Banyak
orang telah mengatakan komunisme adalah ideologi bangkrut. Ideologi yang sudah
tak laku lagi di banyak negara. Rusia, China, Kuba, dan yang lainnya sudah
(mulai) beralih dari ideologi mainstream mereka, sedikit atau banyak. Mungkin
saat ini hanya tinggal Korea Utara yang dipimpin seorang psikopat yang masih
kental rasa komunisnya menurut sebagian orang. Padahal, kata komunisme telah
dinihilkan dalam konstitusi mereka tahun 2009 dan kemudian menggantinya dengan ideologi
Juche yang digagas oleh Kim Il-sung. Masih berplatform umum sosialis,
meski bukan komunis. Indonesia juga pernah merasakan remah-remah ideologi ini
melalui melalui sebuah partai yang bernama PKI (Partai Komunis Indonesia).
Partai
ini dibentuk tahun 1924 setelah sebelumnya bernama Perserikatan Komunis di
Hindia (PKH). PKI adalah partai ‘bising’ yang telah menorehkan sejarah kelam
bagi bangsa Indonesia. Rangkaian pemberontakan dilakoninya. Tahun 1926 mereka melakukan
sejarah pemberontakan pertama kepada Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Hasilnya, ribuan orang terbunuh, perlawanan mereka dapat dipadamkan dengan
mudah. Pemberontakan kedua dilakukan tahun 1948 yang terkenal dengan ‘Peristiwa
Madiun 1948’ yang dipimpin oleh Musso. Kali ini PKI tidak mengangkat senjata melawan
penjajah, namun memberontak kepada pemerintah Indonesia. Mereka mengangkat
senjata melawan bangsa sendiri. Hasilnya, ribuan orang, terutama kaum muslimin
di wilayah Madiun dan sekitarnya, berhasil mereka bunuh. Tokoh masyarakat,
ulama, kiyai, dan santri menjadi target mereka[1].
Alhamdulillah, mereka berhasil digebuk. Pemberontakan mereka
dapat dipadamkan. Tidak jera, mereka ulangi lagi tahun 1965 hingga terjadi peristiwa G30S/PKI (Gestapu) dengan melakukan penculikan
dan pembunuhan para jenderal Angkatan Darat (TNI). Pemberontakan mereka – alhamdulillah
– dapat dipadamkan dalam waktu singkat hingga akhirnya PKI dinyatakan sebagai
partai terlarang melalui Tap MPRS No. XXV/1966. Sejarah nama PKI (untuk
sementara) selesai.
Kini
di era reformasi, semua orang merasa mempunyai kebebasan. Orang yang dulu
bersembunyi mulai menampakkan kembali bulunya, meski meminjam bulu domba
(serigala berbulu domba). Orang mulai berani memunculkan simbol komunis palu arit. Aparat dibikin sibuk main kucing-kucingan. Bahkan sebagiannya tak segan terang-terangan. Ketika slogan kembali kepada
Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika lebih nyaring terdengar,…. yang saya rasakan, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya sikap sosial-politik Islamophobia.
Ajaran agama menjadi dipermasalahkan (kok bisa dan berani-beraninya ?). Kita
dapat berkaca pada kasus Ah*k - si penghina Al-Qur’an- dalam Pilkada DKI tempo
hari. Ajakan untuk mengamalkan Al-Maaidah ayat 51, malah diopinikan sebagian
orang mengancam Pancasila dan kebhinakaan. Dalam kasus lain, tulisan murahan sekaligus jiplakan seorang anak SMA antah berantah bermuatan pluralisme, malah diorbitkan
secara nasional. Pelakunya dijadikan bintang (plagiat). Ketidaksenangan terhadap kondisi umat Islam Indonesia yang kokoh ‘aqidah
dan agamanya semakin anyir menyengat.
Saya
khawatir (dan semoga kekhawatiran saya tidak benar), semua opini ini merupakan
bagian dari ‘kebangkitan’ kawanan serigala berbulu domba, PKI. Saya pun
khawatir, slogan-slogan Pancasila dan kebhinekaan tersebut ditunggangi
maksud-maksud tidak benar. Saya pikir, kekhawatiran saya berdasar. Pada
tahun 1964, D.N Aidit pernah menulis buku berjudul "Membela Pantjasila".
