Surat buat tetangga : Shalawat Nariyyah


Surat ini kira-kira saya buat empat tahun yang lalu (2004) ketika saya dan istri masih bermukim di Kampung Ciomas Rahayu. Kampung asal muasal Kecamatan Ciomas Bogor. Di situ masih sangat kental bau tradisinya. Nah,... surat ini saya buat sebagai buah nasihat ketika rumah tetangga (yang kebetulan guru ngaji) sering mengadakan shalawatan nariyyah. Semoga isi surat ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang kebetulan membaca.............................

==================


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين، وبعد

Ukhti fillah yang dirahmati Allah ta’ala,

Kami panjatkan doa kepada Allah ta’ala agar Dia selalu memberikan kesehatan dan semangat dalam beribadah kepada ukhti. Dan juga tidak lupa kami katakan bahwa kami mencintai ukhti karena Allah ta’ala, saudara seagama dan seiman, insya allah.

Melalui surat ini kami akan menyampaikan hal-hal yang telah lama kami pendam dalam hati. Namun,…baru kali ini kami beranikan diri untuk menyampaikannya, agar……… kami bisa berhujjah kepada Allah ta’ala kelak bahwa kami tidak menyembunyikan apa-apa yang kami ketahui. Kami berharap ini menjadi pahala keikhlasan bagi kami, sekaligus merupakan perwujudan rasa cinta kami kepada ukhti dalam usaha saling menasihati untuk menetapi kebenaran dan kesabaran; yang mana kita akan terhindar cap sebagai golongan orang-orang yang merugi. Allah ta’ala telah berfirman:

وَالْعَصْرِ * إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati untuk menetapi kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran“ (QS. Al-‘Ashr 1-3).

Ukhti fillah,……… ada dua timbangan dalam agama Islam agar amal ibadah kita diterima. Pertama adalah ikhlash; dan yang Kedua adalah mutaba’ah (mengikuti contoh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam). Ikhlash merupakan timbangan hati dimana Allah ta'ala berfirman :

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus“ (QS. Al-Bayyinah : 5).

Sedangkan mutaba’ah merupakan timbangan dhahir dimana Allah ta'ala berfirman :

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (QS. Al-Ahzab : 21).

Dan juga sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada keterangan dari kami maka ia tertolak ” (Muttafaqun 'alaihi).

Kita diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk mencintai Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Bahkan mencintai Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam merupakan tanda kecintaan kita kepada Allah ta’ala; sebagaimana firman-Nya :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah : Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS. Ali-Imran : 31).

Perwujudan rasa cinta kita yang terbesar kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam adalah dengan mengikuti petunjuk/sunnah-sunnah beliau shallallaahu ’alaihi wasallam; dengan tidak menambahi dan tidak mengurangi. Islam telah sempurna yang tidak memerlukan tambahan dan pengurangan dari manusia.

Selain itu, sebagai tanda cinta kita kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam, kita juga sangat dianjurkan untuk mengucapakan shalawat kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam sebagaimana Allah ta’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya “ (QS. Al-Ahzab : 56).

Ibnu Katsir rahimahullah dalam menjelaskan maksud ayat di atas berkata bahwa Allah ta’ala mengabarkan kepada para hambanya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya di sisi makhluk-Nya yang tinggi. Dimana Allah ta’ala memujinya di hadapan para malaikat yang dekat, dan para malaikat pun bershalawat kepadanya. Kemudian (Allah ta’ala) memerintahkan penduduk jagad raya bagian bawah (penduduk bumi) agar bershalawat dan mengucapkan salam atasnya, sehingga berkumpul segala pujian atasnya dari dua penghuni alam jagad raya yang di atas dan yang di bawah (Tafsir Ibnu Katsir 3/508).

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah mengabarkan tentang anjuran dan keutamaan bershalawat kepadanya, diantaranya melalui hadits :

  1. Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :

    لا تجعلوا بيوتكم قبورا ولا تجعلوا قبري عيدا وصلوا على فإن صلاتكم تبلغني حيث كنتم

    “Jangan kalian menjadikan kuburanku sebagai (tempat) hari raya dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bershalawatlah kepadaku dimanapun kalian berada karena sesungguhnya shalawat kalian (itu) sampai kepadaku“ (HR Abu Dawud no. 2042; shahih).

  2. Dari Anas bin Malik radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :

    من صلى علي صلاة واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحطت عنه عشر خطيئات ورفعت له عشر درجات

    “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh shalawat, dihapuskan darinya sepuluh kesalahan, dan diangkat untuknya sepuluh derajat “ (HR. Nasa’i 3/50; shahih).

