Birahi/syahwat merupakan
hal yang “fithrah” dimiliki oleh setiap anak Adam, baik laki-laki maupun
perempuan. Menjadi sesuatu yang terpuji, halal, lagi berpahala apabila
ditempatkan pada sesuatu yang halal. Apa sesuatu yang halal itu ? Yaitu istri
atau suami bagi yang telah menikah. Namun menjadi racun mematikan jika diumbar
dan dibiarkan dalam media-media yang haram. Inilah
bahaya birahi/syahwat bagi sebagian pemuda dan pemudi yang masih lajang.
Berikut akan disebutkan beberapa sebab yang dapat membangkitkan birahi/syahwat
yang menjerumuskan, dengan harapan kita semua dapat bermuhasabah dan dapat
menghindarinya. Semoga bermanfaat bagi idiri ana pribadi dan ikhwah pembaca
pada umumnya.
1.
Iman yang Lemah.
Sesungguhnya iman kepada Allah merupakan jaminan
dan pelindung agar tidak terseret kepada kedurhakaan. Iman kepada Allah laksana
gurun pasir membentang yang menelan segala macam nafsu yang mulai bangkit. Selagi iman melemah, tentu terlalu mudah baginya
untuk melanggar hal-hal yang diharamkan Allah. Faktor inilah yang menjadi sebab
terbesar yang menyeret seseorang ke kubangan birahi/syahwat.
2.
Pengaruh Shahabat.
Wahai ikhwah,….tentunya dalam hidup kita
bergaul dengan satu shahabat ke lain shahabat. Lalu adakah seseorang yang kelak
akan berkata sebagaimana yang difirmankan Allah pada hari kiamat berikut ini :
يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي
لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا * لَقَدْ
أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ
خَذُولًا
”Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu)
tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan
adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia” [QS. Al-Furqaan
: 28-29].
Apakah mereka itu adalah orang-orang yang layak
untuk dikumpuli?? Bukankah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda :
الْمَرْءُ مَعَ مَنْ
أَحَبَّ
”Seseorang itu bersama orang yang dicintainya”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6168-6170].
Apakah kita ridla dengan agama mereka semua??
Fasiq, kafir, atau mukmin tidak menjadi permasalahan bagi kita,………..padahal qudwah
kita shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ
خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
”Seseorang itu menurut agama teman dekatnya.
Maka hendaklah salah seorang di antara kamu melihat siapa yang hendak dijadikan
teman” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2378, dengan sanad shahih].
Teman adalah gambaran pribadi seseorang. Tidaklah
seorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya merasa nyaman bergaul dengan seorang
ahli maksiat. Dan tidaklah ahli maksiat itu bergaul kecuali dengan yang
semisalnya. Tidak mungkin akan berbaur rukun antara iman dan kemaksiatan
sebagaimana tidak mungkin bercampurnya air dengan minyak. Kalau
begitu.......pada siapa kita akan berteman?? Berteman dengan si pembawa minyak
wangi atau dengan si pandai besi ?? Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ، وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ، كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ، وَكِيرِ
الْحَدَّادِ، لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ، إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ
تَجِدُ رِيحَهُ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ، أَوْ
تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً "
“Perumpamaan teman duduk yang shaalih dengan
teman duduk yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai
besi. Pasti ada sesuatu yang engkau dapatkan dari penjual minyak wangi, apakah
engkau membeli minyak wanginya atau sekedar mendapatkan bau wanginya. Adapun
pandai besi, bisa jadi ia membakar badanmu atau pakaianmu; atau minimal engkau
mendapatkan bau yang tidak enak darinya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 2101].
Tinggalkan teman yang buruk, karena teman yang
buruk hanya akan meninggalkan noda-noda hitam dalam hati kita. Tidak perlu
menunggu esok hari. Berkumpullah dengan para ahli ilmu dan ahli ibadah. Belajar
menuntut ilmu dan beramal shalih. Semoga Allah “menularkan” ilmu dan amal
mereka kepada kita semua sebagaimana si pembawa minyak wangi akan menularkan
bau harum pada hidung dan pakaian kita. Bau busuk syahwat akan hilang dari
badan kita.......
