Naungan Allah


Berangkat dari pertanyaan yang ada di buku tamu, saya akan sedikit membahas apa yang dimaksud dengan naungan Allah yang kelak akan diberikan kepada tujuh golongan sebagaimana yang terdapat dalam hadits :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ، الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyaar Bundaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Khubaib bin ‘Abdirrahmaan, dari Hafsh bin ‘Aashim, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Ada tujuh golongan yang kelak akan Allah naungi di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : (1) imam yang ‘adil; (2) pemuda yang menyibukkan diri beribadah kepada Rabb-Nya; (3) laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid; (4) dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah dimana mereka berkumpul ataupun berpisah semata-mata karena-Nya; (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang kaya lagi cantik, lalu laki-laki itu menolak dan berkata : ‘sesungguhnya aku takut kepada Allah’; (6) laki-laki yang bershadaqah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya; dan (7) laki-laki yang ingat kepada Allah di saat sunyi hingga mengalir kedua air matanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 660].
Dalam beberapa riwayat, lafadh dhill (ظِلٌّ) kadang disandarkan kepada Allah ta’ala, kadang disandarkan kepada ‘Arsy Allah ta’ala. Hadits di atas termasuk hadits dimana lafadh adh-dhill disandarkan kepada Allah ta’ala. Selain itu juga hadits berikut :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي الْحُبَابِ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي  
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid, dari Maalik bin Anas dalam riwayat yang telah dibacakan kepadanya, dari ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan bin Ma’mar, dari Abul-Hubaab Sa’iid bin Yasaar, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah berfirman kelak di hari kiamat : ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena ke-Agungan-Ku pada hari yang akan Aku naungi mereka di bawah naungan-Ku, yaitu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku ?” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2566].
Sebagian ulama menjelaskan bahwa lafadh adh-dhill (naungan) termasuk bagian di antara sifat Allah ta’ala. Inilah pendapat yang diambil Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah ta’ala [lihat : http://binbaz.org.sa/mat/4234].
Al-Haafidh Ibnu Mandah rahimahullah dalam kitab At-Tauhiid, hal. 667 (no. 735-739; tahqiq : Dr. Muhammad Al-Wuhaibiy & Dr. Muusaa Al-Ghushn, Daarul-Hadyin-Nabawiy, Cet. 1/1428 H) berkata lain. Beliau mengatakan bahwa lafadh ‘naungan’ dalam hadits di atas merupakan bagian dari sifat ‘Arsy-Nya ta’ala. Atau dengan kata lain, makna naungan Allah tersebut adalah naungan ‘Arsy Allah ta’ala. Beliau rahimahullah berhujjah di antaranya dengan riwayat :
أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ، ثنا إِسْحَاقُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ مَيْمُونٍ، ثنا شُرَيْحُ بْنُ النُّعْمَانِ، ثنا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبِي طُوَالَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي، الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّ عَرْشِي، يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي "
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Al-Hasan bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Al-Hasan bin Maimuun : Telah menceritakan kepada kami Syuraih bin An-Nu’maan : Telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaimaan, dari ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan Abu Thuwaalah, dari Sa’iid bin Yasaar, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah akan berfirman di hari Kiamat : ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena ke-Agungan-Ku ? Hari dimana Aku akan naungi mereka di bawah naungan ‘Arsy-Ku, yaitu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Ku” [Diriwayatkan Ibnu Mandah dalam At-Tauhiid, no. 735].
Dalam sanad riwayat di atas terdapat Fulaih bin Sulaimaan. Meskipun haditsnya dipakai oleh Syaikhaan, namun ia disifati banyak keliru. Akan tetapi hadits tersebut shahih (dengan keseluruhan jalannya), dengan penguat diantaranya :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ بْنِ نَجْدَةَ، ثَنَا أَبِي، ثَنَا بَقِيَّةُ. ح وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنِي الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ، ثَنَا إِسْمَاعِيلُ ابْنُ عَيَّاشٍ، قَالا: ثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ اللَّهُ: " الْمُتَحَابُّونَ بِجَلالِي فِي ظِلِّ عَرْشِي يَوْمَ لا ظِلَّ إِلا ظِلِّي "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdil-Wahhaab bin Najdah : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Baqiyyah (ح). Dan telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepadaku Al-Haitsam bin Khaarijah : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy; mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Shafwaan bin ‘Amru, dari ‘Abdurrahmaan bin Maisarah, dari Al-‘Irbaadl bin Saariyyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Allah berfirman : ‘Orang yang saling mencintai karena ke-Agungan-Ku berada di bawah naungan ‘Arsy-Ku pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Ku” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Musnad Asy-Syaamiyyiin no. 959; shahih].
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ النَّضْرِ الْعَسْكَرِيُّ، ثنا سَعِيدُ بْنُ حَفْصٍ النُّفَيْلِيُّ، ثنا أَبُو الْمَلِيحِ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي مَرْزُوقٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنْ أَبِي مُسْلِمٍ الْخَوْلانِيِّ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " الْمُتَحَابُّونَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ لا ظِلَّ إِلا ظِلُّهُ، عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، يَغْبِطُهُمْ بِمَكَانِهِمُ النَّبِيُّونَ وَالصِّدِّيقُونَ "