Bahkan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menggelari “kikir/bakhil” bagi orang yang ketika disebut nama beliau tidak mengucapkan shalawat. Dari hadits Ali bin Husain bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

البخيل الذي من ذكرت عنده فلم يصل علي

“Orang yang bakhil/kikir adalah orang yang ketika aku disebut di dekatnya, lalu ia tidak bershalawat kepadaku“ (HR. At-Tirmidzi no. 3546, Ahmad no. 1736, dan selainnya; shahih).

Ketika Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menyebutkan tentang anjuran dan keutamaan bershalawat kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam, tentu beliau tidak lupa menyebutkan bagaimana cara bershalawat tersebut, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari Ka’ab bin Ujrah radliyallaahu ’anhu. Ia berkata : “Pada suatu hari kami pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ‘Ya Rasulullah, bagaimana Ahlul-Bait bershalawat kepadamu? sebagaimana Allah ta’ala telah mengajari bagaimana bersalam.’ Mendengar pertanyaan itu Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menjawab : ‘Katakanlah :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى] آلِ إِبْرَاهيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، اللَّهمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آل مُحَمَّدٍ؛ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى [إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى] آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Juga riwayat lain dari Bukhari yang diambil dari hadits Abu Hamid As-Saidi radliyallaahu 'anhu dengan lafadh :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ [النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ]، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى [آلِ] إِبْرَاهيْمَ ، وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ [النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ] وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى [آلِ] إِبْرَاهيْمَ فِيْ اْلعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

Dan masih banyak lafadh-lafadh lain sebagaimana terdapat lagi masyhur dalam kitab-kitab hadits.

Namun diantara lafadh-lafadh shalawat yang shahih tersebut, ada beberapa lafadh shalawat yang dla’if (lemah), maudlu’ (palsu), laa ashlaalahu (tidak ada asalnya dari kitab induk hadits); yang banyak beredar di kalangan masyarakat. Bila dilihat dari segi matan (isi), banyak diantaranya yang munkar, ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap diri Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, dan bahkan mengandung muatan syirik. Mungkin diantaranya dapat kami contohkan :

  1. Shalawat Nariyyah

    Shalawat ini sangat masyhur di tengah masyarakat dimana mereka berkeyakinan dengan membaca shalawat ini segala hajat dapat dikabulkan dan segala kesusahan dapat dihilangkan. Shalawat dan keyakinan ini bukanlah berasal dari dalil shahih sepengetahuan kami. Bahkan bila kita mencermati arti dari lafadh tersebut, niscaya akan diketahui beberapa ungkapan ghuluw dan syirik di dalamnya. Secara lengkap, lafadh shalawat tersebut adalah :

    اللَّهُمَّ صَلِّي صَلاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُ بِهِ اْلعُقََدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ اْلكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ اْلحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ اْلرَّغَائِبُ وَحُسْنُ اْلخَوَاتِيْمِ وَيَسْتَسْقَى اْلغَمَامُ بِوَجْهِهِ اْلكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ عَدَدَ كلِّ مُعْلُوْمٍ لَكَ

    “Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan shahabatnya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui “.

    ==> Aqidah tauhid yang kepadanya Al-Qur’an menyeru, dan yang dengannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mengajarkan kita, menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah ta'ala semata yang kuasa mengurai segala ikatan. Yang menghilangkan segala kesedihan. Yang memenuhi segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta manusia ketika berdoa. Setiap muslim tidak boleh berdoa dan memohon kepada selain Allah ta'ala untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada Allah ta'ala). Al-Qur’an mengingkari berdoa kepada selain Allah ta'ala, baik kepada rasul atau wali. Allah ta'ala berfirman :

    قُلِ ادْعُواْ الّذِينَ زَعَمْتُم مّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضّرّ عَنْكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً * أُولَـَئِكَ الّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىَ رَبّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنّ عَذَابَ رَبّكَ كَانَ مَحْذُوراً

    “Katakanlah,’Panggilah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharap rahmat-Nya dan takut akan siksa-Nya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti”. (QS. Al-Israa’ : 56-57).

    Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdoa dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat, dan hamba-hamba Allah yang shalih dari jenis makhluk jin.

    ==> Bagaimana mungkin Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau dikatakan kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an turun menyeru kepada beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk memaklumkan :

    قُل لاّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاّ مَا شَآءَ اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسّنِيَ السّوَءُ إِنْ أَنَاْ إِلاّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

    “Katakanlah : ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudlaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanya pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman “ (QS. Al-A’raf : 188).

