Dari
'Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu 'anhu, ia berkata:
لَدَغَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَقْرَبٌ وَهُوَ يُصَلِّي، فَلَمَّا فَرَغَ، قَالَ:
لَعَنَ اللَّهُ الْعَقْرَبَ لا تَدَعُ مُصَلِّيًا وَلا غَيْرَهُ، ثُمَّ دَعَا
بِمَاءٍ وَمِلْحٍ، وَجَعَلَ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَيَقْرَأُ بِ قُلْ يَأَيُّهَا
الْكَافِرُونَ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
النَّاسِ
"Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam disengat seekor kalajengking ketika
beliau sedang shalat. Setelah usai, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda : 'Semoga Allah melaknat kalajengking. Ia tidak meninggalkan orang
yang sedang shalat atau selainnya (kecuali disengatnya)'. Kemudian beliau shallallaahu
'alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan air dan garam, lalu
mengusapkannya di atas luka sengatan dan membacakan Qul yaa
ayyuhal-kaafiruun, qul a'uudzu birabbil-falaq, dan qul a'uudzu birabbin-naas".
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Ash-Shaghiir (Ar-Raudlud-Daaniy)
2/87 no. 830 dan dalam Al-Ausath 6/90-91 no. 5890, Al-Baihaqiy dalam Syu'abul-Iimaan
no. 2341, Al-Khallaal dalam Fadlaailu Suraatil-Ikhlaash no. 55, Abu
Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 1969 no. 4946 dan dalam Akhbaar
Ashbahaan 2/223, serta Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtarah 2/344-345
no. 722; dari jalan Muhammad bin Al-Fudlail Adl-Dlabbiy, dari Mutharrif bin
Thariif, dari Al-Minhal bin ‘Amru, dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah, dari ‘Aliy
bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam secara marfuu’.
Muhammad
bin Al-Fudlail mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah[1]
dalam Al-Mushannaf 7/398-399 (12/76) no. 24019 & 10/419 (15/376) no.
30420 dan darinya Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 2340 serta Abu
Nu’aim dalam Kitaabut-Thibb (sebagaimana dalam Silsilah Ash-Shahiihah
2/705).
Sanad
riwayat ini shahih. Al-Haitsamiy rahimahullah berkata : “Sanadnya hasan”
[Majma’uz-Zawaaid 5/111]. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam
Silsilah Ash-Shahiihah 2/80.
Berikut
keterangan para perawinya:
1.
Muhammad bin Fudlail bin Ghazwaan
bin Jariir Adl-Dlabbiy, Abu ‘Abdirahmaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 889 no. 6267 dan Tahriirut-Taqriib 3/306-307 no. 6227].
2. ‘Abdurrahiim bin Sulaimaan Al-Kinaaniy Ath-Thaa’iy, Abu ‘Aliy
Al-Asyal Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah, mempunyai beberapa tulisan [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 607 no. 4084].
3. Mutharrif
bin Thariif Al-Haaritsiy, Abu Bakr/Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah
lagi mempunyai keutamaan [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 948 no. 6750].
4.
Al-Minhaal bin ‘Amru
Al-Asadiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 974 no. 6966 bersama Tahriirut-Taqriib, 3/421-422 no. 6918].
5.
Muhammad bin ‘Aliy bin Abi Thaalib Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy,
Abul-Qaasim/Abu ‘Abdillah – terkenal dengan nama : Ibnul-Hanafiyyah –
Al-Madaniy; seorang yang tsiqah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 880 no.
6197].
6.
‘Aliy
bin Abi Thaalib bin ‘Abdil-Muthallib bin Haasyim Al-Qurasyiy, Abul-Hasan
Al-Haasyimiy; salah seorang shahabat besar, amiirul-mukminiin. Termasuk thabaqah
ke-1, dan meninggal tahun 40 H [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 698 no. 4787].
Catatan
: Ada perbedaan lafadh tentang surat yang dibaca:
a.
Al-Khallaal dan Abu
Nu’aim membawakan : Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas.
b.
Ibnu Abi Syaibah dan
Al-Baihaqiy membawakan al-mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).
c.
Ath-Thabaraniy
membawakan : Al-Kaafiruun, Al-Falaq, dan An-Naas.
d.
Adl-Dliyaa’
Al-Maqdisiy membawakan secara ringkas tanpa menyebutkan surat yang dibaca.
Lafadh
surat yang mahfuudh lagi tersebut dalam semua riwayat adalah al-mu’awwidzatain
(Al-Falaq dan An-Naas).
Sebagian
muhaqqiq ada yang melemahkan hadits di atas berdasarkan apa yang tertera
dalam kitab Al-‘Ilal :
وَسُئِلَ عَنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ
الْحَنَفِيَّةِ، عَنْ عَلِيٍّ: " لَدَغَتِ النَّبِيُّ ﷺ عَقْرَبٌ وَهُوَ
يُصَلِّي ".
