Fatwa Al-Faakihaaniy rahimahullah Mengenai Perayaan Maulid Nabi


Al-Faakihaaniy, namanya adalah : ‘Umar bin ‘Aliy bin Saalim bin Shadaqah Al-Lakhmiy Al-Iskandariy – masyhur dengan nama : Taajuddiin Al-Faakihaaniy rahimahullah. Lahir tahun 654 H atau ada yang mengatakan 656 H.
Ibnu Katsiir rahimahullah menyifatinya dengan perkataan : asy-syaikh, ai-imaam, lagi menguasai cabang-cabang ilmu pengetahuan [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 14/168].
Ibnu Farhuun Al-Maalikiy rahimahullah menyifatinya dengan perkataan : “Seorang yang faqih, mempunyai keutamaan, menguasai cabang-cabang ilmu hadits, fiqh, ushuul, bahasa ‘Arab, dan adab [Ad-Diibaaj Al-Madzhab fii Ma’rifati A’yaanil ‘Ulamaa’ Al-Madzhab, 1/108].
Dari sini dapat diketahui bahwa ia seorang ulama besar madzhab Maalikiyyah di jamannya. Ia pernah menjelaskan posisinya terhadap amalan maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang kala itu banyak dilakukan manusia:
أما بعد : فإنه قد تكرر سؤال جماعة من المباركين عن الاجتماع الذي يعمله بعض الناس في شهر ربيع الأول ويسمونه المولد : هل له أصل في الشرع ، أو هو بدعة وحدث في الدين ؟ ؟ وقصدوا الجواب من ذلك مبينا ، والإيضاح عنه معينا ، فقلت وبالله التوفيق : لا أعلم لهذا المولد أصلا في كتاب ولا سنة ، ولا ينقل عمله عن أحد من علماء الأمة الذين هم القدوة في الدين المتمسكون بآثار المتقدمين ، بل هو بدعة أحدثها المبطلون ، وشهوة نفس اعتنى بها الأكالون بدليل أنا إذا أدرنا عليها الأحكام الخمسة : قلنا إما أن يكون واجبا أو مندوبا ، أو مباحا أو مكروها أو محرما ، وليس هو بواجب إجماعا ، ولا مندوبا ، لأن حقيقة المندوب : ما طلبه الشارع من غير ذم على تركه ، وهذا لم يأذن فيه الشارع ، ولا فعله الصحابة ، ولا التابعون ، ولا العلماء المتدينون فيما علمت ، وهذا جوابي عنه بين يدي الله تعالى إن عنه سئلت ولا جائزا أن يكون مباحا ، لأن الابتداع في الدين ليس مباحا بإجماع المسلمين فلم يبق إلا أن يكون مكروها أو محرما
Amma ba’du, sungguh telah berulang kali pertanyaan dilontarkan oleh jama’ah orang-orang yang mendapat keberkahan tentang perkumpulan yang dilakukan sebagian orang di bulan Rabii’ul-Awwal, yang mereka namai dengan Maulud (Nabi) : ‘Apakah ia mempunyai asal/dalil dari syari’at? Ataukah ia merupakan bid’ah yang diada-adakan dalam agama ?. Mereka menghendaki jawaban dan penjelasan yang terang tentang perkara tersebut.
Maka aku katakan – wa billaahit-taufiiq - :
Aku tidak mengetahui asal perbuatan maulid dari Al-Kitaab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah. Perbuatan tersebut juga tidak pernah ternukil dari satupun ulama umat yang menjadi teladan dalam agama dan berpegang pada atsar ulama terdahulu. Bahkan perbuatan itu adalah bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang baathil (kalangan Faathimiyyin – Abul-Jauzaa’), serta syahwat jiwa yang diperhatikan oleh orang-orang yang senang makan. Dalilnya, apabila aku menghendaki hukum-hukum syar’iyyah, maka kami katakan : kemungkinan ia wajib, manduub (sunnah), mubah, makruh, atau haram. Perbuatan (maulid) itu bukan termasuk wajib secara ijmaa’. Bukan pula manduub, karena hakekat manduub adalah sesuatu yang dituntut oleh Syaari’ (Allah) tanpa adanya celaan jika meninggalkannya. Adapun perbuatan ini (yaitu maulid) tidaklah diizinkan oleh Syaari’ (Allah), tidak pernah dilakukan para shahabat, taabi’iin, dan ulama yang dijadikan pegangan dalam agama sepanjang pengetahuanku. Inilah jawabanku di hadapan Allah ta’ala jika nanti aku ditanya tentang permasalahan itu. Tidak boleh menjadikan perkara tersebut sesuatu yang mubah, karena berbuat bid’ah dalam agama bukanlah perkara mubah berdasarkan ijmaa’ kaum muslimin. Oleh karena itu, tidaklah tersisa kecuali perbuatan itu dihukumi makruh atau haram........” [Al-Maurid fii ‘Amalil-Maulid, hal. 20-22, Maktabah Al-Ma’aarif, Riyaadl, Cet. 1/1407].




Comments

Hamdani mengatakan...

Afwan ustadz, apakah beliau adalah Al-Lakhmiy yang mengeluarkan fatwa tentang firqah Wahabi yang sering dibawakan oleh kalangan aswaja?

Anonim mengatakan...

@Hamdani, kalo paragraf pertama di artikel diatas benar, maka mustahil beliau mengeluarkan fatwa tentang wahabi, atau beliau termasuk timetraveller, jadi inget film back to the future ;). Atau barangkali saya yg kurang faham dgn pertanyaan anda.

Anonim mengatakan...

afwan ust...ibadah itu luas....ada yang mahdhoh dan gairu mahdoh..maulid itu kan syiar islam...

Anonim mengatakan...

@Anonim 2 Juli 2014 17.19, Yg mengeluarkan fatwa (Ketika ditanya), -di artikel ini- adalah orang yg Ibnu Katsiir rahimahullah menyifatinya dengan perkataan : asy-syaikh, ai-imaam, lagi menguasai cabang-cabang ilmu pengetahuan [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 14/168].
Ibnu Farhuun Al-Maalikiy rahimahullah menyifatinya dengan perkataan : “Seorang yang faqih, mempunyai keutamaan, menguasai cabang-cabang ilmu hadits, fiqh, ushuul, bahasa ‘Arab, dan adab [Ad-Diibaaj Al-Madzhab fii Ma’rifati A’yaanil ‘Ulamaa’ Al-Madzhab, 1/108].
Lalu diujung fatwanya berkata
Inilah jawabanku di hadapan Allah ta’ala jika nanti aku ditanya tentang permasalahan itu. Tidak boleh menjadikan perkara tersebut sesuatu yang mubah, karena berbuat bid’ah dalam agama bukanlah perkara mubah berdasarkan ijmaa’ kaum muslimin. Oleh karena itu, tidaklah tersisa kecuali perbuatan itu dihukumi makruh atau haram... saya yg sangat awam, mending pilih husnuzhon kpd beliau, drpd husnuzhon kpd perkara2 baru dlm agama, amalan yg jelas2 dalilnya aja masih byk yg belum kita kerjakan, gak perlu ngarang2 amalan baru, gitu aja.