Sedang
hangat dalam dua pekan ini perihal statement kakek[1]
Quraish Shihab tentang tidak dijaminnya surga bagi Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam[2].
Ini menambah daftar statement bermasalah Quraish Shihab dalam masalah agama
yang menyebar ke tengah umat[3].
Quraish
Shihab menyatakan ketiadaan jaminan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
masuk surga berdalil dengan hadits bahwa tidak ada seorang pun yang masuk surga
dengan amalnya. Perkataan ini mengandung dua kekeliruan pokok, yaitu:
1.
Pernyataan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak dijamin masuk surga.
Perkataan
ini tidak pernah dikatakan ulama Islam manapun yang diakui kaum muslimin –
kecuali Quraish Shihab sendiri barangkali. Perkataan ini sangat munkar
yang dapat menyebabkan pengucapnya keluar (murtad) dari Islam. Banyak
nash, baik yang penunjukkannya langsung ataupun tidak langsung, menyatakan Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah Allah ta’ala jamin masuk ke
dalam surga. Diantaranya:
Allah
ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah” [QS. Al-Ahzaab : 21].
Sisi
pendalilan : Jika individu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
ditetapkan sebagai teladan bagi umatnya yang mengharapkan pahala dan rahmat Allah
di akhirat[4]
(surga), tentu konsekuensinya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah
individu yang telah dijamin surga.[5]
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya
Kami telah memberikanmu Al-Kautsar” [QS. Al-Kautsar].
Sisi
pendalilan : Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah dijanjikan Allah ta’ala
mendapatkan Al-Kautsar, dan Al-Kautsar adalah sungai di dalam
surga[6].
Jika beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dijanjikan mendapatkan
sesuatu di dalam surga, pasti beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam akan
memasukinya.
Dalil
dari hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
وحَدَّثَنِي عَمْرٌو
النَّاقِدُ، وزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ،
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "
آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَأَسْتَفْتِحُ، فَيَقُولُ
الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ، لَا
أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ "
Dan
telah menceritakan kepadaku ‘Amru bin An-Naaqid dan Zuhair bin Harb, mereka
berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Haasyim bin Al-Qaasim : Telah
menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Al-Mughiirah, dari Tsaabit, dari Anas
bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Aku mendatangi pintu surga pada hari kiamat. Lalu aku minta
dibukakan. Penjaga pintu surga berkata : ‘Siapakah engkau?’. Lalu aku menjawab : ‘Muhammad’. Lantas ia
berkata : ‘Aku diperintahkan dengan sebabmu, aku tidak membukanya untuk
seorangpun sebelummu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 197].
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ، وإِسْحَاق بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ،
عَنِ الْمُخْتَارِ بْنِ فُلْفُلٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَنَا أَوَّلُ النَّاسِ يَشْفَعُ
فِي الْجَنَّةِ، وَأَنَا أَكْثَرُ الأَنْبِيَاءِ تَبَعًا "
Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid dan Ishaaq bin Ibraahiim; Qutaibah
berkata : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Al-Mukhtaar bin Fulful,
dari Anas bin Maalik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Aku adalah orang yang pertama kali memberi
syafa'at di surga, dan aku adalah nabi yang paling banyak pengikutnya”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 196].
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ
زُرَارَةَ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ
سَهْلٍ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَنَا
وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ
وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا "
Telah
menceritakan kepadaku ‘Amru bin Ruzaiq : Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim, dari ayahnya, dari Sahl, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku dan orang
yang menanggung anak yatim berada di surga seperti ini.” Beliau
mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, dan sedikit
merenggangkan antara kedunya [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5304].
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ
الْمَكِّيِّ عَنْ ابْنِ أَبِي حُسَيْنٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ جِبْرِيلَ جَاءَ بِصُورَتِهَا فِي خِرْقَةِ حَرِيرٍ خَضْرَاءَ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ زَوْجَتُكَ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid : Telah mengkhabarkan kepada kami
‘Abdurrazzaq, dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Alqamah Al-Makkiy, dari Ibnu Abi
Husain, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari ‘Aaisyah : “Bahwasannya Jibriil datang
kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersama gambar Aisyah dalam
secarik kain sutera hijau, lalu berkata : ‘Sesungguhnya ini adalah isterimu
di dunia dan akhirat’” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3880; shahih].
Istri
di akhirat maksudnya di surga.
