Musnad Zaid bin ‘Aliy


Kitab ini sangat terkenal di kalangan Syi’ah Zaidiyyah. Di box software/program maktabah syamilah dan jawaami’ul-kalim 4.5 pun tersedia. Saya punya soft copy kitab tersebut dalam bentuk scan pdf, terbitan Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut (400 halaman). Terus terang saya sedikit merasa heran dengan dimasukkannya kitab ini dalam khazanah keilmuan sunniy dalam dua software tersebut di atas.

Kitab ini berisi riwayat-riwayat Zaid bin ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib rahimahullah yang terbagi dalam bab-bab fiqh. Dimulai dengan Kitaabuth-Thaharah, dan diakhiri dengan Kitaabul-Faraaidl. Isinya, ada yang berkesesuaian dengan syari’at Ahlus-Sunnah, ada pula yang bertentangan. Anyway, saya tidak akan membahas terlalu panjang mengenai isi kitab ini. Hanya saja saya akan membahas tentang keshahihan penisbatan kitab pada Zaid bin ‘Aliy. Pada halaman 51-51, dituliskan sanad riwayat kitab sebagai berikut :
(حدثني) عبد العزيز بن إسحاق بن جعفر بن الهيثم القاضي البغدادي، قال : حدثنا أبو القاسم علي بن محمد النخعي الكوفي قال : حدثنا سليمان بن إبراهيم بن عبيد المحاربي قال : حدثني نصر بن مزاحم المنقري العطار قال : حدثني إبراهيم بن الزبرقان التيمي قال : حدثني أبو خالد الواسطي رحمهم الله تعالى قال : (حدثني) زيد بن علي ابن الحسين.........
Telah menceritakan kepadaku ‘Abdul-‘Aziiz bin Ishaaq bin Ja’far bin Al-Haitsam Al-Qaadliy Al-Baghdaadiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abul-Qaasim ‘ly bin Muhammad An-Nakha’iy Al-Kuufiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Ibraahiim bin ‘Ubaid Al-Muhaaribiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Nashr bin Muzaahim Al-Minqariy Al-‘Aththaar, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Ibraahiim bin Az-Zibriqaan At-Taimiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu Khaalid Al-Waasithiy rahimahumullahu ta’ala, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Zaid bin ‘Aliy bin Al-Husain.......”.
Kita akan teliti identitas sebagian perawinya :
1.     Abu Khaalid Al-Waasithiy.
Pada muqaddimah kitab disebutkan identitasnya, yaitu ia bernama : Abu Khaalid ‘Amru bin Khaalid Al-Waasithiy Al-Haasyimiy Al-Kuufiy. Semula ia tinggal di negeri Kuufah, lalu pindah ke negeri Waasith. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat antara tahun 110 H-120 H. Berikut komentar ulama tentangnya :
Ahmad berkata : “Tidak ada apa-apanya, matruukul-hadiits”. Di lain tempat ia berkata : “Pendusta. Meriwayatkan dari Zaid bin ‘Aliy, dari ayah-ayahnya hadits-hadits palsu, ia berdusta (atas riwayat-riwayat itu)”.
Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Pendusta, tidak tsiqah, tidak pula ma’muun (dapat dipercaya)”. Di lain tempat ia berkata : “Pendusta, tidak ada apa-apanya”. Di tempat lain ia berkata : “Pendusta. Meriwayatkan dari Zaid bin ‘Aliy, dari ayah-ayahnya, dari ‘Aliy”.
Abu Haatim berkata : “Matruukul-hadiits, dzaahibul-hadits (orang yang ditinggalkan haditsnya), tidak boleh menyibukkan diri dengannya”. Di tempat lain ia berkata : “Orang yang haditsnya sangat lemah (dla’iiful-hadiits jiddan)”.
Wakii’ berkata : “Pendusta. Dan ketika kami mengetahuinya, ia pindah ke tempat lain (dalam riwayat lain disebut : Pindah ke negeri Waasith)”. Abu Zur’ah berkata : “Ia memalsukan hadits”. Abu Daawud berkata : “Pendusta”. Di lain tempat ia berkata : “Tidak ada apa-apanya”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah. Dan tidak boleh ditulis haditsnya”. Di lain tempat ia berkata : “Matruukul-hadiits”. Al-Juuzjaaniy berkata : “Tidak tsiqah”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Matruuk”.
Ibnu Shaa’id berkata : “Tidak ditulis haditsnya”. Al-Haakim berkata : “Ia meriwayatkan dari Zaid bin ‘Aliy hadits-hadits palsu”. Al-Bukhaariy berkata : “Munkarul-hadiits”. Abu Nu’aim berkata : “Tidak ada apa-apanya. Al-Atsram berkata : “Aku tidak pernah mendengar Abu ‘Abdillah menjelaskan dengannya tentang kedustaan seseorang melebihi ‘Amru bin Khaalid”.
