Salah
satu sunnah yang banyak ditinggalkan kaum muslimin saat ini adalah shalat
sunnah dua raka’at setelah witir. Selain tidak mengetahui keberadaan nash,
mereka juga banyak yang menyangka bahwa shalat sunnah paling akhir dan
dijadikan penutup adalah shalat witir, berdasarkan riwayat :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ،
قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنِي
نَافِعٌ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: " اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا "
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Yahyaa bin Sa’iid, dari ‘Ubaidullah : Telah menceritakan kepadaku Naafi’, dari
‘Abdullah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Jadikanlah
akhir shalat malam kalian dengan shalat witir” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 998].
Hadits
di atas dipahami bahwa shalat witir adalah shalat penutup atau paling akhir
dari shalat-shalat sunnah yang dilakukan di waktu malam, sehingga tidak ada
shalat sunnah setelahnya hingga waktu Shubuh.
Pemahaman
ini keliru, karena telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
beberapa nash masyru’-nya shalat sunnah dua raka’at setelah shalat
witir. Diantaranya :
1.
Hadits ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa.
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عَدِىٍّ
حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِى سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ
عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ
يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ
ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ
فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ
صَلاَةِ الصُّبْحِ
Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi
‘Adiy : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam, dari Yahyaa bin Abi Salamah, ia
berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Aaisyah tentang shalat yang dilakukan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aaisyah berkata : “Beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat sunnah malam. Beliau shalat delapan
raka’at, kemudian mengerjakan witir (tiga raka’at). Setelah itu, beliau shalat
dua raka’at dalam keadaan duduk.[1]
Apabila hendak rukuk, beliau berdiri lalu rukuk. Setelah itu, beliau shalat dua
raka’at antara adzan dan iqamat saat waktu Shubuh tiba” [Diriwayatkan oleh
Muslim no. 738].
أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى، قال: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ، قال: أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قال: حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، قال: أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ هِشَامٍ، عَنْ
عَائِشَةَ، أَنَّهُ سَمِعَهَا تَقُولُ: " إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِتِسْعِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
وَهُوَ جَالِسٌ، فَلَمَّا ضَعُفَ أَوْتَرَ بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى
رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ "
Telah mengkhabarkan
kepada kami Zakariyyaa bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
Ishaaq bin Ibraahiim, ia berkata : Telah memberitakan ‘Abdurrazzaaq, ia berkata
: Telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qataadah, dari Al-Hasan, ia
berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku Sa’d bin Hisyaam, dari ‘Aaisyah,
bahwasannya ia (Sa’d) pernah mendengarnya (‘Aaisyah) berkata : “Sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat witir sebanyak
sembilan raka’at. Lalu setelah itu shalat dua raka’at dalam keadaan duduk.
Ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam lemah, maka beliau
mengerjakan tujuh raka’at, lalu setelah itu shalat dua raka’at dalam keadaan
duduk” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 1722; shahih].
2.
Hadits Abu Umaamah radliyallaahu
‘anhu.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنِي أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ صُهَيْبٍ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ،
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيهِمَا بَعْدَ
الْوِتْرِ وَهُوَ جَالِسٌ يَقْرَأُ فِيهِمَا: إِذَا زُلْزِلَتْ الْأَرْضُ، وَقُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ "
Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdush-Shamad : Telah menceritakan kepadaku ayahku : Telah
menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Shuhaib, dari Abu Ghaalib, dari Abu
Umaamah : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat dua
raka’at setelah witir, beliau membaca dalam shalat tersebut : Idzaa
zulzilatil-ardlu (QS. Al-Zazalah) dan Yaa ayyuhal-kaafiruun (QS.
Al-Kaafiruun) [Diriwayatkan oleh Ahmad 5/260; sanadnya lemah dikarenakan Abu
Ghaalib, seorang yang shaduuq, namun banyak keliru. Akan tetapi riwayat
ini shahih dengan penguat-penguatnya].
3.
Hadits Ummu Salamah
radliyallaahu ‘anhaa.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ مَسْعَدَةَ،
حَدَّثَنَا مَيْمُونُ بْنُ مُوسَى الْمَرَئِيُّ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُمِّهِ،
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي بَعْدَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Basysyaar : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin
Mas’adah : Telah menceritakan kepada kami Maimuun bin Muusaa Al-Maraiy, dari
Al-Hasan, dari ibunya, dari Ummu Salamah : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam biasa shalat setelah witir sebanyak dua raka’at dalam
keadaan duduk [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1195; sanadnya lemah
dikarenakan Maimuun bin Muusaa, seorang mudallis, dan di sini ia
membawakan dengan ‘an’anah pada semua jalannya. Namun riwayat ini
shahih dengan penguat-penguatnya].