Masih
banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan hal serupa yang menjelaskan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam kelak masuk surga. Ini satu kepastian (jaminan).
2.
Berdalil dengan hadits
yang menyatakan amal bukan sebab masuk surga untuk menyatakan Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak dijamin surga.
Hadits
yang dimaksud (diantaranya) adalah:
عَنْ عَائِشَةَ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: سَدِّدُوا، وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا، فَإِنَّهُ
لَا يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ، قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ،
قَالَ: وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ
Dari
‘Aaisyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Beramallah
sesuai sunnah (istiqamah) dan berlaku imbanglah, dan berilah kabar gembira,
sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga karena amalannya”. Para
shahabat berkata : “Begitu juga dengan engkau wahai Rasulullah?”. Beliau
bersabda : “Begitu juga denganku, namun Allah melimpahkan rahmat dan
ampunan-Nya kepadaku” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6464 & 6467
dan Muslim no. 2818].
Ini
pendalilan yang tidak nyambung[7].
Dalam konteks apapun, hadits ini tidak bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak mendapat jaminan surga dari Allah ta’ala.
Hadits ini hanyalah memberikan penjelasan bahwa amal shalih semata tanpa
disertai rahmat Allah ta’ala tidak menyebabkan pelakunya masuk ke dalam
surga.[8]
Tidak ada seorang ulama pun – sependek pengetahuan saya – yang mengatakan dengan
dasar hadits ini Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak dijamin
dengan surga.
Bahkan
hadits di atas membantah Quraish Shihab sendiri, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam telah menegaskan Allah ta’ala melimpahkan rahmat dan
ampunan-Nya kepadanya. Secara tidak langsung, ini merupakan jaminan dari Allah ta’ala
akan kepastian diterimanya amal shalih Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dan memasukkannya ke dalam surga.
Sudah
keliru dan tidak nyambung, Quraish Shihab pun melempar pembelaan bahwa
statemennya telah dipelintir, dikutip sepotong dan
di luar konteksnya oleh orang yang mengkritiknya.
Di bagian akhir ceramah, Quraish Shihab memang
menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam akan diberikan
sesuatu yang menjadikan beliau merasa puas dengan anugerah Tuhan, yang itu
dipahami dengan surga. Memang paradoks. Dari sisi manapun, tidak boleh untuk
dikatakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak
mendapat jaminan surga dari Allah ta’ala. Sudah begitu, tidak benar pula cara
pendalilannya.
Sebagai tambahan : Ada yang perlu dirinci
dari pembahasan ini. Selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, memang
tidak boleh memastikan seseorang dari kalangan umatnya yang masuk surga atau
neraka kecuali ada dalil yang menunjukkannya. Diantara orang yang
dipastikan masuk surga berdasarkan dalil adalah Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan,
‘Aliy, Thalhah, Az-Zubair, Sa’d bin Waqqaash, ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, dan
Sa’iid bin Zaid radliyallaahu ‘anhum.[9]
Juga ‘Aaisyah, Sa’d bin Mu’aadz[10],
dan yang lainnya yang terdapat dalam nash-nash. Adapun orang-orang yang
dipastikan masuk neraka antara lain adalah : Abu Lahab, Abu Jahl, ‘Abdullah bin
Ubay bin Saluul, dan yang lainnya yang terdapat dalam nash-nash.
Wallaahul-musta’aan.
[abul-jauzaa’ – perumahan ciomas permai –
20072014 – 17:50].
[1] Beliau lahir di Rappang, tanggal 16
Februari 1944.
[2] Berikut transkripnya:
Host: “Nabi Muhammad kan istilahnya sudah dijamin sebagai manusia
yang paling mulia yang masuk surga gitu. Nah, untuk kita-kita manusia-manusia
yang hidup di masa sekarang atau masa depan e masa yang akan datang gitu...
apakah ada kemungkinan untuk bisa mengejar status seperti itu pak Quraish.
Paling tidak ya.... hampir seper-berapanya lah gitu agar kita merasa yakin......”
Quraish
Shihab : “Ya....ya....ya... Satu hal
dulu....tidak benar, saya ulangi, tidak benar bahwa Nabi Muhammad sudah
dapat jaminan surga....ehhh.. Surga itu hak prerogatif Allah.... Ya to.