Dalam buku itu ia tuliskan bagaimana pandangan dan dukungannya terhadap
Pantjasila. Hal yang sama ketika ia diwawancarai Solichin Salam tentang
Pantjasila yang pernah dimuat dalam majalah Pembina pada 12 Agustus 1964. Di
situ, D.N. Aidit katakan:
“PKI
menerima Pancasila sebagai keseluruhan. Hanya dengan menerima Pancasila sebagai
keseluruhan, Pancasila dapat berfungsi sebagai alat pemersatu. PKI
menentang pemretelan terhadap Pancasila. Bagi PKI, semua sila sama pentingnya.
Kami menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Pancasila sebagai
satu-kesatuan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan kenyataan bahwa jumlah
terbanyak dari bangsa Indonesia menganut agama yang monoteis (bertuhan satu)”
[sumber
: http://historia.id/modern/wawancara-dn-aidit].
Ketika
memberi kuliah di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat
(SESKOAD) tanggal 29 Juni 1963, ia berkata:
“Dalam
hubungan inilah maka penting peranan azas atau dasar negara kita seperti yang
telah digali oleh Presiden Sukarno, yaitu Panca Sila. Panca Sila merupakan alat
pemersatu dan dengan demikian merupakan alat yang sangat penting dalam
menggalang front persatuan nasional untuk menjamin terlaksananya
tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, Menerima Panca
Sila sebagai alat pemersatu berarti menerima adanya perbedaan-perbedaan, karena
kalau tiada perbedaan tidaklah diperlukan alat pemersatu”
[sumber
: https://www.marxists.org/indonesia/].
Aidit
dapat membonceng nama Pancasila yang dikatakan alat pemersatu bangsa yang menerima
kebhinekaan. Begitu juga Aidit pun membonceng agama dari Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa. Itu dia lakukan untuk memuluskan tujuannya dan partainya (PKI). Namun
sebagaimana Pembaca telah ketahui, partai Aidit adalah partai yang paling punya
sejarah mengancam persatuan bangsa, paling sering melakukan agitasi, provokasi,
dan penyerangan fisik (bahkan senjata) kepada aparat negara dan orang yang tak
sepaham dengan mereka. Fakta atau opini ?
Saya
juga khawatir, (akan) muncul oknum penafsir tunggal Pancasila yang tujuannya menggebuk
umat Islam dengan dalih ‘mengancam persatuan dan NKRI’. Lebih khawatir lagi,
jika hak penafsir tunggal itu jatuh pada oknum berhalauan ‘kiri’ dengan
membonceng nama besar Presiden Sukarno. Pada era Orde lama, Presiden Sukarno memberikan tafsiran Pancasila tidak bertentangan dengan ideologi Komunis (dengan bungkus
Nasakom) sebagaimana cuplikan pidato beliau berikut:
Begitu
juga pidato beliau tanggal 17 Agustus 1961 (Pidato Resopim):
“Panca
Sila adalah alat pemersatu! Panca Sila bukan alat pemecah-belah! Dengan Panca
Sila, kita juga mempersatukan tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu.
Jadi jangan mempergunakan Panca Sila untuk mengadudomba antara kita dengan
kita. Jangan mempergunakan Panca Sila untuk memecah-belah Nasakom,
mempertentangkan kaum nasionalis dengan kaum agama, kaum agama dengan komunis,
kaum nasionalis dengan kaum komunis. Siapa yang main-main dengan Panca Sila
untuk maksud-maksud pengadudombaan itu, -ia adalah orang yang samasekali tak
mengerti Panca Sila, atau orang yang durhaka kepada Panca Sila, atau orang yang
.... kepalanya sinting!”
[sumber
: https://www.marxists.org/indonesia/].
Yang
saya pahami, tafsiran beliau ini keliru karena bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan kita yang melarang komunisme.
Jika
muncul oknum penafsir tunggal, ia/mereka mewakili siapa ? Apakah tafsiran itu
disepakati semua elemen bangsa, khususnya umat Islam yang mayoritas dan telah berperan
besar dalam merebut kemerdekaan ?. Jangan-jangan itu tafsiran ‘kiri’…..
Kita
menolak komunisme bukan sekedar karena realita sejarah, tapi secara substansi bertentangan
dengan syari’at Islam. Bahkan, para ulama kita telah mengkafirkan pengikut
komunisme dikarenakan ‘aqidah ilhad dan kekufuran yang mereka punya[2].
