Pembahasan Ta'liil Hadits Sumpah


Dalam kitab Al-‘Ilal karya Abu Muhammad ‘Abdurrahmaan bin Abi Haatim rahimahullah disebutkan:
وسألتُ أَبِي عَنْ حديثٍ رَوَاهُ معاوية بْن سَلاَّم، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عِكْرِمَة، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النبيِّ ﷺ قَالَ: مَنِ اسْتَلَجَّ بِيَمِينٍ فِي أَهْلِهِ، فَهُوَ أَعْظَمُ إِثْمًا، لَيْسَ الكَفَّارَةَ ؟
قَالَ أَبِي: رَوَى هَذَا الْحَدِيثَ مَعْمَر ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِير، عَنْ عِكْرِمَة- فِي قَوْلِهِ: {وَلاَ تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأِيْمَانِكُمْ} -: وقد قال رسولُ الله ﷺ : لاَ يَسْتَلِجَّ أَحَدُكُمْ بِاليَمِينِ فِي أَهْلِهِ، فَهُوَ آثَمُ لَهُ عِنْدَ اللهِ مِنَ الكَفَّارَةِ الَّتي أُمِرَ بِهَا.
فقلت ُ لأَبِي: أيُّهما أصَحُّ؟
فَقَالَ : لا أعلَمُ أَحَدًا وصلَهُ غيرَ معاويةَ ابنِ سَلاَّم، ومَعْمَرٌ أشهرُ وأحبُّ إليَّ من معاوية ابن سَلاَّم

