O’Hashem
yang katanya cendekiawan Syi’ah menulis sebuah buku intinya ia ingin mendongeng
bahwa ‘ndak benar itu Nabi menikahi ‘Aaisyah pada usia 6 tahun dan serumah
dengannya pada usia 9 atau 10 tahun’. Lalu ada orang Syi’ah lain yang tak
kalah konyol bahwa dengan keyakinan Ahlus-Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi 'Aaisyah pada usia tersebut, sama saja menganggap beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam seorang pedofil. Na’uudzubillah.....
Sebenarnya
di Blog ini telah ditulis ulasan singkat dari perspektif Ahlus-Sunnah tentang
keotentikan riwayat usia pernikahan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa[1].
Begitu pula telah ditulis artikel bagaimana batas usia diperbolehkan menikah
menurut imam dan ulama Syi’ah[2].
Nah, pada kesempatan ini mari kita kembali menengok, apa dan bagaimana
penjelasan yang ada di buku-buku Syi’ah.
Al-Kulainiy
bilang:
عَلِيُّ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى عَنْ يُونُسَ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ
الْخَزَّازِ قَالَ سَأَلْتُ إِسْمَاعِيلَ بْنَ جَعْفَرٍ مَتَى تَجُوزُ شَهَادَةُ
الْغُلَامِ فَقَالَ إِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ قَالَ قُلْتُ وَ يَجُوزُ أَمْرُهُ
قَالَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ ( صلى الله عليه وآله ) دَخَلَ بِعَائِشَةَ
وَ هِيَ بِنْتُ عَشْرِ سِنِينَ وَ لَيْسَ يُدْخَلُ بِالْجَارِيَةِ حَتَّى تَكُونَ
امْرَأَةً فَإِذَا كَانَ لِلْغُلَامِ عَشْرُ سِنِينَ جَازَ أَمْرُهُ وَ جَازَتْ
‘Aliy
bin Ibraahiim, dari Muhammad bin ‘Iisaa, dari Yuunus, dari Abu Ayyuub
Al-Khazzaaz, ia berkata : Aku bertanya kepada Ismaa’iil bin Ja’far tentang
kapan diperbolehkannya persaksian anak-anak (ghulaam) ?. Ia menjawab : “Apabila
ia mencapai usia 10 tahun”. Aku berkata : “Sahkah urusannya itu ?”. Ia berkata
: “Sesungguhnya Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) masuk
(menjimai) ‘Aaisyah saat ia berusia 10 tahun. Tidak diperbolehkan bagi
seseorang masuk (menjimai) seorang anak gadis hingga ia menjadi wanita dewasa[3].
Maka, apabila anak (ghulaam) tersebut sudah berusia 10 tahun,
maka sah urusannya dan sah pula persaksiannya” [Al-Kaafiy, 7/388].
Kata
Al-Majlisiy : “Shahih” [Mir’atul-‘Uquul, 24/235].
Ismaa’iil bin Ja’far menegaskan hal yang sama dengan riwayat-riwayat Ahlus-Sunnah.
Barangkali Ismaa’iil bin Ja’far telah keliru mengambil informasi itu dari para
perawi Ahlus-Sunnah. Atau,.... Al-Kulainiy sendiri yang tidak sengaja keliru
menyalin riwayat sehingga mencocoki Ahlus-Sunnah.
Ulama
Syi’ah yang bernama Muhammad Husain Fadhlullah pernah ditanya:
“Apakah
secara moral dan tradisi diperbolehkan bagi seorang laki-laki yang berusia 32
tahun untuk menikahi wanita yang baru berusia 17 tahun ?”.
Ia
menjawab :
“Mengapa
tidak ? Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, teladan kita, menikahi ‘Aaisyah
saat ia berusia 10 tahun sedangkan beliau berusia 53 tahun. Apabila kedua belah
pihak menerima pernikahan, maka tidak ada masalah dengan hal tersebut”
[sumber
: http://english.bayynat.org.lb/QA/1a.htm].
Kemudian,
mari kita lihat usia pernikahan Faathimah dengan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhumaa
menurut referensi Syi’ah.