Memang kita yakin bahwa beliau... (kurang jelas). Kenapa saya katakan begitu,
pernah ada seorang shahabat Nabi kenal orang baik. Terus teman-temannya di
sekitarnya berkata : "Bahagialah engkau akan mendapat surga”. Nabi dengar
: “Siapa yang bilang begitu tadi ?”. Nabi berkata : “Tidak seorang pun yang masuk
surga karena amalnya. Kamu berkata dia baik amalnya jadi dijamin masuk surga”.
Surga hak prerogatif Tuhan. Terus ditanya : “Kamu pun tidak wahi Nabi Muhammad
?”. (Beliau menjawab) : “Saya pun tidak, kecuali kalau Allah menganugerahkan
rahmat kepada saya”.
Jadi kita berkata dalam konteks surga dan neraka tidak ada yang
dijamin Tuhan kecuali kita katakan bahwa Tuhan
menulis di dalam kitab suci-Nya bahwa yang taat itu akan mendapat surga”.
Host
: “Hmmm.... ada ayatnya ya”.
Quraish
Shihab : “Ada ayatnya..... Bahwa
Nabi Muhammad akan diberikan sesuatu yang menjadikan beliau itu merasa puas
dengan anugerah Tuhan. Kita pahami itu, surga dan apapun yang beliau kehendaki.
Tapi buat kita, kita, kiyai sebesar apapun, setaat apapun jangan pastikan bahwa
dia masuk surga. Sebaliknya, manusia sedurhaka apapun jangan pastikan bahwa dia
pasti masuk neraka”.
[selesai
kutipan transkrip].
Berikut
cuplikan videonya:
Video
yang lebih lengkapnya (agar tidak disangka ‘memotong’ perkataan Quraish Shihab)
dapat Anda simak berikut (sesi cuplikan video sebelumnya mulai di menit 19:15) :
[3] Sebelumnya, Quraish Shihab juga pernah
berpetuah ngawur tentang jilbab sebagaimana cuplikan video berikut:
Perlu ruang khusus untuk mengomentari perkataan ngawur beliau ini.
[4] Jaami’ul-Bayaan, 20/235.
[5] Ini
seperti analog dalam kehidupan sehari-hari. Seorang bapak berpesan kepada
anaknya : “Contohlah di Budi jika kamu ingin pintar”. Jika Budi bukan orang yang
pintar, maka anjuran bapak tadi sia-sia dan tak bermakna.
[6] Berdasarkan riwayat:
حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ الْكَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا
إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ، عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَ: " سَأَلْتُهَا عَنْ قَوْلِهِ تَعَالَى إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، قَالَتْ: " نَهَرٌ أُعْطِيَهُ نَبِيُّكُمْ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاطِئَاهُ عَلَيْهِ دُرٌّ مُجَوَّفٌ آنِيَتُهُ كَعَدَدِ
النُّجُومِ "
Telah
menceritakan kepada kami Khaalid bin Yaziid Al-Kaahiliy : Telah menceritakan
kepada kami Israaiil, dari Abu Ishaaq, dari Abu ‘Ubaidah, dari ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa; ‘Ubaidah berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Aaisyah tentang
firman Allah ta’ala : ‘innaa a’thainaakal-kautsar’ (QS.
Al-Kautsar : 1). Ia (‘Aaisyah) menjawab : “Sungai yang diberikan kepada Nabi
kalian shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kedua tepinya terdapat mutiara
yang berlubang. Bejana-bejananya sejumlah bintang di langit” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 4965].
[7] Sebagaimana hal itu diulang Quraish Shihab
dalam klarifikasinya atas statementnya di atas berikut:
Tentang Tayangan Tafsir al-Mishbah 12 Juli 2014
Kepada yang meminta klarifikasi langsung, berikut jawaban saya:
Uraian tersebut dalam konteks penjelasan bahwa amal bukanlah sebab
masuk surga, walau saya sampaikan juga bahwa kita yakin bahwa Rasulullah akan
begini (masuk surga). Penjelasan saya berdasar hadist a.l.:
لا يدخل احدكم الجنة بعمله قيل حتى انت يا رسول الله قال حتى
انا الا ان يتغمدني الله برحمنه
“Tidak
seorang pun masuk surga karena amalnya. Sahabat bertanya “Engkau pun tidak?”,
beliau menjawab “Saya pun tidak, kecuali berkat rahmat Allah kepadaku.”