فَقَالَ: هُوَ حَدِيثٌ يَرْوِيهِ
الْمِنْهَالُ بْنُ عَمْرٍو، وَاخْتُلِفَ عَنْهُ، فَرَوَاهُ مُطَرِّفُ بْنُ طَرِيفٍ،
عَنِ الْمِنْهَالِ فَأَسْنَدَهُ إِسْمَاعِيلُ بْنُ بِنْتِ السُّدِّيِّ، عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ فُضَيْلٍ، عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنِ الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ
ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ، عَنْ عَلِيٍّ.
وَخَالَفَهُ مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ،
وَأَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، وَغَيْرُهُمَا، فَرَوُوهُ عَنْ مُطَرِّفٍ، عَنِ
الْمِنْهَالِ، عَنِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ مُرْسَلًا.
وَكَذَلِكَ رَوَاهُ حَمْزَةُ الزَّيَّاتُ،
عَنِ الْمِنْهَالِ، عَنِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ مُرْسَلًا،
وَهُوَ أَشْبَهُ بِالصَّوَابِ
Ad-Daaraquthniy
ditanya tentang hadits Muhammad bin Al-Hanafiyyah, dari ‘Aliy : “Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam disengat seekor kalajengking ketika beliau
sedang shalat”.
Ia
(Ad-Daaraquthniy) berkata : “Itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh
Al-Minhaal bin ‘Amru. Ada perselisihan (dari perawi) yang meriwayatkan darinya.
Mutharrif meriwayatkan dari Minhaal; lalu Ismaa’iil bin binti As-Suddiy membawakan
sanadnya dari Muhammad bin Fudlail, dari Mutharrif bin Thariif, dari Mutharrif,
dari Al-Minhaal bin ‘Amru, dari Ibnul-Hanafiyyah, dari ‘Aliy.
Muusaa
bin A’yan, Asbaath bin Muhammad, dan yang lainnya menyelisihinya (Muhammad bin
Fudlail), dimana mereka meriwayatkannya dari Mutharrif, dari Al-Minhaal, dari
Ibnul-Hanafiyyah secara mursal.
Begitu
juga Hamzah bin Zayyaat yang meriwayatkan dari Al-Minhaal, dari
Ibnul-Hanafiyyah secara mursal.
Inilah
yang benar” [Al-‘Ilal, 4/122-123 no. 462 dan Al-Mukhtarah oleh
Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisiy 2/345].
Ta’liil
ini
dijawab:
1.
Muhammad bin Fudlail
tidak sendirian dalam periwayatan dari Mutharrif. Ia mempunyai mutaba’ah
dari ‘Abdul-Kariim bin Sulaimaan Al-Kinaaniy. Artinya, persaksian Muhammad bin
Fudlail atas periwayatan maushuul dari Mutharrif ini dibenarkan oleh ‘Abdul-Kariim.
Keduanya adalah perawi tsiqah.
2.
Periwayatan mursal
yang dikatakan Ad-Daaraquthniy belum ditemukan dalam kitab-kitab hadits.
Kecuali apa yang disandarkan kepada Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya,
namun penyandaran ini tidak benar.[2]
Wallaahu
a’lam.
Semoga
ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’
– dps – 26012018].
[1] Begitulah yang tertera dalam cetakan Daarul-Qiblah
dengan tahqiiq Muhammad ‘Awwaamah yang tertulis secara maushuul.
Adapun yang tertera dalam cetakan Maktabah Ar-Rusyd 8/33 no. 23900 & 10/175
no. 30298 dengan tahqiiq Hamad bin ‘Abdillah Al-Jum’ah dan Muhammad bin
Ibraahiim Al-Luhaidaan tertulis secara mursal, yaitu dari Muhammad bin ‘Aliy,
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam (tanpa menyebut ‘Aliy bin Abi
Thaalib radliyallaahu ‘anhu).
Yang
benar adalah sebagaimana sanad riwayat yang tertera dalam cetakan Daarul-Qiblah
dengan qarinah bahwa Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan membawakan
riwayat tersebut dari Ibnu Abi Syaibah secara maushuul. Wallaahu a’lam.
Catatan
: Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah kemudian mendla’ifkan lafadh maushuul
karena faktor Muhammad bin ‘Utsmaan bin Abi Syaibah !! yang kemudian dianggap
menyelisihi Baqiy bin Makhlad [Silsilah Ash-Shahiihah, 2/704-705].
Silakan
baca keterangan Muhammad ‘Awwaamah dalam mentahqiq kitab Al-Mushannaf.
[2] Sebagaimana penjelasannya dalam catatan kaki
no. 1.
Comments
Posting Komentar