    أَنَّ رَجُلا أَتَى النَّبيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ في بَعْضِ اْلأَمْرِ فَقَالَ مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ فَقَالَ النَّبيُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَجَعَلْتَنِي للهِ عَدْلا قلْ مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَه

    Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam, lalu ia berkata kepada beliau,”Atas kehendak Allah dan kehendakmu”. Maka Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda,”Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah : Hanya atas kehendak Allah semata“ (HR. Nasa’i no. 1085 dengan sanad hasan).

    ==> Apabila hal ini dimaksudkan sebagai tawassul terhadap diri Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, dimana beliau telah wafat, maka tawasul seperti ini tidak dapat dibenarkan. Tidak pernah diriwayatkan satu atsar shahih pun dari para shahabat yang melakukan demikian setelah beliau wafat. Juga Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan lain-lain dari kalangan para imam kaum muslimin yang terpercaya. Adapun yang dianggap dalil oleh sebagian orang sebagai dasar perbuatan mereka bertawasul terhadap diri Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam, maka hal ini tidak terlepas dari dua kemungkinan :

    a. hadits tersebut adalah dla’if, maudlu’, atau bahkan tanpa asal;
    b. salah ber-istidlal dan ber-istimbat terhadap suatu dalil shahih.

    Ada beberapa buku bagus yang membahas tentang hal tersebut, dan salah satu yang kami punyai adalah buku “Tawasul & Tabaruk” oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dan Dr. Al-‘Ulyani. Kalau ukhti ingin membacanya, pintu kami selalu terbuka untuk antunna, insya allah.

  2. Dalam Kitab Dalaailul-Khairaat terdapat shalawat dengan lafadh sebagai berikut :

    اللهم صل على محمد حتى لا يبقي من الصلاة شيء، وارحم محمدا حتى لا يبقي من الرحمة شيء

    “Ya Allah, limpahkanlah keberkahan atas Muhammad, sehingga tidak tersisa lagi sedikitpun dari keberkahan, dan rahmatilah Muhammad sehingga tidak tersisa sedikitpun rahmat”

    ==> Lafadh shalawat di atas, yaitu menjadikan keberkahan dan rahmat, yang keduanya merupakan bagian dari sifat-sifat Allah, bisa habis dan binasa. Hal ini bertentangan dengan firman Allah ta'ala :

    قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

    “Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku; meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (QS. Al-Kahfi : 109).

  3. Lafadh shalawat berikut dan yang semacam/semakna :

    الصلاة والسلام عليك يا رسول الله ضاقت حيلتى فأدركنى يا حبيب الله

    “Semoga keberkahan dan keselamatan dilimpahkan untukmu wahai Rasulullah. Telah sempit tipu dayaku, maka perkenankanlah (hajatku) wahai kekasih Allah “.

    ==> Lafadh shalawat di atas sangat jelas dan nyata bertentangan dengan firman Allah ta'ala :

    أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ

    “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya? (QS. An-Naml : 62).

    Dan juga sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam :

    إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله

    “Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah; dan jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolonganlah kepada Allah“ (HR. At-Tirmidzi no. 2516; shahih).

  4. Dan lain-lain.

Ukhti……, adapun maksud disampaikannya beberapa penjelasan di atas tidak lain adalah karena kami sering mendengar (dari rumah kami) lafadh-lafadh ‘shalawatan’ dari perkumpulan ibu-ibu yang membaca salah satu shalawat di atas; di rumah ukhti. Dan bila tidak salah,…pertemuan itu diadakan setiap Kamis sore (mohon dikoreksi bila ternyata tidak benar).

Ukhti fillah……… kami pernah membaca sebuah hadits yang dinisbatkan secara shahih dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallm tentang larangan ghuluw (sikap berlebih-lebihan) kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam :

لا تطروني كما أطرت النصارى بن مريم فإنما أنا عبده فقولوا عبد الله ورسوله

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang Nashrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah : Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya“ (HR. Bukhari no. 3261).

Para shahabat radliyallaahu 'anhum ajma'in adalah contoh terbaik bagi kita tentang bagaimana sikap mereka dalam mencintai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tanpa harus berlebih-lebihan (apalagi dengan selain beliau shallallaahu ’alaihi wasallam ?) Anas bin Malik radliyallaahu ’anhu pernah mengabarkan tentang keadaan para shahabat :

لم يكن شخص أحب إليهم من رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : وكانوا إذا رأوه لم يقوموا لما يعلمون من كراهيته لذلك

“Tak seorangpun yang lebih dicintai shahabat daripada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Tetapi bila mereka melihat Rasulullah (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau. Sebab mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal tersebut” (HR. At-Tirmidzi no.2754 ; shahih).

