(Bukan) Tragedi


Muhammad bin Ismaa’iil Al-Bukhaariy rahimahullah adalah mujtahid mutlak yang tidak berafiliasi dengan madzhab Syaafi'iyyah atau madzhab fiqh lainnya.[1] Beliau menulis kitab Shahiih Al-Bukhaariy berisi hadits-hadits yang disusun dalam bab-bab sesuai fiqhnya. Atau dengan kata lain, fiqh beliau rahimahullah ditunjukkan dalam bab-bab Shahiih Al-Bukhaariy.
Beberapa abad kemudian, Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-'Asqalaaniy rahimahullah (w. 856 H) yang bermadzhab Syaafi'iyyah mensyarah Shahiih Al-Bukhaariy dan membukukannya dalam satu kitab besar berjudul Fathul-Baariy. Kitab beliau ini terkenal dan masyhur di seantero negeri Islam. Dan alhamdulillah, kitab beliau ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Selain Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy, banyak ulama yang telah mendahului beliau dalam penulisan syarh (penjelasan) Shahiih Al-Bukhaariy, antara lain:
1.    Abul-Hasan 'Aliy bin Khalaf bin 'Abdil-Malik bin Baththaal Al-Bakriy Al-Qurthubiy (w. 449 H) yang bermadzhab Maalikiyyah. Tidak ada judul khusus selain Syarh Shahiih Al-Bukhaariy.
2.    'Abdul-Waahid bin 'Umar bin 'Abdil-Waahid yang terkenal dengan nama Ibnut-Tiin Ash-Shafaaqashiy (w. 611 H) yang bermadzhab Maalikiyyah dengan judul Al-Mukhbirul-Fashiih fii Syarh Jamii'ish-Shahiih.
3.    Quthbud-Diin, Abdul-Kariim bin 'Abdin-Nuur bin Muniir Al-Halabiy (w. 735 H) yang bermadzhab Hanafiyyah dengan judul Badrul-Muniir As-Saariy.
4.    Muhammad bin Yuusuf Al-Kirmaaniy (w. 786 H) dengan judul Kawaakibud-Daraariy fii Syarh Shahiih Al-Bukhaariy.[2]
5.    Zainuddin Abul-Faraj bin Rajab (w. 795 H) yang bermadzhan Hanaabilah dengan judul Fathul-Baariy.
Ibnu Hajar dalam Fathul-Baariy-nya banyak menukil para ulama di atas, terutama nomor 1 - 4. Adapun ulama seangkatan dengan Ibnu Hajar, Badruddin Al-'Ainiy Al-Hanafiy (w. 855 H) yang mensyarah Shahiih Al-Bukhaariy dengan judul 'Umdatul-Qaariy.
Itulah keberkahan Al-Imaam Al-Bukhaariy rahimahullah. Kitabnya disyarah para ulama berbagai madzhab. Al-Haafidh Ibnu Hajar pun mengambil faedah dari para ulama madzhab sebelum beliau dalam penulisan Fathul-Baariy. Akhirnya, kita yang hidup sekarang pun mendapatkan banyak faedah yang tak ternilai dari mereka semua.
Contoh lain, Al-Haafidh ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy Al-Hanbaliy rahimahumullah (w. 600 H) yang menulis kitab ‘Umdatul-Ahkaam min Kalaam Khairil-Anaam. Kitab ini berisi hadits-hadits hukum yang disepakati oleh Al-Bukhaariy dan Muslim. Seperti kasus Shahiih Al-Bukhaariy sebelumnya, kitab ini pun disyarah oleh para ulama lintas madzhab. Saya sebutkan diantaranya:
1.    Taqiyyuddiin Ibnu Daqiiqil-‘Ied rahimahullah (w. 702 H) yang bermadzhab Syaafi’iyyah[3] dengan judul ihkaamul-Ahkaam.
2.    ‘Umar bin ‘Aliy Al-Lakhamiy Al-Iskandariy Al-Faakihaaniy rahimahullah (w. 734 H) yang bermadzhab Maalikiyyah dengan judul Riyaadlul-Afhaam fii Syarh ‘Umdatil-Ahkaam.
3.    Muhammad bin Ahmad bin Marzuuq At-Tlmisaaniy rahimahullah (w. 781 H) yang bermadzhab Maalikiyyah dengan judul Taisiirul-Maraam fii Syarh ‘Umdatil-Ahkaam.
4.    Abu Hafsh ‘Umar bin ‘Aliy bin Ahmad Al-Mishriy - terkenal dengan nama Ibnul-Mulaqqin - rahimahullah (w. 804 H) yang bermadzhab Syaafi’iyyah dengan judul Al-I’laam bi-Fawaaidi ‘Umdatil-Ahkaam.
5.    Dan yang lainnya masih banyak
Ini juga merupakan keberkahan. Tidak lantas dikatakan, jika ada ulama madzhab yang menulis satu kitab dan kemudian ada ulama lain yang memberikan syarah adalah satu tragedi di dunia Islam dan khazanah keilmuannya. Maksimal dikatakan, apabila ada ulama semadzhab yang mensyarahnya, maka afdlal (lebih utama).
Itulah ulama. Beda dengan orang sekarang yang kata-katanya kadang sumbang didengar. Bahkan, cuma berisik saja yang didapat.
Semoga Allah ta’ala melimpahkan rahmat kepada para ulama kita atas jerih payah mereka dalam menegakkan agama.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – somewhere, 22 Syawwal 1438, dari status FB].




