Dari
Ibnu ‘Abbaas, ia berkata:
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ عَلِيٌّ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
" يَا عَلِيُّ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي قَوْمٌ يَنْتَحِلُونَ حُبَّنَا أَهْلَ
الْبَيْتِ لَهُمْ نَبَزٌ يُسَمَّوْنَ الرَّافِضَةَ، فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّهُمْ
مُشْرِكُونَ "
“Aku
pernah berada di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan ‘Aliy.
Lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai ‘Aliy,
kelak akan ada satu kaum dari umatku yang mengklaim mencintai kami, yaitu
Ahlul-Bait. Mereka dijuluki
dengan Raafidlah. Bunuhlah mereka, karena mereka orang-orang musyrik”.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa
no. 2586, ‘Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab 1/521
no. 697,
‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah 1/509-510 no. 651 &
1/538 no. 702, Ath-Thabaraniy
dalam Al-Kabiir 12/242 no. 12997 & 12998, Ibnu
Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (Dhilaalul-Jannah) 2/475 no. 981, Abu
Nu’aim dalam Hilyatul-Auliyaa’ 4/95-96, dan Al-Baihaqiy dalam Dalaailun-Nubuwwah
6/548; semuanya dari jalan Hajjaaj bin Tamiim, dari Maimuun bin Mihraan, dari
Ibnu ‘Abbaas secara marfuu’.
Riwayat
ini munkar, karena Hajjaaj bin Tamiim Al-Jazariy, seorang yang dl’aiif
yang meriwayatkan hadits-hadits ghariib dari Maimuun bin Mihraan.
An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah”.
Al-Azdiy berkata : “Dla’iif”. Al-‘Uqailiy berkata : “Ia meriwayatkan
dari Maimuun bin Mihraan hadits-hadits yang tidak ada mutaba’ah-nya”.
Ibnu ‘Adiy berkata : “Ia tidak mempunyai banyak riwayat. Riwayat-riwayatnya
tidaklah lurus”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat [Tahdziibut-Tahdziib,
2/199 no. 366]. Ibnu Hajar berkata : “Dla’iif” [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 222 no. 1128].
Maimuun bin Mihraan mempunyai mutaba’ah
dari ‘Ikrimah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil
6/261. Ibnu ‘Adiy mengatakan hadits tersebut baathil, karena tidak ada
yang meriwayatkannya selain ‘Amru bin Makhram, dan (tidak diketahui ada yang
meriwayatkan) dari ‘Amru (selain) Ahmad bin Muhammad Al-Yamaamiy. Keduanya dla’iif.
Ibnu ‘Abbaas mempunyai mutaba’ah dari
:
1.
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu
‘anhu.
Ada beberapa jalan:
a.
Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy.
Terdapat perselisihan dalam sanadnya.
Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya
2/761-762 no. 1539 : Telah mengkhabarkan kepada kami Az-Za’faraaniy : Telah
menceritakan kepadaku Syabaabah bin Sawwaar : Telah mengkhabarkan kepada kami
Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan
Al-Hamdaaniy, dari ‘Aliy secara marfuu’.
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Bisyraan dalam Al-Amaaliy
1/218 dari jalan Hamzah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah : Telah
menceritakan kepada kami Syabaabah : Telah menceritakan kepada kami Fudlail bin
Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy, dari ayahnya,
dari ‘Aliy secara marfuu’.
Diriwayatkan oleh Ibnul-A’raabiy dalam Mu’jam-nya
no. 250 & 1540 dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no.
2803 : Semuanya dari Fudlail bin Marzuuq, dari Abu Janaab, dari Abu Sulaimaan
Al-Hamdaaniy, dari seorang laki-laki kalangan kaumnya, dari ‘Aliy bin
Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad bin
Hanbal dalam As-Sunnah 2/547-548, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 9/51,
dan Ibnu ‘Asaakir dalam At-Taariikh 42/335 : Semuanya dari jalan Abu
Yahyaa Al-Himmaaniy, dari Abu Janaab Al-Kalbiy, dari Abu Sulaimaan
Al-Hamdzaaniy atau An-Nakha’iy, dari pamannya, dari ‘Aliy secara marfuu’.