Ini karena amal baik bukan sebab masuk surga tapi itu hak prerogatif
Allah.
Uraian di atas bukan berarti tidak ada jaminan dari Allah bahwa
Rasul tidak masuk surga, saya jelaskan juga di episode yang sama bahwa Allah
menjamin dengan sumpah-Nya bahwa Rasulullah SAW akan diberikan anugerah-Nya
sampa beliau puas, yang kita pahami sebagai Surga dan apapun yang beliau
kehendaki. Wa la sawfa yu’thika rabbuka fa tharda. Itu yang saya jelaskan tapi
sebagian dipelintir, dikutip sepotong dan di luar konteksnya. Silakan menyimak
ulang penjelasan saya di episode tersebut. Mudah-mudahan yg menyebarkan hanya
karena tidak mengerti dan bukan bermaksud memfitnah. [M. Quraish Shihab].
[8] Silakan baca penjelasan hadits ini pada
artikel : Masuk
Surga karena Amal (atau Rahmat Allah) ?.
[9] Dalilnya adalah:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ
عَنْ ابْنِ إِدْرِيسَ أَخْبَرَنَا حُصَيْنٌ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ ظَالِمٍ وَسُفْيَانُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ظَالِمٍ الْمَازِنِيِّ ذَكَرَ سُفْيَانُ رَجُلًا فِيمَا
بَيْنَهُ وَبَيْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ ظَالِمٍ الْمَازِنِيِّ قَالَ سَمِعْتُ
سَعِيدَ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ فُلَانٌ
إِلَى الْكُوفَةِ أَقَامَ فُلَانٌ خَطِيبًا فَأَخَذَ بِيَدِي سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ
فَقَالَ أَلَا تَرَى إِلَى هَذَا الظَّالِمِ فَأَشْهَدُ عَلَى التِّسْعَةِ
إِنَّهُمْ فِي الْجَنَّةِ وَلَوْ شَهِدْتُ عَلَى الْعَاشِرِ لَمْ إِيثَمْ قَالَ
ابْنُ إِدْرِيسَ وَالْعَرَبُ تَقُولُ آثَمُ قُلْتُ وَمَنْ التِّسْعَةُ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى حِرَاءٍ اثْبُتْ
حِرَاءُ إِنَّهُ لَيْسَ عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ شَهِيدٌ
قُلْتُ وَمَنْ التِّسْعَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَعَلِيٌّ وَطَلْحَةُ
وَالزُّبَيْرُ وَسَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ
قُلْتُ وَمَنْ الْعَاشِرُ فَتَلَكَّأَ هُنَيَّةً ثُمَّ قَالَ أَنَا
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-‘Alaa’, dari Ibnu Idriis : Telah menceritakan
kepada kami Hushain, dari Hilaal bin Yasaaf, dari ‘Abdullah bin Dhaalim - dan
Sufyaan, dari Manshuur, dari Hilaal bin Yisaaf, dari ‘Abdullah bin Dhaalim
Al-Maaziniy. Sufyan menyebutkan seorang laki-laki yang berada antara dirinya
dengan Abdullah bin Dhaalim Al-Maaziniy - ia berkata : Aku mendengar Sa'iid bin
Zaid bin ‘Amru bin Nufail, ia berkata : Ketika si Fulan tiba di Kuufah, ia lalu
berkhutbah. Maka Sa'id bin Zaid meraih tanganku dan berkata : "Tidakkah
kamu lihat orang dhalim ini ? Aku bersaksi bahwa kesembilan orang itu adalah
ahli surga, dan jika aku bersaksi untuk orang yang kesepuluh, maka aku tidak
akan berdosa". - Ibnu Idriis (perawi) berkata : "Orang-orang Arab
mengatakan : aatsam” - Aku (‘Abdullah bin Dhaalim) bertanya : "Lantas
siapa kesembilan orang itu ?". Ia menjawab : "Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda saat berada di Hiraa’ : ‘Diamlah wahai Hiraa’
! Tidaklah ada di atasmu kecuali nabi, shiddiiq, dan syahiid". Aku
lalu bertanya lagi : "Siapa kesembilan orang itu?". Ia menjawab :
"Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar,
‘Utsmaan, ‘Aliy, Thalhah, Az-Zubair, Sa'd bin Abi Waqqaash, dan 'Abdurrahman
bin ‘Auf". Aku bertanya lagi : "Siapa yang kesepuluh ?". Lalu ia
merasa ragu-ragu, namun akhirnya ia berkata : "Itu adalah aku"
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4648].
