Al-Imaam Abu Bakr Ahmad bin Ibraahiim
Al-Ismaa’iiliy Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
اعلموا رحمنا الله وإياكم أن مذهب أهل الحديث أهل
السنة والجماعة الإقرار بالله وملائكته وكتبه ورسله ، وقبول ما نطق به كتاب الله تعالى
، وصحت به الرواية عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، لا معدل عن ما ورد به ولا
سبيل إلى رده ، إذ كانوا مأمورين باتباع الكتاب والسنة ، مضمونا لهم الهدى فيهما ،
مشهودا لهم بأن نبيهم صلى الله عليه وسلم يهدي إلى صراط مستقيم ، محذرين في
مخالفته الفتنة والعذاب الأليم .
Ketahuilah, - semoga Allah merahmati kami dan
kalian semua – bahwasannya madzhab Ahlul-Hadits (yaitu) Ahlus-Sunnah
wal-Jama’ah adalah mengakui/beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya. Menerima apa-apa yang tercantum dalam
Kitabullah ta’ala (Al-Qur’an), dan apa yang telah shahih dari riwayat
yang berasal dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Tidak menyimpang dari apa
yang telah datang dari kedua sumber tersebut, dan tidak ada jalan/alasan untuk menolaknya.
Sebab, mereka (Ahlul-Hadits) telah diperintahkan untuk mengikuti Al-Kitab dan
As-Sunnah yang terdapat jaminan petunjuk, yang disaksikan bahwasannya Nabi
mereka shallallaahu ’alaihi wa sallam (dengannya) memberikan petunjuk bagi mereka kepada jalan yang lurus. Dan
telah diperingatkan bahwa menyelisihi beliau adalah fitnah dan (baginya
ancaman) adzab yang pedih.
ويعتقدون أن الله تعالى مدعو بأسمائه الحسنى
وموصوف بصفاته التي سمى ووصف بها نفسه ووصفه بها نبيه صلى الله عليه وسلم ، خلق
آدم بيده ، ويداه مبسوطتان ينفق كيف يشاء ، بلا اعتقاد كيف ، وأنه عز وجل استوى
على العرش ، بلا كيف ، فإن الله تعالى انتهى من ذلك إلى أنه استوى على العرش ولم
يذكر كيف كان استواؤه .
Ahlul-Hadits berkeyakinan bahwasannya Allah ta’ala
diseru dengan nama-nama-Nya yang indah, serta disifati dengan sifat-sifat yang
telah Ia sebutkan bagi diri-Nya (melalui Al-Qur’an) atau yang telah disifati
oleh Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam (melalui As-Sunnah
Ash-Shahiihah). Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya. Kedua tangan-Nya selalu terbuka
yang memberikan karunia sebagaimana Ia kehendaki, tanpa disertai keyakinan
tentang kaifiyah-nya (bagaimananya).
Sesungguhnya Allah ’azza wa jalla ber-istiwaa’ di atas ’Arasy, tanpa
ditanyakan kaifiyah-nya. Allah ta’ala
telah menyelesaikan penciptaan-Nya dan kemudian ber-istiwaa’ di atas ’Arsy tanpa disebutkan (kepada kita) bagaimana istiwaa’-nya Allah itu.
وأنه مالك خلقه وأنشأهم لا عن حاجة إلى ما خلق ولا
معنى دعاه إلى أن خلقهم ، لكنه فعال لما يشاء ويحكم كما يريد ، لا يسأل عما يفعل ،
والخلق مسؤولون عما يفعلون .
Bahwasannya Allah itu adalah
Penguasa bagi para makhluk-Nya, dan mengadakan mereka tanpa satu keperluan
terhadap apa yang diciptakan-Nya, dan tidak pula karena satu maksud yang
mengharuskan-Nya untuk menciptakan mereka. Akan tetapi Allah berbuat
sebagaimana yang Ia kehendaki dan menghukumi sebagaimana yang Ia inginkan.
Allah tidak boleh ditanya tentang apa yang Ia perbuat, sedangkan mereka justru
yang akan ditanya (dimintai pertanggungan jawab kelak di akhirat) terhadap
apa-apa yang mereka perbuat (semasa di dunia).
وأنه مدعو بأسمائه ، موصوف بصفاته التي سمى ووصف
بها نفسه ، وسماه ووصفه بها نبيه عليه الصلاة والسلام ، لا يعجزه شيء في الأرض ولا
في السماء ، ولا يوصف بنقص أو عيب أو آفة ، فإنه عز وجل تعالى عن ذلك .
