Memperhatikan
pengamalan seorang ulama terhadap satu kaedah akan menggambarkan kejelasan
kaedah tersebut. Lebih terbayang di benak penuntut ilmu bagaimana gambarannya
dan mengikis kemungkinan beda paham dalam mengartikan kaedah yang dijelaskan
ulama.
Dulu
saya telah jelaskan bagaimana mauqif Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab rahimahullah
terhadap ‘udzur kejahilan dalam permasalahan ushuuluddin [http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2014/12/asy-syaikh-muhammad-bin-abdil-wahhaab.html]. Kemudian
saya pun jelaskan bagaimana praktek beliau rahimahullah dalam penyikapan
terhadap Al-Buushiiriy, Ibnu ‘Arabiy, dan Ibnul-Faaridl, berikut keterangan
Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah tentangnya [http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2017/05/pandangan-asy-syaikh-muhammad-bin-abdul.html].
Saya
tuliskan juga bagaimana mauqif anak beliau, Asy-Syaikh 'Abdullah bin
Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab rahimahumullh dalam hal yang sama [http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2017/11/asy-syaikh-abdullah-bin-muhammad-bin.html]. Nah,
kali ini saya akan bawakan bagaimana praktek beliau dalam memberikan ‘udzur
kejahilan kepada sebagian tokoh yang terjatuh dalam kekeliruan masalah ushuuluddin.
Asy-Syaikh
'Abdullah bin Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab rahimahumullah pernah berkata:
ونحن كذلك : لا نقول بكفر من صحت ديانته،
وشهر صلاحه، وعلم ورعه وزهده، وحسنت سيرته، وبلغ من نصحه الأمة ، ببذل نفسه لتدريس
العلوم النافعة والتأليف فيها، وإن كان مخطئاً في هذه المسألة أو غيرها، كابن حجر
الهيتمي، فإنا نعرف كلامه في الدر المنظم، ولا ننكر سمة علمه، ولهذا نعتني بكتبه،
كشرح الأربعين، والزواجر وغيرها ؛ ونعتمد على نقله إذا نقل لأنه من جملة علماء
المسلمين.
"Dan
kami pun demikian : Kami tidak mengatakan kekafiran orang yang benar agamanya,
masyhur akan kebaikannya, diketahui sifat wara' dan zuhudnya, baik
perjalanan hidupnya, serta menyampaikan nasihatnya kepada umat dengan
kesungguhan dalam mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan menuliskannya.
Meskipun orang tersebut keliru dalam permasalahan ini atau yang lainnya,
seperti Ibnu Hajar Al-Haitamiy. Sesungguhnya kami mengetahui perkataannya dalam
kitab Ad-Durrul-Munadhdham. Kami tidak mengingkari keluasan ilmunya.
Oleh karena itu, kami tetap memperhatikan/mengambil manfaat dari kitab-kitabnya
seperti Syarh Al-Arba'iin, Az-Zawaajir, dan yang lainnya; serta
kami berpegang pada nukilannya apabila ia menukil, karena ia termasuk ulama
kaum muslimin" [Ad-Durarus-Saniyyah, 1/236].
Apa
maksud perkataan Asy-Syaikh 'Abdullah rahimahullah bahwa beliau mengetahui
perkataan Ibnu Hajar Al-Haitamiy dalam kitabnya yang berjudul
Ad-Durrul-Munadhdham ?. Dalam kitab tersebut, Al-Haitamiy rahimahullah
membolehkan beristighatsah kepada Nabi [hal. 62 - melalui perantaraan Aaraau
Ibni Hajar Al-Haitamiy Al-I'tiqadiyyah hal. 158]. Bahkan beliau memberikan
contoh beberapa lafadh istighatsah/tawassul syirkiyyah seperti : 'Kami
mendatangimu (Nabi) dengan hati-hati kami - yaitu menghadapkannya - untuk
beristi'adzah (meminta perlindungan) dari semua hal yang dibenci....." [Al-Manhul-Makiyyah,
3/1334 - perantara idem, hal. 159]. Beliau pun adalah pensyarah
qashidahnya Al-Buushiriy yang mengandung kesyirikan [idem, 3/1335 &
3/1427 – idem, hal. 159-160].
Asy-Syaikh
'Abdullah tidak mengkafirkan Ibnu Hajar Al-Haitamiy rahimahumallah -
meskipun terjatuh pada sebagian perkara kesyirikan - karena memberikan udzur.
Yaitu udzur keliru dalam ta'wil, sedangkan keliru dalam ta'wil
ini termasuk bagian kejahilan (murakkab)[1].
Dengan jelas dikatakan : TERMASUK ULAMA KAUM MUSLIMIN. Ini adalah praktek yang
jelas beliau dalam mengimplementasikan kaedah ‘udzur kejahilan.
Saya
tahu, banyak yang berusaha menjawab dengan banyak jawaban ini dan itu di luar
sana. Namun sejauh yang saya baca, jawaban-jawaban tersebut malah terkesan
dipaksakan agar tetap sesuai dengan asumsi atau madzhab mereka.
Semoga
Allah merahmati mereka semua.
Ahlus-Sunnah
adalah kelompok yang paling berkasih sayang terhadap makhluk, paling hati-hati
dalam masalah pengkafiran (terhadap kaum muslimin), dan paling pertengahan
antara dua kelompok ekstrim.
NB
: Ibnu Hajar Al-Haitamiy adalah orang yang sangat keras mengkritik
Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahumallah dalam permasalahan di
atas. Artinya, ia membaca kitab-kitab Syaikhul-Islaam rahimahullah.
Hanya saja ia memiliki syubhat yang sangat besar yang secara umum sama seperti
syubhat yang diidap kaum Sswaja.
Wallaahu
a’lam.
[abul-jauzaa’
– dps – 28012018].
Comments
Mungkin ini pendapat Syaikh muqbil tadz...
http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2338
Posting Komentar