Asy-Syaikh Shaalih Al-Fauzaan hafidhahullah berkata:
“Berafiliasi
dan meyakini ajaran kekufuran dan ateisme seperti komunisme,
sekularisme, kapitalisme, dan selainnya adalah termasuk perbuatan riddah
(keluar) dari agama Islam.
Jika
orang yang berafiliasi dan meyakini ajaran-ajaran tersebut mengaku sebagai
muslim, maka ia termasuk munafik dengan nifaq akbar. Karena para munafik itu
berafiliasi pada Islam secara zhahir, sementara mereka itu kafir secara bathin.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang mereka,
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا
آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا
نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
‘Dan
bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami
telah beriman.’ Dan bila mereka kembali kepada syaithan-syaithan mereka, mereka
mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah
berolok-olok.' (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 14)
Allah
i berfirman,
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِن
كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِّنَ اللَّـهِ قَالُوا أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ وَإِن كَانَ
لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُوا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُم
مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
‘(Yaitu)
orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu
(wahai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah
mereka berkata, ‘Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?’ Dan jika
orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata, ‘Bukankah
kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?'
(al-Qur’an, surat an-Nisaa’, 141)
Orang-orang
munafik dan para penipu itu memiliki dua muka: Muka yang dipakai untuk bertemu
dengan kaum mukminin, dan muka ketika mereka kembali kepada teman-teman mereka
sesama ateis. Mereka memiliki dua lisan: Yang satu dipakai untuk berbicara
dengan kaum muslimin, dan yang satu lagi keluar darinya apa-apa yang mereka
sembunyikan.
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا
آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا
نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
‘Dan
bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, ‘Kami
telah beriman.’ Dan bila mereka kembali kepada syaithan-syaithan mereka, mereka
mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah
berolok-olok.'” (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 14)
Mereka
berpaling dari Qur’an dan Sunnah dengan mengejek dan merendahkan orang-orang
yang berpegang teguh pada keduanya. Mereka menolak untuk tunduk pada wahyu
Allah karena bangga dengan ilmu yang mereka miliki, yang tidaklah ilmu itu
punya manfaat sama sekali kecuali menimbulkan kerusakan dan rasa sombong. Maka
kalian akan melihat mereka selalu mengejek orang-orang yang berpegang teguh
pada dalil Qur’an dan Sunnah yang maknanya sudah sangat jelas.
اللَّـهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ
وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
‘Allah
akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka’ (al-Qur’an, surat al-Baqarah, 15)
Dan
Allah telah memerintahkan kita untuk menjadi bagian dari kaum mukminin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّـهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
‘Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar’ (al-Qur’an, surat at-Taubah, 119)
Ajaran-ajaran
kekufuran dan ateisme yang telah disebutkan di atas adalah ajaran-ajaran yang
saling mencekal satu sama lain, karena itu semua dibangun di atas pondasi yang
bathil.
Komunisme mengingkari
adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memerangi agama samawi. Barangsiapa
yang mengandalkan akalnya untuk hidup tanpa memiliki akidah (yakni, agama) dan
mengingkari hal-hal yang bersifat aksiomatik dan yang sudah sangat jelas
kebenarannya, maka pada hakikatnya dia itu sedang menghilangkan akalnya sendiri.
Sekularisme
mengingkari agama dan bersandar pada materi duniawi saja, yang tidak memiliki
tujuan kecuali pada kehidupan duniawi ini saja.
Kapitalisme
mengumpulkan harta dari segala arah tanpa memperhatikan halal-haram dan tanpa
rasa simpati kepada fakir miskin. Perekonomiannya dibangun di atas riba, yang
merupakan pernyataan perang kepada Allah dan RasulNya, yang merupakan sumber
kehancuran negara dan individu, dan mengisap darah fakir miskin.
Orang
berakal mana (lebih-lebih lagi jika dia masih memiliki secuil dari iman) yang
mau hidup di bawah ajaran-ajaran ini tanpa akal, tanpa agama, dan tanpa tujuan
yang benar dalam hidupnya. Ajaran-ajaran ini bisa tersebar di negeri-negeri
kaum muslimin karena mereka masih belum memahami akidah Islam yang benar, masih
belum terdidik dengan baik, dan hidup hanya dengan mengekor saja”
[sumber
: https://darmakkah.wordpress.com/2017/09/19/]
Begitu
juga dengan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Baaz rahimahullah yang berfatwa:
“Di
antara ideologi kufur yang bertentangan dengan akidah Islam yang lurus dan juga
bertentangan dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
ajaran yang diyakini oleh orang-orang ateis jaman ini dari kalangan pengikut
Karl Marx, Lenin, dan selainnya. Yaitu, mereka para penyeru kepada ateisme
dan kekufuran, baik apakah mereka menamakan diri mereka sebagai kaum sosialis,
komunis, ba’atsis, dan selainnya.