Sanad ini sangat lemah lemah karena faktor :
§
Abu Sulaimaan Al-Hamdaaniy; seorang majhuul
yang meriwayatkan khabar munkar [Miizaanul-I’tidaal, 4/533
no. 10267].
§
Abu Janaab Al-Kalbiy, seorang yang lemah
dan banyak melakukan tadlis [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 1052 no. 7587]. Ibnu Hajar rahimahullah memasukkannya dalam thabaqah
terakhir para perawi mudallis [Ta’riifu Ahlit-Taqdiis, hal.
146 no. 152].
§
Idlthiraab dalam sanadnya dimana kadang disebutkan Abu
Sulaimaan Al-Hamdaaniy meriwayatkan dari ‘Aliy secara langsung, kadang melalui
perantara ayahnya atau seorang laki-laki dari kaumnya.
b.
Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy (atau shahabat
‘Aliy yang lain).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah
no. 979 : telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Aliy bin Maimuun : Telah
menceritakan kepada kami Abu Sa’iid
Muhammad bin As’ad At-Taghlibiy : Telah menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin
Al-Qaasim Abu Zubaid, dari Hushain bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu ‘Abdirrahmaan
As-Sulamiy, dari ‘Ali secara marfuu’.
Sanad riwayat ini sangat lemah karena
Muhammad bin As’ad, seorang munkarul-hadiits sebagaimana dinyatakan Abu
Zur’ah dan Al-‘Uqailiy [Tahdziibut-Tahdziib,
9/46-47 no. 52].
Diriwayatkan juga oleh Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah
no. 1538 : Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Daawud, ia berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Syabbah, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abtsar bin Al-Qaasim Abu Zubaid, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Hushain, dari Abu ‘Abdirrahmaan As-Sulamiy atau yang
lainnya dari kalangan shahabat ‘Aliy, dari ‘Aliy secara marfuu’.
Sanad riwayat ini sangat lemah karena
Muhammad bin Sa’iid Al-Ahwal, seorang yang majhuul, belum ditemukan
biografinya. Kemungkinan ia adalah Muhammad bin As’ad, karena Ibnu Hibbaan dan
Ibnu Hajar menyebutkan penyandaran lain darinya adalah Muhammad bin Sa’iid [Tahdziibul-Kamaal
24/430 dan Taqriibut-Tahdziib, hal. hal. 825 no. 5763].
c.
Asy-Sya’biy.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
4/329-330 : Telah menceritakan kepada kamu Abu Ahmad Muhammad bin Ahmad, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ismaa’iil Ash-Shaffaar
Al-Baghdaadiy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Ishmah ‘Ishaam bin
Al-Hakam Al-‘Ukbariy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Jamii’ bin
‘Abdillah Al-Bashriy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sawwaar
Al-Hamdaaniy, dari Muhammad bin Juhaadah, dari Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy secara marfuu’.
Sanadnya sangat lemah, karena Sawwaar
bin Mush’ab Al-Hamdaaniy, Abu ‘Abdillah Al-Kuufiy Al-A’maa Al-Muadzdzin;
seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan, 4/216-217 no. 3736].
d.
Kaisaan Al-Bakriy.
Diriwayatkan oleh Al-Laalikaa’iy dalam Syarh
Ushuulil-I’tiqaad no. 2806 : Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin
‘Abdirrahmaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muhammad
Al-Baghawiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Sa’iid, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Mu’aawiyyah, dari Hammaad
bin Kaisaan, dari ayahnya, dari ‘Aliy secara mauquuf.
Sanad riwayat ini sangat lemah karena
Hammaad bin Kaisaan dan ayahnya adalah seorang yang majhuul. Adapun
Suwaid bin Sa’iid, seorang yang shaduuq bagi
dirinya, namun ketika ia mengalami kebutaan, ia ditalqinkan yang bukan
haditsnya [Taqriibut-Tahdziib, hal. 423 no. 2705].
Kesimpulan riwayat ‘Aliy ini adalah sangat
lemah lemah dengan keseluruhan jalannya.
2.
Faathimah bintu Muhammad.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’laa no. 6749, Ibnul-‘Arabiy
dalam Mu’jam-nya no. 1549, dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah no.