4.
Hadits Anas bin
Maalik radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا فَهْدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَارَةُ
بْنُ زَاذَانَ، عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
" أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ
بَعْدَ الْوِتْرِ بِ الرَّحْمَنِ، وَالْوَاقِعَةِ "
Telah menceritakan
kepada kami Fahd, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Ghassaan, ia
berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Umaarah bin Zaadzaan, dari Tsaabit
Al-Bunaaniy, dari Anas radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam membaca surat Ar-Rahmaan dan Al-Waaqi’ah pada dua raka’at
setelah witir [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar
no. 1270; sanadnya lemah dikarenakan ‘Umaarah bin Zaadzaan, seorang yang shaduuq
namun banyak keliru. Riwayat ini menjadi shahih dengan penguat-penguatnya].
Terdapat perbedaan tentang
jenis surat yang dibaca. Dalam jalan riwayat lain disebutkan Al-Zalzalah dan
Al-Kaafiruun. Perbedaan tersebut tidaklah masalah, karena jalan-jalan riwayat
tersebut bersatu dalam lafadh shalat dua raka’at setelah witir.
5.
Hadits Tsaubaan radliyallaahu
‘anhu.
أَخْبَرَنَا ابْنُ قُتَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ،
حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ شُرَيْحٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ، عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَقَالَ: " إِنَّ هَذَا السَّفَرَ جُهْدٌ
وَثُقْلٌ، فَإِذَا أَوْتَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ
وَإِلا كَانَتَا لَهُ "
Telah mengkhabarkan
kepada kami Ibnu Qutaibah : Telah menceritakan kepada kami Harmalah : Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah
bin Shaalih, dari Syuraih, dari ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin Nufair, dari
Tsaubaan, ia berkata : Kami pernah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam dalam safar. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Sesungguhnya perjalanan ini membuat payah dan berat. Apabila salah
seorang di antara kalian telah mengerjakan shalat witir, maka rukuklah
sebanyak dua rakaat. Apabila dia dapat bangun (dia dapat shalat malam).
Kalau tidak, maka dua rakaat tadi cukup baginya” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Hibbaan no.2577; terdapat keterputusan antara ‘Abdurrahmaan bin Jubair bin
Nufair dan Tsaubaan. Akan tetapi telah diketahui bahwa perantara keduanya
adalah ayahnya, yaitu Jubair bin Nufair, sehingga sanadnya qawiy/kuat].
Begitu
juga dengan beberapa perbuatan yang ternukil dari sebagian shahabat dan taabi’iin
:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنِ
ابْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ الْبَرَاءِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ،
قَالَ: " رَأَيْتُهُ يَسْجُدُ بَعْدَ وَتْرِهِ سَجْدَتَيْنِ "
Telah
menceritakan kepada kami Wakii’, dari Ibnu Abi ‘Aruubah, dari Abul-‘Aaliyyah
Al-Baraa’, dari Ibnu ‘Abbaas, ia (Abul-‘Aaliyyah) berkata : “Aku pernah
melihatnya (Ibnu ‘Abbaas) sujud setelah shalat witir dengan dua kali sujud”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 2/283 (4/469); sanadnya shahih].
Maksudnya
: mengerjakan shalat sunnah dua raka’at setelah witir.
حَدَّثَنَا حَفْصٌ، عَنِ ابْنِ
جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: " مَنْ أَوْتَرَ أَوَّلَ
اللَّيْلِ ثُمَّ قَامَ، فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ "
Telah
menceritakan kepada kami Hafsh, dari Ibnu Juraij, dari ‘Athaa’, dari Ibnu ‘Abbaas,
ia berkata : “Barangsiapa yang mengerjakan shalat witir di awal malam, kemudian
ia bangun berdiri (dari tidurnya), hendaklah ia shalat dua raka’at-dua raka’at”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/285 (4/472); sanadnya shahih].
أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ، عَنِ
الْمُغِيرَةِ، عَنْ زِيَادِ بْنِ كُلَيْبٍ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ:
" كَانُوا يَسْتَحِبُّونَ السِّوَاكَ بَعْدَ الْوِتْرِ قَبْلَ الرَّكْعَتَيْنِ
"
Telah
mengkhabarkan kepada kami Jariir, dari Al-Mughiirah, dari Ziyaad bin Kulaib Abu
Ma’syar, dari Ibraahiim, ia berkata : “Mereka senang bersiwak setelah witir
sebelum mengerjakan shalat dua raka’at” [Diriwayatkan oleh Ishaaq bin Rahawaih
dalam Musnad-nya no. 2425; sanadnya shahih].