Ini
karena ajaran pokok mereka adalah bahwa tidak ada tuhan dan bahwa kehidupan
adalah materi. Di antara ajaran pokok mereka lainnya adalah mengingkari hari
berbangkit, mengingkari surga dan neraka, dan kufur terhadap seluruh agama.
Barangsiapa
yang membaca kitab-kitab mereka dan mempelajari ideologi mereka, maka dia akan
mengetahui secara yakin sesatnya ajaran mereka tersebut. Tidak diragukan lagi
bahwa ideologi mereka ini bertentangan dengan semua ajaran agama samawi, dan
akan mengantarkan orang-orang yang meyakininya menuju balasan yang paling buruk
di dunia dan akhirat”
[sumber
: https://darmakkah.wordpress.com/2017/09/22/].
“Tidak
diragukan bahwa wajib atas para penguasa dan pimpinan kaum muslim untuk
BERHUKUM DENGAN SYARI’AT ISLAMIYYAH dalam segala urusan mereka, serta memerangi
semua yang bertentangan dengan syari’at tersebut. Ini adalah perkara yang
DISEPAKATI oleh para ulama Islam, tidak perselisihan dalam hal ini, Alhamdulillah.
Dalil-dalil
permasalahan ini dari Al-Quran dan as-Sunnah sangat banyak dan maklum di
kalangan para ulama. ….
Para
‘ulama juga sepakat bahwa barangsiapa beranggapan bahwa selain hukum Allah
adalah lebih baik daripada hukum Allah, atau beranggapan bahwa selain bimbingan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lebih baik daripada bimbingan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka DIA KAFIR.
Sebagaimana
pula para ulama sepakat bahwa barangsiapa meyakini ada seseorang dari umat
manusia yang boleh keluar dari aturan syari’at Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam atau boleh berhukum dengan selain syariat Islam, maka dia KAFIR
SESAT.
Berdasarkan
dalil-dalil Al-Qur’an yang kami sebutkan di atas dan kesepakatan para ‘ulama,
maka sang penanya dan yang lainnya akan tahu bahwa orang-orang yang
mengajak/menyerukan Sosialisme atau Komunisme, atau ideologi
penghancur lainnya yang sangat bertolak belakang dengan hukum Islam, adalah
KAFIR SESAT, lebih kafir daripada Yahudi dan Nashara. Karena mereka (para penyeru
Komunisme – sosialisme tersebut) adalah orang-orang mulhid, tidak beriman
kepada Allah dan hari akhir.”
[sumber
: https://manhajul-anbiya.net/sosialisme-komunisme].
Sekali
lagi, jika sekarang ada kelompok yang rajin menyuarakan Pancasila dan
kebhinekaan, namun kental dengan ide-ide KIRI membonceng nama besar Bung
Karno; wajar kalau banyak orang waspada dan curiga. Bung Karno dijadikan korban atau bemper untuk membenarkan kebathilan mereka.
Kita
mesti waspada terhadap bangkitnya komunis/PKI[3]
gaya baru. Tetap bersuara meski (untuk sementara) tak ada yang mendengar. Islam adalah agama yang sempurna dan tak butuh yang selainnya.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
– rnn – 23092017].
[2] Secara konsep, definisi ‘komunisme’ adalah:
a.
“paham atau ideologi
(dalam bidang politik) yang menganut ajaran Karl Marx, yang hendak menghapuskan
hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang
dikontrol oleh negara” [KBBI - https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunisme]
b.
“is the
philosophical, social, political and economic ideology and movement whose
ultimate goal is the establishment of the communist society, which is a
socioeconomic order structured upon the common ownership of the means of
production and the absence of social classes, money and the state” [https://en.wikipedia.org/wiki/Communism].
Dari
definisi ini dapat kita lihat bahwa konsep komunisme berada di wilayah politik,
sosial, dan ekonomi. Tidak secara langsung merupakan pandangan keagamaan tertentu.
Oleh karena itu, dalam kenyataannya di lapangan, tidak semua orang komunis adalah
atheis, tak beragama, atau anti-agama – meski kebanyakan memang demikian atau
minimal dangkal pemahaman agamanya.