Bahwasannya Allah diseru
dengan nama-nama-Nya, disifati dengan sifat-sifat-Nya yang telah Ia sifatkan
bagi diri-Nya. Allah juga dinamai dan disifati dengan apa-apa yang telah
disebutkan oleh Nabi-Nya shallallaahu ’alaihi wa sallam. Tidak ada sesuatupun di langit dan di bumi yang
dapat melemahkan-Nya. Allah tidaklah disifati dengan kurang, aib, atau tercela.
Sesungguhnya Allah Maha Mulia Maha Besar lagi Maha Tinggi atas sifat-sifat
tersebut.
وخلق آدم عليه السلام بيده ، ويداه مبسوطتان ينفق
كيف شاء ، بلا اعتقاد كيف يداه ، إذ لم ينطق كتاب الله تعالى فيه بكيف .
ولا يعتقد فيه الأعضاء ، والجوارح ، ولا الطول والعرض ، والغلظ ،
والدقة ، ونحو هذا مما يكون مثله في الخلق ، وأنه ليس كمثله شيء تبارك وجه ربنا ذو
الجلال والإكرام .
ولا يقولون إن أسماء الله عز وجل كما تقوله
المعتزلة والخوارج وطوائف من أهل الأهواء مخلوقة .
Allah menciptakan Adam ’alaihis-salaam
dengan tangan-Nya. Kedua tangan-Nya selalu terbuka yang memberikan karunia
sebagaimana Ia kehendaki, tanpa disertai keyakinan kaifiyah (bagaimana)
kedua tangan Allah selama tidak ditemukan keterangan tentang kaifiyah-nya dalam Kitabullah.
Dan tidak boleh ber-i’tiqad bahwa Allah
mempunyai organ tubuh[1]
dan anggota badan,
mempunyai sifat panjang,
lebar, tebal, tipis, atau yang semisal dengannya dari sifat-sifat makhluk.
Sesungguhnya tidak ada yang serupa dengan-Nya Maha Suci Allah Dzul-Jalaali
wal-Ikraam.
Ahlul-Hadits tidak mengatakan
bahwa nama-nama Allah ’azza wa jalla itu seperti yang dikatakan oleh
Mu’tazilah[2],
Khawarij[3],
dan kelompok-kelompok dari kalangan pengekor hawa nafsu; yaitu sifat Allah itu
adalah makhluk.[4]
[From my notes : 06092008].
[1] Kalimat ini bukan merupakan lafadh-lafadh yang dikenal oleh
Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah dari kalangan pendahulu umat ini. Akan tetapi kalimat
tersebut merupakan kalimat bid’ah yang diada-adakan oleh selain
Ahlus-Sunnah. Dalam permasalahan ini, kita telah tercukupkan oleh keterangan
Ahlus-Sunah dimana mereka menyandarkan keterangan tentang sifat-sifat Allah
sebagaimana yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah-Nya. Maka,
kalimat-kalimat seperti ini yang diucapkan Muallif adalah tidaklah
mencukupi. Allah hanyalah disifati dengan sifat-sifat yang mengandung
kesempurnaan dan kemuliaan. Adapun kaidah salafiyyah dalam permasalahan
yang semisal dengan kalimat-kalimat ini (yang diucapkan oleh Muallif)
adalah bahwasannya tidak diperbolehkan untuk menafikkannya ataupun
menetapkannya kecuali setelah adanya perincian dan penjelasan dari apa yang
dimaksudkan oleh yang mengatakannya (yaitu Allah).
Yang dilakukan oleh Muallif
dengan memujmalkan peniadaan (an-nafyu) bertujuan untuk menutup jalan bagi kaum Mu’aththilah
untuk menuduh Ahlus-Sunnah sebagai Musyabbihah. Akan tetapi, menahan diri dalam permisalan
ini tentu lebih bermanfaat/selamat.