Marilah kita contoh para shahabat yang merupakan generasi terbaik ummat. Dan marilah kita bersihkan iman kita dari sikap ghuluw dalam agama. Karena…akibat dari sikap ghuluw inilah yang membinasakan umat-umat sebelum kita dan menjerumuskannya dalam lembah bid’ah serta kesyirikan. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :

وإياكم والغلو في الدين فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين

“Janganlah kamu ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sebab sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kamu adalah karena ghuluw (melampaui batas) dalam agama“ (HR. An-Nasa’i no. 3057, Ahmad no. 1851, dan Ibnu Majah no. 3020; shahih).

Allah ta’ala berfirman :

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Jika kamu berbuat syirik (mempersekutukan Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi“ (QS. Az-Zumar : 65).

Ukhti yang disayang Allah ta’ala………, dalam hal ini kami tidak berusaha menghalang-halangi ukhti (atau yang lain) berbuat mencintai Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ataupun malah…… meremehkan beliau. Tidak sama sekali tidak…!! Tidak ada amal apapun dari kita yang akan mampu membalas jasa-jasa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam atas diri kita. Setelah hidayah dari Allah ta’ala, melalui perantaraan beliaulah kita dapat menikmati indahnya Islam dan iman. Kami hanya ingin mengajak bersikap pertengahan (terutama bagi diri kami sendiri) tanpa berlebihan dan meremehkan. Bila mengucapkan shalawat, hadits-hadits shahih dari beliau shallallaahu ’alaihi wasallam telah mencukupi kita. Dan itu adalah yang paling utama sebagai seorang muslim yang mengaku mencintai beliau shallallaahu ’alaihi wasallam sepenuh hati, yaitu dengan mengamalkan sunnah-sunnah yang beliau shallallaahu ’alaihi wasallam wariskan kepada kita.

Terakhir wahai ukhti fillah,……janganlah surat ini menjadi sebuah awal keretakan hubungan persaudaraan kita. Kami sangat berharap bahwa kita dapat lebih saling “dekat” dan cinta. Saling cinta karena Allah ta’ala, dan membenci karena-Nya pula. Bila terdapat kebenaran itu datangnya dari Allah ta’ala, dan apabila terdapat kesalahan maka itu datangnya dari diri pribadi kami yang bodoh lagi lemah dan dari syetan; Allah ta’ala dan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam berlepas diri. Tegur sapa dari ukhti senantiasa kami harapkan…………wallaahu a’lam

صلى الله وسلم على نبينا محمد تسليما كثيرا، والحمد لله رب العالمين




أبو وأم عائشة

(...... dan .....)



Comments

Anonim mengatakan...

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Lalu, bgmn tanggapan tetangga antum, ustadz? Apakah beliau bisa menerimanya?

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Anonim mengatakan...

Senada dengan Abu Hafi, saya jg ingin tahu bagaimana tanggapan tetangga2 antum, mengingat tetangga2 saya jg banyak yg mengamalkan hal serupa.

Unknown mengatakan...

sayang, pertanyaannya tidak dijawab pak ustadz :(

Anonim mengatakan...

MasyaAllah. jadi teringat beberapa tahun yang lalu, kami juga mengirimkan surat ke tetangga sebelah berisi nasehat & ajakan.

Tapi mungkin karena kebodohan kami & cara kami yang kurang hikmah, yang kami dapat malah sumpah serapah. Smoga Allah ta'ala mengampuni kami.

Coba yang kami tulis seperti surat ustadz diatas, insyaAllah akan lain tanggapan tetangga.

Syukron ustadz

faresneto mengatakan...

subhanalloh ....sepertinya sang ustadzlah yg akan dibilang sesat krn telah melawan arus yg ada dikampungnya,melawan yg diajarkan oleh habib2,ulama2 kyai2 mereka.

kebanyakan dinegara kita umat islam hanyalah krn ikut2an aja tanpa mengetahui apa yg diikutinya benar sesuai alquran dan hadits atau tdk.

serta ane yakin 100% mereka2 itu tdk tau apa arti dari solawat2 yg mereka baca itu.

Anonim mengatakan...

Akhir-akhir ini banyak program Salawat Perdana-salawat ramai-ramai dikendali oleh para habib.Minta penjelasan adakah sunnah.

Anonim mengatakan...

Mau nanya ustadz:

Kata ustadz, mengarang shalawat yang lafazd/redaksinya tidak dari Rasul Shallallaahu ‘Alayhi wa-Sallamitu bid’ah… Kok ulama-ulama salafi juga mengarang shalawat yang redaksinya tidak pernah diajarkan Rasul Shallallaahu ‘Alayhi wa-Sallam. Hal ini bisa dibuka di kitab-kitab bagian muqaddimah. Ini bid’ah atau bukan, ustadz?