China
sangat anti agama, hingga semua agama – khususnya Islam – ditekan dan
dikerdilkan. Beda dengan Laos. Laos adalah negara komunis, tapi memelihara agama
Budha sehingga tumbuh subur. Di Kuba, semula agama dilarang oleh Partai
Komunisnya sejak tahun 1959/1960, hingga para pastor Katolik tahun 1960 menolak
paham komunis ini di Kuba. Namun pada bulan September 2015, Presiden Raul
Castro (adik diktator Fidel Castro) memberikan statement : “I am from the
Cuban Communist Party that doesn't allow believers, but now we are allowing it.
It's an important step” (Saya dari Partai Komunis Kuba yang sebelumnya
tidak mengizinkan orang memeluk agama, namun sekarang kami mengizinkannya. Ini
sebuah langkah penting) [https://en.wikipedia.org/wiki/Religion_in_Cuba].
D.N. Aidit
secara teori mengatakan agama menjadi faktor penting dalam mewujudkan komunisme
dalam konteks Nasakomnya Bung Karno. Iya secara teori,…. karena di lapangan anggotanya
banyak yang tak beragama atau anti-agama. Begitu juga dengan Tan Malaka –
sependek pengetahuan saya - tak menyerukan atheisme dan peperangan terhadap
agama, Islam pada khususnya.
Maksud
saya, dari sisi penentangan terhadap agama atau atheisme; prakteknya
tidak selalu demikian sebagaimana dapat dilihat. Maka, dalam ranah pengkafiran terhadap
orang-orang komunis muslim atau muslim yang masuk dalam organisasi underbow komunis
atau diduga underbow komunis; kita mesti hati-hati.
a.
Jika kondisinya
seperti yang dijelaskan para ulama kita di atas (atheis, anti-agama, tidak percaya
hari akhir); maka jelas kafir personnya secara ta’yin. Tidak ada udzur
kejahilan, karena itu adalah perkara yang aksiomatik dan al-ma’luum
minad-diin bidl-dlaruurah akan kekafirannya.
b.
Jika kondisinya adalah (sekedar) membolehkan, membenarkan, dan menghalalkan sistem politik-sosial-ekonomi
yang mengkonsekuensikan ketidakadilan dan pengambilan harta seseorang tanpa hak
(sebagaimana definisi); maka kafir berdasarkan istihlaal-nya tersebut setelah
dipenuhi syarat-syaratnya dan ditegakkan padanya hujjah. Ini analog dengan orang
yang membolehkan sistem riba yang dikafirkan dengan pembolehannya setelah terpenuhi syarat-syaratnya dan ditegakkan hujjah.
c.
Jika kondisinya adalah
sekedar menjadi pelaku sistem politik-sosial-ekonomi yang dhalim dan bathil
tersebut tanpa menghalalkannya atau ia bodoh atau karena hawa nafsu; maka tidak
dikafirkan kecuali jika ia menghalalkannya. Ini seperti ranah
pembahasan/rincian al-hukmu bighairi maa anzalallaah.
d.
Jika kondisinya adalah
sekedar ikut-ikutan masuk organisasi, maka kurang lebih sama kondisinya dengan
poin c.
Untuk
point b, c, dan d silakan baca artikel : Penghalalan
(Istihlaal) dalam Amal Perbuatan yang Mengkonsekuensikan Kekafiran.
e.