Mereka
di sini maksudnya sebagian shahabat dan taabi’iin yang pernah ditemui oleh
Ibraahiim rahimahullah.
Setelah
tetap adanya nash dan contoh di kalangan salaf, tidak ada alasan lagi untuk
menolak sunnah ini. Siapkah Anda melestarikannya (baca : mengamalkannya) ?.
Semoga
tulisan ini ada manfaatnya.
Wallaahu
a’lam bish-shawwaab.
[abul-jauzaa’
– perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 12061434/21042013 – 22:50].
[1] Hadits ini sekaligus menunjukkan kebolehan
shalat sunnah sambil duduk. Orang yang mengerjakan shalat sunnah sambil duduk
pahalanya setengah dari yang berdiri.
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ،
قَالَ: حَدَّثَنَا حُسَيْنٌ الْمُعَلِّمُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، أَنَّ
عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ وَكَانَ رَجُلًا مَبْسُورًا، وَقَالَ أَبُو مَعْمَرٍ مَرَّةً،
عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
صَلَاةِ الرَّجُلِ وَهُوَ قَاعِدٌ، فَقَالَ: " مَنْ صَلَّى قَائِمًا فَهُوَ أَفْضَلُ،
وَمَنْ صَلَّى قَاعِدًا فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِ الْقَائِمِ، وَمَنْ صَلَّى نَائِمًا فَلَهُ
نِصْفُ أَجْرِ الْقَاعِدِ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Ma’mar, ia berkata : Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdul-Waarits, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Husain Al-Mu’allim,
dari ‘Abdullah bin Buraidah, bahwasannya ‘Imraan bin Hushain, dan ia seorang
yang menderita penyakit wasir, - dan telah berkata Abu Ma’mar suatu kali : ‘dari
‘Imraan’ - , ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam tentang shalat seseorang yang dilakukan sambil duduk. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : “Barangsiapa yang shalat dengan berdiri,
maka hal itu lebih baik. Orang yang mengerjakan shalat sambil duduk mendapatkan
setengah pahala orang yang mengerjakannya sambil berdiri. Orang yang mengerjakan
shalat sambil berbaring mendapatkan setengah pahala orang yang mengerjakannya
sambil duduk” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1116].
Comments
baru dengar ana ustad ...
anang dc
afwan ustadz jadi maksud pemahaman hadist ini
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan shalat witir” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 998].
gimana ustadz? trm ksh ats pnjelasanya
Hadits itu mengandung anjuran untuk menutup rangkaian shalat malam dengan shalat witir. Dan bagi yang masih berkeinginan untuk menambahkan shalat lagi setelah witir, diperbolehkan, yaitu mengerjakan shalat dua raka'at sebagaimana di atas. Wallaahu a'lam.
Saya baru dengar juga.
Jadi, apa nama shalatnya Ustadz?
Apakah ada 'ulama yang membahas tentang shalat tersebut?
Syukran.
Ustadz, misalkan sudah tarawih (lengkap 11 atau 23 raka'at bersama imam)... kemudian bangun di akhir malam... bolehkah shalat (yang diakhir malam) LEBIH DARI 2 RAKA'AT ?
[ana khawatir ini bentuk takalluf, juga khawatir jangan sampai ana termasuk orang yang merasa tidak cukup dengan sunnah nabi]
'Afwan stadz, nggak cermat baca artikelnya...
berarti boleh ya? shalat di akhir malam, tanpa ada batasan? berdasarkan kemutlakan atsar ibnu 'abbas:
مَنْ أَوْتَرَ أَوَّلَ اللَّيْلِ ثُمَّ قَامَ، فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat witir di awal malam, kemudian ia bangun berdiri (dari tidurnya), hendaklah ia shalat dua raka’at-dua raka’at”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/285 (4/472); sanadnya shahih]
berdasarkan pemahaman beliau, shalat di akhir malam pun tidak ada pembatasan... karena beliau berkata dua raka'at-dua raka'at
Apa benar pemahaman ana terhadap atsar diatas stadz?
Sebagian ulama memang beristinbath demikian.
wallaahu a'lam.
Tolong bawakan juga komentar ulama tentang hal tsb, yakni 2 roka‘at setelah witir.
Jika ada.
Posting Komentar