Adapun contoh shalawat yang dikarang ulama salafi bisa dibaca di buku/kitab mereka bagian mukadimah. Berikut ini beberapa shalawat karangan ulama salafi:
1. Kitab تيسير علوم الحديث للمبتدئين لعمرو عبد المنعم – مقدمة
صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم
2. Kitab منهج النقد عند المحدثين لعمرو عبد المنعم – مقدمة
صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلّم تسليما كثيرا
3. Kitab الأصول من علم الأصول للعثيمن- مقدمة المؤلف
صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وسلم تسليماً
4. Kitab زادُ الداعِيَة إلى الله للعثيمن- مقدمة المؤلف
فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وسلم تسليماً
5. Buku Ringkasan Pokok Aqidah Salafiyyah Tentang Keimanan versi 2 – Maktabah Abu Salma al-Atsari – Lampiran (9 of 40)
والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن سار على نَهْجِه إلى يوم الدين
6. Buku Kitab Tauhid Oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahab – Alih Bahasa M. Yusuf Harun, MA – Kata Pengantar
وصلى الله وسلم عليه وعلى آله وصحبه ومن اهْتَدَى بهَدْيِه
7. Kitab صفة صلاة النبي للألباني
مقدمة الطبعة الجديدة
والصلاة والسلام على رسول الله و آله وصحبه ومن اهتدى بهديه وصلى بصلاته إلى يوم الدين
مقدمة الطبعة العاشرة
والصلاة والسلام على نبيه الصادق الأمين وعلى آله وصحبه الغُرِّ الميامين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
Bahkan Imam Syathibi pun yang sering dijadikan rujukan oleh ulama salafi mengarang shalawat sbb:
8. Kitab الإعتصام للشاطبي – خطبة الكتاب (مقدمة المؤلف)
والصلاة والسلام على سيدنا ومولانا محمد نبي الرحمة وكاشفِ الغُمَّة…

Terima kasih saya haturkan atas jawaban ustadz…

salam,
faisol

Anonim mengatakan...

Mau nanya ustadz,

Misal saya punya banyak sekali hutang sehingga dikejar-kejar debt collector... Lalu saya bertemu ustadz & krn kebaikan hati ustadz, ustadz melunasi semua hutang saya, bahkan tanpa saya harus membayar kepada ustadz...

Krn begitu baiknya ustadz, saya berdoa kpd Allah, "Ya Allah, karuniakanlah rahmat & pertolongan-Mu kpd ustadz abul jauzaa', krn dialah kesulitan saya dikejar2 debt collector terurai (hilang), kebutuhan saya membayar hutang terpenuhi..."

Apakah doa saya kpd Allah tsb. menurut ustadz syirik? Bukankah dlm lafazh doa sudah tertera dengan jelas bhw saya memohon kepada Allah? Itu menunjukkan, kedudukan Allah jauh di atas saya & ustadz...

Nah, lafazh shalawat nariyah dimulai dgn, "Ya Allah, limpahkanlah rahmat & shalawat dst..."

Selain itu:
"Siapa tdk berterima kasih kpd manusia, maka ia tdk termasuk bersyukur kpd Allah" (HR Ahmad & Tirmidzi)

Menurut saya ustadz,
kalimat yang telah menjadi bahasa antar manusia, tak perlulah kita permasalahkan, ini sudah tahu sama tahu, misalnya:

1. Pemuda yang sedang dicegat srigala itu berteriak meminta pertolongan penduduk.

2. "Minumlah obat biar lekas sembuh," kata sang ayah kepada buah hatinya.

3. Tim SAR berhasil menyelamatkan korban pesawat yang jatuh di laut. Setelah semua korban siuman, mereka berkata kepada tim SAR, "terima kasih telah menyelamatkan nyawa saya "

Kalimat2 ini sudah disepakati sbg bahasa antar manusia, bukan hakikat. Tak perlulah kita gugat lagi kesepakatan bahasa seperti ini dengan dalih Yang Menolong hanyalah Allah atau dalil lainnya...

Bagaimana menurut ustadz?

Terima kasih...

salam,
faisol

Anonim mengatakan...

Assalammu'alaikum Wa Raohmatullah Wa Barakatuh

Bukankah penggalan kalimat ini:
"... yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik..."

hak Allah semata ?

Wassalam,
Abu Ridho

Anonim mengatakan...