Dan aku (Ibnu Abi Haatim) pernah bertanya kepada ayahku tentang hadits yang diriwayatkan oleh Mu’aawiyyah bin Sallaam, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari ‘Ikrimah, dari Nabi , beliau bersabda : ‘Barangsiapa yang bersikeras dengan sumpahnya sehingga memberikan mudlarat kepada keluarganya, maka itu lebih besar dosanya daripada membayar kaffaarat? “.
Ayahku menjawab : “Hadits ini diriwayatkan oleh Ma’mar, dari Yahyaa bin Abi Katsiir, dari ‘Ikrimah tentang firman-Nya : ‘Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan’ (QS. Al-Baqarah : 224). Rasulullah bersabda : ‘Janganlah salah seorang diantara kalian bersikeras dengan sumpahnya sehingga memberikan mudlarat kepada keluarganya, karena itu lebih besar dosanya daripada membayar kaffarat yang telah Allah perintahkan dengannya”.
Aku bertanya kepada ayahku : “Mana diantara keduanya yang lebih shahih ?”.
Ayahku menjawab : “Aku tidak mengetahui seorang pun yang menyambungkan sanadnya (kepada Nabi ) selain Mu’aawiyyah bin Sallaam; sedangkan Ma’ma’ lebih masyhur dan lebih aku sukai dibandingkan Mu’aawiyyah bin Sallaam”.
[Al-‘Ilal, 4/156-157 no. 1330].
Riwayat yang ditanyakan Ibnu Abi Haatim kepada ayahnya adalah riwayat yang dibawakan Al-Bukhaariy dalam Shahiih-nya:
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ يَعْنِي ابْنَ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: " مَنِ اسْتَلَجَّ فِي أَهْلِهِ بِيَمِينٍ، فَهُوَ أَعْظَمُ إِثْمًا لِيَبَرَّ، يَعْنِي: الْكَفَّارَةَ "
Telah menceritakan kepadaku Ishaaq bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Shaalih : Telah menceritakan kepada kami Mu’aawiyyah, dari Yahyaa, dari ‘Ikrimah, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah :  “ ……. (al-hadits)…..” [no. 6626].
Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah berkata : “Begitulah sanad yang dibawakan Mu’aawiyyah bin Sallaam, dan ia diselisihi oleh Ma’mar yang meriwayatkan dari Yahyaa bin Abi Katsiir dengan memursalkannya. Ia tidak menyebutkan dalam sanadnya Abu Hurairah. Diriwayatkan oleh Al-Ismaa’iiliy dari jalan Ibnul-Mubaarak dari Ma’mar, akan tetapi ia (Ma’mar) menyampaikannya dengan lafadh riwayat Hammaam dari Abu Hurairah. Dan itu kekeliruan yang berasal dari Ma’mar. Maka apabila ia tidak dlabth terhadap matannya, bukan hal yang mengherankan apabila dirinya tidak dlabth terhadap sanadnya” [Fathul-Baariy, 11/519].
Mursal yang dimaksudkan Abu Haatim diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq dalam Al-Mushannaf 8/497 no. 16037 dan dalam Tafsiir-nya no. 270.
Adapun riwayat Ma’mar dari Hammaam dari Abu Hurairah yang diisyaratkan Ibnu Hajar adalah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhaariy no. 2625 dan Muslim no. 1655 yang lafadhnya :
وَاللَّهِ لَأَنْ يَلَجَّ أَحَدُكُمْ بِيَمِينِهِ فِي أَهْلِهِ آثَمُ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ أَنْ يُعْطِيَ كَفَّارَتَهُ الَّتِي فَرَضَ اللَّهُ
Demi Allah, salah seorang dari kalian bersikeras dengan sumpahnya sehingga memberikan mudlarat kepada keluarganya, maka itu lebih berdosa baginya di sisi Allah daripada (jika) ia membayar kafarat yang telah diwajibkan Allah”.
Faedah :
1.    Isyarat dari seorang ulama kritikus hadits tentang penyendirian seorang perawi yang menyambungkan (memaushulkan) hadits dimana selain dirinya membawakan secara mursal, maka tidak selamanya bermakna menta’lil jalur maushul tersebut dan mengedepankan jalur mursal. Bahkan seandainya ulama kritikus hadits tersebut secara jelas mengedepankan jalur mursal, maka penghukuman itu untuk dirinya dan tidak dapat berlaku secara menyeluruh sebagaimana hal itu ditemui pada sebagian muqallid bab ‘ilal. Dapat dilihat di sini, Al-Bukhaariy mengambil jalur maushul dari Mu’aawiyyah, sedangkan Abu Haatim condong pada jalur mursal dari Ma’mar.
2.    An-Nawawiy rahimahullah berkata:
ومعنى الحديث: أنه إذا حلف يمينًا تتعلَّق بأهله، ويتضرَّرون بعدم حِنْثه، ويكون الحِنْثُ ليس بمعصية؛ فينبغي له أن يَحنَثَ، فيفعلَ ذلك الشيء، ويكفِّر عن يمينه، فإن قال: لا أحنَثُ بل أتورَّع عن ارتكاب الحِنْث، وأخافُ الإثم؛ فهو مُخطِئ بهذا القول، بل استمرارُهُ في عدم الحِنْث وإدامةُ الضَّرر على أهله أكثرُ إثمًا من الحِنْث
“Makna hadits tersebut bahwa seandainya seseorang bersumpah yang berhubungan dengan keluarganya yang mengkonsekuensikan mudlarat bagi mereka apabila dirinya tidak membatalkan sumpahnya; maka apabila ia membatalkan sumpahnya tersebut bukan terhitung maksiat. Hendaknya orang tersebut membatalkan sumpahnya, melakukan perkara yang mesti dilakukan (dengan pembatalan sumpah tersebut), serta membayar kaffarat sumpahnya. Apabila ia berkata : ‘Aku tidak akan membatalkan sumpahku, aku menahan diri agar tidak terjerumus membatalkan sumpah, dan aku takut dosa (yang diakibatkannya)’ ; maka orang tersebut keliru dengan perkataannya tersebut. Bahkan terus-menerus dalam keadaan tidak membatalkan sumpah dan melestarikan mudlarat yang menimpa keluarganya lebih banyak dosanya dibandingkan membatalkan sumpah” [Syarh Shahiih Muslim, 11/123 – syamilah].
Wallaahu a’lam.

Referensi : Kitaabul-‘Ilal, isyraaf : Dr. Sa’d bin ‘Abdillah Al-Humaid dan Dr. Khaalid bin ‘Abdirrahmaan Al-Juraisiy dan artikel dalam kulalsalafiyeen].

Comments