[2] Mu’tazillah adalah kelompok kalamiyyah (ahli kalam) yang
muncul pada kurun kedua hijriyah. Perkara (fitnah) mereka mencapai puncaknya
pada masa Dinasti ’Abbaasiyyah
yang pertama. Penamaan mereka dengan Mu’tazillah adalah karena keluarnya (i’tizaal) pentolan mereka di masa itu
yang bernama Waashil bin ’Athaa’ dari
majelis Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, yang ketika itu ia (Al-Waashil) mengatakan : ”Orang yang melakukan dosa besar maka ia
bukanlah kafir, bukan pula mukmin. Akan tetapi kedudukannya berada di antara
dua kedudukan (yaitu antara mukmin dan kafir = al-manzilah bainal-manzilatain). Ketika Al-Waashil keluar dari
majelis Al-Hasan, maka duduklah ’Amru bin ’Ubaid bersama Al-Washil. (Kemudian), orang yang mengikuti mereka
berdua dan menjadi penolong bagi mereka berdua disebut dengan (kelompok)
Mu’tazillah. Kelompok ini lebih mengutamakan akal dan berlebih-lebihan (ghulluw) kepadanya, dan lebih
mendahulukannya daripada nash (an-naql).
[3] Khawarij adalah bentuk jamak dari kata khaarijah, yaitu
kelompok yang telah keluar (dari jama’ah kaum muslimin). Dikenal dengan laqab
(julukan) ini adalah jama’ah yang keluar (ketaatan) dari ’Aliy radliyallaahu
’anhu setelah sebelumnya mereka bergabung dengan ’Aliy pada perang Shiffiin.
Kelompok Khawarij terpecah menjadi banyak kelompok dimana mereka bersepakat
dalam perkataan tentang kafirnya ’Utsmaan bin ’Affaan, ’Aliy bin Abi Thaalib, ashhaabul-jamal, orang-orang yang ridla dengan adanya tahkim dan yang membenarkan dua orang
hakim atau salah satu diantara keduanya (’Amru bin Al-’Ash dan Abu Musa Al-Asy’ary radliyallaahu
’anhuma), dan pengkafiran para pelaku dosa besar. Lihat Al-Milal wan-Nihal (1/114), Al-Farqu Bainal-Firaaq (72/73), Maqaalatul-Islamiyyiin (1/167), dan Majmu’ Al-Fataawaa (3/279).
[4] Ini adalah kebodohan yang dilakukan oleh Jahmiyyah, Mu’tazillah,
dan orang-orang yang mengekornya. Telah berkata Ad-Daarimi rahimahullah dalam kitab Radd ’alaa-Bisyr Al-Mariisii : ”Dan
sungguh madzhab Al-Mariisii dalam nama-nama Allah seperti madzhabnya terhadap
Al-Qur’an. Al-Qur’an menurutnya adalah makhluk yang berasal dari perkataan
manusia. Tidak difirmankan Allah satu hurufpun dari-Nya ketika berdoa
kepada-Nya. Sama halnya dalam hal nama-nama Allah yang menurut mereka merupakan
hal yang dibuat oleh manusia”. Kemudian Ad-Daarimi berkata : ”Dan hal yang
diserukan oleh mereka tentang nama-nama Allah ini merupakan pokok utama dari
pokok ’aqidah Jahmiyyah yang mereka jadikan sebagai perahu penyelamat
dan membangunan asas kesesatan mereka; sehingga orang-orang bodoh dan pandir
dibuat keliru dengannya ”. Adapun syubhat mereka : ”Bahwasannya mereka apabila
menetapkan bagi Alah 99 nama (al-asmaaul-husnaa),
konsekuensinya mereka menetapkan adanya 99 tuhan” [Lihat : Syarh Ushuulil-I’tiqaad 2/215].
Sungguh mereka (kelompok sesat
dari Jahmiyyah, Mu’tazillah, dan yang serupa dengannya) telah dikafirkan oleh
jama’ah ulama salaf. Telah berkata Ishaq bin Rahawaih : ”Hingga satu ketika
mereka – Jahmiyyah – mengatakan : Sesungguhnya nama-nama Allah itu adalah
makhluk, .... maka ini merupakan kekufuran yang murni/tulen”. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata
: ”Barangsiapa yang menyangka bahwasannya nama-nama Allah itu adalah makhluk,
maka ia kafir” [Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah 2/214]. Khalaf bin Hisyaam Al-Muqri
berkata : ”Barangsiapa yang mengatakan bahwasannya nama-nama Allah itu adalah
makhluk, maka kekufurannya bagiku lebih terang daripada terangnya sinar matahari” [Syarh Ushuul I’tiqaad
Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah 2/207].
Comments
alhamdulillah, jazakallahu khoiron,,saya menginginkan sekali kajian lum,atul i'tiqodnya ibnul jauzy tadz,,
cilacap, jateng
Posting Komentar