Assalammu'alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Kepada yang gandrung dengan Shalawat Nariyyah dan sejenisnya:

Apakah anda tidak puas dan merasa cukup dengan Shalawat-shalawat yang diajarkan Nabi ?

Wassalam,
Abu Ridho

Anonim mengatakan...

Utk mas Abu Ridho,
Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Sampean menulis:
Bukankah penggalan kalimat ini:
"... yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik..."
hak Allah semata ?


Tolong mas baca ulasan saya dengan lengkap, jangan sepotong-sepotong... Penggalan kalimat yang mas tulis itu berada dalam satu kesatuan doa (shalawat)...

Jadi, itu bahasa kita sebagai manusia, dan telah tertulis dengan jelas kita memohon kepada Allah (awal lafazh shalawat nariyah)... Itu berarti kedudukan Allah jauh di atas kita dan Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa-Sallam...

Nah, di mana letak syiriknya? Tolong baca secara utuh, ya mas...

Saya tidak gandrung dengan shalawat nariyah atau sejenisnya, hanya ingin menempatkan hukum dengan adil... Kalau memang salah, nyatakan kesalahannya di mana, dengan adil tentunya, bukan membabi buta...

Tentang tulisan sampean:
Apakah anda tidak puas dan merasa cukup dengan Shalawat-shalawat yang diajarkan Nabi ?

Tolong sampean baca tulisan saya sebelumnya bahwa ulama-ulama salafi juga mengarang (atau setidaknya mencantumkan) shalawat yang lafazh/redaksinya tidak pernah diajarkan Rasulullah Shallallaahu ‘Alayhi wa-Sallam... Apa komentar sampean atas hal ini?

Terima kasih...

salam,
faisol

Anonim mengatakan...

Assalammu'alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Awal Shalawat Nariyyah:

"Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad..."

adalah shalawat kepada Nabi.

Kemudian:

"...yang dengan beliau (Nabi Muhammad) terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia..."

Jelas menyatakan hal-hal berikut :
1. Mengurai segala ikatan
2. Hilang segala kesedihan
3. Dipenuhui segala kebutuhan
4. Dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik
5. Diminta hujan dengan wajahnya yang mulia
adalah Kuasa Nabi Muhammad.

Padahal 5 poin diatas merupakan kuasa Allah semata.
DISINI LETAK SYIRIKNYA.

Memang 2 bagian kalimat diatas berada dalam 1 kesatuan Sholawat, tapi "Kuasa Allah" (5 poin diatas) dinisbatkan kepada Nabi Muhammad.

Mudah-mudahan dengan bahasa yang sederhana ini bisa dipahami.

Wassalam,
Abu Ridho


Anonim mengatakan...

Utk mas Abu Ridho,
Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Baiklah mas, saya mulai dari nol diskusi ini... Senang sekali bisa berdiskusi dg sampean karena saya ingin mendapatkan hukum dengan adil...

Misal saya punya banyak sekali hutang (trilyunan rupiah) sehingga dikejar-kejar debt collector... Lalu saya bertemu sampean (sampean dikaruniai Allah harta berlimpah ruah)...

Oleh karena krn kebaikan hati sampean, sampean melunasi semua hutang saya, bahkan tanpa saya harus membayar kepada sampean...

Krn begitu baiknya sampean, saya berdoa kpd Allah, "Ya Allah, karuniakanlah rahmat & pertolongan-Mu kpd mas abu ridho, krn dialah kesulitan saya dikejar2 debt collector terurai (hilang), kebutuhan saya membayar hutang terpenuhi..."

Sebagai bahan pertimbangan, berikut ini terjemah sebuah hadits:
"Siapa tdk berterima kasih kpd manusia, maka ia tdk termasuk bersyukur kpd Allah" (HR Ahmad & Tirmidzi)

Apakah doa saya kpd Allah tsb. menurut sampean syirik? Bukankah dlm lafazh doa sudah tertera dengan jelas bhw saya memohon kepada Allah? Itu menunjukkan, kedudukan Allah jauh di atas saya & sampean...

Mohon tanggapannya... terima kasih...

salam,
faisol

Anonim mengatakan...

Assalammu'alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Untuk Mas Faisol, antum misalkan bahwa: antum banyak hutang dan ditolong oleh ana melunasi hutang antum karena ana dilimpahi harta berlimpah.

2 hal terkandung dalam pertolongan ana:
1. Ana hadir (masih hidup)
2. Ana mampu (dikaruniai harta berlimpah)
dan hal ini maklum dapat dilakukan manusia.