[10] Dalilnya adalah:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى،
حَدَّثَنَا فَضْلُ بْنُ مُسَاوِرٍ خَتَنُ أَبِي عَوَانَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو
عَوَانَةَ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "
اهْتَزَّ الْعَرْشُ لِمَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ
Telah
menceritakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna : Telah menceritakan kepada kami
Fadhl bin Musaawir menantu Abu ‘Awaanah : Telah menceritakan kepada kami Abu
‘Awaanah, dari Al-A’masy, dari Abu Sufyaan, dari Jaabir radliyallaahu ‘anhu
: Aku mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “’Arasy
terguncang karena kematian Sa’d bin Mu’aadz” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 3803].
Comments
Sementara Clear, Ustadz.
Jazakallahu khoiron
Sayangnya ulama/ustadz yang berasal dari kalangan Ahlul Bait atau keturunan Quraish (dan juga bermanhaj Salaf) tidak ada yang suka tampil didepan umum, hingga pada akhirnya yang tampil dan terkenal adalah mereka ulama-ulama yang berpegang pada manhaj Ro'yu (akal).
Dan sayang sekali,
Pada akhirnya orang Indonesia (yang kebanyakan awam) pun mengira itulah Islam yang benar, sedangkan Islam yang datang dari Saudi adalah madzhab yang baru.
Mungkin memang bener beliau adalah kakek-kakek, tapi dengan nada menyindir usia lanjut orang yang awam & perlu diluruskan ini bukanlah ide yang bagus.
Kecuali jika artikel ini hanya ditujukan pada sesama Ikhwah yang bermanhaj Salaf, atau setidaknya yang masih mengakui Hadits Shahih (seperti Muhammadiyyah, MTA, dll..).
Tidak untuk kalangan umum, terutama dari kalangan Nahdhiyyin & orang yang belajar agama baru saja, yang jelas-jelas butuh penjelasan.
Karena percaya atau tidak..
Banyak orang yang menolak kebenaran itu bukan karna semata-mata itu adalah kebenaran, melainkan karena dengki..
Atau sebab lainnya yaitu karna merasa direndahkan dengan kata-kata yang "berbau" keangkuhan/sok, tanpa etika & sopan santun.
Anda sedang berdakwah di Indonesia, yang -secara umum- segala sesuatunya diukur dari sopan santun.
Syaikh/Syekh Siti Jenar dulu jelas sesatnya, tapi orang ini dakwah dengan etika & kelembutan, pada akhirnya banyak yang menyukai.
Jokowi juga jelas anti syariatnya seperti kader PDIP yang lain, tapi orang ini punya kharisma dari kelembutan & kesantunan, pada akhirnya banyak yang menganggap baik.
Jika anda memang berniat dakwah di Indonesia, ada baiknya memahami karakter orang Indonesia yang suka dengan kesopan santunan, kemudian berusaha mengikutinya.
Jangan semata-mata berdakwah karena emosi & kemarahan ketika melihat para Ruwaibidhah banyak menebar kesesatannya, karena jika dakwah di Indonesia dengan mood, yang terjadi adalah kebenaran ini akan dijauhi.
Jangan diikut sertakan komentar terakhir saya tadi..
Sebagai masukan untuk anda saja, dan semoga bisa direnungkan di artikel-artikel berikutnya.
Saling menasehati dalam kebaikan.
Salam..
Terima kasih atas tanggapannya. Saya menuliskan kakek Quraish Shihab itu dengan penuh kesadaran dan telah mempertimbangkan segala konsekuensi yang Anda sebut di atas. Tentu saja, saya punya pertimbangan untuk itu. Salah satunya adalah banyaknya penyimpangan yang dikoleksi oleh Quraish Shihab.
Dan saya kira, diksi tersebut meski berisi kecaman dan kritik, tidak bersifat ad hominem, abbusive, atau semisalnya. Jika saya tulis 'kakek Quraish Shihab', tentu beda maknanya dengan 'kakek-kakek'. Saya dan Anda adalah orang Indonesia, sehingga saya tidak perlu menjelaskan lebih panjang.