Jika kondisinya ia membolehkan (menghalalkan) penerapan sekularisme dan/atau meyakini kebenarannya, sebagai salah satu akibat penerapan sistem komunis
(karena agama dianggap urusan privat); maka kafir. Namun apabila ia tidak membolehkan (menghalalkan)-nya,
tidak meyakini (kebenaran)-nya, atau jahil; tidak kafir. Asy-Syaikh Shaalih
Al-Fauzaan hafidhahullah berkata:
نعَم. العَلمانية كُفرٌ. والعَلمانيةُ
يقُولون: هي فصلُ الدِّين عن الدَّولة, يقولون: الدين في المساجِد فقط، وأمّا في
المعامَلات وفي الـحُكم فليسَ للدِّين دخل, هذهِ العلمانية: فصلُ الدين عن
الدَّولة، فالذي يعتقِدُ هذا الاعتقادَ كافِرٌ؛ الذي يعتقِد أن الدِّين ما لهُ
دخلٌ في المعاملات، ولا له دخلٌ في الحُكم، ولا له دخلٌ في السياسة، وإنما هو
محصورٌ في المساجِدِ فقط، وفي العبادة فقط، هذا لا شك أنه كُفرٌ وإلحاد. أما
إنسانٌ يصدر منه بعض الأخطاء ولا يعتقدُ هذا الاعتقادَ هذا يُعتبر عاصيًا ولا
يُعتبر علمانيًّا, هذا يُعتبَر من العصاة
“Ya, sekularisme adalah kekufuran. Sekularisme adalah pemisahan agama
dari negara. Mereka katakan agama hanya di masjid-masjid; adapun urusan mu’amalat
dan hukum, maka agama tidak masuk di dalamnya. Inilah sekularisme yang
memisahkan agama dari negara. Maka orang yang berkeyakinan dengan i’tiqad ini,
kafir. Orang yang berkeyakinan bahwa agama tidak punya bagian dalam urusan mu’amalat,
hukum, dan perpolitikan; karena agama hanya terbatas di masjid-masjid saja dan peribadahan
saja; tidak diragukan lagi ini adalah kekufuran dan ilhaad. Adapun orang
yang melakukan kekeliruan-kekeliruan dan tidak meyakini i’tiqad ini,
maka statusnya adalah orang yang bermaksiat, bukan sekularis. Orang ini
termasuk pelaku maksiat” [http://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/10433].
Kondisi
seperti ini mesti dirinci dalam pengkafiran mu’ayyan (individu) terhadap
orang (yang terindikasi) komunis. Komunisme sendiri jika dipahami secara
letterlijk dengan akhiran -isme, maka itu ideologi atau keyakinan. Mau
tidak mau, komunisme adalah paham kufur, sama seperti liberalisme,
pluralisme, dan semisalnya.
Jika
dipandang sebagai satu sistem atau perbuatan (dengan mengesampingkan i’tiqad pelakunyanya),
maka perlu rincian seperti di atas, terutama jika dipakai untuk takfir.
Presiden
Sukarno – misalnya – yang mengambil komunisme dari sisi kebijakan politik
negara masa silam dengan Nasakomnya dan punya kecenderungan melindungi PKI ( - orang
yang membaca pidato-pidato beliau rahimahullah tentu tidak asing dengan
aroma ‘kekirian’ beliau - ); tentu tidak pas jika dikafirkan dengan fatwa ulama di atas
karena dianggap atheis, tak beragama, dan tidak percaya pada hari akhir. Takfirnya
menjadi tidak sesuai realitas.
Ini
perlu saya tuliskan karena ada sebagian orang ketika saya menuliskan beberapa
point di atas, saya dianggap pecinta komunis dan pembela komunis (haw ken yududet ?). Tapi, inilah
dinamika, tidak semua produk apple lolos QC dan layak jual. Barang
apkiran akan senantiasa ada.
[3] Selain PKI, sebenarnya ada Partai Murba
(Musyawarah Rakyat Banyak) yang berhalauan komunis/kiri. Partai ini didirikan
oleh Tan Malaka – yang banyak dikenal sebagai salah satu bapak komunis di
Indonesia – bersama Chaerul Saleh,
Sukarni, dan Adam Malik.
PKI
dan Murba meski secara umum mempunyai kesamaan secara ideologis, namun menyimpan
konflik. Murba lebih ‘soft’ daripada PKI yang radikal. Tahun 1964, Partai
Murba menemukan dokumen perjuangan PKI yang berjudul ‘Resume Program dan
Kegiatan PKI Desawa Ini’ yang di dalamnya disebutkan bahwa PKI berencana
akan melakukan perebutan kekuasaan. Penemuan dokumen itu diberitakan ke
khalayak, namun disangkal oleh D.N. Aidit dan dianggap sebagai fitnah. Aidit
menyebar opini Partai Murba menggembosi persatuan Nasakom yang membahayakan
ajaran Sukarno. Akhirnya, Partai Murba dibubarkan pada tanggal 21 September
1965 melalui Keputusan Presiden Nomor 291 Tahun 1965.
Comments
Bismillah
Ustadz, saya mau tanya
1. Letak penyimpangan iseologi sosialisme apa ya?
Apakah sosisalisme juga merampas hak orang lain?
2. Apakah materialisme itu juga kesesatan?
Terimakasih ustadz
negara jadi ruwet
Posting Komentar