Coba antum bandingkan dengan 5 poin diatas, yang ana salin kembali:
1. Terurai segala ikatan
2. Hilang segala kesedihan
3. Dipenuhui segala kebutuhan
4. Dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik
5. Diminta hujan dengan wajahnya yang mulia

Bukankah 5 poin ini semata-mata Kuasa Allah ? Sementara dalam Shalawat Nariyyah 5 poin ini dinisbatkan kepada Nabi Muhammad.

Ini kali yang ke 3 ana jelaskan bahwa 5 poin ini hanya kuasa Allah bukan kuasa manusia, tapi antum tidak terima.

Sementara Allah tegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak kuasa menarik manfaat dan menolak mudlorot seperti pada QS Al-A'raf: 188 diatas:

قُل لاّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاّ مَا شَآءَ اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسّنِيَ السّوَءُ إِنْ أَنَاْ إِلاّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

“Katakanlah : ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudlaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanya pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman “.

Dan antum tidak terima pula penegasan Allah ini.

Antum beranggapan kesyirikan yang terkandung dalam Shalawat Nariyyah hanyalah permainan kata-kata dalam doa. Jika demikian halnya, maka kita berbeda jalan yang tidak mungkin bertemu dan kita sudahi diskusi ini sampai disini.

Wassalam,
Abu Ridho

Anonim mengatakan...

Utk mas Abu Ridho,
Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih atas penjelasannya...
Saya mau nanya lagi...

Kalau orang yang menolong saya sudah meninggal (saya sebut saja yang menolong saya adalah fulan), lalu saya masih berdoa sbb:

"Ya Allah, karuniakanlah rahmat & ampunan-Mu kpd mas fulan, krn dialah kesulitan saya dikejar2 debt collector terurai (hilang), kebutuhan saya membayar hutang terpenuhi..."

Apakah dilarang mendoakan mas fulan yang sudah berjasa besar kpd saya saat masih hidupnya, hanya gara-gara mas fulan sudah meninggal?

Mohon tanggapannya... terima kasih..

salam,
faisol

Anonim mengatakan...

Assalammu'alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh

Untuk Mas Faisol

Mendoakan orang lain baik masih hidup ataupun telah wafat adalah perbuatan yang terpuji apalagi tanpa sepengetahuan orang yang

didoakan sebagaimana Hadits Rasulallah:

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ. وَلَكَ بِمِثْلٍ.

"Do'a seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dido’akannya adalah do’a yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada Malaikat yang menjadi wakil baginya. Setiap kali dia berdo’a untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka Malaikat tersebut berkata: ‘Aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.’”

Lebih utama apabila antum mendoakan orang yang telah menolong antum. Dan antum bebas untuk menggunakan lafadz-lafadz doa.

Namun demikian harus diperhatikan lafadz-lafadz yang digunakan, tidak mengandung kesyirikan dan tidak berlebih-lebihan.

Ambil contoh lafadz doa yang antum singgung, dengan tambahan lafadz seperti ini:

"Ya Allah, karuniakanlah rahmat dan ampunan-Mu kepada Mas Fulan, karena dialah terurai segala masalah (ikatan), dicapai segala keinginan"

Lafadz doa ini memang awalnya tertera antum memohon kepada Allah (menurut penjelasan antum awal kalimat ini menunjukkan kedudukan Allah jauh diatas apapun), namun berikutnya antum beritahu Allah bahwa Mas Fulan adalah TANDINGAN-NYA.

Kenapa Mas Fulan menjadi Tandingan Allah, karena DENGAN BELIAU:
* Terurai segala masalah (ikatan)
* Dicapai segala keinginan (mengabulkan segala keinginan)
Menurut pemahaman ana yang cetek ini kuasa untuk menyelesaikan segala masalah dan mengabulkan segala keinginan adalah kuasa Allah semata. Bila antum berkeyakinan selain Allah ada yang kuasa seperti itu, maka ketahuilah inilah HAKIKAT KESYIRIKAN.

Semoga penjelasan ana yang singkat ini dapat antum pahami.

Wa 'alaikumus salam Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh
Abu Ridho

Anonim mengatakan...

Utk mas Abu Ridho,
Wa'alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh

Terima kasih atas penjelasannya...

Mas,
Seorang hakim, sebelum memutuskan sesuatu haruslah bertanya kepada pihak2 terkait, termasuk orang yang akan terkena keputusan hukum tersebut... Inilah hukum yang adil...

Saya berdoa,
"Ya Allah, karuniakanlah rahmat & ampunan-Mu kpd mas fulan, krn dialah kesulitan saya dikejar2 debt collector terurai (hilang), kebutuhan saya membayar hutang terpenuhi..."

Kalau sampean bertanya apakah saya berkeyakinan selain Allah ada yang kuasa seperti itu? Tentu tidak, lah, mas...