Prof. Dr. Quraish Shihab -semoga Allah melimpahkan taufik & hidayah kepada beliau- adalah orang yang baik InsyaAllah.
Beliau termasuk satu diantara sebagian kecil tokoh Indonesia berdarah Ahlul Bait dari kalangan Suffi yang mengatakan kalau semua orang itu sama dihadapan Allah. Tidak ada yang spesial dari darah Ahlul Bait kecuali hanya sebatas keturunan Nabi shallalahu 'alaihi wasallam saja, tak lebih.
Beliau juga satu diantara sedikit tokoh Ahlul Bait Suffi Indonesia yang mengatakan bahwa gadis Ahlul Bait berhak menikah dengan pria non-Ahlul Bait, atau pria non-Ahlul Bait menikahi gadis Ahlul Bait.
Tentunya sepanjang calon suaminya tersebut Shalih, hak yang sama yang juga didapatkan gadis non-Ahlul Bait.
Hanya saja beliau memang terbawa syubhat tasawuf terlalu dalam, sehingga mengartikan banyak hal melalui nurani (akal), termasuk dalam urusan Islam & syari'at.
Semoga dengan keindahan tutur kata & penghormatan yang pantas, kita bisa menjadi jalan turunnya hidayah Allah kepada beliau. Karena memang tak bisa dipungkiri, dakwah kepada orang biasa dengan dakwah pada orang yang memiliki "posisi" & "tittle" itu tidaklah sama.
Sebagaimana Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam atas Abu Sufyan radhiyallahu 'anhu pada saat Fathul Makkah.
Para kader Dakwah memang perlu sekali untuk banyak terjun ke Masyarakat luas sebagaimana para mahasiswa dalam kegiatan KKN, agar mereka tau seluk beluk medan dakwah di Indonesia, dan bisa menerapkan dakwah dengan cara yang benar.
Tidak serta merta membawa cara dakwah para Masyayikh di Arab ke negri ini secara langsung, karena ketegasan mereka akan sulit diterima oleh orang-orang Indonesia kebanyakan.
Beberapa waktu lalu sy malah liat di Teve ada ustad yang suka bilang jamaaah.., itu bilang kalo nabi Khidir masih hidup..,
Ada indikasi salahsatu anonim yg lbh tau metode dakwah yg "lbh super" drpd rosulillaah, shg si anonim engga yaqin klu metode dakwah rosulillah diterapkan di indonesia, engga bakal berjalan....entah apa krn si anonim ini "super" pinter atau super "jahl".
Masya allah, mengomentari metode dakwah para asatidz dan siikap mereka yg tidak mau bermudah-mudahan dengan kamera, tapi sendirinya komentar dengan anonim ..
Padahal para asatidz punya pertimbangan sendiri dimana juga banyak 'ulama saudi, yaman, atau selainnya yang berpendirian sama dengan mereka ..
Ahsan menahan diri dari mengomentari para ahlul 'ilm .. Jikapun dirasa perlu, maka sampaika langsung kepada ybs .. Menyadari dimana kaki berdiri itu lebih selamat dan menenangkan hati bagi mereka yang sadar diri ..
Wah, Subhanallaah..
Emang ironis kenyataan kader-kader dakwah sekarang, nggak heran kalau di banyak tempat udah dimusuhi dulu sebelum berdiskusi lebih lanjut.
Apakah pantas mengkiaskan masalah "etika masyarakat Indonesia dengan masyarakat Arab" dengan masalah "manhaj Nabi"?
Apa saya diatas seperti mengkiritik metode dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam gitu?
Kalau anda aja bisa main facebook & blog buat dakwah dengan alasan perantara, lantas kenapa etika enggak?
Apakah mengikuti etika & unggah-ungguh orang Indonesia dalam berdakwah ini termasuk Bid'ah sehingga anda mengkaitkannya dengan manhaj?
Sedangkan blog & facebook ini bukan, begitu ya?
Dakwah yang notabene menyampaikan kebenaran untuk mengajak manusia pada kebaikan tapi kulitnya keras & tajam seperti buah durian.
Anda nggak percaya kan, kalau gaya dakwah sebagian Masyayikh itu kalau dikasih ke orang awam, maka mereka akan menilai kalau para Masyayikh itu keras?
Apalagi kalau udah menyangkut urusan Jarh wat Ta'dil.