Al-Kulainiy
bilang:
وُلِدَ
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ ( عليه السلام ) فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي سَنَةِ بَدْرٍ
سَنَةِ اثْنَتَيْنِ بَعْدَ الْهِجْرَةِ وَ رُوِيَ أَنَّهُ وُلِدَ فِي سَنَةِ
ثَلَاثٍ
“Al-Hasan
bin ‘Aliy (‘alaihis-salaam) dilahirkan pada bulan Ramadlaan pada tahun
terjadinya peristiwa Badr, yaitu tahun kedua Hijriyah. Dan diriwayatkan juga ia
dilahirkan pada tahun ketiga Hijriyah” [Al-Kaafiy, 1/461].
Sedangkan
Faathimah lahir tahun kelima setelah bi’tsah [sumber : al-shia.org]:
Dengan
demikian, saat melahirkan Al-Hasan, usia Faathimah 10 atau 11 tahun. Artinya,
ia dinikahi ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhumaa paling lambat pada
usia 9 atau 10 tahun. Setidaknya ini sesuai dengan riwayat yang ada dalam Al-Kaafiy
berikut:
فَقُلْتُ
لِعَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ ( عليه السلام ) فَمَتَى زَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ (
صلى الله عليه وآله ) فَاطِمَةَ مِنْ عَلِيٍّ ( عليه السلام ) فَقَالَ
بِالْمَدِينَةِ بَعْدَ الْهِجْرَةِ بِسَنَةٍ وَ كَانَ لَهَا يَوْمَئِذٍ تِسْعُ
سِنِينَ
Lalu
aku (perawi) bertanya kepada ‘Aliy bin Al-Husain (‘alaihis-salaam) : “Lantas,
kapankah Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa aalihi) menikahkan
Faathimah dengan ‘Aliy (‘alaihis-salaam) ?”. Ia menjawab : “Di Madiinah setahun
setelah hijrah yang waktu itu ia (Faathimah) berusia 9 tahun” [Al-Kaafiy,
8/340].
Sayang,
sebagian orang Syi’ah melemahkan riwayat di atas. Meskipun dianggap lemah, naasnya riwayat itu selaras dengan perkataan para ulama dan ahli sejarah Syi’ah.
Ulama
Syi’ah, As-Sayyid Muhsin AlAmiin Al-‘Aamiliy berkata:
فعلى
قول أكثر أصحابنا إنها ولدت بعد النبوة بخمس سنين يكون عمرها حين تزويجها «تسع
سنين» أو «عشر سنين» أو «إحدى عشرة سنة» لأنها تزوجت بعلي عليهالسلام بعد الهجرة
بسنة و قيل بسنتين و قيل بثلاث سنين
“Menurut
perkataan mayoritas shahabat kami, Faathimah dilahirkan lima tahun setelah nubuwwah,
sehingga usianya saat penikahannya adalah 9 tahun atau 10 tahun atau 11 tahun,
karena ia menikah dengan ‘Aliy ‘alaihis-salaam setahun setelah hijrah.
Dan dikatakan dua tahun dan tiga tahun setelah hijrah” [A’yaanusy-Syii’ah, 1/313].
Jika
Syi’ah mengatakan seorang laki-laki yang menikahi gadis usia 10 tahun dikatakan
pedofil, mungkin ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu pun akan
kena imbas cap pedofili ini. Tapi apakah mungkin seorang imam menderita
pedofil ?.
Ya,
kita cukup mengatakan bahwa orang Syi’ah ini pendusta dengan segala kedustaannya.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memang benar menikahi ‘Aaisyah pada
usia 6 tahun dan baru berkumpul dengannya pada usia 9 atau 10 tahun. Tapi fakta
ini bukan berarti beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam seorang pedofil sebagaimana
tuduhan orang-orang Syi’ah yang mengekor orang-orang kafir dalam menjelekkan
Islam.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai – 14032015 – 02:37].
[1] Silakan baca artikel : Umur
Pernikahan ‘Aaisyah – Studi Sanad Hadits.
[2] Silakan baca artikel : Syi'ah : Batas Usia Nikah (Jima') Bagi Wanita 9 Tahun.
[3] Maksudnya, usia 10 tahun itu sudah dianggap
sebagai wanita dewasa, bukan lagi anak-anak.
Comments
Istilah pedofil ini adalah istilah bikinan orang kafir barat untuk merusak nama baik Islam.
Kaum Muslimin seharusnya membela hal-hal yang dihalalkan oleh syari'at, bukan malah mengekor perspektif orang kafir barat (dalam menghina pernikahan diusia dini) dan membuat-buat cerita palsu soal pernikahan Nabi SAW & Sayyidina Ali RA demi membela perspektif orang kafir barat dalam hal pernikahan.
Posting Komentar