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Nashr Al-‘Askariy : Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Hafsh An-Nufailiy : Telah menceritakan kepada kami Abul-Maliih, dari Habiib bin Abi Marzuuq, dari ‘Athaa’ bin Abi Rabaah, dari Abu Muslim Al-Khaulaaniy, dari Mu’aadz bin Jabal, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Orang yang saling mencintai berada di bawah naungan ‘Arsy pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu di atas mimbar-mimbar dari cahaya, yang kedudukan mereka membuat iri para Nabi dan orang-orang yang jujur” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir, 20/88 no. 168; shahih].
Selain itu, pendapat Ibnu Mandah itu juga dikuatkan oleh riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاق بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّازِيُّ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِي صَالِحِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا، أَوْ وَضَعَ لَهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib : Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Sulaimaan Ar-Raaziy, dari Daawud bin Qais, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shaalih, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang menangguhkan tempo orang yang kesulitan dalam pembayaran hutang atau bahkan membebaskannya, maka kelak Allah akan memberikan naungan kepadanya pada hari kiamat di bawah naungan ‘Arsy-Nya, yaitu hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1306; shahih].
حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الْخَطْمِيُّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ، عَنْ أَبِي قَتَادَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ، كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ "
 Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan bin Muslim : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah : Telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Al-Khathmiy, dari Muhammad bin Ka’b Al-Quradhiy, dari Abu Qataadah, ia berkata Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang meringankan tanggungan orang yang berhutang kepadanya atau bahkan menghapuskan hutangnya, kelak ia akan ada di bawah naungan ‘Arsy pada hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 2589; shahih].
فَوَجَدْنَا مُحَمَّدَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ بْنِ زِيَادٍ الرَّازِيَّ قَدْ حَدَّثَنَا، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، وَعَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، وَنُوحُ بْنُ حَبِيبٍ. وَوَجَدْنَا ابْنَ أَبِي دَاوُدَ قَدْ حَدَّثَنَا، قَالَ حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالُوا: أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَحْتَ عَرْشِهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إِلا ظِلُّهُ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ تَعَالَى، وَرَجُلانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ ذَاتُ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ. وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ، فَأَخْفَى يَسَارَهُ مَا أَنْفَقَتْ يَمِينُهُ ".
Kami mendapatkan (kitab)[1] Muhammad bin Ibraahiim bin Ziyaad Ar-Raaziy yang telah menceritakan kepada kami : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah, ‘Amru bin ‘Aliy, dan Nuuh bin Habiib. Dan kami telah mendapatkan (kitab) Ibnu Abi Daawud yang telah menceritakan kepada kami, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Musaddad; mereka semua berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid Al-Qaththaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar, dari Khubaib bin ‘Abdirrahmaan, dari Hafsh bin ‘Aashim, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Ada tujuh golongan yang kelak akan Allah naungi di bawah ‘Arsy-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya : (1) imam yang ‘adil; (2) pemuda yang menyibukkan diri beribadah kepada Allah ta’ala; (3) dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah dimana mereka berkumpul ataupun berpisah semata-mata karena-Nya; (4) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang kaya lagi cantik, lalu laki-laki itu menolak dan berkata : ‘sesungguhnya aku takut kepada Allah’; (5) laki-laki yang ingat kepada Allah di saat sunyi hingga mengalir kedua air matanya karena takut kepada Allah; (6) laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid; dan (7) laki-laki yang bershadaqah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Musykilul-Aatsaar no. 5846; shahih].
Al-Haafidh Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berlainan pendapat dengan Ibnu Mandah, yaitu setelah menyebutkan hadits tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah, berkata :
والظل في هذا الحديث يراد به الرحمة، والله أعلم، ومن رحمة الله الجنة، قال الله عز وجل : (أُكُلُهَا دَائِمٌ وظِلُّهَا)، وقال : (وَظِلٍِّ مَمْدُودٍ)، وقال : (فِي ظِلَالٍ وَعُيُونٍ)
“Dan naungan dalam hadits ini, yang dimaksudkan dengannya adalah rahmat, wallaahu a’lam. Dan termasuk di antara rahmat Allah adalah surga. Allah ‘azza wa jalla berfirman : ‘buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula)’ (QS. Ar-Ra’d : 35), ‘dan naungan yang terbentang luas’ (QS. Al-Waaqi’ah ; 30), dan juga firman-Nya : ‘dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata air’ (QS. Al-Mursalaat : 41 )” [At-Tamhiid, 2/282 – melalui perantaraan kitab : Shifaatullaahi ‘azza wa jalla Al-Waaridah fil-Kitaab was-Sunnah oleh ‘Alawiy bin ‘Abdil-Qaadir As-Saqqaaf, hal. 240; Cet. 3/1426 H].
Tarjih
Melihat dalil-dalil yang diajukan masing-masing pendapat nampak bahwa yang tepat dalam hal ini adalah pendapat kedua; yaitu lafadh ‘naungan’ merujuk kepada naungan ‘Arsy Allah ta’ala, bukan naungan dzat Allah ta’ala. Bahkan sangat jelas dalam lafadh hadits Abu Hurairah yang dibawakan oleh Ath-Thahawiy tentang hadits tujuh golongan dengan penjelasan naungan di bawah ‘Arsy-Nya ta’ala. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa naungan tersebut adalah rahmat Allah, maka sangat jauh.
Ini saja yang dapat saya tuliskan secara singkat dan sederhana. Semoga dapat memberikan kejelasan.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – ngagelik, sele-man, yogeyakareta – 1432].