Kalau anda nggak percaya, berarti anda belum cukup terjun ke masyarakat awam.
Singkat kata, anda selama ini lahir & tumbuh di lingkungan orang yang mau belajar, bukan di lingkungan orang awam. Makanya anda nggak tau, atau sengaja nggak tau, Wallaahu a'lam..
Jadi tata cara dakwah pada masyarakat itu WAJIB mengikuti Masyayikh Saudi atau Yaman, sebagaimana tata cara Sholat ya?
Begitukah?
Dan apakah anda udah merasa yakin kalau tata cara dakwah anda sama persis seperti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam?
Selain itu silahkan tegaskan pada saya kalau etika lemah lembut & santun orang Indonesia ini bertentangan dengan Islam, sehingga anda mengkaitkannya dengan manhaj Dakwah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Kecuali kalau anda pengen mengatakan kalau Islam ini bukan agama yang mengutamakan etika dalam berhubungan dengan sesama manusia.
Kalau udah kayak gitu ya terserah anda..
Dan saya memang jahil kok, makanya saya butuh belajar.
Saat didunia maya, saya sering datangi blog 'ilmu kayak gini karena emang saya butuh 'ilmu.
orang yg ghuluw dalam belajar soal manhajiah itu keliatan dari kata2nya..,
Terbaik bukan berarti bisa diterapkan dimana saja.
Karena boleh tak bermakna bisa.
Antum boleh menerapkan metode beretika dalam dakwah pada masyarakat Arab di Indonesia, tapi belum tentu metode itu bisa diterima masyarakat Indonesia secara langsung.
Sekali lagi, maksudnya disini etika lho ya..
Bukan budaya, tradisi, apalagi sampai asimilasi ke tahap ritual peribadatan seperti yang dilakukan Sunan Kalijogo.
Tak ada yang mengingkari kalau metode dakwah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pada bangsa Arab adalah yang paling baik.
Tapi jika antum meyakini bahwa metode itu bisa diterapkan dimana saja, termasuk di Indonesia yang notabene masyarakatnya sensitif soal tutur dan kesantunan, maka pasti ada yang mengingkari, terutama bagi mereka yang tak paham kaidah Jarh wa at-Ta'dil.
Kecuali kalau antum dakwah bukan karna ingin mengajak orang pada kebaikan & cemburu melihat orang melakukan kemungkaran.
Melainkan semata-mata untuk mengisi waktu luang atau mempraktekkan hobbi menyampaikan ilmu saja.
@Denny : Benar sekali, saya salah sudah mengkritik asatidz tak langsung dihadapannya.
Yang saya lakukan diatas benar-benar kekhilafan.
Seakan-akan saya tak mengharapkan sebuah kebaikan pada orang lain, melainkan karena nafsu ingin mengevaluasi orang lain saja.
Tapi saya menggunakan anonim karena memang di blog ini tersedia layanan berbicara tanpa mencantumkan nama.
Selain itu saya juga tak memiliki akun & link dunia maya yang bisa saya ikut sertakan, tak mungkin saya menggunakan nama saya tapi link yang saya gunakan adalah palsu.
Video ini membahas tentang rahmat Allah yang konkret, yaitu Al-Quran, yang menjamin semua orang beriman pasti masuk surga.
http://www.youtube.com/watch?v=Z3dZXg2rbIw
Assalamualaikum wr.wb,
Allah berfirman pada surat al mulk ayat 2.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Dengan ayat sudah tentu orang-orang yg beramal baik dapat rahmat dari Allah apalagi yg lebih baik.
dan hadist,
“Tidak seorang pun masuk surga karena amalnya. Sahabat bertanya “Engkau pun tidak?”, beliau menjawab “Saya pun tidak, kecuali berkat rahmat Allah kepadaku.”
Firman Allah di atas surat al mulk ayat 2 sangat jelas menunjukkan amal yg lebih baik dari yg baik, tetapi hadist diatas justru ngambang karena tidak jelas amal yg mana yg dimaksudkan.
hadits diatas tidak dapat ditujukan kepada nabi muhammad s.a.w karena beliau selalu beramal baik.
masakan amal yg buruk dapat rahmat Allah kan nggak mungkin.
firman Allah dan hadits di atas tidak sejalan.
wassalamualaikum wr.wb,
ustad sayyid
Posting Komentar