Logika sederhana saja... Bodoh banget saya, kalau menyandingkan kuasa manusia dengan kuasa Allah, apalagi itu saya lakukan dalam berdoa, memohon kepada Allah...

Kalau niat ingin syirik, cukup memuji2 manusia setinggi tuhan... Masak mau terang-terangan syirik kok malah berdoa kepada Allah... Bukankah berdoa kepada Allah menunjukkan kehambaan kita?

Tentang shalawt nariyah:

Rasulullah sangat berjasa kpd kita... Dua contoh saja:

1. Bila kita sedih, ke mana kita akan mengadu?

Tentu sesuai ajaran Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam: shalat, membaca Al-Qur'an, berdzikir dll... Dengan izin Allah, semua kesedihan hilang (terurai)... Bukankah itu jasa Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam juga? Apa yang salah bila kita berdoa mengingat jasa beliau yang sangat besar kepada kita...

2. Bila kita ingin memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini, siapa rujukan kita?

Tentu Rasul shallallaahu 'alaihi wasallam... Beliau mengajarkan kita berdoa, berusaha, tolong-menolong (spt Muhajirin dan Anshar) dll... Bukankah beliau sangat berjasa kpd kita utk memenuhi segenap kebutuhan kita, bahkan bukan hanya untuk dunia tapi juga akhirat nanti...?

Mas,
Saya tidak gandrung dengan shalawat nariyah, tapi saya memang membacanya (tentu sampean tahu beda gandrung dan membaca)...

Jadi, tak ada keyakinan sedikit pun bagi pembaca shalawat nariyah bahwa selain Allah ada kuasa seperti itu...

Semoga penjelasan saya ini dapat dipahami bagi yang hendak menghukumi shalawat nariyah...

Kalau masih ada yang menghukumi shalawat nariyah syirik setelah penjelasan saya ini, itu tetap saya hargai... Biarlah Allah yang menjadi Hakim di akhirat nanti...

Terima kasih... Mohon maaf kalau ada hal-hal yang kurang berkenan di hati...

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

faisol

Anonim mengatakan...

LARANGAN RASULALLAH BERLEBIH-LEBIHAN MEMUJI BELIAU

Rasulallah melarang berlebih-lebihan dalam memujinya, sebagaimana sabda beliau:

لاَ تُطْرُوْنِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.

“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagai-mana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka kata-kanlah, ‘‘Abdullaah wa Rasuuluhu (hamba Allah dan Rasul-Nya).’"

Dengan kata lain beliau melarang kita memujinya secara bathil dan berlebih-lebihan. Sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Nasrani terhadap ‘Isa Alaihissallam.

Ketika Sahabat memuji Rasulallah dengan sebutan "SAYYID" beliau keberatan:

‘Abdullah bin asy-Syikhkhir Radhiyallahu anhu berkata, “Ketika aku pergi bersama delegasi Bani ‘Amir untuk menemui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kami berkata kepada beliau, “Engkau adalah sayyid (penguasa) kami!” Spontan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.

“Sayyid (penguasa) kita adalah Allah Tabaaraka wa Ta’aala!”

Lalu kami berkata, “Dan engkau adalah orang yang paling utama dan paling agung kebaikannya.” Serta merta beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan:

قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ أَو بَعْضِ قَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ.

“Katakanlah sesuai dengan apa yang biasa (wajar) kalian katakan, atau seperti sebagian ucapan kalian dan janganlah sampai kalian terseret oleh syaithan.”

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata, “Sebagian orang berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik di antara kami dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid kami dan putera sayyid kami!’ Maka seketika itu juga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُوْلُوْا بِقَوْلِكُمْ وَلاَ يَسْتَهْوِيَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ، أَنَا مُحَمَّدٌ، عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُوْنِيْ فَوْقَ مَنْزِلَتِي الَّتِيْ أَنْزَلَنِيَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ.

“Wahai manusia, ucapkanlah dengan yang biasa (wajar) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan, aku (tidak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka kalian mengangkat (menyanjung)ku di atas (melebihi) kedudukan yang telah Allah berikan kepadaku.”

Meskipun Rasulallah adalah makhluk yang utama dan paling mulia, namun beliau membenci jika orang memujinya berlebih-lebihan.
Bahkan beliau ingatkan bahwa perbuatan seperti itu tak lain adalah BUAH DARI BUJUKAN SYAITAN, meskipun terkesan mencintai dan terdengar indah.

Ingatlah Rasulallah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus untuk di IMANI perkataan dan perbuatannya.

Salam,
Abu Ridho