Al-Imaam
Ahmad rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا
أَبُو الْمُغِيرَةِ، قَالَ: حَدَّثَنَا صَفْوَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا رَاشِدُ بْنُ
سَعْدٍ، عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَقْطَعُ
صَلَاةَ الْمُسْلِمِ شَيْءٌ إِلَّا الْحِمَارُ، وَالْكَافِرُ، وَالْكَلْبُ،
وَالْمَرْأَةُ " فَقَالَتْ عَائِشَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لَقَدْ قُرِنَّا
بِدَوَابِّ سُوءٍ
Telah
menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami Shafwaan, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Raasyid bin Sa’d,
dari ‘Aaisyah istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak ada
sesuatu pun yang memutuskan shalat seorang muslim, kecuali keledai, orang
kafir, anjing, dan wanita”. ‘Aaisyah berkata : “Wahai Rasulullah, sungguh
kami telah disamakan dengan binatang yang jelek” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/84-85.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin no. 990
dari jalan Abul-Mughiirah].
Para
perawi hadits di atas adalah tsiqaat. Hanya saja, sanadnya munqathi’
karena keterputusan antara Raasyid bin Sa’d dengan ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa.
Raasyid bin Sa’d
Al-Maqraa’iy/Al-Habraaniy Al-Himshiy; seorang yang tsiqah, namun banyak
melakukan irsaal. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 108
H/113 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 315
no. 1864].
Al-Baihaqiy
rahimahullah telah mengisyaratkan mursalnya riwayat Raasyid bin Sa’d
dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa [As-Sunan Al-Kubraa, 10/41
(10/71) no. 19892].
Ibnu
Rajab rahimahullah saat mengomentari hadits di atas berkata :
هذا منقطع ؛
راشد لَمْ يسمع من عَائِشَة بغير شك
“Hadits
ini munqathi’ (terputus). Raasyid tidak mendengar riwayat dari ‘Aaisyah
tanpa ada keraguan” [Fathul-Baariy, 3/352].
Sebagian
muhaqqiqiin menjelaskan bahwa perawi yang masyhuur dengan irsal,
maka riwayatnya dihukumi munqathi’ (terputus) hingga dapat dipastikan
adanya pertemuan antara ia dengan gurunya (bukan sekedar semasa/mu’asharah).[1]
Selain
dari sisi sanadnya, ada qarinah yang mengindikasikan hadits tersebut ma’lul
dari sisi matannya.
وحَدَّثَنِي عَمْرُو
بْنُ عَلِيٍّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ
أَبِي بَكْرِ بْنِ حَفْصٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، قَالَ: قَالَتْ
عَائِشَةُ : مَا يَقْطَعُ الصَّلَاةَ ؟ قَالَ: فَقُلْنَا: الْمَرْأَةُ،
وَالْحِمَارُ، فَقَالَتْ إِنَّ الْمَرْأَةَ لَدَابَّةُ سَوْءٍ، لَقَدْ رَأَيْتُنِي
بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَرِضَةً
كَاعْتِرَاضِ الْجَنَازَةِ، وَهُوَ يُصَلِّي "
Dan
telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bakr bin
Hafsh, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, ia berkata : ‘Aaisyah berkata : “Apa yang
dapat memutuskan shalat ?”. Kami berkata : “Wanita dan keledai”. Ia (‘Aaisyah)
berkata : “Sungguh wanita itu binatang yang jelek kalau begitu. Dan sungguh, aku
melihat diriku sendiri (sering) tidur melintang seperti jenazah di hadapan
Rasulluah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang shalat”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 512].
Dalam
riwayat ‘Urwah bin Az-Zubair[2]
ini, pernyataan hal-hal yang dapat memutuskan shalat bukan lafadh marfuu’ yang
berasal dari Nabi (sebagaimana yang dibawakan Raasyid), namun dikatakan oleh beberapa
orang-orang yang menemui ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, dan sanggahan ‘Aaisyah
tadi ditujukan kepada mereka.
