Sebagian Kisah Poligami Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah


Ada kisah unik lagi menarik dari pernikahan yang pernah dilakukan Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy rahimahullah. Saat menginjak usia 25 tahun, beliau rahimahullah menikah untuk yang pertama kali dengan Uns bintu Al-Qaadliy Kariimiddiin ‘Abdil-Kariim bin Ahmad bin ‘Abdil-‘Aziiz pada bulan Sya’ban 798 H. Darinya lahir 5 orang anak perempuan yang bernama Zain Khaatuun (lahir tahun 802 H), Farhah (lahir tahun 804 H), Ghaaliyah (lahir tahun 807 H), Raabi’ah (lahir tahun 811 H), dan Faathimah (lahir tahun 817 H).
Sebelum anak kelimanya lahir (yaitu Faathimah), Ibnu Hajar sangat menginginkan anak laki-laki. Padahal waktu itu, selain Uns, beliau juga telah menikahi seorang wanita sebagai istri kedua yang bernama Armalah Az-Zain Abi Bakr Al-Asymaathiy pada tahun 804 H – namun hingga anak keempat beliau lahir; dari Armalah, beliau belum juga diberikan keturunan[1].
Istri beliau (Uns) mempunyai seorang budak wanita yang bernama Khaash Tark. Muncul keinginan beliau untuk memperistrinya – untuk mendapatkan anak laki-laki – tanpa memberitahu istrinya tersebut dalam rangka menjaga perasaannya. Suatu ketika, Ibnu Hajar rahimahullah memperlihatkan kemarahannya terhadap budak wanita itu karena kelalaiannya dalam sebagian pekerjaannya. Beliau bersumpah bahwa ia tidak boleh tinggal di rumahnya, sehingga istrinya pun menjualnya. Tanpa sepengetahuan istrinya, beliau rahimahullah mengutus Asy-Syaikh Syamsuddiin Ibnu Dliyaa’ Al-Hanbaliy membeli budak wanita tersebut untuk beliau dengan cara wakaalah, lalu menempatkannya di sebuah rumah. Setelah selesai masa istibra’ (bersihnya rahim), maka beliau mengawininya dan darinya lahir anak laki-laki, yaitu Al-Qaadliy Badruddin Abil-Ma’aaliy Muhammad pada tanggal 18 Shafar 815 H.
Pada hari ketujuh hari kelahiran si anak, beliau rahimahullah mengundang murid-muridnya dan yang lainnya ke rumah budak wanita itu dan menjamu mereka daging panggang. Padahal, acara itu sebenarnya adalah ‘aqiiqah, namun istrinya yang pertama (Uns) tidak mengetahuinya. Hingga satu ketika sebelum si anak mencapai masa penyapihan[2], sampailah khabar itu kepada Uns. Dengan segera, ia (Uns) bersama ibunya mendatangi rumah Khaash Tark dan anaknya, lalu membawa keduanya ke rumahnya (Uns). Uns meninggalkan mereka berdua di satu tempat di rumahnya tersebut.
Tidak lama kemudian, datanglah Ibnu Hajar ke rumah itu – tanpa beliau mengetahui apa yang telah terjadi sebelumnya - . Uns menanyakan perihal budak itu kepada beliau. Beliau tidak mengakuinya, namun juga tidak mengingkarinya. Maka, Uns bangkit dan menghadirkan budak wanita itu dan anaknya, sehingga Ibnu Hajar tidak bisa mengelak lagi. Istrinya senantiasa mempertanyakan hingga akhirnya beliau mengalah dan memberikan budak wanita itu kepada orang lain untuk dinikahi.
Semoga Allah ta’ala merahmati mereka semuanya......
[disadur dan diringkas dari Al-Haafidh Ibnu Hajar Al-‘Asqalaaniy, Amiirul-Mukminiin fil-Hadiits oleh ‘Abdus-Sattaar Asy-Syaikh hal. 39-45, Daarul-Qalam, Cet. 1/1416 – perumahan ciomas permai, 27041436/17022015 – 00:41].




[1]        Ibnu Hajar rahimahullah baru dikaruniai anak dari Armalah pada tahun 835 H yang diberikan nama Aaminah, dan kemudian meninggal saat masih kecil pada tahun 836 H.
Jumlah wanita yang pernah dinikahi Ibnu Hajar rahimahullah adalah 4 orang, yaitu Uns bintu ‘Abdil-Kariim (dinikahi tahun 798 H), Armalah Az-Zain (dinikahi tahun 804 H), ‘Atiiqah bintu Nidhaamiddiin Yahyaa Ash-Shairaamiy (dinikahi tahun 834 H), dan Lailaa bintu Mahmuud Al-Halabiyyah (dinikahi tahun 836 H). Ditambah satu orang ummu walad yang bernama Khaash Tark.
[2]        Yaitu sebelum si anak mencapai usia 2 tahun, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [QS. Al-Baqarah : 233].

Comments