3.
Pandangan Mata adalah Salah Satu dari Panah-Panah
Syaithan.
Tidak usah bergumam heran mengapa birahi/syahwat
kita selalu bergejolak, jika mata kita terus dibiarkan liar dan nanar memandang
keharaman. Di televisi, buku, majalah, koran, internet, atau memandang mereka
di jalan-jalan, toko-toko, jalan, pasar.............
Allah ta’ala telah berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ
يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ * وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman
: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang
demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman : “Hendaklah
mereka menahan pandangan mereka...” [QS. An-Nuur : 30-31].
Ibnul-Qayyim rahimahullah pernah berkata
kepada orang-orang yang berpaling dari ajaran agama,”Pandangan matamu masih
engkau umbar, mengikuti jejak siapapun yang lewat. Engkau mengira hal itu bisa
mengobati lukamu, padahal itu justru membuka luka lama. Engkau membunuh lirikan
matamu beberapa saat. Padahal hatimu lah yang engkau bunuh”.
4.
Waktu Kosong dan dalam Keadaan Sendirian.
Kesendirian adalah faktor yang sangat rentan bagi
syaithan mengkerubuti hati anak Adam. Tidak adanya mata yang memandang ditambah
pikiran yang terbiasa pada lamunan-lamunan, membuat birahi/syahwat datang
menyerang. Syaithan akan memegang tali kendali dan menuntun kita memikirkan
masalah birahi dan kenikmatan. Berangkat dari lintasan pikiran, akhirnya
berkembang dan menjadi hasrat, kemudian menjadi kehendak, kemudian…………………..
Kesendirian barangkali bagi sebagian orang
dirasakan perlu dan harus. Kesendirian dapat mengistirahatkan jiwa yang lelah,
menumbuhkan ide baru, muraja’ah keilmuan, ibadah, dan lain sebagainya. Namun
bagi kita, pemuda dan pemudi yang memiliki jiwa-jiwa kering atas lalapan api
birahi,…. Hindarkan pikiran kosong dan kesendirian. Itu lebih baik bagi kita.
Adanya picingan mata orang membuat kita malu berbuat maksiat. Jiwa harus
dilatih. Sibukkan diri kita pada hal-hal bermanfaat. Jangan biarkan diri kita
terlarut “nganggur”……….
5.
Senantiasa Memikirkan Birahi/Syahwat.
Ini merupakan akibat lanjutan dari nomor 4.
Senantiasa memikirkan birahi adalah sebuah penyakit kronis. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ، فَزِنَا
الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ النُّطْقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي،
وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditetapkan bagi setiap anak Adam
bagiannya dari perbuatan zina, yang tidak memungkinkan baginya untuk terbebas
dari semua bagian itu. Maka, zina kedua mata adalah memandang (hal-hal yang
diharamkan), zina kedua telinga adalah mendengar (hal-hal yang diharamkan),
zina lisan adalah berbicara (hal-hal yang diharamkan), zina tangan adalah
menyentuh (hal-hal yang diharamkan), zina kaki adalah melangkah (kepada hal-hal
yang diharamkan), dan hati itu memiliki keinginan dan angan-angan (untuk
berzina), maka kemaluanlah yang akan membenarkannya atau mendustakannya” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2657].
Hendaknya kita pikirkan
akhirat dan kesudahan orang-orang yang berbuat maksiat. Memikirkan masalah
keduniaan pun (pekerjaan, nafkah, dan lain-lain) masih jauh lebih bermanfaat
daripada larut dalam angan-angan syahwat syaithaniyyah.
Wallaahu a’lam.
[Bahan bacaan : “Akhisy-Syabb,
Kaifa Tuwajihusy-Syahwat ? (Saudaraku Pemuda, Bagaimana Anda Menghadapi
Syahwat ?) oleh Syaikh Muhammad bin Abdillah ad-Duwaisy – catatan lama, 26-01-2006].
Comments
Bismillah..izin share ustad...
Barakallahu fiik
Ibnu Idris Okto Fikri
Untuk Bukunya Syaikh Ad Duwaisy apakah ada terjemah bhs Indonesianya Ustadz?
Posting Komentar