1536-1537; semuanya dari jalan Abul-Jahhaaf Daawud bin Abi ‘Auf, dari Muhammad
bin ‘Amru Al-Haasyimiy, dari Zainab bintu ‘Aliy, dari Faathimah bintu Muhammad
secara marfuu’.
Sanad riwayat ini lemah karena keterputusan
antara Zainab bintu ‘Aliy dengan Faathimah radliyallaahu ‘anhaa.
Diriwayatkan juga oleh Abusy-Syaikh dalam Thabaqaatul-Muhadditsiin
no. 258 & 1126; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin ‘Amru, ia berkata : Telah
menceritakan kepada kami ‘Utsmaan bin Ghaalib, dari Abul-Jahhaaf, dari Abu
Ja’far, dari Faathimah Ash-Shaghiir, dari Faathimah Al-Kubraa
secara marfuu’.
Sanad riwayat ini munkar, karena ‘Utsmaan
bin Ghaalib adalah majhuul. Abusy-Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Nashiir,
ia berkata bahwa ‘Utsmaan bin Ghaalib tidaklah meriwayatkan hadits kecuali
hadits ini. Selain itu, yang ma’ruuf dari Abul-Jahhaaf adalah ia
meriwayatkan dari Muhammad bin ‘Amru. Wallaahu a’lam.
Ad-Daaraquthniy rahimahullah membawakan
banyak perselisihan dalam sanad riwayat ini, lalu berkata:
وَالْحَدِيثُ
شَدِيدُ الاضْطِرَابِ
“Hadits ini sangat goncang (idlthiraab)”
[Al-‘Ilal, 15/177-180].
3.
Ummu Salamah radliyallaahu ‘anhaa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah
no. 980, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 6605, Ibnul-‘Arabiy
dalam Mu’jam-nya no. 1548, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah no.
1535, dan Al-Laalikaa’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 2801; dengan
sanad yang berselisihan yang berporos pada Sawwaar bin Mush’ab.
Sanad riwayat ini sangat lemah dikarenakan
Sawwaar bin Mush’ab, seorang yang matruuk [Lisaanul-Miizaan,
4/216-217 no. 3736].
Ibnul-Jauziy
rahimahullah setelah membawakan hadits dari jalan Faathimah, berkata:
هَذَا لا يَصِحُّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Ini
tidak shahih dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Al-‘Ilal
no. 255].
Al-Baihaqiy
rahimahullah:
وَرُوِيَ فِي مَعْنَاهُ مِنْ أَوْجُهٍ
أُخَرَ كُلُّهَا ضَعِيفَةٌ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
“Diriwayatkan
dalam maknanya dari jalan-jalan yang lain yang kesemuanya lemah, wallaahu a’lam”
[Dalaailun-Nubuwwah, 6/548].
Kesimpulan
: Hadits
tentang perintah membunuh orang-orang Raafidlah adalah lemah dengan keseluruhan
jalannya, wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, 06042014 : 23:45].
Comments
Bismillahirrahmanirrahim.
Ustadz saya mau tanya,
kemarin saya nonton di tv one ada talkshow yg membahas tentang nabi palsu di bandung, salah seorang narasumbernya adalah KH. Ali mustafa ya'kub. Ada salah satu ucapan beliau yang membuat saya cukup bingung, beliau bilang bahwa orang muslim yang hanya sekedar murtad atau pindah agama tidak dihukum mati, alasan beliau adalah ada seorang sahabat Nabi bernama Ubaidillah bin Jahsy yang dia murtad ke agama nashrani tetapi Nabi tidak membunuhnya. Pertanyaan saya,
1. Apakah kisah ini benar ustadz?
2. Lantas bagaimana hukum orang yang murtad dari Islam apakah dibunuh atau tidak? Karena yang selama ini saya ketahui orang yang murtad itu hukumnya dibunuh.
Mohon jawabannya ustadz, jazaakallahu khair
Sudah coba cari jawabannya dengan search di yufid.com? kalau saya biasanya search disitu. Terimakasih.
@ anonim , saya bantu jawab
1. tidak benar berdasarkan kitab Maa Syaa`a Walam Yatsbut Fi as-Siirah An-Nabawiyyah
2. kalau benar pasti dihukum bunuh
Posting Komentar