[1]      Yaitu dari jalan al-wijaadah. Para ulama berbeda pendapat tentang kebersambungan sanad melalui jalan wijaadah ini. Ada yang menghukumi bersambung, ada pula yang menghukumi terputus (munqathi’). Namun yang raajih dalam permasalahan ini adalah dihukumi bersambung dan shahih. Wallaahu a’lam.

Comments

Anonim mengatakan...

Barakalahu Fikum Ustadz

darwis

aqiqah surabaya mengatakan...

alhamdulillah, baca artikel Ustadz jd bersemangat menjadi salah satu dari yang dinaungi oleh Allah SWT. aqiqah surabaya

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah, selama ini saya berarti tidak keliru, sebab saya sendiri meyakini bahwa naungan yang dimaksudkan ialah naungan Arsy Allah ta'ala. Barakallaah...

Anonim mengatakan...

Pak Ustadz, seorang muslimah menggugat, "kok wanita nggak dinaungi?" bagaimana ini?

Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...

Hadits di atas juga termasuk wanita.

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
baskara_luqman mengatakan...

Assalamu'alaikum....ana banyak dpt faedah dari catatan ini..., hanya mohon maaf bila dalam ber-komentar, semoga dapat juga terjaga/
'terpelihara' kesantunan dalam bertutur..afwan..