahannya.

Bisa antum unduh bukunya di sini.

[sudah terjemahan].

3. Ilmu Hadits, saya senang baca Taisiru Mushthalil-Hadiits nya Dr. Mahmuud Ath-Thahhaan. Sudah ada terjemahannya.

Bukunya bisa antum unduh di sini (sampul) dan di sini (isi). Ini versi bahasa Arab.

4. Ushul-Fiqh : antum bisa baca kitab al-ushul min 'ilmil-ushul nya Syaikh Ibnu 'Utsaimin. Bisa antum unduh di sini (sudah versi terjemahan).

Mungkin itu dulu. Kitab di atas 'sederhana', namun sangat besar manfaatnya.


******

# Mas Edik, qira'at itu artinya bacaan. Bukan cara membaca Al-Qur'an.

wallaahu a'lam.

Anonim mengatakan...

qiraat itu perbedaan dalam bacaan bukan dalam membaca tapi mempunyai makna yg sama atau semisal.

contoh bahasa indonesia kalimat, "racun ular itu sangat berbahaya" sama dengan "bisa ular itu sangat berbahaya".

benar begitu kan ustadz?