Begitu
juga dengan beberapa ashhaab ‘Aaisyah lain yang masyhuur seperti
: Masruuq bin Al-Ajda’[3],
Al-Aswad bin Yaziid An-Nakha’iy[4],
Al-Qaasim bin Muhammad[5],
dan ‘Iraak bin Maalik[6].
Mereka semua adalah orang-orang tsiqah – dan bahkan sebagiannya lebih tsiqah
daripada Raasyid bin Sa’d – juga meriwayatkan semisal dengan riwayat
Masruuq.
Dari
riwayat ini dapat kita ketahui bahwa ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa belum
mengetahui perihal hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang
menyatakan wanita dapat memutuskan shalat seseorang.[7]
Dalam satu riwayat, ‘Aaisyah hanya mengetahui bahwa yang dapat memutuskan
shalat adalah anjing hitam.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ الْجَعْدِ، قَالَ: أنا شُعْبَةُ، عَنِ الْحَكَمِ، عَنْ خَيْثَمَةَ، عَنِ الأَسْوَدِ،
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: لا يَقْطَعُ الصَّلاةَ شَيْءٌ إِلا الْكَلْبُ الأَسْوَدُ
Telah
menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ja’d, ia berkata : Telah memberitakan kepada
kami Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Khaitsamah, dari Al-Aswad, dari ‘Aaisyah, ia
berkata : “Tidak ada yang dapat memutuskan shalat kecuali anjing hitam”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Khaitsamah dalam At-Taariikh no. 3894;
shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/280
(2/531), As-Sarraaj 1/145, dan Ibnul-Mundzir dalam Al-Ausath no. 2468
dari jalan Syu’bah].
Beberapa
qarinah ini mengindikasikan bahwa hadits dengan lafadh yang dibawakan Raasyid bin Sa’d adalah ghariib lagi
ma’luul - yang menyelisihi ashhaab 'Aaisyah yang lain. Apalagi di situ ada tambahan ‘orang kaafir’ yang tidak datang
kecuali dari jalan Raasyid ini.
Syu’aib
Al-Arna’uth dkk. berkomentar terhadap riwayat yang dibawakan Raasyid ini : “Sanadnya
dla’iif, dan dalam matannya terdapat nakaarah” [Tahqiiq dan
Takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad, 41/98].
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas, ciapus, ciomas, bogor - 13101434/19082013 – 23.30].
[2] ‘Urwah bin Az-Zubair bin
Al-‘Awwaam bin Khuwailid Al-Qurasyiy Al-Asadiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy (عروة بن الزبير بن
العوام بن خويلد القرشي الأسدي ، أبو عبد الله المدني); seorang yang tsiqah, faqiih,
lagi masyhuur. Termasuk thabaqahke-3,
wafat tahun 94 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 674 no. 4593].
[3] Masruuq bin Al-Ajda’ Al-Hamdaaniy Al-Waadi’iy, Abu
‘Aaisyah Al-Kuufiy (مسروق بن الأجدع بن مالك بن أمية بن عبد
الله الهمداني الوادعي ، أبو عائشة الكوفي); seorang
yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 62/63 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 935 no. 6645].
[4] Al-Aswad bin Yaziid bin Qais An-Nakha’iy, Abu ‘Amru
atau Abu ‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy (الأسود بن يزيد بن
قيس النخعي ، أبو عمرو و يقال أبو عبد الرحمن الكوفي); seorang
yang tsiqah, mukatstsir, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-2, wafat tahun 74/75 H di
Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 146 no. 514].
[5] Al-Qaasim
bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu
Muhammad/’Abdirrahmaan Al-Madaniy (القاسم بن محمد بن
أبي بكر الصديق القرشي التيمي ، أبو محمد و يقال أبو عبد الرحمن ، المدني); seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 106 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 595 no. 4007].
[6] ‘Iraak
bin Maalik Al-Ghiffaariy Al-Kinaaniy Al-Madaniy (عراك بن مالك
الغفاري الكناني المدني); seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3,
dan wafat setelah tahun 100 H dalam masa kekhilafahan Yaziid bin ‘Abdil-Maalik.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 673 no. 4580].
Comments
alhamdulillah , terjawab sudah unek2 perihal hadits ini yang sering dibawakan oleh para da'i
anang dwicahyo
Posting Komentar