Ibnu ‘Adiy berkata : “Umumnya yang ia riwayatkan adalah hadits-hadits palsu”. Al-Baihaqiy berkata : “Ma’ruuf memalsukan hadits”. Di tempat lain ia berkata : “Matruuk”. Al-‘Uqailiy memasukkanya dalam Adl-Dlu’afaa’. Abu ‘Awaanah berkata : “Tidak ada apa-apanya, matruukul-hadiits”. Ishaaq bin Rahawaih berkata : “Memalsukan hadits”. Ibnu Thaahir berkata : “Pendusta”. Ibnu Hajar berkata : “Matruuk”. Adz-Dzahabiy berkata : “Para ulama mendustakannya”
[selengkapnya lihat : Al-Jarh wat-Ta’diil 6/230 no. 1277, Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir hal. 986-987 no. 1276, Adl-Dlu’afaa’ li-Abi Nu’aim hal. 119 no. 166, Al-Kaamil 6/217-224 no. 1289, Ahwaalur-Rijaal hal. 69 no. 78, Tahdziibul-Kamaal 21/603-607 no. 4357, Tahdziibut-Tahdziib 8/26-27 no. 41, Ad-Durrun-Naqiy min Kalaam Al-Imaam Al-Baihaqiy hal. 230-231 no. 823, Mausu’ah Aqwaal Al-Imaam Ahmad, 3/93-94 no. 1993, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 2/282-283 no. 3232, Miizaanul-I’tidaal 3/257-258 no. 6359, Al-Kaasyif, 2/75 no. 4150, dan Taqriibut-Tahdziib hal. 734 no. 5056].
2.     Ibraahiim bin Az-Zibriqaan At-Taimiy.
Abu Haatim berkata : “Tempatnya kejujuran, ditulis haditsnya, namun tidak boleh berhujjah dengannya”. Ibnu Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Al-Khathiib berkata : “Tsiqah”. Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Al-Bazzaar berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Al-‘Iljliy berkata : “Seorang yang tsiqah, hasanul-hadiits”. Ibnu Syaahiin dan Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Meninggal tahun 193 H.
[selengkapnya lihat : Al-Jarh wat-Ta’diil 2/100 no. 275, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/25 no. 40, dan Lisaanul-Miizaan 1/281 no. 132].
3.     Nashr bin Muzaahim Al-Minqariy Al-‘Aththaar, Abul-Fadhl.
Al-‘Uqailiy berkata : “Orang Syi’ah, dalam haditsnya terdapat idlthiraab (kegoncangan) dan kesalahan yang banyak”. Abu Khaitsamah berkata : “Pendusta”. Abu Haatim : “Waahiyul-hadiits, matruuk, tidak boleh ditulis haditsnya”. Ad-Daaruquthniy berkata : “Dla’iif”. Shaalih bin Muhammad berkata : “Meriwayatkan dari orang-orang lemah hadits-hadits munkar”. Abul-Fath Al-Azdiy berkata : “Ia ekstrim dalam madzhabnya (Raafidlah), dan tidak terpuji dalam haditsnya”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Rafidlah ekstrim, tidak tsiqah, tidak pula ma’muun”. Al-Bazzaar berkata : “Tidak kuat, bukan seorang pendusta, akan tetapi berpemahaman tasyayyu’”. Al-Juuzjaaniy berkata : “Orang yang menyimpang dari kebenaran”.
Ibnu Hibbaan menyendiri dengan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat.
[selengkapnya lihat : Al-Jarh wat-Ta’diil 8/468 no. 2143, Adl-Dlu’afaa’ Al-Kabiir hal. 1425 no. 1903, Ahwaalur-Rijaal hal. 82 no. 109, Adl-Dlu’afaa’ wal-Matruukuun li-Ibnil-Jauziy 3/160 no. 3518, Lisaanul-Miizaan 8/267 no. 8127, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 3/205, dan Mausu’ah Aqwaal Al-Imaam Ad-Daaruquthniy hal. 680 no. 3678].
Dapat Pembaca lihat bahwa kitab ini berdiri di atas asas kedustaan. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa riwayat-riwayat yang ada dalam kitab ini tidaklah benar disandarkan kepada Zaid bin ‘Aliy rahimahullah.
Semoga sekilas info ini ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – Dzulhijjah 1432, perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor].

Comments

Anonim mengatakan...

Dari sanad kitabnya saja sudah parah begitu terutama Abu Khalid al Wasithiy sebagai perawi langsung dari Al Imam Zaid bin Aliy Zainal Abidin, ana ga bisa membayangkan isinya.

Tp bagus jg akh klo musnad Zaid tsb ada di Syamilah dan jawami'ul kalim, kita2 jadi tau spt apa sih hadits2 sandaran para rafidhi nashibi itu. Ga heran para rafidhi kerapkali berhujjah dengan shahih Bukhari, Muslim dan kitab2 hadits sunni lainnya, wong mereka ga punya kitab yg bisa dipercaya kok. Namun mereka menggunakan hadits2 sunni untuk dipelintir2 sesuai nafsu parah mereka.