[1]      Ibnus-Subkiy menyebutkan biografi Al-Bukhaariy dalam Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah Al-Kubraa (2/4) yang seolah menegaskan bahwa beliau merupakan ulama Syaafi’iyyah. Disebutkan beberapa guru Al-Bukhaariy antara lain Az-Za’faraaniy, Abu Tsaur, dan Al-Karaabiisiy rahimahumullah.
Namun Abu Ya’laa Al-Farraa’ pun memasukkan Al-Bukhaariy dalam Thabaqaat Al-Hanaabilah (1/271). Dalam hal ini, masyhur diketahui bahwa Al-Imaam Ahmad bin Hanbal salah satu guru utama beliau rahimahumallah. Ulama Maalikiyyah juga berkata bahwa Al-Bukhaariy seorang Maalikiy (bermadzhab Maalikiyyah) karena ia meriwayatkan Al-Muwaththa’ dari ‘Abdullah bin Yuusuf At-Tuniisiy, Sa’iid bin ‘Anbar, dan Ibnu Bukair rahimahumullah. Kalangan Ahnaaf tak ketinggalan. Mereka mengatakan Al-Bukhaariy seorang Hanafiy karena gurunya yang bernama Ishaaq bin Rahuuyah/Rahawaih seorang Hanafiy.
[silakan baca pembahasannya dalam buku Al-Bukhaariy, Muhadditsan wa Faqiihan tulisan Dr. Al-Husainiy bin ‘Abdil-Majiid bin Haasyim (hal. 167 – 174).
[2]      Saya belum tahu madzhab fiqh beliau rahimahullah. Barangkali ada rekan-rekan Pembaca yang mengetahuinya ?.
[3]      Dikatakan bahwa beliau awalnya bermadzhab Maalikiyyah, lalu beralih kepada madzhab Syaafi’iyyah. Beliau menguasai ilmu dua madzhab ini.




Comments

Anonim mengatakan...

Ana,belum sempat baca artikel yg ini. Tetapi ana pernah baca artikel antum yg mengambil faidah dari kitab syaikh robi'... Ketika itu tampak tulisan antum lebih berbobot. Sempatkanlah diri antum menerjemahkan kitab2 syaikh robi' sebagai bentuk khidmat the agama dan umat ini. Mudah2an Alloh Ta'ala mengangkat derajat antum di dunia dan di akhirat karenanya.

bachtiar westar mengatakan...

Sebenarnya siapa yg menggolong2kan ulama2 tsb berdasarkan madzhabnya ya ustadz..bukankah mereka semua seharusnyabjuga bermanhaj salaf dan tdk fanatik pada madzhab tertentu